Anda di halaman 1dari 8

ABOUT

FARNIDA MALAHAYATI
This blog is containing about all myduties of management

Ilmu Alamiah Dasar Penegakan Hukum Terhadap Cyberporn (Pornografi Dalam Dunia Maya)
KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur dan terima kasih kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya juga memberikan kesehatan, pikiran serta ketabahan di dalam meyusun tugas makalah ilmu budaya dasar ini. Di dalam menyusun makalah ilmu budaya dasar ini, kami sering mengalami kesulitan, namun berkat bantuan dan dukungan dari semua pihak, segala kesullitan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, kami juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah rapat ini baik bantuan yang berupa dorongan, semangat, maupun bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Ibu Dra. Wiwik Sri Utami, M.P. selaku Dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar 2. Teman-teman Mahasiswa yang telah memberikan masukan dalam pengerjaan makalah ilmu budaya dasar ini. 3. Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian penyusunan makalah ilmu budaya dasar ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah rapat ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, demi tercapainya kesempurnaan pada makalah ini. Serta kami berharap semoga dengan terselesaikannya makalah ini dapat memberikan manfaat. Surabaya, 04 Oktober 2011 Penyusun DAFTAR ISI Kata Pengantar 1 Daftar Isi 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 3
October 13, 2012 Filed under: Uncategorized FarnidaMalahayati @ 3:22 am

B. Rumusan Masalah3 C. Tujuan Penulisan..4 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Internet.. 5 B. Asal-Usul Cyberporn.. 6 BAB III METODOLOGI PENULISAN A. Alat Pengumpulan Data.. 7 B. Teknik Pengumpulan Data.. 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Penegakan Hukum Terhadap Cyberporn (pornografi dunia maya) di Indonesia. 8 2. Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn (pornografi dunia maya) .. 10 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..12 B. Saran.12 DAFTAR PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Internet merupakan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menjanjikan menembus batas-batas antar negara dan mempercepat penyebaran dan pertukaran ilmu dan gagasan di kalangan ilmuwan dan cendekiawan di seluruh dunia. Internet membawa kita kepada ruang atau dunia baru yang tercipta yang dinamakan Cyberspace. Dunia baru ini banyak memberikan kemudahankemudahan bagi perkembangan peradaban manusia, di mana penghuninya dapat berhubungan dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Banyak orang memanfaatkan teknologi ini untuk kepentingan-kepentingan bisnis publik (e-commerce), bahkan pemanfaatannya sudah mencapai kebutuhan privat dan menimbulkan ketergantungan teknologi tersendiri bagi pemakainya.Cyberspace dapat mempermudah kehidupan manusia, yaitu dengan fasilitas kemudahan dalam penggunaan internet. Cukup dengan mengetik serangkaian kata melalui search engine (keyword) yang diinginkan, maka akan diperoleh dengan mudah data dan informasi yang disajikan oleh berbagai macam situs. Namun kenyataan ini membawa dampak yang lebih jauh dan serius, karena akan semakin marak bermunculan modus-modus baru dalam bertransaksi dan berkomunikasi. Salah satunya adalah cyberporn (pornografi dunia maya) pornografi di internet tidak dapat dihindari karena arus informasi dan komunikasi yang semakin canggih. Hal ini disebabkan sex merupakan suatu komoditi yang dapat membawa profit cukup besar dalam bisnis, terlebih melalui jasa e-commerce. Pornografi yang merambah sampai ke dunia maya dapat dengan mudah diakses oleh siapapun, tanpa batasan usia, kelamin, tingkat pendidikan, maupun stratifikasi sosial.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah penegakan hukum terhadap cyberporn (pornografi dunia maya) di Indonesia? 2. Bagaimana peran masyarakat dan pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan cyberporn (pornografi dunia maya)? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui dan menganalisis penegakan hukum terhadap cyberporn (pornografi dunia maya). 2. Untuk menganalisis peran serta masyarakat dan pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan cyberporn (pornografi dunia maya). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Internet Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses Internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Internet juga semakin banyak digunakan di tempat umum. Beberapa tempat umum yang menyediakan layanan Internet termasuk perpustakaan, mall, sekolah, universitas, dan lain-lain. Internet bermanfaat bagi manusia dalam segala aspek kehidupan, dengan adanya internet apapun dapat kita lakukan baik positif maupun negatif. Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya di seluruh dunia. Internet juga bermanfaat sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, perekonomian, kebudayaan dan lain-lain. Sedangkan dampak negatif dari pemanfaatan internet bisa berupa cybercrime (kejahatan yang di lakukan seseorang dengan sarana internet di dunia maya yang bersifat illegal), Hacking (usaha memasuki sebuah jaringan dengan maksud mengeksplorasi atupun mencari kelemahan system jaringan), Cracking (usaha memasuki secara illegal sebuah jaringan dengan maksud mencuri, mengubah atau menghancurkan file yang di simpan padap jaringan tersebut), Cyberporn (pornografi dalam dunia maya), Violence And Gore (kekejaman dan kesadisan, juga menampilkan hal-hal yang bersifat tabuh), Penipuan, Carding (mendeteksi adanya transaksi yang menggunakan kartu kredit on-line dan mencatat kode kartu yang digunakan), perjudian dan mengurangi sifat sosial manusia (cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung). B. Asal-Usul Cyberporn Secara etimologi, pornografi berasal dari dua suku kata, yaitu pornos dan grafi. Pornos, artinya suatu perbuatan yang asusila (dalam hal yang berhubungan

dengan seksual), atau perbuatan yang bersifat tidak senonoh atau cabul. Grafi adalah gambar atau tulisan, yang dalam arti luas yang isi atau artinya menunjukkan atau menggambarkan sesuatu yang bersifat asusila atau menyerang rasa kesusilaan di masyarakat. Perkembangan teknologi telah memberikan ruang dan peluang bagi penyebaran pornografi, komputer bisa berfungsi menggandakan file-file bermuatan pornografi ke dalam VCD, kemudian dijual atau disewakan kepada orang yang berminat. Internet adalah salah satu sarana/media yang sering digunakan untuk melakukan transaksi dagang, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi, penyebaran berita dan informasi, di sisi lain dimanfaatkan pula untuk menyebarluaskan pornografi dalam bentuk informasi elektronik berupa gambar, foto, gambar bergerak (video), dan bentuk lainnya. Jaringan komunikasi global interaktif melalui fasilitas internet relay chat (chattiny) dapat digunakan untuk menyebarluaskan informasi tentang cerita ataupun gambar pornografi (baik untuk sisi gelap maupun sisi terang dari pornografi) atau disebut juga cybersex. Cyberspace sendiri adalah ruang psikologis, ruang psikologis itu ternyata membuka peluang bagi para penjahat, tak terkecuali para penyaji dan para netter yang bertukar koleksi gambar atau tulisan yang bersifat porno. Tidaklah dipungkiri bahwa para pengguna internet saat ini kebanyakan adalah kaum muda, sehingga kehadiran cyberporn merupakan hiburan tersendiri, apalagi gambar-gambar yang disajikan adalah gambar orang-orang yang telah dikenal di masyarakat. BAB III Metodologi Penulisan A. Alat Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode deskriptif, suatu metode yang dapat memberikan gambaran suatu fenomena atau gejala dari suatu keadaan tertentu baik yang berupa keadaan sosial, sikap, pendapat, maupun cara yang meliputi berbagai aspek. Dengan metode deskriptif ini juga bisa diketahui perbedaan-perbedaan dan dapat menemukan sebab-sebab dari suatu akibat. B. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan makalah ini, untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, kami mempergunakan metode studi pustaka. Metode pustaka atau literatur ini dilakukan dengan cara mendapatkan data atau informasi tertulis yang bersumber dari berbagai artikel di internet (untuk mendapatkan data tentang pornografi yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran deskriptif mengenai cyberporn dan cara penanggulangannya) dan buku-buku yang menurut kami dapat mendukung penulisan makalah ini. BAB IV Hasil dan Pembahasan 1. Penegakan Hukum Terhadap Cyberporn (pornografi dunia maya) di Indonesia Gambar, foto, gambar bergerak (video), dan bentuk lainnya kini sudah beredar luas, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Di dunia nyata sudah banyak

beredar melalui kepingan CD/DVD yang harganya bisa puluhan ribu rupiah. Begitu juga dengan dunia maya, penyebarannya pun cepat dan mudah. Konsumennya bisa mengaksesnya di warnet, Laptop dan komputer yang terhubung internet atau bahkan cukup dengan HP saja. Dunia maya adalah dunia tanpa batas yang melewati lintas negara. Sekali anda memasukkan data ke internet, maka berbagai mesin pencari, seperti Google akan langsung menyimpannya dan akan dapat diakses dimana pun, kapanpun dan oleh siapa pun. Teknologi warung internet dimungkinkan untuk masuk ke desa-desa terpencil, pegunungan, maupun di pantai asal ada infrastruktur telekomunikasi meskipun mungkin tidak sebaik di perkotaan. Ini berarti teknologi informasi melalui internet telah merambah dan masuk ke daerah-daerah tanpa mampu dihindari. Di satu sisi, bermanfaat membuka cakrawala ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat di daerah. Selain menjadi ujung tombak dalam rangka pemberdayaan teknologi informasi dan telematika, warung internet juga merupakan ujung tombak bagi para penikmat situs-situs porno. Dalam KUHP, pornografi merupakan kejahatan yang termasuk golongan tindak pidana melanggar kesusilaan yang termuat dalam Pasal 282-283. Perbuatanperbuatan yang tercantum dalam Pasal 282 KUHP baik yang terdapat dalam ayat (1), (2) maupun (3) dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: a. menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan dengan terang-terangan tulisan dan sebagainya; b. membuat, membawa masuk, mengirimkan langsung, membawa keluar atau menyediakan tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertontonkan atau ditempelkan dengan terang-terangan; c. dengan terang-terangan atau dengan menyiarkan suatu tulisan menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh di dapat. Di luar KUHP, negara telah memiliki peraturan perundang-undangan yang memuat larangan penyebaran pornografi, diantaranya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut masih dianggap kurang memadai dan belum mampu memenuhi kebutuhan penegakan hukum untuk memberantas pornografi secara efektif. Oleh karena itu, sejak tahun 2006 telah bergulir pembahasan Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, RUU APP berganti menjadi RUU Pornografi dan pada tanggal 30 Oktober 2008, DPR RI mengesahkan UU Pornografi melalui Sidang Paripurna dengan nama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pornografi. Selanjutnya, untuk mencegah dan memberantas penyebaran pornografi lewat komputer dan internet, Indonesia telah memiliki peraturan perundangundangan yang memuat larangan penyebaran pornografi dalam bentuk informasi elektronik yakni UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada pasal 27 ayat (1) dinyatakan bahwa : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Sanksi pidana akan dikenakan bagi setiap orang yang melakukan perbuatan seperti dinyatakan dalam pasal 27 ayat 1, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45 ayat (1), bahwa : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dengan berlakunya UU Pornografi, UU ITE dan peraturan perundanganundangan yang memuat larangan pornografi tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU Pornografi. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 44 UU Pornografi. Bagi orang yang memiliki website yang menyajikan cerita porno, foto bugil, film porno, dan berbagai informasi bermuatan pornografi akan dijerat dengan pasal 4 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Selain itu, juga telah ada Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 menetapkan Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika (ICT). di Indonesia yang tertuang dalam INPRES No. 6 Tahun 2001. Di samping itu adalah kesulitan dari aparat keamanan untuk melacak jejak keberadaan pemilik situs atau website yang menawarkan gambar atau tulisan porno, diperlukan keahlian dan kemampuan berselancar di dunia maya untuk mengikuti modus cyberporn yang terus menerus berubah seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telematika yang ada. 2. Peran Masyarakat dan Pemerintah dalam Pencegahan dan Penanggulangan Cyberporn (pornografi dunia maya) Pada awal-awal bulan di tahun 2010 Presiden SBY mencanangkan adanya koneksi IT ke seluruh pelosok tanah air (kota kecamatan) yang ditarget selesai pada tahun 2010, artinya hingga tahun 2010 semua kecamatan dan desa di seluruh wilayah tanah air sudah terkoneksi dengan internet dan komunikasi digital (seluler). Kemudahan membuka warung internet menyebabkan orang berlomba-lomba menekuni usaha ini. Keuntungan yang ditawarkan dari bisnis warung internet memang menjanjikan karena dengan membuka beberapa line saja, sudah dapat dihitung berapa keuntungan yang akan masuk. Mereka yang melihat peluang bisnis di bidang warung internet ini kebanyakan adalah orangorang kota atau mereka yang berada di perkotaan. Konsumen terbanyak dari pengguna warnet adalah mahasiswa, siswa SMP, SMU/SMK, pegawai/karyawan dan masyarakat umum. Bahkan sekarang siswa SD pun juga telah banyak yang mengakses internet untuk keperluan tugas

belajarnya, apalagi Pemerintah melalui Mendiknas kini telah menerbitkan buku gratis di internet yang disebut BSE (Buku Sekolah Elektronik). Kebanyakan dari mereka menggunakan internet untuk chatting, membaca email, facebook, melihat gambar porno, dan sedikit yang memanfaatkannya untuk penelitian. Sedemikian mudahnya untuk mengakses situs porno sehingga bagi warnet ini merupakan daya tarik tersendiri, tetapi bagi masyarakat yang masih memegang nilai-nilai ketimuran dan religius tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan. Bagi para pemilik personal computer yang terhubung ke internet (dan juga para warnet yang mampu untuk itu) ada beberapa software yang dapat digunakan untuk menyaring situs-situs mana yang tidak boleh dibuka oleh mereka yang belum cukup umur. Software yang dimaksud bernama W-Blokcer. Selain software tersebut masih ada software lain yang juga bisa digunakan yaitu Surf Watch, NetNanny dan Cyberpatrol. Masyarakat berkeinginan agar pornografi di internet dapat ditekan sehingga dampak buruk yang muncul tidak akan membahayakan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Hal ini menjadi tugas bersama antara anggota masyarakat, pengakses, orang tua, pengusaha atau pemilik warnet dan aparat penegak hukum. Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki kewajiban melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dengan cara melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran dan penyaringan/ pemfilteran data dan informasi melalui internet. Pemerintah daerah berwenang mengembangkan edukasi dengan mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah tentang bahaya dan dampak pornografi. Di sisi lain, peran serta masyarakat diharapkan dapat ikut berperan serta untuk mencegah penyebarluasan pornografi dengan melaporkan pelanggaran, melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak negatif pornografi dan upaya pencegahannya. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Internet merupakan salah satu perkembangan teknologi informasi yang membawa dampak postif berupa fasilitas yang memudahkan seseorang untuk menjelajahi dunia dengan sekali klik. Namun internet juga membawa dampak negatif terhadap nilai-nilai kemasyarakatan dan keagamaan, karena adanya kesalahan penggunaan oleh oknum-oknum yang melakukan kejahatan di dunia maya, salah satunya yaitu cyberporn (pornografi dunia maya). 2. Penegakan hukum cyberporn dilakukan dengan dua kebijakan, yaitu ada Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE). 3. Untuk mencapai tujuan bersama berupa keinginan untuk memberantas pornografi, maka harus ada kompromi di antara masyarakat, pengakses internet, orang tua, pengusaha atau pemilik warnet dan aparat penegak hukum. B. Saran 1. Masyarakat sebagai pengguna harus pandai-pandai dalam mengakses

internet, jangan sampai situs-situs porno yang banyak bertebaran di internet dapat merusak moral anak dan keluarga. 2. Karena adanya kesulitan dari aparat keamanan untuk melacak jejak keberadaan pemilik situs atau website yang menawarkan gambar atau tulisan porno, Pemerintah perlu menambah tenaga ahli dan pakar telematika dalam rangka mengikuti modus cyberporn yang terus menerus berubah seiring dengan perkembangan teknologi informasi. 3. Perlu digalakkan lagi program edukasi tentang bahaya dan dampak pornografi dalam penyuluhan di sekolah-sekolah dan kegiatan seminar. Daftar Pustaka http://www.cybersoc.com/Cyberorgasm.html. http://riky-perdana.blogspot.com/2009/01/pornografi-di-indonesiasemakin.html Waisan, Ronny, 2009, Aturan Tindak Pidana dalam UU Pornografi dan UU ITE tentang Informasi Elektronik bermuatan Pornografi http://saepudinonline.wordpress.com/2010/11/12/fenomena-cyberporndalam-perspektif-sosiologi-hukum/.html Budi Agus Riswandi, 2003, Hukum Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, Hlm 58. Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika, Rajagrafindo Perkasa, Jakarta, Hlm. 31 http://herywelar.wordpress.com/2009/11/14/cyberporn/.html

Anda mungkin juga menyukai