Anda di halaman 1dari 16

BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 3 Mei 2018 telah dipresentasikan portofolio oleh:

Nama Peserta : Lusy Novitasari

Dengan judul/topik : Dermatitis Atopi

Nama Pendamping : dr. Sapta Yudha Oka & dr. K. Dandung, Sp.A

Nama Wahana : RS Pertamina Klayan - Cirebon

No No
Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan
. .

1 Lusy Novitasari 1

2 2

3 3

4 4

5 5

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Sapta Yudha)

Catatan: Halaman protofolio ini sebaiknya disalin~sinar (fotokopi) karena anda akan membuat sejumlah laporan yang sekaligus merupakan
catatan untuk bekal dan berpraktik nantinya.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Borang Portofolio

Nama Peserta: Lusy Novitasari

Nama Wahana: RS Pertamina Klayan – Cirebon

Topik: Dermatitis Atopi

Tanggal (kasus): 21 April 2018


Nama Pasien: Ny N No. RM :

Tanggal Presentasi: 3 Mei 2018 Nama Pendamping: dr. Sapta Yudha

Tempat Presentasi: RS Pertamina Klayan – Cirebon

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:
Tujuan:

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentas dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: Ny N Nomor Registrasi:

Nama Klinik: IGD Telp: - Terdaftar sejak: 21 April 2018


Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Dermatitis Atopi

2. Riwayat Pengobatan : Hidrocortison

3. Riwayat kesehatan/Penyakit : Riwayat alergi udang dan obat amoxicilin

4. Riwayat keluarga : Ayah pasien menderita keluhan yang sama

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


5. Riwayat pekerjaan: -

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): -

7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus): -

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


8. Lain-lain:
Pemeriksaan fisik
STATUS GENERALIS

• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


• Kesadaran : Kompos mentis
• Tanda vital
– Tekanan Darah : 120/80 mmHg.
– Nadi : 94 x/menit.
– Suhu : 36,50C.
– Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit
• Kepala : Normocephal.
• Mata : Konjungtiva: anemis -/- Sklera: ikterik -/-
• Mulut : Tidak ada kelainan
• Leher : Tidak ada perbesaran KGB, JVP 5+2 cm H2O
• Thoraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-)
Paru : VBS ki = ka; Rh -/-; Wh -/-
Jantung : BJ murni reguler, batas kanan LSD, batas kiri ICS V LMCS, batas atas ICS III kiri

• Abdomen : Datar, lembut, BU (+)


Hepar tidak teraba, Lien ruang traube kosong dan tidak teraba membesar
• Ekstremitas : Akral hangat; CRT <2” , papul dan plak eritem + likenifikasi + krusta pada regio antecubiti anterior dextra sinistra

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


PEMERIKSAAN PENUNJANG: -

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Daftar Pustaka:

1. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. In: Goldsmith LA, Katz LI, Gilchrest BA, Paleer AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpat

2. Ou LS, Leung DYM. Advances in atopic dermatitis. Chang Gung Med J. 2005;28:1-8.

3. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi ke5). Jakarta: FKUI, 2007; p.129-58.

4. Remitz A, Reitamo S. The clinical manifestations of atopic dermatitis. In: Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, editors. Textbook of Atopic Dermatitis. Londo

HASIL PEMBELAJARAN:

1. Definisi: Dermatitis atopi (DA) adalah penyakit kulit kronik kambuhan yang paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak. DA dikenal juga
sebagai eksema atopi, eksema konstitusional, eksema fleksural, neuro-dermatitis diseminata, dan prurigo. Istilah “atopi” pertama kali
diperkenalkan oleh Coca dan Cooke pada tahun 1923, yang dipakai untuk sekumpulan penyakit pada individu yang mempunyai riwayat
alergi dan hipersensitivitas.

