Anda di halaman 1dari 24

ANDI PUCAT

Kelompok

: A-8

Adisyari Puri Handini 1102008007 Alfiatur Rizki 1102008017 Agnes yarentine 1102008001 Hidanti karlina 1102008115 Liko maryudhiyanto 1102008138 Imamsyah ilyas 1102008120 Diamanda aziza 1102008072 Febrita fajrin 1102007115
Universitas Yarsi Fakultas Kedokteran Jl. Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510

STEP 1 ( Clarify Unfamiliar Terms ) 1. Hemoglobin : Pigmen merah pembawa oksigen pada eritrosit di bentuk oleh eritrosit yang berkembang dalam sum-sum tulang terdiri dari empat gugus heme dan globin yang mempunyai kemampuan oksigen reversible. 2. Hematokrit : Proporsi volume sample darah dengan sel darah merah (sel darah merah yang padat) dengan dalam mL. 3. Retikulosit pewarnaan vital. : Eritrosit imatur yang menunjukkan reticulum basofilik pada

4. Anemia : Penurunan konsentrasi eritrosit akan hemoglobin dalam darah dibawah normal terjadi ketika keseimbangan antara kehilangan darah dan produksi darah terganggu. 5. Pewarnaan Wright : Campuran eosin dan methylene blue, digunakan untuk menampilkan sel darah merah dalam parasit malaria. 6. Eritrosit darah. 7. Eliptosit : Sel darah merah yang berfungsi untuk membawa oksigen lewat : Eritrosit abnormal berbentuk elips.

8. Eritropoiesis : Proses pembentukkan eritrosit. Pada janin / bayi dalam limfe atau sum-sum tulang. Dewasa terdapat dalam sum-sum tulang. 9. Saturasi Oksigen : Ukuran derajat pengikatan oksigen dengan hemoglobin.

10. ADB : Anemia akibat kosongnya cadangan besi didalam tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritrosit berkurang. 11. MCV 12. MCH 13. MCHC 14. Feritin dalam tubuh. 15. TIBC serum. : Volume eritrosit rata-rata. : Hemoglobin eritrosit rata-rata. : Konsentrasi Hemoglobin rata-rata. : Kompleks besi yang merupakan bentuk utama penyimpanan besi : Ukuran jumlah total besi yang dapat diikat oleh transferin dalam

16. Serum : Cairan kuning jernih seperti plasma tetapi tiidak mengandung fibrinogen dan banyak serotonin.

STEP 2 ( Define Problems ) 1. Apakah hubungan bermain ditanah lapang tanpa alas kaki dengan penyakit ADB? 2. Bagaimana mekanisme pembentukkan hemoglobin? 3. Apa saja gejala-gejala ADB? 4. Mengapa Andi mengeluh cepat lelah? 5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi ADB? 6. Mengapa dijumpai sel pensil pada kasus tersebut? 7. Mengapa kadar eosinofilia pada kadar tersebut meningkat? 8. Mengapa pada penderita ADB mengalami gangguan eritropoiesis? 9. Apa sajakah diagnosis banding untuk penyakit ADB? 10. Penyakit apa sajakah yang di akibatkan oleh kekurangan besi dalam tubuh? 11. Bagaimana penatalaksanaan ADB? 12. Bagaimana patofisiologi ADB? 13. Bagaimana patogenesis ADB?

