Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Kabupaten Lamongan terletak di belahan pantai utara provinsi Jawa Timur

yang memiliki keunggulan dalam bidang perikanan dan kelautan. Lamongan memiliki 27 desa pesisir yang tersebar di pantai utara Lamongan, yaitu di kecamatan Paciran dan Brondong. Panjang pantai utara Lamongan adalah 47 Km dengan jumlah nelayan 22.730 orang, yang dibagi dalam dua golongan yaitu nelayan buruh 18.4SS orang dan nelayan juragan atau pemilik 4.275 orang. Jumlah armada tangkap 5.345 buah dan 8.306 buah alat tangkap. Di Lamongan terdapat 5 (lima) pusat pendaratan ikan (PPI), yaitu : Lohgung, Labuhan, Brondong/Blimbing, Kranji dan Weru. Sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimiliki kabupaten Lamongan sangat beragam baik jenis maupun potensinya dan ada yang dapat dipe rbarui dan tidak dapat diperbarui. Disamping dikembangkan untuk kegiatan bidang perikanan dan kelautan juga dimanfaatkan untuk wisata bahari Lamongan, Lamongan integrated shorebase dan pelabuhan ASDP. Potensi perikanan tangkap di kabupaten Lamongan cukup tinggi dibandingkan dengan potensi perikanan budidaya. Produksi perikanan tangkap ini mencapai 42.161 ton pada tahun 2004 dan 40.053 ton pada tahun 2005. Kontribusi usaha penangkapan ikan di laut pada tahun 2006 mencapai 44,17% dengan volume sebesar 37.937 ton. Penurunan produksi ini disebabkan karena adanya kondisi over fishing, biaya operasional meningkat khususnya BBM. Untuk menjaga sumberdaya kelautan, pengawasan sumberdaya kelautan ditujukan untuk lebih meningkatkan kemampuan pos keamanan laut terpadu (Poskamladu) pada luasan caku pan penanganan yang efektif dalam penegakan hukum dan upaya pencegahan konflik nelayan serta sebagai pusat penanganan publik untuk nelayan di bidang hukum. Budidaya air payau tersebar di pesisir pantai utara di wilayah kecamatan Brondong dan Paciran dengan produksi udang 676,30 ton, ikan

bandeng 1.639,90 ton dan ikan kerapu 42,60 ton dengan nilai sekitar Rp.38,427 milyard. Sebagai salah satu daerah yang potensial dalam bidang perikanan laut maka sudah sewajarnyalah pemerintah kabupaten Lamongan mengeluarkan dan

menetapkan kebijakan khusus dalam bidang perikanan laut sebagai pelaksanaan lebih lanjut terhadap undang-undang tentang pemerintahan daerah terutama berkaitan dengan berbagai peluang baru untuk menyempurnakan sistem pengelolaan perikanan. Kebijakan pembangunan perikanan meliputi : 1. pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan 2. pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan 3. peningkatan penyediaan bahan pangan sumber protein hewani dan bahan baku industri di dalam negeri dan ekspor 4. penciptaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang produktif 5. peningkatan kualitas sumberdaya manusia 6. penciptaan iklim yang kondusif bagi peran masyarakat serta dunia usaha 7. pemulihan dan perlindungan potensi sumberdaya perikanan dan

lingkungannya. (Anggoro, 2005).

1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya perikanan laut di Lamongan Jawa Timur. Kebijakan pengelolaan tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas sumber daya alam dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam agar tetap lestari sesuai dengan standar MSY yang di dapat dari data-data permodelan daerah tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil Potensi Kabupaten Lamongan Jawa Timur Kabupaten Lamongan memiliki sumberdaya perikanan yang cukup besar, khususnya perikanan budidaya tambak dan perikanan tangkap (laut). Wilayah ini sangat strategis termasuk sentra produksi perikanan di Jawa Timur. Produksi hasil perikanan di Kabupaten Lamongan sebagian besar mempakan hasil budidaya tambak dengan komoditi udang dan bandeng, juga perikanan tangkap dengan komoditi terbanyak adalah ikan layang, kuningan, tembang, tongkol, dan tengiri,. Penentuan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk berbagai kegiatan seperti tambak, budidaya laut, industri, dan lain-lain selain didasarkan pada kepentingan Pemerintah, juga mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat sebagai pengguna sumberdaya. Oleh karena itu potensi sumberdaya perikanan ini perlu dilakukan pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan dengan sebuah kegiatan pemetaan wilayah pesisir dan laut sebagai langkah awalnya.

2.2 Kondisi dan Potensi Perikanan Laut Lamongan Jawa timur Usaha penangkapan ikan laut di Kabupaten Lamongan terpusat di perairan Laut Jawa pada wilayah Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran yang memiliki 5 (lima) Tempat Pendaratan Ikan (TPI), yaitu mulai dari arah timur ke barat (Weru, Kranji, Brondong, Labuhan dan Lohgung). Dilihat dari produksinya paling tinggi adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong yang mencapai kurang lebih 100 ton/hari, dibandingkan dengan keempat pangkalan pendaratan ikan yang lain yaitu Weru, Kranji, Labuhan dan Lohgung yang hanya mencapai 10 ton/hari.

2.2.1 Jenis Alat Tangkap dan Tipe Perahu dalam Penangkapan di Kabupaten Lamongan Berdasarkan hasil survei diketahui jenis alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Lamongan yaitu purse seine, payang, gillnet, tramel net, pancing prawe dan lainnya. Alat tangkap yang dominan adalah alat tangkap payang karena pengoperasiannya sesual dengan kondisi di perairan laut utara Jawa, namun jika dilihat dari nilai produktivitas yang tertinggi adalah alat tangkap purse seine. Namun alat tangkap yang mengalami peningkatan cukup tajam yaitu alat tangkap payang. Tipe ukuran kapal di wilayah Kecamatan Brondang dan Paciran rata-rata memiliki kesamaan dan alat tangkap yang digunakan juga mempunyai kesamaan. Tipe kapal yang ada rata-rata adalah tipe perahu ijo-ijo dengan bentuk dasar U. Selain perahu ijo-ijo, tipe yang lain adalah tipe purse seine. Disamping perahu ada juga sebagian kecil yang sudah menggunakan kapal motor dengan tipe skoci. Jumlah fishing base yang terdapat di Kabupaten Lamongan ada 16 buah lokasi, di Kecamatan Paciran ada 12 (dua belas) yaitu : di Desa Weru Lor, Sidokumpul, Weru, Paloh, Sidokelar, Kemantren, Banjarwati, Kranji, Tunggul, Paciran, Kandang Semangkon, dan Blimbing. Sedangkan di Kecamatan Brondong ada 4 (empat) yaitu : Brondong, Sedayu Lawas, Labuhan, dan Lohgung. Dari fishing base tersebut terdapat 5 (lima) fishing base yang juga merupakan pangkalan pendaratan ikan atau tempat pelelangan ikan, yaitu : Lohgung, Labuhan, Brondong, Kranji dan Weru.

2.2.2 Fishing Ground (Daerah Penangkapan) Kabupaten Lamongan Jawa Timur Pada dasamya sumberdaya perikanan kususnnya perikanan tangkap bersifat common property dan open acces, sehingga nelayan dapat menangkap di daerah manapun. Namun setelah adanya otonomi daerah, maka daerah penangkapan semakin sempit. Nelayan antar daerah saling tidak memperbolehkan melakukan operasi penangkapan di wilayah 4 mil pada masing-masing daerahnya. Adanya pelanggaranpelanggaran yang terjadi diantara kedua kelompok nelayan tersebut seringkali

memicu terjadinya konflik sosial. Padahal model pengkaflingan laut seperti hal diatas, bukan sebuali pilihan ideal sebagai altematif penterjemahan dan aturan yang ada pada Undang-Undang Otonomi Daerah Secara umum nelayan berpendapat bahwa mereka berhak menangkap kemana saja dan memberikan kebebasan pada nelayan lainnya yang menangkap di daerahnya selama mereka mentaati peraturan yang ada termasuk di dalamnya alat yang digunakan haruslah sama karena bagi nelayan, laut adalah milik bersama. Pada kenyataannya daerah operasi penangkapan nelayan Kabupaten Lemongan hanya berkisar pada wilayah kurang dari 4 mil, kecuali beberapa alat tangkap seperti purse seine, payang dan pancing prawe.

2.2.3 Terumbu karang dan Padang Lamun di Kabupaten Lamongan a) Vegetasi mangrove Vegetasi mangrove yang merupakan salah satu unsur kawasan lindung mempunyai peranan yang cukup penting pada kawasan pertambakan. Karena hutan mangrove disamping berfungsi sebagai daerah penyangga (filter terhadap mikroorganisme penyebab penyakit pada udang atau ikan yang dibawa oleh melalui air, perangkap sedimen dan penyerap bahan pencemar), juga merupakan daerah asuhan {nursery ground) bagi anak ikan dan udang. Hutan mangrove banyak tumbuh di pantai, terutama pada tebing kiri kanan sungai dan sepanjang pantai. Hasil pengamatan terhadap hutan mangrove di daerah Kabupaten Lamongan menunjukkan adanya perubahan yang sangat memprihatinkan karena adanya penebangan hutan mangrove untuk pembukaan lahan tambak baru di kawasan hutan mangrove, di lokasi Desa Labuhan. Upaya reboisasi juga belum diikuti oleh masyarakat secara mandiri untuk menjaga kelestarian mangrove. Total luas sebaran mangrove di Kabupaten Lamongan adalah 22,2 ha. Adapun Jenis vegetasi mangrove yang dominan tumbuh di wilayah pesisir Kabupaten Lamongan adalah: Avicenia sp; Rhizophora sp; dan Bruguiera sp.

b)

Terumbu karang Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam,

disamping menunjang produksi perikanan, Secara alami keberadaan terumbu karang dapat melindungi pantai dari baliaya abrasi. Demikian pula break water alami ini juga berfungsi untuk melindungi back reef dari gelombang besar. Produktifitas perikanan di ekosistem terumbu karang atau di perairan terumbu karang sangat tinggi, sehingga memungkinkan perairan ini merupakan tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), mencari makan (feeding ground) dari kebanyakan ikan. Pengamatan yang dilakukan di perairan utara Kabupaten Lamongan terdapat terumbu karang di 3 (tiga) lokasi yaitu : Desa Tunggul, Desa Kemantren, dan Kandang Semangkon, dengan luas total kurang lebih 11,5 km2. Penanaman terumbu karang buatan pada tiga lokasi tersebut tidak menunjukkan pertumbuhan, dalam tiga tahun terakhir yang tumbuh hanya tritip dan lumut. Oleh karenanya terumbu karang yang ada hams benar-benar dilindungi keberadaanya. c) Padang Lamun Lamun (seagras) adalah tumbuhan berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup di bawah permukaan air laut. Lamun hidup di perairan dangkal agak berpasir, soring juga dijumpai di ekosistem terumbu karang. Sama halnya dengan rerumputan di daratan, lamun juga membentuk padang yang luas dan lebat di dasar laut yang masih terjangkau oleh cahaya matahari dengan tingkat energi cahaya yang memadai bagi pertumbuhannya. Padang lamun soring terdapat di porairan laut antara hutan mangrove dan terumbu karang. Hasil pengamatan lapang menunjukkan keadaan lamun masih cukup baik dan berada di depan sekitar terumbu karang pada tiga lokasi yang tersebut.

2.3 Musim Penangkapan dan Jenis Hasil Tangkapan Keimunculan ikan diperairan diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun, tetapi saat yang pasti mengenai kemunculan tersebut masih belum diketahui dengan tepat.Apabila dikaitkan hubungan antara musim penangkapan dengan daerah Fishing

Ground, maka hal ini belum dapat diketahui dengan pasti. Namun adanya suatu kemungkinan yaitu ada pola migrasi ikan di Laut Jawa sepanjang tahun. Hal ini dikarenakan karakteristik hidroklimatologi Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh adanya dua angin musim, yaitu angin musim barat dan angin musim timur, dimana kedua angin musim tersebut menyebabkan timbulnya perubalian yang sangat nyata pada pola arah dan kecepatan arus, salinitas serta produktivitas primer dari perairan Laut Jawa. Produksi hasil tangkapan perikanan di wilayah Kabupaten Lamongan, Laut utara Jawa Timur sebagai berikut : 1. Produksi ikan permukaan didominasi oleh jenis ikan layang, yaitu mencapai 24,48 %, produksi ikan dasar di dominasi oleh ikan Kuningan sebesar 20,55 %, produksi ikan karang di dominasi oleh ikan bambangan sebesar 3,52%, produksi cumi-cumi sangat rendah yaitu: sebesar 0,74%, begitu pula untuk produksi udang yang mencapai 0,28%. 2. Komposisi produksi ikan-ikan permukaan (pelagis) mencapai 51,14% yang tidak jauh beda dengan produksi ikan dasar (demersal), sehingga aktifitas dan lapangan kerja usaha perikanan pelagis dan demersal di perairan Laut Jawa keduanya memegang peranan penting terhadap perolehan produksi ikan, lapangan kerja dan pendapatan nelayan. 3. Berdasarkan tingkat harga yang diperoleh dari perbandingan komposisi nilai ikan dengan berat ikan maka diperoleh urutan dari jenis ikan termahal sampai termurah, yaitu udang = 7,04; ikan karang konsumsi = 3,84; cumi-cumi = 2,35; ikan pelagis = 1,16; ikan demersal = 0,48. Namun tidak menutup kemungkinan dari tingkat harga yang terendah salah satu jenis Ikan mempimyai harga yang tinggi. 4. Dengan tersedianya bahan baku industri, dari jenis ikan yang cukup, sekalipun relative bervariasi, maka perikanan laut di wilayah Kabupaten Lamongan, Laut Utara Jawa Timur menunjukkan tipe perikanan multi spesies yang sebenamya. Kegiatan usaha pengolahan ikan skala industri belum berkembang, namun lapangan kerja pengolahan ikan skala kecil cukup berkembang.

BAB III MANAJEMEN PENGELOLAAN

3.1 Status Kondisi Sumberdaya Perikanan Laut Lamongan Jawa Timur Kabupaten Lamongan terletak di belahan pantai utara provinsi Jawa Timur yang memiliki keunggulan dalam bidang perikanan dan kelautan. Lamongan memiliki 27 desa pesisir yang tersebar di pantai utara Lamongan, yaitu di kecamatan Paciran dan Brondong. Panjang pantai utara Lamongan adalah 47 Km dengan jumlah nelayan 22.730 orang, yang dibagi dalam dua golongan yaitu nelayan buruh 18.4SS orang dan nelayan juragan atau pemilik 4.275 orang. Jumlah armada tangkap 5.345 buah dan 8.306 buah alat tangkap. Penangkapan ikan laut di Kabupaten Lamongan terpusat di perairan Laut Jawa pada wilayah Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran yang memiliki 5 (lima) Tempat Pendaratan Ikan (TPI), yaitu mulai dari arah timur ke barat (Weru, Kranji, Brondong, Labuhan dan Lohgung). Dilihat dari produksinya paling tinggi adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong yang mencapai kurang lebih 100 ton/hari, dibandingkan dengan keempat pangkalan pendaratan ikan yang lain yaitu Weru, Kranji, Labuhan dan Lohgung yang hanya mencapai 10 ton/hari. Berdasarkan data produksi dan trip alat tangkap dari data Laporan Tahunan Dinas Perikanan, Kelautan dan Petemakan Kabupaten Lamongan yang dianalisa menggunakan pendekatan model Schaefer dan Fox, hasil perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut: a. Analisa model Schaefer Jumlah effort optimum yang mempertahankan stok ikan pada kondisi keseimbangan (MSY : Maximum Sustainable Yield) adalah 17.452 trip/tahun atau setara dengan 727 unit/tahun standarisasi alat tangkap purse seine. Jumlah hasil tangkap maksimum yang mempertahankan stok biomas pada kondisi keseimbangan adalah 38.590 ton/tahun dengan hasil tangkap per unit usaha (CPUE : Catch per Unit

Effort } adalah 2,211 ton/unit/tahun. Berdasarkan pendekatan model Schaefer, maka dapat dikatakan bahwa stok biomass perairan utara Kabupaten Lamongan mengalami over fishing pada tahun 2002.

b. Analisa model Fox Jumlah effort optimum yang mempertahankan stok ikan pada kondisi keseimbangan (MSY) adalah 21.048 trip/tahun atau 887 unit/ tahun standarisasi alat tangkap purse seine. Jumlah hasil tangkap maksimum yang mempertahankan stok biomass pada kondisi keseimbangan adalah 39.152 ton/tahun dengan hasil tangkap per unit usaha (CPUE) adalah 1,860 ton/unit/tahun. Berdasarkan pendekatan model Fox, maka dapat dikatakan baliwa stok total biomas perairan utara Kabupaten Lamongan berada di titik kritis pada kondisi keseimbangan. Berdasarkan kedua analisa tersebut di atas, maka diketahui bahwa pendekatan Schaefer dan Fox memberikan hasil yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan kondisi perairan yang over fishing maka apabila ada penambahan alat tangkap (effort) lebih lanjut dalam jangka panjang akan mengakibatkan tidak hanya over fishing, tetapi bahkan menyebabkan hilangnya potensi sumberdaya ikan. Sehingga paling tidak jumlah alat tangkap atau effort harus dipertahankan seperti sekarang atau bahkan diturunkan untuk sementara waktu agar stok biomass mampu melakukan pemulihan (recovery).

3.2 Permasalahan Sumberdaya Perikanan Lamongan Salah satu penyebab adanya penggantian undang-undang no. 22 tahun. 1999 yang digantikan dengan undang-undang no. 32 tahun. 2004 tentang pemerintahan daerah, adalah bahwa undang-undang no. 22 tahun 1999 sudah memunculkan berbagai persoalan pelik terutama yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya laut. Kenyataan ini tentu saja sangat disayangkan, karena pada awalnya undang-undang tersebut diharapkan dapat berperan menciptakan solusi bagi masalah dunia perikanan,

yang tengah menghadapi masa sulit terkait dengan menipisnya stok ikan (over fishing) di berbagai wilayah penangkapan. Disamping itu undang -undang tersebut diharapkan juga dapat memfasilitasi munculnya sebuah perbaikan terhadap sistem pengelolaan yang berlaku. Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah. Pemberian otonomi dititikberatkan pada kabupaten dan kota dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan otonomi lebih dapat mengakomodasikan dan mewuju dkan cita-cita masyarakat makmur dan sejahtera melalui pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh daerah dan agar dapat dinikmati oleh semua lapisan warga masyarakat (Djumari, 2005). Ma'ruf dan Agus (2005) mengatakan bahwa mengacu pada UUD 1945 pasal 33, pemerintahan pada masa orde baru menetapkan kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan secara terpusat. Dalam konteks kebijaksanaan sentralistik tersebut, pendekatan operasional yang dipilih adalah doktrin "milik bersama" (common property), dimana setiap individu (kelompok) berkesempatan mendapatkan akses yang sama (open access) untuk melaksanakan kegiatan eksploi tasi di setiap titik bagian wilayah perairan Indonesia. Kelemahan dari sistem ini adalah bahwa para pemilik modal (pada umumnya bukan orang daerah) bersaing melakukan eksploitasi sumberdaya, termasuk melakukan ekspansi ke daerah -daerah. Untuk itu maka dikeluarkan undang-undang no. 22 tahun 1999 tersebut. Akan tetapi kenyataannya undang -undang ini memunculkan persoalan baru yang komplek, antara lain beberapa pasal UU 22/1999 telah mendorong kompetisi antar daerah, yang tidak seharusnya terjadi pada pemanfaatan sumberdaya perikanan. Pembagian kewenangan

pengelolaan wilayah perairan laut yang semula "dimiliki bersama" seakan diperbolehkan untuk dikapling kapling oleh daerah.

Terkait dengan implikasi negatif tersebut, maka diperbarui dengan undangundang no. 32 tahun 2004 yang diharapkan memberikan harapan baru bagi upaya penyempurnaan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia. Tujuan peletakan kewenangan seperti yang diatur dalam UU no. 22 tahun 1999, adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadi lan, demokratisasi, dan penghormatan terhadap budaya lokal dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Kewenangan ini dilaksanakan secara luas, utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan. Problematika pengelolaan perikanan yang timbul akibat penerapan UU 22/1999, yang sedianya diharapkan dapat memfasilitasi munculnya sebuah perbaikan terhadap sistem pengelolaan yang berlaku pada masa itu. Kemudian UU 32/2004 pada s aat ini dapat dianggap sebagai sebuah harapan baru bagi upaya penyempurnaan sistem pengelolaan perikanan di Indonesia (Ma'ruf & Agus, 2005).

3.3 Kajian

Implementasi

Kebijakan

terhadap

Pengelolaan

Sumberdaya

Perikanan Undang-undang no. 32 tahun 2004 merupakan undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah untuk menggantikan undang-undang no. 22 tahun 1999. Pasal 18 dari undang-undang tersebut mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah dalam berbagai tugas otonomi termasuk pengelolaan sumberdaya di wilayah laut. Hal -hal yang berkaitan dengan kewenangan tersebut antara lain adalah : Ayat 1 : daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut Ayat 2 : daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumberdaya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan dan perundang undangan

Kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut b. pengaturan administra tif c. pengaturan tata ruang d. penegakan hokum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara g. kerjasama dan penyelesalan konflik antar daerah .

Selanjutnya disebutkan bahwa kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan propinsi untuk kabupaten/kota. Apabita wilayah laut antara 2 (dua) propinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud. Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya di wilayah laut di kabupaten Lamongan diatur melalui peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang no. 32 tahun 2004. Beberapa peraturan pelaksanaan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah daerah Lamongan adalah: 1. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 4 tahun 2004 tentang pengerukan dan reklamasi di kabupaten Lamongan. Peraturan ini disahkan tanggal 2 Desember 2004, dengan pertimbangan dalam rangka keselamatan pelayaran dan pelestarian lingkungan di wilayah perairan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pengerukan dan reklamasi di kabupaten Lamongan. Kegiatan pengerukan dan reklamasi boleh dilakukan dalam rangka untuk menunjang

kegiatan kepelabuhan pada daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah kepentingan pelabuhan. Kegiatan ini harus memperhatikan rencana umum tata ruang wilayah (RTRW) daerah, keselamatan pelayaran, kelestarian

lingkungan dan rencana induk pelabuhan. 2. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 8 tahun 2004 tentang retribusi pengukuran, pemberian surat tanda kebangsaan kapal (pas kecil) dan sertifikat kesempurnaan kapal. peraturan ini disahkan pada tanggal 2 Desember 2004 dengan tujuan ditetapkannya adalah untuk kelancaran lalu lintas di perairan laut dan sungai serta guna keselamatan pelayaran, maka perlu adanya pengaturan, pengawasan dan pengendalian terhadap operasional kapal di perairan. Retribusi ini digolongkan sebagai retribusi jasa umum dan tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis dan ukuran kapal, yang dibedakan dalam kelompok kapal dengan konstruksi kayu dan sejenisnya, kapal dengan konstruksi serat fiber dan sejenisnya dan kapal dengan konstruksi besi ferrocement dan sejenisnya. 3. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 7 tabun 2004 tentang retribusi izin usaha perikanan dan kelautan di kabupaten Lamongan. Peraturan ini ditetapkan tanggal 2 Desember 2004, guna mendorong pertumbuhan dan. pengembangan usaha perikanan serta untuk melindungi sumberdaya alam di kabupaten Lamongan, khususnya yang berada di perairan, maka perlu adanya pengaturan mengenai usaha perik anan di kabupaten Lamongan. Izin usaha perikanan dan kelautan meliputi usaha penangkapan ikan di perairan umum, usaha pembudidayaan ikan, usaha pengolahan ikan, usaha eksploitasi kekayaan laut selain ikan, usaha eksplorasi laut, pemasangan rumpon, penanaman atau pemancangan sarana di laut, dan peredaran hasil perikanan. Retribusi izin usaha perikanan dan kelautan termasuk golongan retribusi perijinan tertentu dan cara mengukur tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan klasifikasi, volume dan jenis pemanfaatan usaha yang dilakukan.

Prinsip penetapannya untuk mengganti administrasi, biaya pembinaan, pengendalian dan pengawasan. 4. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 50 tahun 2000 tentang retribusi pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan di kabupaten Lamongan. Peraturan ini disahkan tanggal 18 Desember 2000, mengatur tentang ruang lingkup dan jenis-jenis retribusi daerah provinsi dan kabupaten/kota, selanjutnya penyelenggaraan pelelangan ikan termasuk lingkup retribusi pasar grosir dan atau pertokoan dengan segala aktifitasnya merupakan jenis retribusi kabupaten. Obyek retribusi ini adalah pelayanan penyediaan fasilitas penyelenggaraan lelang ikan oleh pemerintah daerah berupa tempat pelelangan ikan baik yang dibangun oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah provinsi dan/atau pemerintah daerah. Maksud dan tujuan penyelanggaraan pelelangan ikan di tempat pelelangan ikan adalah untuk mendapatkan kepastian pasar dan mengusahakan stabilitas harga pasar bagi nelayan, meningkatkan taraf hidup dan kese jahteraan nelayan, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan koperasi nelayan, meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan nelayan, sebagai sarana pengumpulan data statistik perikanan, dan pusat pembinaan nelayan.

3.4 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lamongan Jawa Timur 3.4.1 Aturan dan Perizinan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Lamongan Jawa Timur Pembuatan renstra perikanan dan kelautan adalah untuk menjabarkan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kabupaten Lamongan beserta visi dan misi daerah dalam bentuk dokumen perencanaan. Dokumen ini merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan di bidang ekonomi di sektor perikanan dan kelautan, yang memberikan arah kebijakan, strategi serta sasaran-sasaran dan program yang ingin dicapai selama 5 tahun ke depan (tahun 2006 -2010).

Kebijakan umum yang harus dicapai dalam pembangunan perikanan dan kelautan meliputi: 1. pengembangan usaha budidaya perikanan dan kelautan 2. pengendalian usaha perikanan dan kelautan 3. peningkatan mutu hasil perikanan dan pembangunan pemasarannya 4. peningkatan kelembagaan perikanan dan kelautan 5. peningkatan infrastruktur perikanan kelautan dan perikanan.

Untuk mencapai tujuan pembangunan perikanan maka visi dari dinas perikanan, kelautan dan peternakan kabupaten Lamongan adalah: terwujudnya peningkatan perekonomian daerah melalui optimalisasi usaha dan pemberdayaan masyarakat di bidang perikanan, kelautan dan peternakan. Misi dalam rangka mewujudkan visi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya laut adalah: mengembangkan dan mendayagunakan sumberdaya perikanan, kelautan da n peternakan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Untuk mencapai misi tersebut maka tujuan RPJM kabupaten Lamongan adalah meningkatkan produksi dan keanekaragaman jenis ikan. Strategi yang diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut adalah meningkatkan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan secara optimal. Salah satu kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten Lamongan RPJM tahun 2006 -2010 pada sektor kelautan adalah peningkatan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan secara optimal. Program kegiatan pengembangan sumberdaya kelautan yang dilaksanakan adalah: 1. pengembangan kawasan budidaya laut dan air payau 2. penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut kewenangan kabupaten 3. pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana kelautan 4. pengendalian dan peningkatan pelayanan perijinan usaha 5. pengawasan eksploitasi sumberdaya pe rikanan dan kelautan 6. fasilitas infrastruktur bahan bakar untuk nelayan

7. pengembangan sistem jaringan informasi kelautan 8. pembinaan pengembangan sumberdaya kelautan 9. peningkatan kualitas armada tangkap (palkah / handling space).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa peraturan daerah sebagai implementasi dari undang-undang no. 32 tahun 2004 khususnya dalam pengelolaan sumber daya perikanan, laut telah ditetapkan dalam kerangka untuk mencapai tujuan pembangunan (RPJM) kabupaten Lamongan. Selain itu berbagai peraturan daerah dimaksud juga menunjukkan seberapa besar dan luas otonomi yang dimiliki sebagi wujud dan bentuk kewenangan kabupaten Lamongan sebagai daerah otonom. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdullah (1988) bahwa implementasi kebijakan public merupakan serangkaian tindak lanjut yang dilakukan oleh l embaga atau badan tertentu yang telah ditunjuk sebagai penyelenggara kebijakan. Demikian juga penetapan rencana strategis (Renstra) bidang perikanan dan kelautan yang telah menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran, strategi serta berbagai program dan kegiatan yang akan dilakukan dalam kurun waktu 2006- 2010 merupakan bentuk implementasi yang lain. Dengan pertimbangan potensi yang ada, sarana dan prasarana yang tersedia serta kemampuan untuk mencapai sasaran menjadi pendorong dalam meningkatkan perikanan dan kelautan sesuai program yang telah ditetapkan. Jika implementasi dimaknai sebagai proses implementasi program/kebijakan, maka akan terlihat rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah kebijakan ditetapkan yaitu pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis maupun operasional yang ditempuh untuk mewujutkan kebijakan menjadi kenyataan (Abdullah, 1988), maka implementasi dari undang-undang tentang pemerintahan daerah khususnya dalam hal pengelolaan sumber daya perikanan laut terlihat dalam berbagai peraturan dan ketentuan yang dibuat.

Implementasi Kebijakan Pengelolaan Perikanan Laut No Undang-Undang No. 32/2004 1 Eksplorasi, eksploitasi, konversi dan pengelolaan kekayaan laut Peraturan Kabupaten Perda 4/2004 tentang pengerukan dan reklamasi pantai di Kabupaten Lamongan 2 Pengaturan administratif Perda 7/2004 tentang retribusi usaha perikanan dan kelautan 3 Pengaturan tata ruang Perda 55/2000 tentang kawasan lindung Penataan dan pengelolaan perairan di wilayah laut Pengendalian dan peningkatan pelayanan perijinan usaha 4 Penegakan hukum Perda 8/2004 tentang retribusi pengukuran, pemberian pas kecil kapal 5 Pemeliharaan keamanan laut Pengawasan eksploitasi sumberdaya perikanan dan kelautan 6 Kerjasama dan konflik antar daerah Fasilitas infrastruktur bahan bakar untuk nelayan Pengembangan system jaringan informasi kelautan Pembinaan pengembangan Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana kelautan Program dalam Renstra Pengembangan kawasan budidaya laut dan air payau

sumberdaya kelautan Peningkatan kualitas armada tangkap Peningkatan kesejahteraan nelayan

Program dan/atau Kebijakan yang telah ditetapkan di Kabupaten Lamongan adalah sebagai berikut: 1. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 4 tahun 2004 tentang pengerukan dan reklamasi di kabupaten Lamongan. Implementator dari peraturan ini adalah Bupati beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah, dinas perhubungan dan pariwisata kabupaten Lamongan, dengan kelompok sasaran adalah perorangan atau badan yang melakukan kegiatan pengerukan dan reklamasi dalam rangka menunjang kegiatan kepelabuhan 2. Peraturan daerah kabupaten Lamongan nomor 8 tahun 2004 tentang retribusi pengukuran, pemberian surat tanda kebangsaan kapal (pas kecil) dan sertifkat kesempurnaan kapal. Implementator dari peraturan ini adalah bupati beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah, dinas perikanan, kelautan dan peternakan kabupaten Lamongan, dan sebagai kelompok sasaran adalah perusahaan dan atau nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal/perahu motor tempel I, pembudidayaan ikan, pengolahan ikan, eksploitasi, eksplorasi laut, penanaman atau pemancangan sarana di luar pelabuhan, pemasangan rumpon di laut dan peredaran hasil perikanan 3. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 7 tahun 2004 tentang retribusi izin usaha perikanan dan kelautan di kabupaten Lamongan. Sebagai implementator dari peraturan ini adalah bupati beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah, dinas perhubungan dan pariwisata kabupaten

Lamongan, dengan kelompok sasaran adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh jasa pelayan an pengukuran, pendaftaran, pemberian surat tanda kebangsaan kapal (pas kecil) dan sertifikat kesempurnaan kapal ukuran isi kotor < GT.7 4. Peraturan daerah kabupaten Lamongan no. 50 tahun 2000 tentang retribusi pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan di kabupaten Lamongan. Implementator dari peraturan ini adalah bupati beserta perangkat daerah otonom sebagai badan eksekutif daerah, dinas perikanan, kelautan dan peternakan kabupaten Lamongan, dengan kelompok sasaran yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas berupa tempat pelelangan ikan sebagai sarana pelayanan penyelenggaraan pelelangan ikan.

Ditetapkan dan dilaksanakannya peraturan-peraturan daerah tersebut sebagai implementasi undang-undang no. 32 tahun. 2004, nampak adanya: peningkatan jenis armada kapal motor temple dari 5.331 kapal (tahun 2004) menjadi 5.385 kapal (tahun 2005) dan perahu layar dari 100 menjadi 169 perahu layar; peningkatan produksi perikanan sektor laut menjadi 37.937.018 Kg den gan nilai rupiah 58.039,51 juta; dan peningkatan produksi budidaya air payau dari 121.60 Ton (tahun 2004) menjadi 171,30 Ton (tahun 2005).

3.4.2 Kearifan Lokal Masyarakat Kearifan lokal merupakan nilai-nilai budaya, pengetahuan, dan pengalaman yang menjadi entitas suatu kelompok masyarakat yang digunakan oleh masyarakat dalam mengelola interaksi antara sesama manusia, dan antara manusia dengan alam. Kearifan masyarakat pada masyarakat pesisir Kabupaten Lamongan adalah mencangup pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat pesisir dalam memanfaatkan pesisir dan laut untuk secara berkelanjutan ditinjau dari segi sosial, ekonomi, dan konsevasi. Pemikiran dan pengetahuan serta perilaku masyarakat pesisir dalam mengelola sumber daya alam yaitu memiliki unsur-unsur diantara lain :

pengetahuan dan wawasan tentang pengelolaan sumber daya perikanan Lamongan, Sikap mental dan respon terhadap pemanfaatan dan konservasi, keterampilan dan kemampuan memanfaatkan sumber daya perikanan menjadi berbagai upaya disertai upaya pemulihan sumber daya. Kearifan lokal masyarakat Kabupaten Lamongan terhadap indikator nilai-nilai sosial budaya dalam Pengelolaan Sumber Daya Perikanan yaitu: 1. Peran sumberdaya perikanan bagi kehidupan masyarakat 2. Aturan lokal untuk mengawasi pemanfaatan sumberdaya perikanan 3. Kegiatan bersama, seperti nilai-nilai gotong royong 4. Hubungan sosial antar masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan 5. Kegiatan upacara untuk menghormati laut sebagai sumber kehidupan Jumlah rumah tangga perikanan tangkap mencapai 22.930 yang tesebar di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Brondong dan Kecamatan Paciran. Tingkat pendidikan nelayan pada masing-masing daerah umumnya tergolong cukup yaitu: SD sampai SMU. Kemudian dilihat pengalaman pekerjaan sebagai nelayan mulai dari 10 sampai kurang lebih 40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan pekerjaan sebagai nelayan dalam usaha perikanan tangkap temyata sangat tinggi. Perkembangan jumlah nelayan dari tahun 1996 2002 menunjukkan jumlah semakin meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai nelayan menjadi prioritas utama, khususnya di Kecamatan Brondong dan Paciran.

BAB IV KESIMPULAN
Kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Lamongan Jawa Timur dengan perundangundangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta RPJM (Rancangan Pengelolaan Jangka Menengah) dalam menunjang sumberdaya perikanan Lamongan agar tetap lestari. Undang-undang no. 32 tahun 2004 merupakan undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah untuk menggantikan undang-undang no. 22 tahun 1999. Pasal 18 dari undangundang tersebut mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah dalam berbagai tugas otonomi termasuk pengelolaan sumberdaya di wilayah laut. Sedangkan pelaksanaan pengelolaan sumberdaya di wilayah laut di kabupaten Lamongan diatur melalui peraturan-peraturan pelaksanaan undang-undang no. 32 tahun 2004. Salah satu kebijakan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kabupaten Lamongan RPJM tahun 2006 -2010 pada sektor kelautan adalah peningkatan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya perikanan secara optimal. Secara umum meskipun belum menjangkau seluruh kewenangan yang dimiliki sebagai daerah otonom, pemerintah kabupaten Lamongan telah

merealisasikan kewenangannya untuk menetapkan beberapa peraturan daerah sebagai bentuk implementasi pengelolaan sumberdaya perikanan laut berdasarkan undangundang tentang pemerintahan daerah. Disamping itu juga berbagai jenis program dan kegiatan telah dirumuskan dalam rencana strategi bidang perikanan dan kelautan yang dikaitkan dengan rencana pembangunan jangka menengah kabupaten Lamongan.

DAFTAR ACUAN
Hartojo Putro. R, Implementasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut di Lamongan Jawa Timur, Departemen Ilmu Administrasi, FISIP , Universitas Airlangga, Surabaya Data dan Profil Kebupaten Lamongan http://www.lamongan.go.id/ Perundang-undangan Kebijakan Pengelolaan Perikanan Kabupaten Lamongan Jawa Timur: http://www.djpp.depkumham.go.id/files/ld/2011/KabupatenLamongan2011-12.pdf

Anda mungkin juga menyukai