2. Epidemiologi: DA merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, dengan prevalensi 10-20% pada anak, sedangkan pada orang
dewasa 1-3%. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kasus perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki dengan rasio 1,3 : 1,0. Sekitar
45% dari keseluruhan kasus dimulai pada 6 bulan awal kehidupan, 60% pada usia 1 tahun, dan 85% sebelum usia 5 tahun.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


3. Etiologi: Penyebab DA belum diketahui pasti. Berbagai faktor diduga turut berperan dalam mencetuskan dermatitis atopi. Umumnya anak-
anak dengan DA mempunyai riwayat keluarga dengan keluhan yang sama; hal ini menunjukkan adanya peran faktor genetik. Selain itu, DA
berhubungan erat dengan penyakit atopi lainnya seperti rinitis alergi dan asma bronkial. Faktor lain yang berperan dalam patogenesis DA
ialah penurunan fungsi sawar kulit, faktor imunologik, dan faktor pencetus lain seperti makanan, aeroalergen, infeksi staphylococcus aureus
dan stres.

4. Gambaran Klinis

Gejala dermatitis atopik dapat bervariasi pada setiap orang. Gejala yang paling umum adalah kulit tampak kering dan gatal. Gatal merupakan
gejala yang paling penting pada dermatitis atopik. Garukan atau gosokan sebagai reaksi terhadap rasa gatal menyebabkan iritasi pada kulit,
menambah peradangan, dan juga akan meningkatkan rasa gatal. Gatal merupakan masalah utama selama tidur, pada waktu kontrol kesadaran
terhadap garukan menjadi hilang. Insiden tertinggi dermatitis atopik ditemukan dalam 2 tahun pertama kehidupan meskipun penyakit dapat
mulai hampir pada usia berapa pun. Pada balita bagian yang sering terkena adalah batang tubuh, pipi dan ekstremitas atas. Pasien dermatitis
atopik dalam praktek klinis mengeluhkan menggosok lesi yang gatal terus-menerus, kulit menjadi menebal dan mengembangkan penampilan
kasar. Karakteristik wajah pasien dermatitis atopik kronis adalah keriput kecil di bawah kedua mata (Denny Morgan’s fold) dan hilangnya
lapisan ketiga alis luar karena menggosok.

Gejala dermatitis atopik dibedakan menjadi 3 kelompok usia, yaitu:

1. Dermatitis atopik pada masa bayi (0-2 tahun)


Pada masa bayi, umumnya gejala mulai terlihat sekitar usia 6 – 12 minggu. Pertama kali timbul di pipi dan dagu sebagai bercak
kemerahan, bersisik dan basah. Kulit pun kemudian mudah terinfeksi. Kelainan kulit pada bayi umumnya di kedua pipi sehingga oleh
masyarakat sering dianggap akibat terkena air susu ibu ketika disusui ibunya, sehingga dikenal istilah eksim susu.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


2. Dermatitis atopik pada masa anak (2-12 tahun)
Pada masa anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Awitan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian besar merupakan
kelanjutan fase bayi. Tempat predileksi cenderung di daerah lipat lutut, lipat siku dan sangat jarang di daerah wajah, selain itu juga dapat
mengenai sisi leher (bagian anterior dan lateral), sekitar mulut, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan kedua tangan.
3. Dermatitis atopik pada dewasa (>12 tahun)
Sebagian orang yang mengalami dermatitis atopi pada masa anak juga mengalami gejala pada masa dewasanya, namun penyakit ini dapat
juga pertama kali timbul pada saat telah dewasa. Gambaran penyakit saat dewasa serupa dengan yang terlihat pada fase akhir anak. Pada
umumnya ditemukan adanya penebalan kulit di daerah belakang lutut dan fleksural siku serta tengkuk leher. Akibat adanya garukan
secara berulang dan perjalanan penyakit yang kronis, lesi ditandai dengan adanya hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi.
Distribusi lesi biasanya simetris. Lokasi lesi menjadi lebih luas, selain fosa kubiti dan poplitea, juga dapat ditemukan bagian lateral leher,
tengkuk, badan bagian atas dan dorsum pedis.

