Anda di halaman 1dari 10

Televisi dan Anak: Teman atau Lawan?

1 Disusun oleh: Maulin Niam2

Televisi dan anak kini seolah tak bisa dipisahkan. Suara televisi terdengar hampir sepanjang hari di rumah-rumah kita. Bahkan tak sedikit orang tua yang membiarkan anaknya diasuh oleh televisi sementara mereka sibuk bekerja. Padahal sebagai pengasuh, televisi mengajarkan lebih banyak hal negatif daripada yang positif. Contoh hal negatif yang selalu diajarkan oleh televise antara lain, kekerasan, perilaku tidak sopan, gaya hidup boros, malas, dan lain sebagainya. Temuan YLKI, yang juga mencatat bahwa film kartun bertemakan kepahlawanan lebih banyak menampilkan adegan anti sosial (63,51%) dari pada adegan pro sosial (36,49%). Dampak negatif anak terlalu banyak menonton televisi: 1. Menurut peneliti dari Universitas Bristol, anak-anak yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi atau konsol game akan lebih rentan mengalami kesulitan psikologis, seperti masalah yang terkait dengan teman sebayanya, masalah emosi, hiperaktif, atau menyukai hal-hal yang menantang dibanding dengan anak yang jarang menonton TV. 3 2. Dr Daniel Bronfin dari Ochsner Health System, New Orleans, mengungkapkan televisi berpotensi menaikkan risiko terjadinya gangguan perilaku pada anak-anak, seperti kesulitan memusatkan perhatian dan hiperaktivitas.4 3. Anak mudah menirukan adegan atau perkataan kasar yang mereka lihat dan dengar di televisi.

Mengapa televisi begitu menarik perhatian tetapi sekaligus membahayakan?


Neil Postman menyebutkan tiga karakteristik televisi. 1. Pesan itu sampai tanpa memerlukan pemikiran. 2. Pesan media ini dapat sampai kepada pemirsanya tanpa memerlukan bimbingan atau petunjuk. 3. Televisi tidak memberikan pemisahan bagi para pemirsanya, artinya siapa saja dapat menyaksikan siaran televisi. Oleh karena itu kita membutuhkan pengetahuan dan kemampuan yang disebut literasi media.
1

Disampaikan dalam Bincang Literasi Media bersama ibu-ibu di shelter Gondang I pada Minggu, 8 Juli 2012 atas undangan dari Komunitas Jendela. 2 Pendiri Rimotevi Community, komunitas anak muda peduli literasi media. Penulis juga peneliti di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) Yogya. 3 (http://hafismuaddab.wordpress.com/2011/12/31/pengaruh-tv-terhadap-psikologi-anak/). 4 idem

Apa itu Literasi Media?

Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan memproduksi pesan komunikasi dalam berbagai bentuk.5

Artinya bahwa orang yang memiliki kemampuan literasi media, dia bisa berpikir secara kritis tentang apa yang dibaca, dilihat, dan didengar dari media entah itu buku, Koran, majalah, radio, televisi, maupun internet.

Lima pedoman dasar literasi media: 1. Pesan/tayangan di media (televisi) adalah buatan, sebagian besar direkayasa. 2. Tayangan di televisi adalah representasi budaya konsumtif. 3. Masing-masing bentuk media menggunakan teknik-teknik tertentu untuk

dari realitas yang mengandung nilai-nilai

tertentu, seperti sikap empati, tolong menolong, juga nilai permusuhan, kompetisi, dan

menarik

perhatian dan menyampaikan pesan.


4. Pesan/tayangan orang yg beda. 5. Media massa, termasuk

yang sama televisi,

memiliki

makna yg berbeda

jika dilihat oleh

bertujuan untuk mencari

keuntungan

sebesar-

sebesarnya secara ekonomi dan politik.

(National Leadership Conference on Media Literacy).

