Anda di halaman 1dari 2

BENDERA

Mereka yang berpakaian hitam Telah berhenti di depan sebuah rumah Yang mengibarkan bendera duka Dan masuk dengan paksa

Mereka yang berpakaian hitam Telah menurunkan bendera itu Di hadapan seorang ibu yang tua Tidak ada pahlawan meninggal dunia!

Mereka yang berpakaian hitam Dengan hati yang kelam Telah meninggalkan rumah itu Tergesa-gesa Kemudian ibu tua itu Perlahan menaikkan kembali Bendera yang duka Ke tiang yang duka

1966
Terasa sekali ini puisi ini adalah sebuah kesaksian terhadap kegalauan suasana politik yang terjadi ketika itu, sebuah kesaksian terhadap kedukaan seorang ibu yang boleh jadi juga mewakili seluruh negri ini karena sekumpulan mereka liris yang berpakaian hitam itu telah mengibarkan sekaligus menurunkan bendera duka itu sambil mengatakan dengan congkak bahwa Tidak ada pahlawan yang meninggal dunia!, yang pergi dengan tergesa-gesa. Kemudian ditutup dengan paragraf terakhir yang begitu mendung, kemudian Ibu tua itu/ perlahan menaikkan kembali/ Bendera yang duka/ Ke tiang yang duka.

Bangsa yang kembali berduka atas tragedi kemanusiaan, kemiskinan dan situasi politik yang panas pada masa peralihan orde lama ke orde baru. Sebagaimana kini menjadi sangat aktual dengan kenyataan hari ini setelah era reformasi yang masih menyisakan banyak masalah meski untuk melewatinya kita telah mengorbankan 6 nyawa para mahasiswa di ujung peluru dalam kasus Semanggi 1 pada Mei 1998 dan sampai kini masih saja terkatung-katung kasus peradilannya padahal sudah 4 presiden berganti-ganti.

Dari penguasa ke penguasa, hal-hal mendasar yang menjadi hak rakyat samakin sulit untuk dijangkau oleh rakyat negri kita. Hari ini barang-barang kebutuhan pokok kembali melonjak, rakyat sebagaimana ibu tua dalam puisi Taufiq itu seperti dipaksa lagi untukmenaikkan kembali bendera yang duka ke tiang yang duka. Yang menarik, Taufiq yang mantan ketua senat mahasiswa FKHP UI pada tahun 1960 - 1961, Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI (1961-1962) ini dikenal juga sebagai salah satu pendiri majalah sastra Horison yang paling lama bertahan di negri ini dan sampai hari ini masih eksis, dalam kumpulan buku ini membuat sebuah puisi dengan judul yang sama dengan majalah sastra yang didirikannya sebagai penanda semangat yang harus terus dipupuk meski semua badai riuh menghadang negri ini.

Anda mungkin juga menyukai