5. Patogenesis
Sampai saat ini penyebab pasti DA masih sulit dipahami. Pada beberapa kasus, DA merupakan masalah kulit yang berlangsung lama dan
memerlukan lebih dari satu pengobatan. Beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan DA berhubungan dengan interaksi antara
penurunan fungsi sawar kulit, sistem imun, genetik, serta faktor pemicu lainnya seperti faktor lingkungan maupun agen infeksi.
Penurunan fungsi sawar kulit
Kulit merupakan organ terluar yang melindungi tubuh dari lingkungan sekitarnya dan membantu tubuh berinteraksi dengan lingkungan.
Fungsi kulit antara lain mencegah keluarnya cairan berlebihan dari dalam tubuh dan menahan substansi yang merugikan masuk ke dalam
tubuh; hal ini terutama dilakukan oleh lapisan epidermis paling luar, yaitu stratum korneum. Pada DA kulit menjadi kering; hal ini
berhubungan dengan disfungsi permeabilitas sawar epidermis yaitu hilangnya fungsi mutasi gen filaggrin (FLG). Gen ini mengkode protein
profilargin sebagai prekusor struktur protein FLG pada diferensiasi kompleks epidermal. FLG terekspresi pada granula keratohialin selama
diferensiasi terminal epidermis. Setelah keratinosit menjadi padat, protein FLG melepaskan natural moisturizing factor (NMF).
Imunopatogenesis dermatitis atopik
Umumnya pasien DA memiliki peningkatan jumlah eosinofil dan kadar serum Immunoglobulin E (IgE). Hal ini berhubungan dengan
mekanisme imunologi dan seluler yang berperan penting dalam patogenesis DA. Kelainan imunopatogenesis utama DA berkaitan dengan sel
T helper (Th), yang berfungsi mengenali antigen dan mengatur respon imun seperti inflamasi, pertahanan terhadap infeksi virus, serta

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


proliferasi sel T dan B spesifik. Sel Th berperan utama dalam patogenesis DA dimana jumlah Th 2 lebih banyak pada penderita atopi
sedangkan jumlah Th1 menurun.
Pada DA terdapat 2 tipe sel dendritik dengan afinitas tinggi terhadap IgE (reseptor IgE yang mengandung mieloid) yaitu sel Langerhans (SL)
dan sel epidermal dendritik inflamasi (SEDI). SL yang mengandung IgE tampaknya berperan penting pada presentasi alergen kulit pada sel
Th2 yang memproduksi IL-4, dimana pada DA akut Th2 yang terlibat dan sitokin terutama IL-4, IL-5 dan IL-13 serta penurunan IFN-γ, yang
memediasi perubahan isotipe imunoglobulin ke sintesis IgE dan meningkatkan ekspresi molekul adhesi pada sel-sel endotelial. Berbeda
halnya dengan DA kronis yang melibatkan produksi sitokin Th1, IL-12, IL-18, dan IL-5, serta IFN-γ yang mengalami upregulation dalam
keratinosit.
Genetik
Bila salah satu orang tua memiliki riwayat DA, maka insiden terkena DA menjadi dua kali lipat pada anaknya. Insiden ini menjadi tiga kali
lipat bila riwayat DA ditemukan pada kedua orang tua. Terdapat 2 kromosom yang berkaitan erat dengan DA yaitu kromosom 1q21 dan
kromosom 17q25. Hal ini masih paradoksal karena psoriasis dengan gambaran klinis yang berbeda juga terkait dengan kromosom yang
sama. Selain itu, kedua kromosom tersebut tidak terkait dengan penyakit atopi lainnya. Juga ditemukan peran kromosom lainnya seperti
5q31-33 sebagai penyandi gen sitokin Th2.

6. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis dibuat dari riwayat adanya penyakit atopi seperti asma dan rinitis alergi, pada keluarga, khususnya kedua orang
tuanya. Kemudian dari gejala yang dialami pasien, kadang perlu melihat beberapa kali untuk dapat memastikan dermatitis atopik dan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan yang menyebabkan iritasi/alergi kulit.
Adapun penggunaan kriteria diagnostik yang baik penting dalam diagnosis dermatitis atopik, terutama untuk pasien yang termasuk dalam
tipe fenoti dan diagnosis ini dikembangkan oleh Hanifin dan Rajka yang secara luas diterima.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


a) Kriteria mayor
1. Rasa gatal
2. Gambaran dan penyebaran kelainan kulit yang khas (bayi dan anak di muka dan lengan)
3. Eksim yang menahun dan kambuhan
4. Riwayat penyakit alergi pada keluarga (stigmata atopik)

b) Kriteria minor:
1. Hiperpigmentasi daerah periorbita
2. Tanda Dennie-Morgan
3. Keratokonus
4. Konjungtivitis rekuren
5. Katarak subkapsuler anterior
6. Cheilitis pada bibir
7. White dermatographisme
8. Pitiriasis Alba
9. Fissura pre aurikular
10. Dermatitis di lipatan leher anterior
11. Facial pallor
12. Hiperliniar palmaris
13. Keratosis palmaris
14. Papul perifokular hiperkeratosis
15. Xerotic
16. Iktiosis pada kaki
17. Eczema of the nipple
18. Gatal bila berkeringat
19. Awitan dini
BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1
21. Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)
22. Kemudahan mendapat infeki
23. Stafilokokus dan Herpes Simpleks
24. Intoleransi makanan tertentu
25. Intoleransi beberapa jenis bulu binatang
26. Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi
27. Tanda Hertoghe ( kerontokan pada alis bagian lateral)
Seseorang dianggap menderita dermatitis atopik bila ditemukan minimal 3 gejala mayor dan 3 gejala minor.

7. Tata Laksana:
Penatalaksanaan dermatitis atopik harus mengacu pada kelainan dasar selain mengobati gejala utama gatal untuk meringankan
penderitaan penderita.Penatalaksanaan ditekankan padakontrol jangka waktu lama (long term control), bukan hanyauntuk mengatasi
kekambuhan.
Pengobatan dermatitis atopik kronik pada prinsipnya adalah sebagai berikut:
1. Menghindari bahan iritan
Penderita dermatitis atopik rentan terhadap bahan iritan yang memicu dan memperberat kondisi seperti sabun, deterjen, bahan
kimiawi, rokok, pakaian kasar, suhu yang ekstrem dan lembab. Pemakaian sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap
lemak dan dengan PH netral. Hindari sabun atau pembersih kulit yang mengandung antiseptik atau antibakteri yang digunakan
rutin karena mempermudah resistensi, kecuali bila ada infeksi sekunder. Pakaian baru hendaknya dicuci terlebih dahulu sebelum
dipakai dengan deterjen untuk menghindari formaldehid atau bahan kimia. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan
seperti wol atau sintetik yang menyebabkan gatal, lebih baik menggunakan katun. Pemakaian tabir surya juga perlu untuk
mencegah paparan sinar matahari yang berlebihan.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


2. Mengeliminasi alergen yang telah terbukti
Alergen yang telah terbukti sebagai pemicu kekambuhan harus dihindari, seperti makanan (susu, kacang, telur, ikan laut, kerang laut
dan gandum), debu rumah, bulu binatang, serbuk sari, tanaman dan sebagainya.
3. Pengobatan Topikal
a. Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)
Kulit penderita dermatitis atopik menunjukkan adanya transepidermal water loss yang meningkat. Oleh karena itu hidrasi
penting dalam keberhasilan terapi, biasanya menggunakan pelembab. Pemaikan pelembab dapat memperbaiki fungsi barier
stratum korneum dan mengurangi kebutuhan steroid topikal. Sebuah studi menunjukkan bahwa pelembab mungkin
mengurangi 50% kebutuhan pemakaian kortikosteroid topikal. Pelembab dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pelembab
humektan, oklusif, dan emolien. Pelembab humektan merupakan bahan aktif dalam komestik yang ditujukan untuk
meningkatkan kandungan air pada epidermis. Bahan-bahan yang termasuk ke dalam humektan terutama bahan-bahan yang
bersifat higroskopis yang dapat digunakan secara khusus untuk tujuan melembabkan kulit, contoh humektan adalah gliserin.
Pelembab oklusif adalah bahan aktif kosmetik yang menghambat terjadinya penguapan air dari permukaan kulit. Dengan
menghambat terjadinya penguapan air pada permukaan kulit, bahan-bahan oklusif dapat meningkatkan kandungan air dalam
kulit. Contoh oklusif adalah petrolatum. Pelembab yang digunakan bisa berbentuk cairan, krim atau salep. Misalnya krim
hidrofilik urea 10%, dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% didalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam
laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5% karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif.
b. Kortikosteroid topikal
Kortikosteroid topikal adalah yang paling banyak digunakan sebagai anti inflamasi. Selain itu dapat berguna pada saat
ekserbasi akut, anti pruritus dan sebagai anti mitotik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hoare C, dkk menggunakan
kortikosteroid topikal pada 83 pasien dermatitis atopik dengan menggunakan simple randomized control trials hasil dari
penggunaan kortikosteroid topikal kurang dari satu bulan 80% menunjukkan pemulihan sangat baik.
Pada prinsipnya penggunaan steroid topikal dipilih potensi yang paling lemah yang masih efektif, karena semakin kuat potensi
semakin banyak efek sampingnya. Potensi dari kortikosteroid topikal diklasifikasikan berdasarkan potensi vasokontriksi
pembuluh darah.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Pada bayi digunakan kortikosteroid topikal potensi rendah, misalnya hidrokortison 1-2,5%.Pada anak dan dewasa dipakai
steroid potensi menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka diberikan steroid yang berpotensi lebih rendah. Pada
daerah genitalia dan intertriginosa juga digunakan kortikosteroid topikal yang berpotensi rendah jangan digunakan yang
berpotensi tinggi seperti Fluorinated glukokortikoid. Bila aktivasi penyakit telah dikontrol dipakai secara intermiten, umumnya
2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.

c. Preparat tar
Walaupun tidak sekuat kortikosteroid topikal Preparat tar batubara mempunyai efek anti-gatal dan anti-inflamasi. Preparat tar
sebaiknya dipakai pada lesi kronik tidak digunakan pada lesi akut karena dapat menyebabkan iritasi. Efek sampingnya antara
lain folikulitis, fotosensitivitas, dan potensi karsinogenik.

d. Inhibitor kalsineurin topikal


Inhibitor kalsineurin topikal merupakan non-steroidal agen yang bekerja melalui jalur immunologik baik menghambat atau
meningkatkan reaksi imun dan inflamasi. Inhibitor kalsineurin topikal terdiri atas takrolimus dan pimekrolimus. Takrolimus
(FK-506) adalah suatu penghambat kalsineurin yang bekerja untuk menghambat aktivasi sel yang terlibat seperti sel
langerhans, sel T, sel mas dan keratinosit. Takrolimus dapat diberikan dalam bentuk salep 0.03% untuk anak-anak 2-15 tahun
dan untuk dewasa 0.03% dan 0.1%. Sedangkan pimekrolimus (ASM 81) merupakan suatu senyawa askomisin yaitu
imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicusvar.Krim
pimekrolimus dapat diberikan 1% untuk anak-anak > 2 tahun dengan dermatitis atopik ringan sedang.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah terbukti efektif. Sebuah penelitian dengan takrolimus 0,1%, dikatakan mempunyai
potensi yang sama dengan kortikosteroid topikal. Penelitian lain menunjukkan terapi takrolimus topikal memberi hasil lebih dari
70%c.pasien
Kortikosteroid
mengalami Sistemik
perbaikan sedang sampai baik dalam 19 3 minggu pemberian dan 30-40% pasien mengalami tingkat
Pada umumnya
perbaikan lebih dari 90%. kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengontrol eksaserbasi akut. Penggunaannya hanya dalam jangka
pendek, dosis rendah, berselang-seling, diturunkan bertahap dan kemudian diganti kortikosteroid topikal 1,3
c.
KelebihanSiklosporin
inhibitor kalsineurin topikal dibandingkan dengan kortikosteroid adalah tidak menyebabkan penipisan kulit, namun
Dermatitis
pada penggunaan awal atopik yang
akan sulit digunakan
menimbulkan dengan
sensasi pengobatan
terbakar konvesionaldan
di kuli. Takrolimus dapat diberikan siklosporin
pimekrolimus jangka pada
tidak dianjurkan pendek.
anakSiklosporin
oral sebagai terapi sistemik dermatitis atopik tersedia dalam bentuk kapsul gelatin 25 atau 100 mg, durasi terapi singkat, namun
usia kurang dari 2 tahun.
penggunaan lebih dari setahun tidak dianjurkan. Relaps dan rekurensi sering terjadi setelah penghentian terapi siklosporin.
4. Pengobatan sistemik
a.5. Pemberian
Mengurangi stress
antihistamin
Antihistamin digunakan sebagai antipruritus yang cukup memuaskan, membantu untuk mengurangi rasa gatal yang hebat
Stress emosi pada penderita dermatitis atopik merupakan pemicu kekambuhan, bukan sebagai penyebab.Usaha-usaha mengurangi stress
terutama pada malam hari. Karena dapat mengganggu tidur, antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif,
adalah dengan melakukan konseling pada penderita dermatitis atopik, terutama yang mempunyai kebiasan menggaruk.Pada suatu
misalnya hidroksisin, difenhidramin dan sinequan. cetrizine dan fexofenadine telah diuji keberhasilannya untuk mengatasi rasa
penelitian
gatal small randomized
pada penderita trials anak-anak
dermatitis atopik ,Pendekatan psiko-terapi
dan dewasa. perlu yang
Pada kasus dilaksanakan
lebih sulit untuk mengurangi
dapat diberikan stresshidroklorid
doksepin kejiwaan penderita.
Relaksasi,modifikasi
yang mood dandan
mempunyai antidepresan biofeedback
memblokade mungkin berguna
reseptor padaH1
histamine penderita
dan H2,dengan
dengankebiasaan menggaruk.
dosis 10-75mg secara oral malam hari
pada dewasa 1,5,6 . Pada suatu penelitian menyatakan bahwa penggunaan antihistamin mempunyai bukti yang tidak adekuat
6. Edukasi pada penderita maupun keluarganya
untuk terapi dermatitis atopik, meskipun anti histamin dianjurkan karena memiliki efek sedatif.
b. Pemberian antibiotik
Edukasi merupakan dasar dari suksesnya penatalaksanaan dermatitis atopik, yaitu perawatan kulit yang benar dan menghindari penyebab.
Pada penderita dermatitis
Memberikan edukasi tentang atopikpenyakitnya,
lebih dari 90% ditemukan peningkatan
faktor-faktor koloni Staphylococcus
pemicu kekambuhan, aureus.Untuk
kebiasaan hidup yang belum
dan sebagainya perlu diberikan pada
resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau klaritomisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin,
penderita untuk memperoleh hasil yang optimal. Pada suatu penelitian dikatakan bahwa program edukasi orangtua tentang tatacara
oksasilin,
pengobatanatau generasi
topikal olehpertama
penyediasefalosporin. Apabila dicurigai
pelayanan kesehatan terinfeksi
akan sangat olehuntuk
berguna viruspenderita
herpes simpleks, kortikosteroid
dermatitis atopik. dihentikan
sementara dan diberikan oral asiklovir 1,3 . Meskipun kombinasi kortikosteroid topikal dan antibiotik digunakan dalam terapi
. dermatitis atopik, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa kombinasi keduanya memiliki manfaat yang lebih dibandingkan
pemakaiankortikosteroid topikal saja.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1