Media dalam Kehidupan Anak (Fact Sheet)


Kategori: Umum (2595 kali dibaca)

Data penelitian Undip-YPMA-UNICEF menemukan bahwa televisi menjadi kegiatan paling favorit bagi anak sepulang sekolah. Penelitian YPMA 2006 menemukan bahwa anak menghabiskan 7 jam sehari untuk mengkonsumsi media, mulai dari televisi, komputer,videogame, dan sebagainya. Angka ini hampir serupa dengan penelitian di Amerika Serikat bahwa anak di negara tersebut menghabiskan waktu 6.5 jam/hari menggunakan media. (http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/108/5/1222 16 Juni 2007). Pada tahun 2001, The Committee on Public Education of the American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan pernyataan bahwa kekerasan di media berdampak pada perilaku kekerasan pada anak setelah menelaah lebih dari 3.500 penelitian (Referensi: American Academy of Pediatrics. Media Violence. PEDIATRICS Vol. 108 No. 5 November 2001, pp. 1222-1226).

Lama Menonton Data dari berbagai sumber memperlihatkan hasil yang konsisten: durasi menonton televisi yang tinggi pada anak. Pada tahun 2002 anak-anak di Jakarta menonton TV selama 30-35 jam. Dalam penelitian YPMA tahun 2006, angka itu meningkat menjadi sekitar 35-40 jam seminggu. Anak menonton TV rata-rata selama 3,5 jam per hari pada hari biasa dan 5 jam per hari pada saat libur. Bila dibandingkan dengan lamanya anak bersekolah selama setahun, maka didapatkan angka sekitar 1.600 jam untuk menonton TV dan sekitar 800 jam untuk belajar di sekolah dasar negeri di Jakarta. Penelitian bersama Undip-YPMA-UNICEF tahun 2008 menemukan bahwa mayoritas anak-anak yang diteliti mengaku menghabiskan 3-5 jam pada hari kerja, dan 4-6 jam pada hari libur untuk menonton TV, bahkan beberapa secara ekstrim mengakui bahwa mereka menonton 16 jam pada hari libur. Dari data di atas terlihat bahwa anak menonton di atas batas waktu yang ditoleransi para ahli (maksimal 2 jam per hari). Bahkan, ada anak yang dapat dikatakan cukup ekstrem menghabiskan waktunya di depan TV, yakni sekitar 8 jam (dalam kategori 7-8 jam dan lebih dari 8 jam). Artinya, dalam aktivitas sehari-hari, sepertiga waktu anak tersebut tersita oleh TV (YPMA, 2009). Data Nielsen Media Januari-Maret 2008 menemukan bahwa anak menonton TV rata-rata 3 jam per hari. Dari total penonton televisi, 21% adalah anak usia 5-14 tahun. Jumlah anak yang menonton pada pagi hari (06.00-10.00) dan siang-malam hari (12.00-21.00) lebih banyak dari kelompok umur lainnya. Pada pagi hari sebagian besar anak menonton sendirian sementara pada siang hingga malam hari mereka akan menonton dengan ibu mereka berbagai tayangan yang tidak ditujukan untuk anak, misalnya: Stardut, Cinta Bunga, Azizah, Supermama, dan Cahaya.

Apa yang dilihat anak saat menonton TV?

Sunarto (2007) menemukan bahwa sinetron di televisi banyak memperlihatkan adegan anak dipukul, ditendang, atau dicaci-maki oleh ibu tiri atau temannya. Membunuh, menembak, melukai musuhnya merupakan aksi yang harus dilakukan oleh jagoan dalam program televisi. Sayangnya, kekerasan fisik