STEP 3 ( Brainstorm Possible Explanations ) 1. Ada hubungannya, karena Andi tidak menggunakan alas kaki sehingga Ancylostoma duodenale dan Necator americanus masuk menembus kulit, dan menyebabkan ADB. 2. Suksinil KOA yang dibentuk dalam siklus kreabs, berkaitan dengan glysin untuk membentuk pirol kemudian empat pirol bergabung untuk membentuk proporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu, globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu rantai polipeptida panjang yaitu, globin yang disintesis oleh ribosom, membentuk suatu hemoglobin. 3. Gejala : Pucat, lemah, kuku sendok, artrofi papil lidah, disfagia, artrofi mukosa gaster, gangguan konjunctiva ocular. 4. Karena kekurangan darah. 5. Nutrisi, Lingkungan, Asupan zat besi rendah, Infeksi parasit. 6. Karena merupakan sel abnormal. Penurunan besi mengakibatkan maturasi oksigen oksigen terganggu sehingga bentuk dari selnya berubah dan warna selnya berubah. 7. Karena fungsi dari eosinofilia sebagai indicator infeksi parasit alergi. 8. Karena besi berkurang, sehingga tidak bias memproduksi eritrosit secara baik. 9. Thalasemia, Anemia penyakit kronis. 10. Thalasemia, Anemia penyakit kronis. 11. Terapi kausal, preparat besi oral, preparat besi parenteral. 12. Penurunan Fe menyebabkan Hemoglobin berkurang, eritrosit berwarna pucat dan saturasi oksigen terganggu. 13. Pendarahan menahun menyebabkan hilangnya zat besi sehingga eritropoiesis rendah Iron deficiet eritropoiesis.

STEP 4 ( Arrage Explanation Into a Tentative Solution )

Anemia defisiensi besi merupakan penyakit kekurangan komponen-kompenen dalam darah (hemoglobin) yang dikarenakan penurunan cadangan besi. Salah satu faktor yang menyebabkan anemia defisiensi besi adalah ancylostoma duodenale. Hal tersebut dikarenakan penempelan ancylostoma duodenale pada mukosa duodenum yang menyebabkan infeksi kronik dan berujung pada pendarahan serta terganggunya absorpsi besi pada duodenum. Terapi yang dilakukan pada kasus seperti ini adalah dilakukan terapi kausa terlabih dahulu. Selanjutnya dilakukan pemberian suplemen besi secara oral selama 6-8 bulan.

STEP 5 ( Define Learning Objectives ) 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis. 1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Eritropoiesis. 1.2. Memahami dan Menjelaskan Faktor-faktor Eritropoiesis. 1.3. Memahami dan Menjelaskan Morfologi Eritropoiesis. 1.4. Memahami dan Menjelaskan Sifat dan fungsi Eritropoiesis. 1.5. Memahami dan Menjelaskan Kadar normal eritrosit 2. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin, Fungsi Hemoglobin, Reaksi antara Oksigen dan Hemoglobin. 2.1. Memahami dan Menjelaskan Biosintesis Hemoglobin. 2.2. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Hemoglobin. 2.3. Memahami dan Menjelaskan Reaksi antara Oksigen dan Hemoglobin. 3. Memahami dan Menjelaskan Anemia. 3.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi. 3.2. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi. 4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi (ADB). 4.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi ADB. 4.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi ADB. 4.3. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi ADB. 4.4. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi klinis ADB. 4.5. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan ADB. 4.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding ADB 4.7. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan ADB.

STEP 6 (Gather Information and Individual Study )

STEP 7 1. Memahami dan menjelaskan Eritropoiesis

1.1.Definisi Eritropoiesis adalah pembuatan eritrosit; pada janin dan bayi baru lahir proses ini berlangsung di dalam limpa dan sumsum tulang, tetapi pada individu yang lebih tua hanya terbatas pada sumsum tulang.

1.2.Faktor faktor Eritropoiesis Dipengaruhi oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah suatu glikoprotein yang mengandung 165 residu asam amino dan 4 rantai oligosakarida yang penting untuk aktivitasnya secara in vivo. Eritopoietin meningkatkan jumlaah sel induk yang peka eritropoietin di sumsum tulang. Sel-sel induk ini kemudian berubah menjadi prekursor sel darah merah dan akhirnya menjadi eritrosit matang. Eritropoietin meningkat pada saat terjadi anemia, hipoksia, insufisiensi paru dan perdarahan. Sebaliknya, eritropoietin akan menurun bila volume darah merah meningkat di atas normal akibat transfusi dan juga akibat dari insufisiensi ginjal. (Ganong 2008) Zat yang diperlukan untuk Eritripoiesis : 1) Zat Besi (Fe) Untuk sintesis Hb Kebutuhan 2 4 mg/hari Disimpan : 60% (Hb), 10% (mioglobin, enzim), 30% (feritin,hemosiderin) 6-8% diserap di duodenum, dipengaruhi oleh: HCl, vit C 2) Vitamin B12 dan asam folat Untuk sintesis DNA (protein) Absorbsinya memerlukan faktor intrinsik (sel parietal lambung)

