Anda di halaman 1dari 9

Gejala Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita menunjukkan gejala klinis yang sama,

yaitu diare yang sangat sering, cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat badan kurang dari persentil ke-5. Pemeriksaan laboratorium 1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 72. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest". Normal tidak terdapat gula dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%). 3. Lactose loading (tolerance) test Setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam kemudian hingga 2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones, 1968). 4. Barium meal lactose Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Kemudian dilihat kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya sedikit yang diabsorbsi. 5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa tersebut. Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam menyelidiki berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi usus. 6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.

Pengobatan Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%)

Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosa5). Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu formula susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. Orang tua haru s dibimbing agar tidak memberikan tambahan cairan bening atau larutan elektrolit encer berlebihan untuk menghindari hiponatremia atau pengurasan kalori pasca infeksi, yang bisa menyebabkan diarenya berkepanjangan. Diare yang menetap walaupun laktosa dalam diet sudah dikurangi memberi kesan diagnosis bukan defisiensi laktosa2).

Pengobatan Pengobatan lebih banyak ditujukan pada latar belakang penyebab terjadinya malabsorbsi lemak ini. Kemudian untuk malabsorbsi lemaknya sendiri diberikan susu MCT. Preparat MCT di luar negeri banyak dibuat dari minyak kelapa. 1. Dalam bentuk bubuk: Portagen, atau Tryglyde (Mead Johnson). Trifood MCT milk, 2. Dalam bentuk minyak: Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT oil. 3. Mentega MCT: margarine union. Prinsip penatalaksanaan diare kronis Penatalaksanaan diare kronis harus dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang cukup untuk memenuhi atau memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi kalori dan protein harus dihindari sebisa mungkin karena hal tersebut dapat menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau menghambat pengembalian ke fungsi usus normal. Oleh karenanya orang tua memerlukan nasehat khusus mengenai lamanya penghentian makanan. Banyak orang tua terlalu keras membatasi makanan sehingga terjadi kekurangan kalori karena mereka beranggapan bahwa pemberian makanan akan memperberat diare2,13). Apabila diberikan cairan pada pengelolaan diare, hati-hatilah dalam menentukan komposisi dan jumlahnya. Pada bayi kurang dari 2 tahun, kapasitas absorbsi mungkin sudah terlampaui oleh pemasukan yang lebih dari 200 mL/kg/24 jam.

Walaupun pengobatan spesifik intoleransi laktosa paling baik dimulai dengan diet ketat bebas laktosa, penyembuhan diare jelas mempertegas dasar hubungan untuk menilai derajat intoleransi laktosa. Pengobatan jangka panjang intoleransi laktosa harus mencakup pula pengenalan kembali makanan yang mengandung laktosa, tetapi beberapa makanan yang mengandung laktosa ditoleransi lebih baik daripada yang lain. Makanan tinggi lemak, yang memperlambat pengosongan lambung dan demikian pula memperlambat pula pengangkutan laktosa ke dalam usus halus, mungkin bisa ditoleransi oleh beberapa penderita intoleransi laktosa. Pengobatan yang cepat penderita yang dicurigai mengalami pertumbuhan bakteri berlebihan di dalam usus halusnya hareus mengikuti pertimbangan cara bedah, medis, dan dukungan nutrisi. Pengobatan anti biotik biasa dimulai dengan anti biotik berspektrum luas (metronidazol, tetrasiklin, kloramfenikol, ampisilin) biasanya diberikan pemberian selama 2 minggu. Perbaikan diarenya harus diamati selama 1 minggu asalkan pembatasan diet lemak dan laktosa menjadi bagian dari skema pengelolaan sejak awal.

Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama kematian pada penyakit diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di negara berkembang prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh.

Definisi Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah. Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari. Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari namun tidak terus menerus dan dapat disertai penyakit lain. Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare yang berlangsung 15-30 hari dan berlangsung terus menerus.

Etiologi Diare
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri, parasit, virus), malabsorpsi, alergi. Faktor infeksi Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, ini meliputi infeksi bakteri (E. coli, Salmonella, Vibrio cholera), virus (enterovirus, adenovirus, rotavirus), parasit (cacing, protozoa). Infeksi parenteral yaitu infeksi yang berasal dari bagian tubuh yang lain diluar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia. Keadaan ini terutama pada bayi berumur dibawah 2 tahun. Faktor malabsorbsi Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein. Faktor alergi makanan Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan. Penularan melalui kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,seperti :

Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.

Patofisiologi Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah: a) Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. b) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi

air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c) Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare akut yaitu masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah melewati rintangan asam lambung. Jasad renik itu berkembang biak di dalam usus halus. Kemudian jasad renik mengeluarkan toksin. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain. Sebagai akibat diare akut maupun kronis akan terjadi kehilangan air dan elektronik (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemi, dan sebagainya), gangguan gizi akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah), hipoglikemia, gangguan sirkulasi darah.

Gejala Klinik Diare


Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun, pada bayi ubun-ubun cekung, tonus dan turgor kulit berkurang selaput lendir mulut dan bibir terlihat kering.

Penataksanaan Diare
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak. Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah yang fatal. Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease). Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia, Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman. Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik. Pencegahan Diare Upaya pencegahan diare yang sudah terbukti, efektif, yang berupa :

Perhatikan kebersihan dan gizi yang seimbang. Menjaga kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan kebersihan dari makanan yang kita makan. Penggunaan jamban yang benar. Imunisasi campak.

Faktor Resiko Terjadinya Diare


1. Umur Kebanyakan episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan. 2. Jenis Kelamin Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi. 3. Musim Variasi pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun, frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan. 4. Status Gizi Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi. 5. Lingkungan Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun. 6. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena diare.

Malnutrisi tidak hanya terjadi pada anak balita saja namun juga mereka yang berusia lanjut (lansia) sehingga ahli menyarankan keluarga untuk mewaspadai lansia yang makannya sedikit. "Jangan bilang orangtua gak mau makan itu wajar. Kebutuhan orang tua tetap ada standarnya, jadi kalau orang tua makan sedikit jangan dianggap biasa," kata pakar gizi dr Edy Rizal Wahyudi, SpPD dalam acara media edukasi Sehat dan Mandiri di Masa Tua dengan Menjaga Nutrisi Seimbang di Hotel Akmani, Jakarta, Selasa. Lansia seringkali mengalami masalah malnutrisi meskipun mereka tidak kelihatan kurus karena pola makan yang salah. Edy menyebut bila malnutrisi ini tidak ditangani dengan baik akan membawa konsekuensi terjadinya defisiensi energi, protein dan nutrisi lainnya yang dapat berakibat pada meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan dan menurunnya kualitas hidup para lansia tersebut. Nutrisi yang harus dikonsumsi oleh lansia tetap harus merupakan asupan yang lengkap dan seimbang antara lain meliputi makronutrien (karbohidrat, protein, lemak), mikronutrien (vitamin dan mineral), serat dan air. "Malnutrisi pada usia lanjut merupakan konsekuensi dari berbagai masalah sosial, ekonomi, fisik-somatik dan lingkungan," kata dr. Nina Kemala Sari, SpPD-KGer, menambahkan. Bahkan pada pasien usia lanjut yang sedang sakit, malnutrisi ini meningkatkan komplikasi penyakit, membutuhkan waktu penyembuhan lebih lama dan menyebabkan biaya pengobatan membengkak sehingga Nina menyebut nutrisi harus dianggap sebagai bagian dari pengobatan itu sendiri agar penanganan penyakit dapat dilakukan dengan lebih baik. Beberapa penyebab lansia sulit makan dipaparkan Nina antara lain disebabkan adanya gangguan mobilisasi yang disebabkan oleh artritis dan stroke, gangguan kapasitas aerobik, gangguan indra (melemahnya daya penciuman, merasa atau melihat), adanya gangguan pada gigi atau kemampuan untuk mengunyah, malabsorbsi, memiliki penyakit kronik seperti anoreksia dan gangguan metabolisme, konsumsi alkohol maupun obat-obatan. "Faktor psikologis seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial ekonomi juga dapat menyebabkan usia lanjut mengalami malnutrisi. Malnutrisi ini akan berhubungan dengan gangguan imunitas, menghambat penyembuhan luka, penurunan kualitas hidup, peningkatan biaya penggunaan fasilitas kesehatan dan peningkatan mortalitas," ujarnya. Di dunia saat ini terdapat sekitar 737 juta jiwa penduduk usia lanjut atau diatas 60 tahun berdasarkan data dari UNFPA. Dari jumlah tersebut sekitar dua pertiganya tingga di negaranegara berkembang. Data BPS tahun 2010 lalu mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.641.326 orang dan 20 juta diantaranya merupakan penduduk usia lanjut. Jumlah populasi usia lanjut di Indonesia ini akan mengalami peningkatan yang luar biasa, diperkirakan sebesar 414 persen pada tahun 2025 yang akan datang. Dengan ramalan tersebut, perlu persiapan untuk menghadapi konsekuensi logis akan adanya masalah-masalah yang muncul seiring dengan ledakan populasi usia lanjut ini. Edy bahkan menyebut malnutrisi adalah salah satu faktor resiko terbesar bagi kematian di populasi lansia sehingga perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan dengan memastikan asupan nutrisi seimbang tiap harinya. "Keluhan pasien usia lanjut yang datang ke rumah sakit seringkali ternyata disebabkan karena mereka tidak mengkonsumsi nutrisi dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan

perbaikan asupan nutrisi agar orang tua dapat mengkonsumsi makanan yang berimbang dan memenuhi kebutuhan tubuh," demikian Edy Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2165114-awaslansia-rentan-kurang-gizi/#ixzz2AAirRG94

1. Pengertian Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi cair, ada lendir atau darah dalam faeces (Ngastiyah, 1999). Definisi Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi,2001). Sedangkan menurut (Arief Mansjoer, 2000) Diare adalah defekasi lebih dari 3x sehari dengan atau tanpa darah atau lendir. Adapun menurut (Richard,1993) Diare adalah suatu peningkatan frekuensi, keenceran dan volume tinja serta diduga selama 3 tahun pertama kehidupan, seorang anak akan mengalami 1 3x episode akut diare berat. 2. Etiologi Adapun faktor penyakit diare yang dibagi menjadi 4(empat) faktor (Ngastiyah,1997) antara lain : a. Faktor Infeksi 1) Infeksi eksternal adalah infeksi saluran pencernaan makanan a) Infeksi bakteri : vibrio, E coli, rotavirus b) Infeksi virus : intervirus, adenovirus, rotavirus c) Infeksi parasit : cacing, protozoa, jamur 2) Infeksi parental adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan a) Tonsilitis b) Bronkopneumonia c) Ensefalitis b. Faktor Malabsorbsi 1) Malabsorbsi karbohidrat 2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein c. Faktor Makanan 1) Makanan beracun 2) Makanan basi 3) Alergi terhadap makanan d. Faktor psikologis Rasa takut dan cemas ( jarang terjadi pada anak yang lebih besar) 3. Penyebab Diare Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui dengan pasti, penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Suharyono,2003) : a. Penyebab tidak langsung Penyakit tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi, kepadatan penduduk, sosial ekonomi.

b. Penyebab langsung

Termasuk dalam penyakit langsung antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyakit diare akut dibagi menjadi 2 golongan yaitu (Suharyono, 2003) : 1) Diare sekresi a) Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti shigella, salmonella, E. coli, bacillus careus, clostridium. Golongan virus seperti protozoa, entamoeba histolitica, giardia lamblia, cacing perut, ascaris, jamur. b) Hiperperistaltic usus halus yang berasal dari bahan-bahan makanan kimia misalnya keracunan makanan, makanan pedas, terlalu asam, gangguan psikis, gangguan syaraf, hawa dingin, alergi. c) Definisi imun yaitu kekurangan imun terutama IgA yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri dan jamur. 2) Diare osmotik yaitu malabsorbsi makanan, kekurangan kalori protein dan berat badan lahir rendah Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2264829diare/#ixzz2AAjRbzz4

Anda mungkin juga menyukai