dan psikologis juga dapat ditemukan dalam sebagian besar program kartun, program yang sangat identik dengan anak. Temuan tersebut sejalan dengan temuan The National Television Violence Survey bahwa 100% film kartun di AS periode 1937-1999 berisi kekerasan. Hendriyani dkk [2011] menemukan bahwa dalam satu hari tersedia lebih dari 7 jam acara anak, mulai dari pukul 4.30 pagi sampai 8.30 malam hari. Porsi program import sebanyak 71,4%; mayoritas adalah program kartun/animasi. Salah satu program yang paling populer di tahun 2008 adalah Naruto. Bukan hanya perlengkapan dan marchendise ala Naruto yang diincar, namun juga sering tampak anak-anak yang melakukan imitasi terhadap apa yang dilihatnya di layar kaca. Dorongan mengimitasi tayangan ini semakin tinggi seiring dengan tingginya frekuensi penayanganNaruto (satu kali/minggu di Indosiar dan setiap hari di Global TV). Terkait dengan imitasi Naruto tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban di Semarang pertengahan Januari 2008. Revino (10 tahun), seorang anak pendiam kelas 4 SD, ditemukan tewas tergantung di kamar tidurnya (Jawa Pos Dotcom 17 Januari 2008). Kisah korban acara televisi juga terjadi pada tahun 2006 saat acara Smackdownmengakibatkan korban meninggal dan luka-luka. Data yang berhasil dikumpulkan adalah sebagai berikut: Reza Ikhsan Fadillah (9), Bandung (meninggal 16 November 2006). I Made Adi S. Putra (8), Bali, meninggal. Angga Rakasiwi (11), luka-luka. Fayza Raviansyah (4), Bandung, luka dan muntah darah. Ahmad Firdaus (9), Bandung, pingsan. Nabila Amal (6), Bandung, patah tulang. Mar Yunani (9), Yogyakarta, gegar otak. Yudhit Bedha Ganang (10), Jakarta Selatan, luka pada kepala dan kemaluan. Angga Riawan (12), Sukabumi,luka-luka. Fuad Ayadi (9), Madura, luka-luka. M. Arif (11), Jambi, lukaluka. M.Hardianto (11), Kendari, luka-luka. Fikro Haq (7), Balikpapan, luka-luka (dari berbagai sumber). Bukan hanya itu, seorang anak menjadi korban meninggal dunia karena menirukan adegan gantung diri yang dilihatnya di TV. Agung Wibowo (kelas 3 SD di Pontianak) meninggal dunia setelah bermain "matimatian" bersama dengan kedua adiknya. Pada tahun 2009, sebuah acara bermuatan magic menjadi populer. Acara yang bernamaThe Master itu merupakan sebuah kompetisi magic antara beberapa orang. Bentuknya mirip seperti acara kompetisi menyanyi-ada juri dan peserta yang menunjukan bakatnya. Namun, yang ditonjolkan di sini adalah kesaktian' dari masing-masing peserta. Akhir tahun lalu, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun telah kehilangan nyawanya. Ia ditemukan sang ayah di dalam rumah dengan tubuh tergantung dan terikat. Menurut sang ayah, anak laki-laki bernama Heri Setyawan itu adalah penggemar berat Limbad. Ia gemar sekali menirukan aksi-aksi panggung Limbad. Pernah ia menusukan sejumlah jaru ke tangannya, kemudian mempertonton-kannya kepada semua orang. Begitu menggemari Limbad, anak yang dikenal sebagai pribadi sosial ini akhirnya meregang nyawa. Kisah tragis lain ditemukan di Surabaya. Bermaksud mengikuti aksi Limbad, idolanya, anak laki-laki bernama Asad Hidayat (9th) nekat menelan sebuah cincin logam. Ketika diwawancarai oleh berbagai media, bocah yang masih duduk di kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah ini mengatakan bahwa dirinya sengaja menelan cincin karena sangat menggemari aksi panggung Limbad.

Jam Tayang Anak Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) mengusulkan "jam tayang anak" yang ideal kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk dimasukkan dalam Standar Program Siaran. Jam tayang anak tersebut

adalah pagi hari pukul 07.00-09.00 dan 15.00-18.00 (Senin-Sabtu) serta 06.00-10.00 dan 15.00-18.00 (Minggu). Maksudnya, apabila lembaga penyiaran akan menayangkan acara anak, maka harus ditayangkan pada jam tersebut. Apabila lembaga penyiaran tidak menayangkan acara anak, maka jamjam tersebut acara yang ditayangkan harus termasuk dalam kategori acara yang aman ditonton oleh anak. Di dalam Undang-undang Penyiaran No. 32/2002 pasal 36 ayat 3, disebutkan bahwa isi siaran dalam media penyiaran, "wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan remaja, dengan menyiarkan mata acara pada waktu yang tepat, dan lembaga penyiaran mencantumkan dan/atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai isi siaran. Merujuk pada pasal di atas, maka YPMA mengusulkan adanya tambahan klasifikasi "Pra-sekolah" di samping klasifikasi A (Anak); R (Remaja); D (Dewasa) dan SU (Semua Umur) yang sudah ada. Klasifikasi P adalah program khusus untuk anak usia (7-12 tahun).