7. Terapi sinar
8. Prognosis
Pengobatan dengan sinar ultraviolet seperti UVA, UVB, narrowband UVB, UVA-1, kombinasi UVAdan UVB, atau bersama psoralen
(fotokemoterapi)
Prognosis lebih buruk biladapat digunakan
kedua sebagai
orang tuanya terapi tambahan
menderita dermatitiskarena
atopik.dapat menyebabkan remisi
Ada kecenderungan panjang,
perbaikan masanamun
spontanberisiko menimbulkan
pada masa anak dan
penuaan
sering ada yang kulit
kambuh dini
pada masadandewasa.
keganasan kulitkasus
Sebagian padamenetap
pengobatan jangka
pada usia lama.
diatas Sinar UVB narrowband lebih aman dibanding PUVA,
30 tahun.
yangdihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa dan melanoma amaligna. Fototerapi dipertimbangkan pada dermatitis atopik yang
Faktor yangberat
berhubungan
dan luas dengan prognosis
yang tidak kurang
responsif baik pada
terhadap dermatitis
pengobatan atopikFotokemoterapi
topical. adalah: tidak dianjurkan untuk anak usia kurang dari 12 tahun
1) Dermatitiskarena
atopikdapat
luas mengganggu
pada anak perkembangan mata.

2) MenderitaPada randomized
rhinitis clinical
alergik dan asma trials menunjukkan bahwa sinar UV (UVB, narrowband UVB, dan high intensity UVA) lebih menguntungkan
bronkial
untuk dermatitis atopik pada penggunaan jangka pendek. Rasa terbakar, gatal, dan efek karsinogen sering terjadi pada penggunaan jangka
3) Riwayat dermatitis atopik pada
panjang. Fototerapi orang tua
biasanya atau saudara
digunakan kandung
sebagai terapi lini kedua atau ketiga.

4) Awitan dermatitis atopik pada usia muda

5) Anak 8.
tunggal
Balut basah (wet wrap dressing)

6) Kadar IgEBalut
serumbasah (wet
sangat wrap dressing) dapat diberikansebagai terapi tambahan untuk mengurangi gatal, terutama untuk lesi yang berat dan
tinggi
kronik atau yang refrakter terhadap pengobatan biasa. Bahan pembalut (kasa balut) dapat diberi larutan kortikosteroid atau mengoleskan
krim kortikosteroid pada lesi kemudian dibalut basah dengan air hangat dan ditutup dengan lapisan atau baju kering di atasnya. Cara ini
sebaiknya dilakukan secara intermiten dan dalam waktu tidak lebih dari 2-3 minggu. Balut basah dapat pula dilakukan dengan
mengoleskan emolien saja di bawahnya sehingga memberi rasa mendinginkan dan mengurangi gatal serta berfungsi sebagai pelindung
efektif terhadap garukan sehingga mempercepat penyembuhan. Penggunaan balut basah yang berlebihan dapat menyebabkan maserasi
sehingga memudahkan infeksi sekunder. Balut basah juga memiliki potensial dapat menambah kekeringan kulit dan menyebabkan fisura
bila tidak disertai pelembab emolien. Balut basah banyak dijadikan terapi lini kedua atau ketiga untuk anak-anak yang resisten terhadap
dermatitis atopik walaupun belum ada data yang mendukung.

BUKU LOG DAN KUMPULAN BORANG PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA| 1

Anda mungkin juga menyukai