Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA KERJA RISK MANAGEMENT

Oleh : Dilan S. Batuparan Karyawan PT Bank Ekspor Indonesia (Persero)

(BEI NEWS Edisi 5 Tahun II, Maret-April 2001)

Risk Management pada dasarnya adalah proses menyeluruh yang dilengkapi dengan alat, teknik, dan sains yang diperlukan untuk mengenali, mengukur, dan mengelola risiko secara lebih transparan. Sebagai sebuah proses menyeluruh Risk Management menyentuh hampir setiap aspek aktivitas sebuah entitas bisnis, mulai dari proses pengambilan keputusan untuk menginvestasikan sejumlah uang, sampai pada keputusan untuk menerima seorang karyawan baru. Berdasarkan konsep dasar di atas salah satu paradigma penting yang ditawarkan oleh Risk Management di dalam mengelola risiko adalah bahwa risiko dapat didekati dengan menggunakan suatu kerangka pikir yang sangat rasional. Hal ini dimungkinkan berkat berkembangnya teori probabilitas dan statistik yang memungkinkan kita memiliki alat untuk memilah, meng-quantify dan mengukur risiko. Asumsi yang mendasari hal ini adalah bahwa statistik mengandung didalamnya ingatan numerik (numerical memory) yang bertitik tolak dari hal itu kita dapat membaca suatu alur tertentu yang memungkinkan kita memproyeksikan kemungkinankemungkinan yang akan kita hadapi di masa mendatang. Bagaimanapun, Risk Management tetaplah hanya alat bantu bagi manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Risk Management bukanlah sekedar angka statistik, teknik ataupun teknologi. Wujud penerapan terbaik Risk Management merupakan suatu proses membangun kesadaran tentang risiko di seluruh komponen organisasi, suatu proses pendidikan bagaimana menggunakan alat dan teknik yang disediakan oleh Risk Management tanpa harus dikendalikan olehnya, dan mengembangkan naluri pengambilan keputusan yang kuat (khususnya terhadap risiko). Kerangka Kerja Risk Management Sebagai sebuah proses, kerangka kerja Risk Management pada dasarnya terbagi dalam tiga tahapan kerja : 1. Identifikasi Risiko Identifikasi Risiko adalah rangkaian proses pengenalan yang seksama atas risiko dan

komponen risiko yang melekat pada suatu aktivitas atau transaksi yang diarahkan kepada proses pengukuran serta pengelolaan risiko yang tepat. Identifikasi Risiko adalah pondasi dimana tahapan lainnya dalam proses Risk Management , dibangun. 2. Pengukuran Risiko Pengukuran Risiko adalah rangkaian proses yang dilakukan dengan tujuan untuk memahami signifikansi dari akibat yang akan ditimbulkan suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha. Pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna. 3. Pengelolaan Risiko Pengelolaan risiko pada dasarnya adalah rangkaian proses yang dilakukan untuk meminimalisasi tingkat risiko yang dihadapi sampai pada batas yang dapat diterima. Secara kuantitatif upaya untuk meminimalisasi risiko ini dilakukan dengan menerapkan langkahlangkah yang diarahkan pada turunnya (angka) hasil ukur yang diperoleh dari proses pengukuran risiko. Identifikasi Risiko Sebagai suatu rangkaian proses, identifikasi risiko dimulai dengan pemahaman tentang apa sebenarnya yang disebut sebagai risiko. Sebagaimana telah didefiniskan di atas, maka risiko adalah : tingkat ketidakpastian akan terjadinya sesuatu/tidak terwujudnya sesuatu tujuan, pada suatu kurun/periode tertentu (time horizon). Bertitik tolak dari definisi tersebut maka terdapat dua tolok ukur penting di dalam pengertian risiko, yaitu : 1. Tujuan (yang ingin dicapai)/Objectives Untuk dapat menetapkan batas-batas risiko yang dapat diterima, maka suatu perusahaan harus terlebih dahulu menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai secara jelas. Seringkali ketidakjelasan mengenai tujuan-tujuan yang ingin dicapai mengakibatkan munculnya risikorisiko yang tidak diharapkan. 2. Periode Waktu (Time Horizon) Periode waktu yang digunakan di dalam mengukur tingkat risiko yang dihadapi, sangatlah tergantung pada jenis bisnis yang dikerjakan oleh suatu perusahaan. Semakin dinamis pergerakan faktor-faktor pasar untuk suatu jenis bisnis tertentu, semakin singkat periode waktu yang digunakan di dalam mengukur tingkat risiko yang dihadapi. Contoh, seorang manajer pasar uang di suatu bank mestinya akan melakukan pemantauan atas tingkat risiko yang dihadapi secara harian. Di lain pihak seorang manajer portofolio kredit/capital market, mungkin akan menerapkan periode waktu 1 bulan untuk melakukan pemantauan atas tingkat

risiko yang dihadapi. Pemahaman yang benar atas kedua tolok ukur tersebut akan sangat menentukan validitas dan efektifitas dari konsep Risk Management yang akan dibangun. Tahapan selanjutnya dari proses identifikasi risiko adalah mengenali jenis-jenis risiko yang mungkin (dan umumnya) dihadapi oleh setiap pelaku bisnis. Khusus untuk industri perbankan, salah satu rujukan yang digunakan dalam merumuskan jenis-jenis risiko yang dihadapi oleh kalangan perbankan adalah apa yang tercantum di dalam Core Principle for Effective Banking Supervision (Basel Core principles) September 1997, yang tergabung di dalam Compendium of documents produced by the Basel Committee on Banking Supervision, February 2000. Jenis-jenis risiko menurut dokumen tersebut adalah : 1. Risiko Kredit (Credit Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kegagalan counterparty (debitur) dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya sesuai yang disyaratkan oleh kontrak/ perjanjian. Risiko ini tidak hanya muncul dari kredit/pinjaman (loan) melainkan juga meliputi komponen-komponen lain, baik on maupun off balance sheet seperti Garansi, Akseptasi, Securities Investment, dll. 2. Risiko Negara dan Pengalihan (Country and Transfer Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kondisi lingkungan ekonomi, sosial, politik dari negara asal counterparty (debitur). Risiko ini muncul dalam transaksi pinjaman lintas negara. 3. Risiko Pasar (Market Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pergerakan harga di pasar. Risiko ini harus dilihat dalam konteks prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku saat ini. Risiko ini tampak jelas pada aktivitas trading seperti debt/equity instruments, foreign exchange, atau komoditas. 4. Risiko Tingkat Bunga (Interest Rate Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pergerakan tingkat bunga di pasar. 5. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh ketidakmampuan bank untuk mengakomodasi berkurangnya pasiva/liabilities atau untuk membiayai/mendanai

peningkatan di sisi aktiva/assets. 6. Risiko Operasional (Operational Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh pelanggaran atas ketentuanketentuan internal maupun atas kebijakan-kebijakan bank. 7. Risiko Hukum (Legal Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh ketidakcukupan (inadequacy) atau kesalahan dalam pemberian pendapat hukum maupun dokumentasi hukum. 8. Risiko Reputasi (Reputational Risk) Adalah risiko (munculnya kerugian) yang disebabkan oleh kegagalan di dalam operasional bank khususnya kegagalan dalam memenuhi ketentuan-ketentuan hukum atau peraturan yang dikenakan atas bank. Pengukuran Risiko Pengukuran Risiko dibutuhkan sebagai dasar (tolok ukur) untuk memahami signifikansi dari akibat (kerugian) yang akan ditimbulkan oleh terealisirnya suatu risiko, baik secara individual maupun portofolio, terhadap tingkat kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Lebih lanjut pemahaman yang akurat tentang signifikansi tersebut akan menjadi dasar bagi pengelolaan risiko yang terarah dan berhasil guna. A. Dimensi Risiko Signifikansi suatu risiko maupun portofolio risiko dapat diketahui/disimpulkan dengan melakukan pengukuran terhadap 2 dimensi risiko yaitu : i. Kuantitas (quantity) risiko, yaitu jumlah kerugian yang mungkin muncul dari terjadinya/terealisirnya risiko. Dimensi kuantitas risiko dinyatakan dalam satuan mata uang. ii. Kualitas (quality) risiko, yaitu probabilitas (likelihood) dari terjadinya/terealisirnya risiko. Dimensi kualitas risiko dapat dinyatakan dalam bentuk : confidence level, matrix risiko (tinggi, sedang, rendah), dan lain-lain yang dapat menggambarkan kualitas risiko Dua dimensi ini harus muncul sebagai hasil dari proses pengukuran risiko.

B. Alat Ukur Risiko Sebagai suatu konsep baru yang sedang terus dikembangkan, terdapat berbagai macam metode pengukuran risiko yang muncul dan diujicobakan oleh para pelaku pasar. i. Value At Risk

Salah satu metode yang banyak diterima dan diaplikasikan saat ini adalah apa yang dikenal dengan metode Value At Risk (VAR). Value At Risk pada saat ini dapat dianggap sebagai metode standar di dalam mengukur Risiko Pasar (Market Risk), dan mulai banyak digunakan untuk mengukur Risiko (Portofolio) Kredit. Per definisi Value At Risk adalah : kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu (predicted worst-case loss with a specific confidence level over a period of time). Konsep VAR berdiri di atas dasar observasi statistik atas data-data historis dan relatif dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang bersifat obyektif. Upaya untuk mengukur risiko telah dilakukan orang dengan berbagai cara. Berbagai indikator yang sering digunakan oleh bank dalam mengukur dan mengelola Risiko Kredit atas portofolio kreditnya misalnya : penetapan rating, pembatasan tenor, pembatasan sektor industri, penetapan watch list, dsb. Risiko Pasar misalnya : volatilitas, sensitivitas, dsb. Risiko Tingkat Bunga misalnya : Liquidity Gap, Interest Rate Gap, dsb. VAR, dapat dikatakan, merangkum seluruh substansi yang ingin ditangkap dari alat-alat atau metodemetode tradisional tersebut. VAR juga megakomodasi kebutuhan untuk mengetahui potensi kerugian atas exposure tertentu. VAR juga dapat diterapkan pada berbagai level transaksi, mulai dari individual exposure sampai pada portfolio exposures. Dua hal yang tidak dapat ditawarkan oleh alat metode tradisional seperti disebutkan di atas. Secara umum ada empat pertanyaan dasar yang akan dijawab dengan menggunakan konsep VAR yaitu : Berapa banyak bank akan mengalami kerugian? Apakah kerugian tersebut akan terkonsentrasi pada satu aspek tertentu (obligor, area, jenis risiko)? Exposure mana yang akan meminimalkan risiko dari exposure yang lain? Berapa banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan mengambil risiko tersebut? ii. Stress Testing Salah satu keterbatasan konsep VAR adalah bahwa VAR hanya efektif diterapkan dalam kondisi pasar yang normal. Konsep VAR tidak dirancang untuk memprediksikan terjadinya suatu kejadian yang akan menyebabkan runtuhnya pasar (unexpected event) seperti perang, bencana alam, perubahan drastis di bidang politik, dll. Konsep Stress Testing memberikan jawaban untuk masalah tersebut. Konsep Stress Testing dirancang sebagai suatu pendekatan subyektif terhadap risiko yang bagian terbesarnya tergantung pada human judgement. Konsep ini adalah sebuah rangkaian proses eksplorasi,

mempertanyakan, dan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan (khususnya terkait dengan risiko) pada saat terjadinya sesuatu yang dianggap tidak mungkin (very unlikely) terjadi. Di dalam konsep Stress Testing dilakukan hal-hal sebagai berikut : Menyusun beberapa skenario (terjadinya unexpected event) Melakukan revaluasi (risiko) atas portofolio Menyusun kesimpulan atas skenario-skenario tersebut Stress Testing harus dilaksanakan secara periodik dengan melibatkan Senior Management. iii. Back Testing Suatu model hanya berguna jika model tersebut dapat menerangkan realitas yang terjadi. Demikian pula dengan model pengukuran risiko. Untuk menjaga reliability dari model, maka secara periodik suatu model pengukuran harus diuji dengan menggunakan suatu konsep yang dikenal dengan Back Testing.

C. Risiko vis a vis Pricing dan Modal Hasil yang diperoleh dari proses pengukuran risiko menggambarkan potensi kerugian yang akan muncul dalam hal risiko terealisir. Dalam konsep Risk Management kerugian tersebut harus diantisipasi dengan cara menyisihkan sejumlah modal sebagai cushion/buffer yang akan melindungi (kemampuan keuangan) perusahaan. Semakin tinggi risiko yang diambil, semakin besar pula modal yang dibutuhkan. Penyisihan sejumlah modal (di luar PPAP) tersebut tentunya akan mengakibatkan munculnya opportunity loss bagi perusahaan/bank. Sebagai konsekuensi maka Risk Management mengenal apa yang disebut sebagai RAROC atau Risk Adjusted Return On Capital. Konsep pricing yang menggunakan RAROC akan secara jelas memperlihatkan seberapa tinggi risiko dari satu counterpart di mata bank/perusahaan yang melakukan evaluasi risiko.

Pengelolaan Risiko Jika risiko-risiko yang dihadapi oleh perusahaan telah diidentifikasi dan diukur maka pertanyaan selanjutnya adalah : Profil/Struktur Risiko yang bagaimana yang terbaik bagi perusahaan?

Pertanyaan tersebut mengarah kepada upaya untuk : Meningkatkan kualitas dan prediktabilitas dari pendapatan perusahaan (earning) 1. untuk mengoptimalkan nilai bagi pemegang saham (shareholder value) Mengurangi kemungkinan munculnya tekanan pada kemampuan keuangan 2. (financial distress) Mempertahankan marjin operasi (operating margin) 3. Konsep Pengelolaan Risiko berbicara seputar alternatif cara untuk mencapai tujuan-tujuan di atas. Pada dasarnya mekanisme Pengelolaan Risiko dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Membatasi Risiko (Mitigating Risk) Membatasi Risiko dilakukan dengan menetapkan limit risiko, baik untuk individual exposure maupun portfolio exposure, yang dapat diterima oleh perusahaan. Penetapan Limit Risiko yang dapat diterima oleh perusahaan tidak semata-mata dilakukan untuk membatasi risiko yang diserap oleh perusahaan, melainkan juga harus diarahkan kepada upaya untuk mengoptimalkan nilai bagi pemegang saham. Pendekatan tersebut terkait dengan konsekuensi (Modal/Capital) yang muncul dari angka-angka risiko yang dihasilkan dari proses pengukuran risiko. Artinya penetapan batas risiko dengan berbagai konsekuensi (finansial) yang muncul kemudian harus menghasilkan struktur neraca maupun rugi laba yang optimal bagi para pemegang saham. Mengelola Risiko (Managing Risk) 2. Sebagaimana kita ketahui, nilai exposure yang dimiliki oleh perusahaan dapat bergerak setiap saat sebagai akibat pergerakan di berbagai faktor yang menentukan di pasar. Dalam kondisi demikian, maka angka yang dihasilkan dari proses pengukuran risiko di awal (munculnya exposure) akan berkurang validitasnya. Artinya bisa jadi profile risiko akan berubah sehingga tidak lagi dapat memberikan hasil yang optimal bagi pemegang saham. Untuk itu maka dibutuhkan suatu proses untuk mengembalikan profil risiko kembali kepada profil yang memberikan hasil optimal bagi pemegang saham. Proses dimaksud dilakukan melalui berbagai jenis transaksi yang pada dasarnya merupakan upaya untuk : Menyediakan cushion/buffer untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin a. muncul dalam hal risiko yang diambil terealisir. Mengurangi/menghindarkan perusahaan dari kerugian total (total loss) yang b. mucul dalam hal risiko terealisir c. Mengalihkan risiko kepada pihak lain Memantau Risiko (Monitoring Risk) 3. Pemantauan risiko pada dasarnya adalah mekanisme yang ditujukan untuk dapat memperoleh informasi terkini (updated) dari profile risiko perusahaan.

Sekali lagi, Risk Management tetaplah hanya alat bantu bagi manajemen dalam proses pengambilan keputusan. Wujud penerapan terbaik Risk Management merupakan suatu proses membangun kesadaran tentang risiko di seluruh komponen organisasi perusahaan, suatu proses pendidikan bagaimana menggunakan alat dan teknik yang disediakan oleh Risk Management tanpa harus dikendalikan olehnya, dan mengembangkan naluri pengambilan keputusan yang kuat terhadap risiko. DAFTAR PUSTAKA 1. Bessis, Joel (1998) Risk Management in Banking, John Wiley & Sons Ltd., West Sussex, England 2. The RiskMetrics Group n(1998), Exploring Risk and Managing Risk 3. Compendium of documents produced by the Basel Committee on Banking Supervision, February 2000

Anda mungkin juga menyukai