Telepon Genggam (HP) Jumlah anak yang memiliki telpon genggam sendiri semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hampir seluruh responden dalam survei YPMA 2006 memiliki telepon genggam, dengan berbagai variasi penggunaan. Layanan SMS paling sering digunakan oleh responden (34%), selain menelepon teman (28%). HP juga digunakan untuk memotret oleh 10% responden. Sisanya menggunakan telepon genggam untuk bermain game (7%), merekam kejadian (7%), dan bertukar gambar lewat MMS (7%). Hanya kurang dari dua persen anak yang menggunakannya untuk menelpon orangtua mereka. Data dalam Media Scene 2006-2007 menyatakan bahwa hanya 1 dari 1000 orang yang memiliki telepon genggam pada tahun 1999 (indeks 1,1). Namun pada tahun tahun 2005, 23 dari 1000 orang memiliki telepon genggam (indeks 23,1). Berarti dalam kurun 7 tahun terhadap kenaikan lebih dari 20 kali lipat. Fenomena ini terlihat menonjol, apalagi bila kita membandingkan dengan angka pemilik telepon rumah (fix line); dari 3 per seribu orang pada tahun 1999 menjadi 6 orang pada 2005 (dari indeks 2,9 menjadi 6,4). Penggunaan telepon genggam, apalagi milik anak secara pribadi, juga perlu pengawasan dari orangtua. Telpon genggam berpotensi menyebarkan dampak negatif, misalnya melalui MMS (Multi Media Services). Gambar-gambar dan video berbau pornografi sering dipertukarkan di antara teman sebaya. Game di telepon genggam juga berpotensi menghabiskan waktu luang anak-anak, bahkan bisa membuat mereka kecanduan yang sering membuat mereka mengabaikan tugas dan kewajiban mereka. Penelitian Nielsen pada tahun 2009 di Amerika yang dilansir dari blog milik perusahan riset ini, membuktikan bahwa hampir sebagain besar anak berusia 8 tahun yang memilikihandphone, menggunakannya untuk mengirimkan SMS. Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas SMS ditujukan kepada teman dan keluarga (90%), voting acara TV (8%), membeli ringtone atau musik (9%), membeli wallpaper atauscreen saver (4%), membeli game (5%), merespon iklan (5%), dan melihat horoskop mereka sendiri (4%).

Game HP terpopuler Sex Xonix Merupakan game jenis arcade' yang mirip seperti game Snake' di HP Nokia seri lama.Game ini menguji kecepatan dan kecermatan pemain. Bila pemain berhasil bertahan hingga akhir permainan, pemain dapat melihat foto telanjang di belakang game tersebut.

Zuma Game puzzle ini mengajak pemain untuk menghancurkan rangkaian bola dengan melemparkan bola berwarna sama.

Before Crisis-Final Fantasy VII Sama halnya dengan game seri PS-nya, game ini mengajak pemain untuk beradu senjata dengan musuh.

Game yang juga popular di kalangan anak: 1. The SIMS 2 Mobile 2. Paris Hilton's Diamond Quest 3. Kingdom Hearts 4. Need for Speed Underground 2 5. DOOM RPG 6. Cricket 7. Assassin's Creed (sumber: http://www.gamespot.com, Juli 2009)

Internet Dari 937 siswa yang diteliti dalam survei YPMA 2006, 88% responden yang mengaku pernah mengakses Internet. Tempat pertama mengakses Internet adalah di rumah (diakui oleh 45% responden) dan tempat kedua adalah rental (27%). Hanya sejumlah kecil yang mengakses Internet di sekolah, rumah teman atau bahkan di kantor (orangtua mereka). Sebagian anak (nyaris 40%) menyatakan bahwa tidak ada peraturan tentang mengakses Internet di rumah mereka. Tampak bahwa kegiatan domain yang dilakukan oleh online (38%), browsing (31%), atau membaca berita (20%). anak-anak adalah bermain game

Situs yang sering mereka kunjungi adalah situs game online (Seal online, Ayo Dance, Counter Strike), klub sepakbola favorit mereka, situs yang memuat lirik atau teks lagu, dan situs berita. Sekitar 15% dari anak-anak yang pernah mengakses Internet, mengaku pernah mengunjungi situs orang dewasa. Hasil yang berbeda diperoleh penelitian Undip-YPMA-UNICEF di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang memperlihatkan bahwa nyaris 90% responden mereka belum pernah mengakses Internet.

Hal ini sejalan dengan penelitian Livingstone dan Bober di Eropa bahwa hampir 60% anak usia 9-19 tahun yang melakukan aktivitas online setidaknya seminggu sekali memiliki pengalaman dengan pornografi online, dan 36% dari mereka mendapati secara tidak sangaja situs porno. Sepertiga dari mereka telah menerima komentar nakal atau seksual yang tidak diinginkan (www.children-go-online.net). Untuk menaikkan lalu lintas pengunjung, pengelola situs porno menggunakan kata kunci yang sifatnya umum: dog, kuda, perempuan, borgol, dan lainnya. Pengelola situs porno juga sering "mencuri" merek terkenal sebagai nama situs mereka. Tiga merek terkenal yang digunakan untuk 'meraih' anak-anak adalah: Disney, Barbie, dan Nintedo (Cyveillance Survey, 1999). Namun hal yang paling memprihatinkan adalah anak-anak yang kecanduan pada game online. Tidak jarang anak-anak bermalam di warnet dengan alasan belajar di rumah teman. Begitulah, di satu sisi anak-anak sangat tertarik untuk bisa mengakses Internet, tapi belum ada regulasi dan filter yang cukup melindungi mereka dari materi yang tidak aman di Internet. Dalam hal ini, akan lebih bijaksana apabila orangtua dan guru juga mengerti tentang potensi manfaat dan bahaya Internet. Ada sebuah survei menarik yang dilakukan oleh Symantec dalam rangka mengetahui kata kunci yang sering diketikkan anak saat menggunakan Internet. Survei yang berlangsung sejak bulan Februari-Juli 2009 dengan 3,5 juta total pencarian pada Google dan Yahoo!search ini, memberikan hasil kata kunci terpopuler di kalangan anak sebagai berikut: 1. YouTube 2. Google 3. Facebook 4. Sex 5. MySpace 6. Porn 7. Yahoo 8. Michael Jackson 9. Fred
1.

eBay

Search engine semacam Yahoo! Atau Google adalah salah satu tools dari Internet yang paling sering digunakan oleh anak-anak. Mereka menggunakan tools semacam ini untuk mencari website dan data hingga gambar. Baik untuk sekadar iseng mencari gambar karakter kartun favoritnya atau mencari gambar untuk kebutuhan tugas. Dengan Yahoo! image search, anak-anak dapat menemukan gambar tokoh favoritnya, seperti Naruto. Bila Yahoo SaveSearch diaktifkan (ON), mereka akan menemukan 749.763 gambar, sedangkan bila SaveSearch dimatikan (OFF), maka gambar yang dihasilkan adalah 1.012.885. Beberapa gambar yang tampil pada saat SaveSearch off di antaranya adalah gambar tokoh-tokoh Naruto dengan pakaian minim atau bahkan gambar adegan intim. Pada tahun 2007, penggunaan situs jejaring sosial, Facebook, mulai populer di Indonesia. Awalnya, situs yang termasuk ke dalam social media ini digunakan oleh kalangan dewasa dengan tujuan untuk bersosialisasi dengan teman-temannya-baik teman dekat maupun teman yang sudah jarang ditemui.

Namun, seiring dengan perkembangannya, Facebook pun digunakan oleh anak-anak yang belum termasuk ke dalam kategori dewasa atau remaja. Padahal dalam terms and condition yang dibuat oleh pengelola Facebook, tampak bahwa pihak pengelola telah menjadikan batasan umur sebagai salah satu syarat keanggotannya. Bahkan secara otomatis, Facebook akan menolak calon anggotanya yang dikategorikan underage'. Ketika calon pengguna Facebook memasukan tahun kelahiran yang tidak sesuai dengan syarat keanggotaan Facebook, maka secara otomatis akan muncul tulisan "You can not select a birthday that indicates that you are under 13 years old. Please contact us for assistance." Dan, calon pengguna tidak dapat memiliki akun Facebook. Facebook juga telah memberikan fasilitas pelaporan ketika ada anggotanya mengetahui bahwa ada salah satu dari mereka yang memiliki umur yang tidak sesuai dengan syarat keanggotaan Facebook. Sayangnya, anak-anak di bawah umur tersebut dapat memalsukan identitasnya dengan mengisi tahun kelahiran palsu. Dengan demikian, mereka dapat menjadi anggota Facebook dan mengakses segala bentuk informasi dan aplikasi yang terdapat di dalam Facebook, seperti Wall-to-wall, update status, chatting, message, notes, message, Pet Society, FarmVille, The Sims, Ninja Saga, Mini Golf Party, Restaurant City, YoVille, dan lain sebagainya. Di dalam Facebook, anak-anak mendapatkan kebebasan dalam mengakses informasi dalam bentuk apapun. Yang berbahaya adalah ketika video porno mirip artis A, L, dan CT, anak-anak dapat mencari informasi tersebut. Bahkan mereka juga dapat mengakses informasi-informasi mengenai link untuk mendownload video tersebut. Caranya adalah dengan mengunjungi fan page milik artis yang bersangkutan. Di sana, terdapat berbagai macam informasi mengenai perkembangan kasus tersebut, karena menurut pengamatan tim MDKA selama isu tersebut menjadi fokus, banyak perkembangan informasi yang didapat melalui fan page tersebut.

Video Game Video game adalah jenis media yang paling mudah membuat anak menjadi kecanduan. Permainan ini bisa dilakukan dengan komputer atau televisi. Sekali pun anak-anak tidak memiliki alat permainan video game sendiri, mereka dengan mudah dapat memanfaatkan jasa video rental game yang harganya cukup terjangkau. Di tempat seperti itu, jelas tidak ada pembatasan usia dan jenis game yang hendak dimainkan. Judul game yang sering dimainkan oleh anak-anak yang menyukai permainan jenis ini misalnya adalah Smackdown, Grand Theft Auto, The Sims, Harvest Moon, Resident Evil, Winning Eleven, Harvest Moon, dan Barbie (YPMA, 2007). Anak biasanya bermain game setelah pulang sekolah. Yang mengejutkan, sejumlah responden (3%) mengaku bermain game sampai larut malam, di atas pukul 10 malam. Di Amerika, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh The Entertainment Software Association (ESA) tahun 2006, menunjukkan bahwa 44% dari 1700 responden menyatakan bahwa mereka memainkan game online. Angka ini meningkat 19% dari tahun 2000. Pada umumnya video game bajakan yang dijual dengan harga terjangkau dan mudah ditemukan memiliki rating ESRB (Entertainment Software Rating Board, sebuah lembaga pemberi rating untuk games hiburan) yang tidak sesuai dengan rating ESRB sebenarnya.

Cukup banyak video game ber-rating AO (Adult Only) atau M (Mature) yang dibajak dengan rating ESRB diubah menjadi T (Teen). Beberapa di antaranya adalah GTA: San Andreas, Mass Effect, Gta IV, BMXXX, dll. Marak video game kekerasan yang menampilkan secara gamblang adegan seksual di tengah-tengah video gamenya seperti GTA: San Andreas dan Mass Effect. GTA: San Andreas mendapatkan kecaman keras dari banyak kalangan dunia seperti Jack Thompson dan Hillary Clinton, sehingga memaksa produsennya mengganti rating ESRBnya menjadi AO (awalnya M (Mature)). Hal ini mengakibatkan profitnya turun hingga $28.8 juta. Pada tanggal 20 Oktober 2003, Aaron Hamel dan Kimberly Bede menjadi korban penembakan yang dilakukan oleh 2 remaja, William dan Josh Buckner, karena keduanya terinspirasi setelah memainkan GTA:III. Akibat kejadian tersebut Aaron meninggal dunia, sedangkan Kimberley mengalami luka parah. Pada saat kasus "Hot Coffe" hangat dibahas oleh para gamer, penjualan CD dan buku "cheat" di hampir samua toko CD game meningkat. Pada penjualan perdana CD GTA:IV, terjadi serangkaian pencurian terhadap CD yang dilakukan oleh pegawai UPS. Dennis Richard Fiel nekat menyerang pegawai toko dan kabur membawa 3 copy CD GTA:IV. Sekalipun di jual di atas pukul 24.00 (karena berlabel Dewasa), video game ini telah meraup penjualan sebanayak 3.6 unit atau senilai $310 juta secara global. Di Inggris sendiri, dalam minggu pertama sejak dirilis, sudah terjual 926.000 copy. Game GTA juga ditarik peredarannya dari seluruh wilayah Thailand menyusul penikaman dan pencurian taksi yang dilakukan oleh seorang pemuda berusia 18 tahun di Bangkok. National Institute on Media and the Family (NIMF) mencatat 10 game yang dianggap berbahaya. Gamegame tersebut adalah:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Blitz: The League II Dead Space Fallout 3 Far Cry 2 Gears of War 2 Legendary Left 4 Dead Resistance 2 Saints Row 2

10. Silent Hill: Homecoming

Lembaga yang termasuk ke dalam Non-profit Government Organization ini juga mengajak masyarakat untuk mendeteksi kecenderungan anak untuk adiktif terhadap game. Ciri tersebut adalah gejala kecanduan game:
1. 2. 3.

Berbohong kepada orangtua dan teman tentang penggunaan game. Menggunakan video game sebagai jalan keluar dari masalah atau perasaan yang tidak enak (bad mood). Menjadi restless dan irritable ketika diminta berhenti untuk bermain video game.

4. 5.

Tidak mengerjakan PR karena bermain video game. Mendapat nilai tes yang buruk akibat bermain video game. (http://www.parentfurther.com/technology-media diakses pada atnggal 17 Juli 2010)

Bacaan Anak dan media Lainnya Indeks baca bangsa Indonesia saat ini hanya 0,009 (baca: 9 buku perseribu orang per tahun). Artinya, dalam satu tahun, seribu orang di Indonesia hanya baca 9 buku. Ini sangat jauh bila dibandingkan Amerika yang mempunyai indeks baca 45 dan Singapura yang mempunyai indeks baca 55. Kebanyakan bacaan yang dikonsumsi anak adalah komik seperti Conan', 'Doraemon', Sinchan' dan Naruto'. Sekitar 30% siswa yang disurvei mengatakan bahwa mereka juga mengkonsumsi bacaan sejenis chicklit' ataupun teenlit'. Sebagian besar mengaku membaca chicklit/teenlit karena buku tersebut "membuat saya mengerti bagaimana seharusnya remaja bertingkah laku" (diakui oleh 24% responden). Alasan lain yang muncul adalah "ceritanya gue banget" (14%) dan mengajarkan bagaimana bersikap terhadap lawan jenis (6%). Ada juga anak-anak yang membaca komik untuk orang dewasa yang memang tidak terlalu sulit didapatkan di kios-kios kaki lima dengan harga sembilan ribu lima ratus rupiah dengan format yang sama dengan bacaan anak lainnya. Seperti juga konsumsi media yang lain, anak biasanya membaca sendirian, hanya segelintir yang mengaku membaca sambil ditemani orangtua/anggota keluarga lain.
(Kidia)

Anda mungkin juga menyukai