Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA AN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS THYPOID FEVER DI


RUANG FLAMBOYAN RSUD Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA
RAYA

OLEH :
LEDY ANGGARE LARASATI
2019.C.11a.1048

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021/2022
17

LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:

Nama : Ledy Anggare Larasati

NIM : 2019.C.11a.1048

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An. A


Dengan Diagnosa Medis Thypoid Fever Di Ruang Flamboyan
RSUD

Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik Praklink Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Efri Dulie, S.Kep.,Ners Nur Sa’adah S.Kep.,Ners


18

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
An. A Dengan Diagnosa Media Thypoid Fever Di Ruang Flamboyan RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK II).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Pak Efri Dulie,S.Kep.Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Nur Sa’adah S.Kep.,Ners selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
ini jauh dari sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak.

Akhir kata, semoga asuhan keperawatan ini dapat berguna bagi


pengembangan ilmu kesehatan khususnya dalam bidang maternitas dan semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat dan karunia-Nya kepada kita
semua.
19

Palangka Raya, 21 Oktober 2021

Lady Anggare Larasati

BAB I

PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Demam Thypoid


1.1. Pengertian
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya 
mengenai saluran  pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam dkk.,
2011, hal 152).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2009).
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
salmonella typhi (Ovedoff, 2010: 514).
1.2 Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik
yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen
VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada
suhu 15-41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus
20

lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,


makanan/minuman yang terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
1.3 Manifestasi klinis
Menurut ngastiyah (2005: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama
30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:

1) Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali.
2) Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung.
Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan
epistaksis.
21

4) Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid,
akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua
setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut
teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak
dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
1.4 Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika
respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella
akan menembus sel-sel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar getah
bening mesenterika.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui
ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh,
terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonlla thypi berkembang biak dan
masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang
disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala,
sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak
peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama
22

timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Disusul kemudian, terjadi


nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.

1.5 Komplikasi
1.5.1 Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
1.5.2 Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.

1.6 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1.6.1 Pemeriksaan leukosit
23

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
1.6.2 Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat
tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
1.6.3 Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
1) Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium
yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
24

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba


Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
5) Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman)
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
 Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.

1.7 Terapi dan pengobatan


1.7.1 Perawatan
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila
ada komplikasi perdarahan.
25

1.7.2 Diet
1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
1.7.3 Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika, seperti
ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan ciproloxacin sering
digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-negara barat. Obat-obat antibiotik
adalah :
1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
2) Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi ampisilin
dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena
saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
3) Amoksisilin amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
4) kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-
7 hari.
6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.

Bila tak terawat, demam thypoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai
sebulan. Kematian terjadi antara 10% dan 30% dari kasus yang tidak terawat. Vaksin
untuk demam thypoid tersedia dan dianjurkan untuk orang yang melakukan
26

perjalanan ke wilayah penyakit ini biasanya berjangkit (terutama di Asia, Afrika, dan
Amerika Latin).
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal
3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian
dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Thypoid Fever (Demam Thypoid)


2.1   Pengkajian
2.1.1 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
2.1.2 Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak turun-
turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
2.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke dalam
tubuh.
2.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
2.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
2.1.6 Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi (B1)
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
2) Sistem kardiovaskuler (B2)
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
27

3) Sistem Persyarafan (B3)


Pada klien dengan demam thypoid biasanya terjadi delirium diikuti dengan
penurunan kesadaran dari compos metis keapatis, somnolen hingga koma pada
pemeriksaan GCS.
4) Sistem Perkemihan (B4)
Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah jantung.
5) Sistem Pencernaan (B5)
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik
usus meningkat. Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat
6) Sistem Integumen : tulang, otot, integument (B6)
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam.
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan..

2.2 Diagnosa keperawatan


1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
2) Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake
cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
3) Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan proses peradangan pada usus halus
4) Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia
5) Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
nutrisi, eliminasi, personal hygiene berhubungan dengan kelemahan dan
imobilisasi
6) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
7) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
8) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan, dispnea.
28

9) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran


10) Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
11) Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan kondisi anaknya.

2.3    Implementasi
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1)   Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri

2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan


peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
1)   Tidak mual
29

2)   Tidak demam


3)   Muntah
4)   Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan
R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan dapat memenuhi
kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah, kehausan dan
turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek
dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan cairan secara
dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk menambah volume cairan
tubuh
8) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi kebutuhan cairan
yang hilang

3. Gangguan pola eliminasi b/d proses peradangan pada usus halus


Tujuan : pola eliminasi sesuai dengan kebiasaan sehari-hari
Kriteria hasil : konsistensi normal
30

Intervensi:
1) Kaji pola eliminasi pasien
R/: Untuk mengetahui output dan dapat ditentukan intake yang sesuai
2) Berikan minuman oralit
R/: Untuk menyeimbangkan elektrolit
3) Kolaborasi dengan dokter dalam obat
R/ : Untuk mengetahui dosis yang tepat menghentikan diare
4) Auskultasi bising usus
R/: Penurunan menunjukkan adanya obstruksi statis akibat inflamasi, penumpukan
fekalit
5) Selidiki keluhan nyeri abdomen
R/: Berhubungan dengan distensi gas
6) Observasi gerakan usus, perhatikan warna, konsistensi, dan jumlah feses
R/: Indikator kembalinya fungsi gi, mengidentifikasi ketepatan intervensi
7) Anjurkan makan makanan lunak, buah-buahan yang merangsang bab
R/: Mengatasi konstipasi yang terjadi
8) Kolaborasi berikan pelunak feses, supositoria sesuai indikasi
R/: Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan

4. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah,
anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1)   Tidak demam
2)   Mual berkurang
3)   Tidak ada muntah
4)   Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam
keadaan hangat
31

R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi


2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan makanan yang
disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi yang dibutuhkan
klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari makanan yang
mengandung gas/asam, peda
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual dan muntah dan
menurunkan asupan nutrisi
8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang dapat memicu
mual/muntah

5. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari


dalam hal nutrisi, eliminasi, personal hygiene b/d kelemahan dan imobilisasi
Tujuan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi setelah diberi tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
1)   Pasien mengatakan tidak lemah
2)   Tampak rileks
Intervensi:
1) Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
32

R/ : Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien


2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas
R/ : Agar kebutuhan pasien dapat terpenuhi

6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan


Tujuan : nyeri hilang/berkuran
Kriteria hasil     :
1)   Tidak ada keluhan nyeri
2)   Wajah tampak tampak rileks
3)   Ttv dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk mengetahui
sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga merelaksasikan
otot-otot.
3) Ajarkan   tehnik   nafas    dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam


Tujuan : pola tidur efektif
Kriteria hasil        :
1)   Melaporkan tidur nyenyak
2)   Klien tidur 8-10 jam semalam
33

3)   Klien tampak segar


Intervensi:
1) Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
4) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masase punggung
sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
8. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan, dispnea.
Tujuan : jam pola napas efektif
Kriteria hasil  :
1)   Pola napas efektif
2)   Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
3)   Tidak ada keluhan sesak
4)   Frekuensi pernapasan dalam batas normal
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan upaya pernapasan
R/: Pernapasan dangkal, cepat/dispnea sehubungan dengan peningkatan kebutuhan
oksigen
2) Selidiki perubahan kesadaran
R/: Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal  pernapasan
3) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring
R/: Memudahkan pernapasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma
4) Dorong penggunaan teknik napas dalam
R/: Membantu memaksimalkan ekspansi paru
34

5) Kolaborasi berikan tambahan okseigen sesuai indikasi


R/ : Perlu untuk mengatasi/mencegah hipoksia.

9. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran


Tujuan                : persepsi sensori dipertahankan
Kriteria hasil       :
1)   Tidak terjadi gangguan kesadaran
Intervensi:
1) Kaji status neurologis
R/: Perubahan endotoksin  bakteri dapat merubah elektrofisiologis otak
2) Istirahatkan hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil
R/: Istirahat yang cukup mampu membantu memulihkan kondisi pasien
3) Hindari aktivitas yang berlebihan
R/: Aktivitas yang berlebihan mampu memperburuk kondisi dan meningkatkan resiko
cedera
4) Kolaborasi kaji fungsi ginjal/elektrolit
R/: Ketidakseimbangan mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perbaikan
sebelum intervensi terapeutik dapat dimulai
10. Kelemahan berhubungan dengan intake inadekuat, tirah baring
Tujuan                : Tidak terjadi kelemahan
Kriteria hasil       :
1)   Klien mampu melakukan aktivitas sehari-sehari secara mandiri
Intervensi:
1) Kaji tingkat intoleransi klien
R/: Menetapkan intervensi yang tepat
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari
R/: Mengurangi penggunaan energi yang berlebihan
3) Bantu mengubah posisi tidur minimal tiap 2 jam
R/: Mencegah dekubitus karena tirah baring dan meningkatkan kenyamanan
4) Tingkatkan kemandirian klien yang dapat ditoleransi
35

R/: Meningkatkan aktivitasringan dan mendorong kemandirian sejak dini

11. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


penyakit dan kondisi anaknya.
Tujuan                : kecemasan teratasi
Kriteria hasil    :
1)   ekspresi tenang
2)   orang tua klien tidak lagi sering bertanya tentang kondisi anaknya
intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami orang tua klien
R/: Untuk mengeksplorasi rasa cemas yang dialami oleh orang tua klien yang menjadi
indikaor untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Beri penjelasan pada orang tua klien tentang penyakit anaknya
R/: Meningkatkan pengetahuan orang tua klien tentang penyakit anaknya
3) Beri kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaannya
R/: Mendengarkan keluhan orang tua agar merasa lega dan merasa diperhatikan
sehingga beban yang dirasakan berkurang
4) Libatkan orang tua klien dalam rencana keperawatan terhadap anaknya
R/: Keterlibatan orang tua dalam perawatan anaknya dapat mengurangi kecemasan
5) Berikan dorongan spiritual
R/: Meyakinkan orang tua klien bahwa selain perawatan/ pengobatan masih ada yang
lebih kuasa yang dapat menyembuhkan
2.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi
tindakan-tindakan yang direncanakan oleh perawat. Dalam melaksanakan proses
keperawatan harus kerjasama dengan tim kesehatan-kesehatan yang lain keluarga
klien dan dengan klien sendiri, yang meliputi 3 hal : Melaksanakan tindakan
keperawatan dengan memperhatikan kode etik dengan standar praktek dan
sumber-sumber yang ada. Mengidentifikasi respon klien.
Mendokumentasikan/mengevaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan dan
36

respon pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan : Kebutuhan klien. Dasar


dari tindakan. Kemampuan perseorangan dan keahlian/keterampilan dari
perawat. Sumber-sumber dari keluarga dan klien sendiri. Sumber-sumber dari
instansi.
2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah merupakan pengukuran dari keberhasilan rencana
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci
keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Adapun evaluasi klien
dengan post op striktur uretra yang dipasangi kateter tetap dilakukan berdasarkan
kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan keperawatan
dikatakan berhasil apabila dalam evaluasi terlihat pencapaian kriteria tujuan
perawatan yang diberikan
37

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Ledy Anggare Larasati
Nim : 2019.C.11a.1048
Tempat Praktek : Flamboyan
Tanggal Pengkajian & Jam :

2.1 Pengkajian
2.1.1 Anamnesa
2.1.1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An. A
TTL : 08 September 2007
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak
Pendidikan : SMP
Alamat : Jl, Kalimantan Gang damai no 22
Diagnosa Medis : Thypoid Fever
2.1.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn D
TTL : -

Jenis Kelamin : Laki laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Dayak

Pendidikan : SMA

Alamat : Jl, Kalimantan Gang damai no 22

Hubungan Keluarga : Ayah

2.1.1.3 Keluhan Utama


Ayah pasien mengatakan muntah 7 kali, nyeri perut seperti ditusuk, batuk 1
minggu, demam lebih kurang 1 hari, BAB cair lebih kurang 3x
2.1.1.4 Riwayat Kesehatan
38

1) Riwayat Kesehatan sekarang


Seorang anak laki laki An. A berusia 14 tahun dibawa ayahnya ke RS Doris Sylvanus
dengan keluhan pasien muntah 7x, nyeri perut seperti ditusuk, batuk 1 minggu,
demam lebih kurang 1 hari, BAB cair lebih kurang 3x

2) Riwayat Kesehatan lalu


Ayah pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit
sebelumnya
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit sebelumnya
4) Susunan Genogram
KET :
= Laki-Laki
= Perempuan
= Meninggal
= Pasien
= Tinggal Serumah
Gambar. 2.1Genogram keluarga
2.1.2 Pemeriksaan Fisik
2.1.2.1 Keadaan Umum
Compos mentis
Tanda-tanda Vital
Nadi : 121 x/menit
Suhu : 380C
Respirasi: 20 x/menit

2.1.2.1 Kepala dan Wajah


1) Ubun-Ubun
Ubun-ubun menutup, tidak ada kelainan.
2) Rambut
39

Warna rambut hitam (tidak rontok, tidak mudah dicabut, tidak kusam).
3) Kepala
Keadaan kulit kepala bersih (tidak ada peradangan atau benjolan), massa tidak ada.
4) Mata
Bentuk mata simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, reflek pupil mengecil
ketika diberikan rangsangan cahaya, tidak terdapat oedem palpebra, ketajaman
penglihatan (pasien dapat melihat gambar yang diunjukan).
5) Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak terdapat serumen, tidak ada peradangan, ketajaman
pendengaran baik dan jelas (pasien menoleh ketika dipanggil).
6) Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ditemukan sekret, tidak terpasang oksigen, fungsi
penciuman baik (pasien pasien menghindar ketika mencium bau minyak angin)
7) Mulut
Tidak intake, tidak stanosis, keadaan kering, palatum lunak.
8) Gigi
Tidak terdapat carries gigi, dan jumlah gigi 20 buah.
2.1.2.2 Leher dan Tenggorokan
Bentuk leher simetris, reflek menelan baik, tidak di temukan pembesaran tonsil dan
vena jugularis, tidak ada benjolan atau peradangan.
2.1.2.3 Dada
Dada simetris, bunyi nafas normal (vesikuler), tipe pernafasan dada dan perut, bunyi
jantung lub dup, tidak tampak iktus cordis, tidak terdapat bunyi tambahan, tidak
terdapat nyeri dada, keadaan payudara normal simetris.
2.1.2.4 Punggung
Bentuk simetris, tidak ada peradangan, tidak ada benjolan dan lain-lain
2.1.2.5 Abdomen
Bentuk simetris, bising usus 10x/menit, tidak terdapat asites, tidak ada massa, tidak
mengalami hepatomegali, spenomegali, dan nyeri.
2.1.2.6 Ekstremitas
Pergerakan/ tonus otot bebas dengan kekuatan penuh, tidak di temukan adanya
oedem dan sianosis, tidak ditemukan clubbing finger, keadaan kulit/turgor elastis < 2
detik.
40

2.1.3 Genetalia (Tidak dikaji)


2.1.4 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
BB sebelum sakit 12 kg dan BB saat sakit 11 kg, Pasien bisa berinteraksi
dengan orang lain atau perawat dan keluarganya sendiri. Motorik halus pasien baik,
dapat menulis. Motorik kasar pasien baik, dapat melempar bola lengan ke atas,
menendang bola ke depan. Kognitif dan bahasa dapat bicara dengan dimengerti, tidak
dapat menyebut 1 gambar, kurang bisa mengkombinasikan kata. Psikososial baik.

2.1.4.1 Gizi Selera makan


Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari ......3...... x sehari ........3..... x sehari

Porsi ...1/2... piring makan ......1. piring makan

Nafsu makan ..........kurang ...... ..........baik.........

Jenis Makanan Nasi, sayur, lauk pauk Nasi, sayur, lauk pauk

Jenis Minuman Air putih Air putih

Jumlah minuman 600 cc/24 jam 1000 cc/24 jam

Kebiasaan makan Kurang Baik

Keluhan/masalah Kurang nafsu makan Tidak ada

Masalah keperawatan: resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2.1.5 Pola Aktivitas Sehari-hari


No Pola Kebiasaan Keterangan

Nutrisi
a. Frekuensi
a. 3x/hari
b. Nafsu Makan/selera
b. kurang
c. Jenis Makanan
c. nasi, sayur, lauk pauk
41

Eliminasi
a. BAB
a. .......1..... x/hari
b. BAK
b. ...........4-6 kali....... sehari.
Istirahat dan tidur
a. Siang/jam a. .......±3....... jam
b. Malam/jam b. .......±10....... jam
Personal Hyigene
a. Mandi
a. ....2... x/hari
b. Oral Hygene
b. ....2... x/hari

2.1.5 Data Penunjang

No Pemeriksaan Hasil Nilai normal Interprestasi


1 GDS 97 mg/dl <200 mg/dl Dalam Batas Normal
2 WBC/leukosit 13,69. 103/mm3 4,0-10,00 103/mm3 Dalam batas Normal
3 RBC/eritrosit 4,37. 106/mm3 3,50-5,50 106/mm3 Dalam batas Normal
4 HGB/hemoglobin 16,0 gr/dl 11-16 gr/dl Dalam batas normal
5 PLT/trombosit 323. 103/mm3 150-400 103/mm3 Dalam batas Normal

2.1.6 Terapi Medis


Jenis Terapi
No Dosis
Tgl 16 April 2015
1 Infuse RL 15 tpm
2 Paracetamol 5 ml/4 jam
3 Zinc 1x20 mg
4 Inj. Ranitidine 50mg
5 Inj. ondan 4mg
17

ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH


OBYEKTIF
DS : ayah Klien mengeluhkan proses peradangan Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

perutnya terasa nyeri, skala nyeri 6,


Mual muntah
nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk,
nyeri bertambah bila bergerak, nyeri anoreksia
hilang timbul ±10 menit
DO : - Klien tampak lemas nyeri

- Kesadaran compos mentis.

- TTV TD: 140/80 mmHG, N:


121x/menit, R: 20x/menit

S: 38,1̊C, SPO2: 99%

- Klien tampak meringis

- Klien tampak berhati-hati saat


bergerak
- Klien tampak sesekalli
memegang perut
18

Intake cairan yang tidak adekuat Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh,
intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
DS: ayah klien mengatakan änak saya
muntah 7 kali, bab cair.
DO: - kesadaran compos mentis
- Keadaan umum: lemah

- TTV TD: 140/80 mmHG, N:


121x/menit, R: 20x/menit

S: 38,1̊C, SPO2: 99%

- BAB cair ±3x

- Mukosa bibir kering

- keadaan kulit/turgor elastis < 2


detik.
19

PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses peradangan, mual muntah ditandai dengan nyeri
2. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
17
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien: An A

Ruang Rawat: Ruang flamboyan

Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji skala nyeri klien 1. Untuk mengetahui perubahan dalam
selama 1x24 jam diharapkan nyeri dapat 2. Ukur TTV klien tingkatan nyeri
nyaman
berkurang/teratasi dengan KH: 3. Ajarkan Teknik relaksasi dan distraksi 2. Mengetahui kondisi klien
berhubungan - Nyeri berkurang (skala nyeri 1- 3. Untuk merelaksasi otot dan mengurangi
4. Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas
dengan proses 3) berlebih saat nyeri muncul nyeri
- Klien merasa lebih nyaman dan 5. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai 4. Membatasi aktivitas untuk mengurangi
peradangan, mual
nyeri
tenang indikasi
muntah ditandai
5. Pemberian obat lebih efektif apabila
dengan nyeri
diberikan awal siklus nyeri.
19

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien: An A

Ruang Rawat: Ruang flamboyan

Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Kurangnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan (tulis nama intervensinya apa) 1. untuk mengetahui keseimbangan intake dan
volume cairan selama 1x12 jam pertemuan diharapkan 1. Pantau tanda dan gejala dehidrasi output cairan
b/d peningkatan kurangnya volume cairan dapat teratasi. 2. Pantau masukan dan keluaran meliputi 2. untuk mengetahui perkembangan kondisi
suhu tubuh, KRITERIA HASIL: frekuensi, warna dan konsistensi klien
intake cairan 1. Tidak mengalami haus 3. Meningkatkan asupan oral 3. untuk memberi asupan cairan pada tubuh
2. Menampilkan hidrasi yang baik
peroral yang 4. Mengukur TTV 4. untuk mengetahui perkembangan kondisi
kurang (mual, 5. Kolaborasi dalam pemberian obat klien
muntah) Paracetamol 5. kolaborasi diperlukan untuk Kesehatan klien
Zinc
Inj. Ranitidine
Inj. ondan

19
20

20
21

21
22

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No. Tanda tangan dan Nama


Hari/Tanggal
Dx Implementasi Evaluasi (SOAP) Perawat
Jam
1. Mengaji skala nyeri S: klien mengatakan perut masih terasa nyeri
2. Mengukur ttv px O: - klien tampak meringis
3. Mengajarkan teknik relaksasi: mengistirahatkan - Klien tampak berhati-hati dalam
saat nyeri muncul, distraksi: denganmendengarkan bergerak
musik yang disukai atau mengobrol bersala
- Klien sesekali memegang area nyeri
keluarga.
4. Menganjurkan px membatasi aktivitas berlebih saat - Skala nyeri 4
nyeri muncul. - TTV: TD= 120/80 mmHg
5. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik sesuai
A: Masalah belum teratasi
indikasi P: Lanjutkan intervensi

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

22
23

No. Tanda tangan dan Nama


Hari/Tanggal
Dx Implementasi Evaluasi (SOAP) Perawat
Jam
1. Memantau tanda dan gejala dehidrasi : Turgor S: ayah klien mengatakan anaknya masih lemas, demam,
bab 3x/hari, dengan konsistensi cair.
elastis, mukosa bibir kering, mata cekung, suhu
O:
38,1 C, nadi 121 x/ menit. - K/U klien tampak lemas, kesadaran compos mentis
- TTV: TD. 140/80 mmHg, N. 121x/m, RR.20x/m, S.
2. Mencatatat masukan dan haluaran, dan apa-apa 38,1OC, SPO2: 99%
- Mukosa bibir kering
saja yang sudah di makan oleh anak - Turgor elastis, mukosa bibir kering, mata
3. Beritahukan kepada orang tua agar memberikan cekung, suhu 38,1 C, nadi 121 x/ menit.
anak banyak minum agar tidak terjadi dehidrasi. S: masalah belum teratasi
4. Mengukur TTV P: Lanjutkan intervensi
5. Kolaborasi dalam pemberian obat

23
24

Daftar Pustaka

Arif mansjoer, dkk. 2010. Kapita selekta kedokteran. Penerbit      media aesculapius.         
Jakarta : FKUI

Donna l.wong, dkk. 2009 .buku ajar leperawatan pediatrik ed 6. Jakarta : EGC

Herdman t. Heather. 2010. Diagnosis keperawatan. Jakarta : EGC

Wong, dona l. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai