Anda di halaman 1dari 14

JOURNAL READING

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO RETINOPATI PADA BAYI PREMATUR


Cut Badriah, Idham Amir, Elvioza, Evita KB Irfan

Abstrak
Latar Belakang Retinopaty of Prematurity (ROP) merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan pada bayi prematur. Karena kemajuan dalam perawatan neonatal, kelangsungan hidup dari bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) meningkat dalam tahun terakhir ini dan telah menghasilkan populasi bayi yang beresiko terkena ROP menjadi sangat tinggi. Objektif Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko potensial untuk terjadinya ROP. Metode Penelitian retrospektif ini dilakukan di bangsal Neonatologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dari Januari 2005 sampai Agustus 2010. Kami memasukan semua bayi prematur dari usia kehamilan (UK) < 37 minggu, berat badan (BB) yang tidak melebihi 2000 gram, serta mereka yang telah menjalani pemeriksaan mata dan catatan medis yang lengkap. Faktor risiko seperti usia kehamilan, berat badan, durasi terapi oksigen (O2), sepsis, dan

transfusi sel darah merah (SDM), dianalisis dengan menggunakan Chi-square dan uji regresi logistik. Dokter spesialis mata anak telah melakukan pemeriksaan mata pada semua bayi dalam penelitian ini. ROP ini dinilai sesuai dengan International Classification of ROP.

Hasil Prevalensi ROP dari tahap 3 atau ROP yang lebih hebat adalah 11,9% dan 4,8% dari semua masing masing persoalan. Berat badan, usia kehamilan, durasi terapi oksigen dan sepsis ditemukan terkait dengan perkembangan ROP. Namun, analisa regresi logistik bertahap mengungkapkan bahwa hanya berat badan lahir 1000 gram [odds ratio (OR) 10,88, 95% CI 1,86-38,31, P <0.000], terapi oksigen 7 hari (OR 4,26, 95% CI 1,86-16,58; P <0,0001), dan usia kehamilan 28 minggu (OR 4,26, 95% CI 1,15-15,81, P = 0,030) merupakan faktor risiko yang signifikan secara statistik untuk ROP. Persamaan yang diperoleh adalah y = 4,092 + 2,388 (BB) + 1.451 (UK) + 1.716 (durasi terapi O2). Model penelitian ini (non-significant HosmerLemeshow Test; P = 0,816) menunjukkan kalibrasi dan kemampuan diskriminatif (pemisahan) yang baik. Nilai area di bawah kurva adalah 92,2% (95% CI 0,867-0,976, P <0,0001). Kesimpulan Prevalensi ROP dalam penelitian ini (11,9%) lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya. Dengan analisis regresi logistik, faktor risiko utama untuk terjadinya ROP adalah berat badan lahir 1000 gram, terapi oksigen 7 hari, dan usia kehamilan 28 minggu. Kemungkinan terjadinya ROP meningkat seiring dengan jumlah dari faktor risiko yang besar. Kata kunci: retinopati prematuritas, faktor risiko

R
prematur.

etinopati Prematuritas adalah retinopati proliferative dalam bayi prematur. Kemajuan terbaru dalam perawatan neonatal telah meningkatkan tingkat kelangsungan hidup untuk bayi prematur, dan dengan demikian disertai dengan peningkatan terjadinya

ROP. ROP adalah penyebab utama kebutaan pada anak dan memiliki sebab yang bermacam macam.2-4. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi ROP dan mengevaluasi faktor-faktor risiko yang mungkin terkait dengan perkembangan ROP pada bayi

METODE Penelitian ini merupakan analisis observasi retrospektif pada bayi prematur yang memenuhi kriteria untuk skrining ROP. Semua bayi dengan usia kehamilan < 37 minggu, berat badan lahir tidak melebihi 2000 gram, dirawat di NICU antara Januari 2005 dan Agustus 2010, yang telah

menjalani pemeriksaan mata untuk ROP dan memiliki catatan medis lengkap yang memenuhi syarat untuk penelitian. Kami memasukan 269 bayi (92,1% dari subyek yang memenuhi syarat) dalam penelitian kami yang telah menjalani pemeriksaan mata oleh dokter spesialis mata anak, untuk mendeteksi ROP. Kami mengecualikan bayi dengan cacat bawaan utama, catatan medis tidak lengkap, dan mereka yang tidak dilakukan pemeriksaan mata. Pemeriksaan mata dilakukan pada bayi dengan berat badan < 1500 gram atau usia kehamilan dari 32 minggu, dan pada bayi pilihan dengan berat badan lahir 1.500 - 2000 gram atau usia kehamilan > 32 minggu dengan keadaan klinis yang tidak stabil, termasuk mereka yang membutuhkan dukungan kardiorespirasi dan diyakini berisiko tinggi oleh dokter anak dan neonatologis. Bayi diperiksa pada usia kronologis 6 minggu atau 34 minggu usia yang dikoreksi, tergantung mana yang lebih awal. Bayi - bayi ini menjalani pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi tidak langsung dengan lensa kondensasi + 28 D. Pupil dilebarkan dengan obat tetes mata tropicamide 0,5%. Spekulum kelopak mata bayi digunakan selama pemeriksaan, setelah pemberian anestesi topikal dengan hidroklorida tetracain 0,5%. Indentasi scleral dilakukan hanya jika diperlukan, untuk melihat pinggiran retina. Jika tidak ditemukan ROP, pemeriksaan mata diulangi setiap 2 minggu sampai vaskularisasi telah mencapai zona 3. Tahapan ROP diklasifikasikan menurut International Classification of Retinopathy of Prematurity. Keparahan ambang batas ROP didefinisikan sebagai 5 atau juga 8 jam waktu kumulatif pada tahap 3 di zona 1 atau 2 dan adanya penyakit tambahan. Penyakit tambahan disini didefinisikan sebagai dilatasi dan tortuositas dari pembuluh darah di bagian posterior. Pra ambang batas ROP dianggap zona 1 ROP dari setiap tahap yang kurang dari ambang batas, zona 2 tahap 2 ROP ditambah dengan penyakit tambahan, zona 2 tahap 3 ROP tanpa penyakit tambahan, dan zona 2 tahap 3 ROP dengan penyakit tambahan, tapi kurang dari 5 jam waktu yang berkelanjutan atau kumulatif. Subyek diamati ketat sampai terjadi ROP atau sampai berlanjut ke ambang ROP.

Data direkam secara retrospektif dan adanya retinopati dinilai sesuai dengan International Classification of ROP. Data demografi subjek termasuk usia kehamilan, berat badan lahir, jenis kelamin serta usia ibu dan pekerjaan ibu. Data klinis termasuk durasi terapi oksigen, sepsis, dan transfusi sel darah merah. Prematuritas didefinisikan sebagai bayi dengan usia kehamilan < 37 minggu, sebagaimana dipastikan dari catatan obstetri. Adanya sepsis didiagnosa dari kultur darah ditemukan positif untuk bakteri atau Candida. Perbandingan univariat faktor risiko antara kelompok dengan dan tanpa ROP dievaluasi dengan uji Students t-test dan Chi-square test dengan signifikansi ditetapkan pada P <0,05. Regresi logistik bertahap yang multivarian digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor prediktif terjadinya ROP. Odds Ratio (OR) dan 95% Confidence Interval bagi faktor risiko yang mungkin

juga dihitung. Kesesuaian dari model ini diperiksa dengan statistik Hosmer-Lemeshow dengan verifikasi tambahan bahwa model tidak melebihi batas yang sesuai (ditunjukkan oleh nilai P yang sangat tinggi). Kemampuan diskriminatif model dinilai dari area di bawah kurva.

Kurva studi Protokol ini telah disetujui oleh Komite Etika dari Sekolah Kedokteran Universitas Indonesia. HASIL Antara 1 Januari 2005 sampai 30 Agustus 2010, ada 292 bayi dengan berat badan lahir 2000 atau usia kehamilan < 37 minggu. Dari keseluruhan bayi (92,1%) menjalani pemeriksaan mata (Gambar 1). Retinopati prematuritas didiagnosis pada 32 bayi (11,9%). Tiga belas bayi (4,8%) dari keseluruhan sample memiliki keparahan stadium 3 ROP atau lebih. Prevalensi ROP lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir 1000 gram (62,2%) dan usia kehamilan 28 minggu (66,6%).

Faktor demografi dan perinatal dari subjek yang menjalani pemeriksaan mata yang dirangkum dalam Tabel 1. Ditemukan bahwa ada 139 bayi laki - laki (51,7%) dan 130 bayi perempuan (48,3%). Jumlah subjek pria dan wanita adalah hampir sama (rasio pria / wanita 1.07: 1). Usia kehamilan rata - rata dari semua sample yang masuk dalam kriteria yaitu 32 minggu, dengan kisaran usia kehamilan 25 - 36 minggu. Berat badan lahir bayi rata-rata adalah 1450 gram, dengan kisaran 585-2000 gram. Sembilan puluh satu (33,8%) subyek menerima terapi oksigen selama 7 hari atau lebih. Ada 68 (25,3%) subyek dengan sepsis dan 73 (27,1%) yang menerima transfusi sel darah merah.

Variabel berikut ini tidak signifikan terkait dengan terjadi ROP dalam analisa univariat : jenis kelamin, status kelahiran, metode kelahiran dan transfusi sel darah merah (Tabel 2). Resiko yang belum disesuaikan pada ROP secara bermakna dikaitkan dengan berat badan lahir yang rendah (unadjusted OR 40,7; 95% CI 15,88-104,31), usia kehamilan muda (unadjusted OR 37,8; 95% CI 14,54 - 98,38), terapi oksigen selama 7 hari (unadjusted OR 11,5; 95 % CI 1,43-6,54).

Model regresi logistik multipel digunakan untuk menganalisa lebih lanjut variabel usia kehamilan 28 minggu, berat badan lahir 1000 gram, terapi oksigen 7 hari dan sepsis (infeksi bakteri dan Candida). Sepsis tidak bermakna dikaitkan pada ROP dalam analisa ini. Namun, berat badan lahir 1000 gram, (adjusted OR 10,88, 95% CI 3,09-38,31), usia kehamilan 28 minggu (adjusted OR 4,26, 95% CI 1,15-15,81) dan terapi oksigen 7 hari (adjusted OR 5,56, 95% CI 1,86-16,58) telah diidentifikasi sebagai faktor prediksi dari timbulnya Retinopati prematuritas (Tabel 3).

Analisa statistik Hosmer-Lemeshow menunjukkan kesesuaian model yang bermakna (Nilai P = 0,816). Nilai area di bawah kurva dari kurva Receiver Operator Curve (ROC) adalah 92,2%, (95% CI 0,867-0,976, P <0,000), menunjukkan pemisahan yang sangat baik (Gambar 2).

Gambar 3 menunjukkan kemungkinan dari subjek yang memiliki ROP, dengan berat badan lahir, usia kehamilan dan durasi terapi oksigen sebagai variabel. Jika berat badan lahir bayi 1000 gram, mendapat terapi oskigen selama 7 hari dan usia kehamilan < 28 minggu dapat meningkatkan kemungkinan menderita ROP sebanyak 81,2%.

DISKUSI Penelitian ini menyertakan data dari bayi usia kehamilan < 37 minggu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Indonesia, mulai dari 1 Januari 2005 sampai dengan 30 Agustus 2010, yang menjalani pemeriksaan mata. Kami melaporkan prevalensi dan faktor risiko pada Retinopathy of Prematurity. Dampak ROP pada penglihatan pada bayi prematur telah didokumentasikan sejak awal menurut laporan oleh Terry.6 Prevalensi ROP mengalami penurunan sehubungan dengan perubahan dalam praktek klinis. Kami melaporkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan dalam prevalensi tejadinya ROP dari laporan sebelumnya,7,8 yang

memiliki kesesuaian dengan laporan oleh Madden et al.9

Terdapat kemungkinan bahwa

penurunan prevalensi dari ROP adalah karena terjadinya peningkatan pemahaman dari patofisiologi bayi prematur dan berbagai perawatan suportif yang menunjang.

Dalam penelitian ini, kami juga melaporkan faktor demografis yang mungkin penting dalam perkembangan ROP. Kami mengamati jumlah yang hampir sama dari bayi laki-laki dan perempuan bersama dengan ROP Cooperative Group.
12 10,11

Namun, Darlow et al melaporkan

bahwa bayi laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya ROP (OR 1,67: 95% CI 1,34-2,09, P = 0,001). Kami juga mengamati tidak ada status kelahiran yang signifikan (baik pertama kali

melahirkan maupun kelipatannya) terhadap prevalensi terjadinya ROP, sama dengan laporan sebelumnya.13,14 Jumlah rendah dari kelahiran bayi pervaginam (normal) pada kelompok ROP mungkin mencerminkan status perinatal yang berisiko tinggi dari bayi yang imatur saat melahirkan dan keputusan dari perinatologist untuk tidak melahirkan bayi dari jalan ini.

Ada hasil yang bervariasi dilaporkan pada penggunaan transfusi sel darah merah dan prevalensi ROP. Brooks et al15 melaporkan bahwa transfusi sel darah merah tidak ada kaitannya dengan pengembangan ROP, tetapi menurut laporan sebelumnya oleh Sacks et al16 menyatakan adanya hubungan antara transfusi sel darah merah dengan timbulnya ROP. Mereka menemukan bahwa kejadian ROP pada bayi yang menerima 130 ml Packed Red Cell per kilogram berat badan secara signifikan lebih tinggi resiko terkena ROP (42,9%) dibandingkan pada bayi yang menerima 61 - 131 ml Packed Red Cell per kilogram berat badan (15,4%) dan pada bayi yang menerima 60 ml Packed Red Cell per kilogram berat badan (0%) (P <0,001). Temuan ini tidak dikonfirmasi oleh penelitian kami, tetapi perbedaannya mungkin bayi pada penelitian yang kami lakukan mendapat transfusi Packed Red Cell ( 60 ml per kg BB).

Laporan sebelumnya menghubungkan antara peningkatan kejadian ROP dan sepsis.17,


18,19

analisa dua varian dari data kami, menunjukkan bahwa sepsis bakteri Gram (+) dari berbagai

penyebab terkait signifikan dengan timbulnya ROP. Namun, analisa regresi logistik pada berat

badan lahir, usia kehamilan dan durasi terapi oksigen tidak menunjukkan kontribusi independen ataupun kontribusi tambahan pada sepsis yang berrisiko menimbulkan ROP. (Adjusted OR 0,197, 95% CI 0,03-1,14 P = 0,070). Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh fakta bahwa sementara sepsis mungkin ada pada bayi dengan penurunan status berat badan, kita mendefinisikan sepsis untuk hanya pada mereka dengan pertumbuhan kultur darah positif. Hubungan antara sepsis dan ROP perlu dikaji lebih dalam untuk menentukan apakah ada pengaruh independen dari infeksi.

Analisis multivarian menunjukkan bahwa variabel usia kehamilan, berat badan lahir dan durasi terapi oksigen adalah signifikan setelah beberapa penyesuaian yang simultan. Imaturitas tercermin dari rendahnya berat badan lahir dan usia kehamilan, merupakan faktor yang utama bagi bayi terkena ROP. Berat badan lahir 1000 gram adalah faktor risiko terbesar bagi bayi untuk timbul ROP (adjusted OR 10,88), diikuti dengan penggunaan jangka panjang dari terapi oksigen 7 hari (adjusted OR 5,56) dan usia kehamilan 28 minggu (adjusted OR 4.26)

Bayi dengan berat lahir 1000 gram memiliki risiko 10,88 kali lebih besar untuk terkena ROP dibandingkan bayi dengan berat badan lahir > 1000 gram, sesuai dengan penelitian sebelumnya.7,21,22 Bayi dengan usia kehamilan 28 minggu memiliki resiko 4,26 kali lebih besar untuk terkena ROP dibandingkan dengan bayi dengan usia kehamilan > 28 minggu. Hasil temuan ini didukung oleh Darlow et al yang melaporkan bahwa bayi dengan usia kehamilan < 25 minggu memiliki risiko 20 kali lebih besar untuk terkena ROP dibandingkan bayi dengan usia kehamilan > 28 minggu.22 Insiden peningkatan ROP pada berat badan lahir rendah dan usia kehamilan bayi yang rendah, dikaitkan dengan area retina avascular yang lebar, yang menyebabkan tingginya nilai Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Selain itu, bayi prematur belum memiliki system imun yang memadai terhadap radikal bebas, yang membuat mereka lebih rentan terhadap ROP. Dalam penelitian ini, bayi dengan berat badan lahir 1000 gram, memiliki kemungkinan 91,6% untuk terkena ROP, sedangkan bayi dengan usia kehamilan 28 minggu memiliki probabilitas 80,9%.

Bayi dengan durasi terapi oksigen 7 hari memiliki resiko 5,56 kali lebih tinggi untuk mengembangkan ROP, sesuai dengan penelitian sebelumnya
8,20,23

, durasi terapi oksigen yang

lama dapat meningkatkan risiko ROP karena oksigen memproduksi lebih banyak radikal bebas, yang mengakibatkan terjadinya Abnormal Retinal Neovascularization. Kemungkinan bayi yang menerima terapi oksigen 7 hari untuk mengembangkan ROP adalah 84,7%.

Kualitas persamaan dari penelitian ini memiliki kalibrasi yang baik (P> 0,005 di HosmerLemeshow test) dan nilai diskriminasi atau pemisahan, sangat kuat (AUC value 92,2%, 95% CI 0,867-0,976, P <0,0001). Persamaan di atas dapat digunakan untuk menambah clinical practice.5,
24

Sebagai kesimpulan, kami menemukan bahwa peningkatan risiko yang signifikan dari ROP ditemukan pada bayi prematur dengan usia kehamilan lebih pendek, berat badan lahir lebih rendah dan penggunaan jangka panjang dari terapi oksigen. Data ini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan tingkat imaturitas bayi dan terapi oksigen berkontribusi pada pengembangan ROP.

Anda mungkin juga menyukai