3) Vitamin E, B6, B1 4) Hormon tiroksin, androgen

1.3.Morfologi Eritrosit

Sel berbentuk cakram bikonkaf, berwarna merah dg bgn tengahnya pucat 7,6 m , tebal 1,9 m dlm apus darah dewasa : tdk ada inti, mitokondria, RE, Golgi, ribosom) Tersebar di seluruh permukaan sajian

1.4.Sifat dan fungsi eritrosit Fungsi eritrosit:

a. Sel sel darah merah mentranspor oksigen ke seluruh jaringan melalui pengikatan hemoglobin terhadap oksigen. b. Hemoglobin sel darah merah berikatan dengan karbon dioksida untuk ditranspor ke paru-paru, tetapi sebagian besar karbon dioksida yang dibawa plasma berada dalam bentuk ion bikarbonat. Suatu enzim (karbonat anhidrase) dalam eritrosit memungkinkan sel darah merah bereaksi dengan karbondioksida untuk membentuk ion bikarbonat. Ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel darah merah dan masuk ke dalam plasma. c. Sel darah merah berperan penting dalan pengaturan pH darah karena ion bicarbonat dan hemoglobin merupakan buffer asam-basa.
1.5.

Kadar normal eritrosit Pria = 4,5 5,5 juta/l

Eritrosit :

Wanita = 4 -5 juta/l Hemoglobin : Pria = 13 -16 g/dl

Wanita = 12 -14 g/dl 2. Memahami dan menjelaskan biosintesis hemoglobin, fungsi hemoglobin serta reaksi antara oksigen dan hemoglobin

2.1.Biosintesis

10

Sintesis Heme Heme disintesis dalam beberapa langkah komplex yang membutuhkan enzim di mitokondria dan di sitosol. Langkah pertama, sintesis heme berlangsung di mitokondria, yaitu reaksi antara suksinil KoA dengan glisin yang menggunakan enzim ALA sintetase membentuk aminolevulinat (ALA). Molekul ini pindah ke sitosol yang mana akan mengalami beberapa kali reaksi dan membentuk struktur cincin bernama corproporfirinogen III. Molekul ini kembali ke mitokondria dan mengalami reaksi membentuk protoporfirin IX lalu enzim feroketelase datang dan membantu besi untuk bergabung dengan protoporfirin IX dan membentuk heme.

Sintesis globin 2 rantai globin berbeda begabung untuk membentuk hemoglobin. Salah satu rantai dikenal dengan alpha sedangkan rantai keduanya disebut non alpha. Fetus

11

memiliki rantai non alpha, kombinasi dari 2 rantai alpha dan 2 rantai non alfa akan memproduksi sebuah molekul hemoglobin yang sempurna. Kombinasi 2 rantai alfa dan 2 rantai gamma membentuk fetal hemoglobin. Kombinasi dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta akan membentuk hemoglobin dewasa (HbA) namun hanya berguna 18-24 minggu setelah kelahiran. Gen yang mengkode rantai alfa adalah kromosom 16, sedangkan yang mengkode rantai non alfa adalah kromosom 11.
2.2.

Fungsi Hemoglobin

Jika hemoglobin terpajan oksigen, maka molekul oksigen akan bergabung dengan rantai alfa dan beta, untuk membentuk oksihemoglobin. Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi kimia berikut: C02 + H20 (karbonat anhidrase) H2CO3

Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat. Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai berikut. 1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2). 2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin (23% dari seluruh CO2). 3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai berikut. CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO-3

Gangguan terhadap pengangkutan CO2 dapat mengakibatkan munculnya gejala asidosis karena turunnya kadar basa dalam darah. Hal tersebut dapat disebabkan karena keadaan Pneumoni. Sebaliknya apabila terjadi akumulasi garam basa dalam darah maka muncul gejala alkalosis. Berperan penting pada pendaparan asam basa Mengangkut NO. Tempat pengikatan O2 fero di Hb juga mengikat NO dan di rantai terdapat sebuah pengikatan NO tambahan 12

2.3.Reaksi antara Hb dengan oksigen Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 menempel pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi 2,3-bisfosfogliserat (2,3-BPG) dalam sel darah merah. 2,3-BPG dan H+ berkompetisi dengan O2 untuk berikatan dengan hemoglobin deoksigenasi sehingga afinitas hemoglobin terhadap O2 berkurang dengan bergesernya posisi empat rantai peptida (struktur kuartener). Bila darah terpajan oleh berbagai macam obat dan agen-agen pengoksidasi lainnya secara in vitro atau in vivo, besi ferro (Fe2+) yang dalam keadaan normal terdapat dalam molekul tersebut akan berubah menjadi ferri (Fe3+), yang membentuk methemoglobin. Methemoglobin berwarna tua dan apabila jumlahnya terlalu banyak dalam sirkulasi dapat menyebabkan warna kehitaman seperti sianosis pada kulit. Pada keadaan normal terjadi sedikit oksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin, tetapi suatu sistem enzim di dalam sel darah merah, yakni sistem NADH-methemoglobin reduktase, mengubah methemoglobin menjadi hemoglobin kembali. Tidak adanya sistem ini secara kongenital merupakakn salah satu penyebab methemoglobin herediter. Karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbon monoksihemoglobin (karboksi hemoglobin). Afinitas hemoglobin terhadap O2 jauh lebih rendah dibandingkan dengan afinitasnya terhadap karbon monoksida sehingga CO akan menggantika O2 pada hemoglobin dan mengurangi kapasitas pengangutan O2 pada darah. Heme juga merupakan bagian dari stuktur mioglobin, yakni suau pigmen pengikat O2 yang ditemukan pada otot-otot merah. Selain itu pada otak dijumpai neuroglobin, yakni suatu globin pengikat O2. Zat ini tampaknya membantu penyaluran O2 ke neuron. Enzim rantai pernafasan sitokrom c, mengandung heme. Porfirin, selain porfirin yang ditemukan pada heme berperan dalam patogenesis sejumlah penyakit (porferia kongenital dan didapat, dll.). Reaksi bertahap: * Hb + O2 HbO2 * HbO2 + O2 Hb(O2)2 * Hb(O2)2 + O2 Hb(O2)3 * Hb(O2)3 + O2 Hb(O2)4 Reaksi keseluruhan: * Hb + 4O2 Hb(O2)4

13

3. Memahami dan menjelaskan terjadinya Anemia 3.1.

Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan dimana massa eritrosit yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorium dijabarkan sebagai penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.

3.2.

Klasifikasi Anemia

14

a. Klasifikasi berdasarkan morfologi 1) Anemia Hipokromik Mikrositer a) Anemia defisiensi besi b) Thalasemia c) Anemia akibat penyakit kronik d) Anemia sideroblastik 2) Anemia Normokromatik Normositer a) Anemia pasca perdarahan akut b) Anemia aplastik-hipoplastik c) Anemia hemolitik terutama yang didapat d) Anemia akibat penyakit kronis e) Anemia mieloplastik f) Anemia pada gagal ginjal kronis g) Anemia pada mielifibrosis h) Anemia pada sindroma mielodiplastik i) Anemia pada leukimia akut 3) Anemia Makrositer a) Megaloblastik i. ii. Anemia defisiensi folat Anemia defisiensi vitamin B12

b) Non megaloblastik i. ii. iii. Anemia pada penyakit hati kronik Anemia pada hipotiroid Anemia pada sindroma mielodiplastik

b. Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis

15

1) Produksi eritrosit menurun a) Kekurangan bahan untuk eritrosit b) Gangguan utilisasi besi c) Kerusakan jaringan sumsum tulang d) Fungsi sumsum tulang kurang baik oleh karena sebab tidak diketahui 2) Kehilangan eritrosit dari tubuh a) Anemia pasca perdarahan akut b) Anemia pasca perdarahan kronik 3) Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh a) Faktor ekstrakorpuskuler i. ii. iii. iv. v. Antibodi terhadap eritrosit Autoantibodi : AIHA (autoimmune hemolitic anemia) Isoantibodi : HDN (hemolytic disease of new born) Hipersplenisme Pemaparan terhadap bahan kimia Akibat infeksi bakteri/parasit Kerusakan mekanis

b) Faktor intrakorpuskuler i. Gangguan membran ii. Hereditary spherocytosis Hereditary elliptocytosis

Gangguan enzim Defisiensi Pyruvat kinase Defisiensi G6PD (glucose-6phosphate dehydrogenase)

16

iii.

Gangguan hemoglobin Hemoglobinapati structural Thalasemia

(Bakta,I,Made 2006)

17

18

4. Memahami dan menjelaskan Anemia Defisiensi Besi

4.1.

Definisi Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.

4.2.

Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. 1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari : Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia Saluran kemih : hematuria Saluran napas : hemoptoe

2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). 3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan. 4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.

4.3.

Patogenesis Anemia Defisiensi Besi

19

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia
4.4.

Manifestasi Anemia Defisiensi Besi

a. Gejala umum anemia Badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga mendenging b. Gejala khas akibat defisiensi besi (sindrom Paterson Kelly) 1) Koilonychia : kuku sendok; kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal menjadi cekung sehingga mirip sendok 2) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang 3) Stomatitis angularis : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan 4) Disfagia : nyeri menelan karena kerusakn epitel hipofaring c. Gejala penyakit dasar Misalnya, pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronis akibat kanker dijumpai gejala tergantung pada lokasi kanker tersebut

4.5.

Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah:
a. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer

dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin

20

sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadangkadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.1 b. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompokkelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.2 c. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%. d. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik. e. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat. f. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus. g. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan ginekologi

4.6.

Diagnosis banding Anemia Defisiensi Besi Anemia defisiensi besi Anemia akibat panyakit kronik Menurun / N Menurun / N Menurun Menurun Positif Meningkat Normal Thalassemia Menurun Menurun Normal Normal / Meningkat Positif kuat Normal Hb.A2 meningkat Anemia sideroblastik Menurun / N Menurun / N Normal Normal / Meningkat Positif dengan ring sideroblastik Normal Normal

MCV MCH Besi serum TIBC Besi sumsum tulang Protoporfirin eritrosit Elektroforesis Hb
4.7.

Menurun Menurun Menurun Meningkat Negatif Meningkat Normal

Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

21

Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa : 1. Terapi kausal: tergantung penyebabnya,misalnya : pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengubatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali. 2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh : a. Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman.preparat yang tersedia, yaitu: i. Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg. ii. Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate,harga lebih mahal, tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.

b. Besi parenteral Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu : 1. Intoleransi oral berat 2. Kepatuhan berobat kurang 3. Kolitis ulserativa 4. Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir). Preparat yang tersedia : iron dextran complex, iron sorbitol citric acid complex. Dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena pelan. Kebutuhan besi (mg) = ( 15-Hb sekarang ) x BB x 3 3. Pengobatan lain a. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani b. Vitamin C : diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
c. Transfusi darah : Jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pada :

22

Adanya penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung Anemia yang amat simptomatik misalnya anemia dengan gejala pusing yang amat mencolok Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat, seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

4.

Pencegahan Anemia Defisiensi Besi a. Pendidikan kesehatan, yaitu: 1) Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban dan perbaikan lingkunagn kerja, misalnya pemakaian alas kaki 2) Penyuluhan gizi : untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi b. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering di daerah tropik c. Suplementasi besi: terutama untuk segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita d. Fortilitas bahan makanan dengan besi

DAFTAR PUSTAKA 1. Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. 2. Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta : EGC. 3. Dorland, W. A. Newman. (2002). Kamus Kedokteran Dorland. EGC 29.

23

4. Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 5. Sudoyo. W. Aru, Bambang, Setyohadi,dkk. (2006). Ilmu penyakit dalam 2 edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. 6. Guyton. Arthur. C (1994). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai