Anda di halaman 1dari 3

Renungan Jumat, PIKIRAN RAKYAT, 24 Agustus 2012 (hal 23)

MEWUJUDKAN MASYARAKAT PEMAAF Oleh H. E. Nadzier Wiriadinata


Maaf adalah sebuah kata yang sangat mudah diucapkan tetapi tidak setiap orang mampu memberikannya dengan sepenuh hati kepada orang yang memintanya. Terlebih lagi bila yang meminta maaf itu adalah orang yang pernah berbuat sesuatu yang amat

menyakitkan hatinya. Ada fenomena yang menunjukkan kepada kita bahwa aktivitas pemberian maaf dalam hidup keseharian kita sepertinya tidak lebih sebagai bagian dari budaya basa-basi. Bahkan kata maaf belakangan ini semakin tidak memiliki nilai karena saat maaf diberikan tidak ada lagi didalamnya roh. Hilangnya roh inilah yang membuat pemberian maaf tidak memiliki nilai-nilai ruhaniah, yang akhirnya membuahkan kehampaan. Hampa karena kata maaf hanya menjadi konsumsi bibir. Padahal, aktualisasi maaf tidak hanya menjadi konsumsi bibir/mulut, melainkan juga konsumsi hati. Jadi, ketika kata maaf terucap maka kata maaf tersebut tidak sekedar

diucapkan secara lisan saja tetapi juga harus didasari keihklasan atau ketulusan hati. Kita ketahui bersama bahwa aspek keikhlasan itu sendiri adalah obyek qolbu karena keikhlasan terkait erat dengan niat. Niat itulah yang menentukan kualitas suatu perbuatan dimata Allah. Rasulullah SAW bersabda, Sesusungguhnya setiap perbuatan tergantung daripada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. (HR. Bukhari) .

Sementara niat itu sendiri, seperti kita ketahui, haruslah terfokus kepada satu titik/tujuan, yaitu ridha Allah, tidak untuk kepentingan yang lainnya. Dan itu semua terangkum dalam ungkapan ikhlas. Tentang hal ini Allah SWT dalam firman-Nya mengungkapkan, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (ikhlas) dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (alBayyinah [98]: 5).

Memberi maaf secara tulus hati berarti didalamnya terkandung unsur semangat untuk tidak memperpanjang permasalahan/ konflik yang terjadi antara kedua belah pihak. Artinya permasalahan dituntaskan sampai disitu. Kemudian unsur lain yang terkandung dari pemberian maaf adalah adanya semangat pembebasan. Pihak yang dimaafkan terbebas dari tuntutan atau kompensasi yang seharusnya dia berikan karena kesalahannya. Sehingga ketika seseorang memberikan maaf kepada orang lain maka selesailah urusan antar mereka dan serta merta Allah pun tidak akan lagi mempermasalahkan kesalahan si pelaku itu saat yang bersangkutan bersimpuh diatas sajadah memohon ampunan kepada-Nya terkait kesalahannya tersebut.

Secara manusiawi memang wajar bila seseorang merasakan betapa sulitnya memaafkan orang lain yang sudah melakukan hal-hal yang teramat menyakitkan hatinya. Namun, akan menjadi tidak wajar apabila kita tidak berupaya keras untuk berlatih memaafkan orang lain.

Memaafkan bagaimanapun adalah sebuah perbuatan yang Allah perintahkan kepada kita. Perintah tersebut tentunya bukan tanpa alasan. Fakta membuktikan kepada kita bahwa perilaku memaafkan orang lain adalah salah satu unsur terpenting untuk terwujudnya sebuah masyarakat yang harmonis.

Memaafkan adalah sebuah sikap atau perilaku yang tidak muncul seketika. Dibutuhkan sebuah proses yang cukup panjang untuk bisa benar-benar menjadi seorang pemaaf. Untuk menjadi pemaaf dibutuhkan sebuah kesadaran bahwa setiap manusia tidaklah sempurna. Terkadang pada saat tertentu seseorang bisa khilaf dan kemudian berbuat sesuatu diluar kepatutan. Terkadang boleh jadi karena aspek ketidaktahuan si pelaku atas apa yang

dilakukannya. Terkait hal ini, dalam tarikh diungkapkan perilaku dan ketinggian akhlak Rasulullah saw. Saat perang Uhud Rasulullah mendapat luka pada bagian muka dan juga patah beberapa giginya. Kemudian ada salah seorang sahabatnya memberikan usul :" Cobalah tuan doakan agar mereka celaka." Rasulullah menjawab :"Aku sekali kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan sebagai rahmat. Lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah Yang Maha Mulia dan berdoa :" Allahummaghfir liqaumi fa innahum la ya" lamun " Ya Allah ampunilah kaumku , karena mereka tidak mengetahui ."

Sebuah perbuatan negatif mungkin juga dilakukan karena keterpaksaan yang sulit terhindarkan oleh si pelaku. Tidak sedikit kasus seperti ini sering kita baca dan kita dengar di

berbagai media informasi. Tetapi tidak kita pungkiri juga bahwa seringkali perbuatan negatif dilakukan karena unsur kesengajaan. Apapun alasannya, perbuatan negatif tetap adalah perbuatan negatif. Setiap perbuatan negatif pastilah menimbulkan akibat dan akibat tersebut pastilah menyakiti perasaan orang lain. Dari kacamata agama setiap perbuatan yang menyakiti perasaan orang lain adalah dosa. Maka, ketika kita memaafkan orang lain sebenarnya secara sadar kita telah membebaskan orang tersebut dari dosanya. Karena itu, tidak salah jika dikatakan bahwa seorang pemaaf adalah seorang pembebas.

Di Saudi Arabia, kasus-kasus pengampunan terkadang diterima oleh warga Indonesia yang terbukti telah melakukan pembunuhan terhadap seseorang yang kemudian terbebaskan dari hukuman pancung karena dimaaafkan oleh keluarga dari pihak yang terbunuh . Kasus tersebut sebagai contoh betapa pemberian maaf sejatinya memiliki semangat membebaskan. Lewat pemberian maaf itulah si pembunuh akhirnya terbebaskan, selamat dan kemudian bisa pulang serta bertemu lagi dengan keluarganya.

Sudah saatnya sekarang kita membangun masyarakat pemaaf karena itu adalah perintah Allah (QS. Al-Imran:134). Hal ini penting untuk ditegaskan mengingat bahwa ada kecenderungan masyarakat kita telah bergeser menjadi masyarakat pemarah dan pendendam. Tawuran antar anak sekolahan, antar mahasiswa, dan tawuran antar warga yang seringkali diberitakan lewat media cetak maupun media elektronik adalah kasus-kasus yang bisa dijadikan sebagai fakta yang mendukung kecenderungan tersebut. Karena itu, langkah-langkah akseleratif tentunya harus segera kita lakukan. Berawal dari diri kita tentunya.

Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan kekuatan kepada kita agar kita dapat mewujudkan sebuah masyarakat pemaaf. Tidak mudah memang, tapi bagaimanapun harus

kita mulai bangun fondasi untuk itu sekarang juga. MINAL AIDIN WAL FAIZIN. MOHON MAAF, LAHIR DAN BATHIN

Anda mungkin juga menyukai