Anda di halaman 1dari 7

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

Analisis DPSR pada dampak penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap payang terhadap kelestarian sumber daya perikanan khususnya ikan teri di daerah Cirebon Analisis DPSR ini terdapat beberapa komponen antara lain driving force, preasure, state dan respon. Dalam keempat komponen dalam analisis kebijakan tersebut dikaji di dalamnya kebijakan pembangunan perikanan yaitu pengelolaan kebijakan perikanan tangkap. Driving force merupakan suatu permasalahan yang kemudian menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh beberapa aktivitas manusia atau proses dan pola yang berada di wilayah pesisir tersebut atau bahkan akibat dampak dari alam, Driving Force diantaranya bersifat ekstrenal dan internal. Preasure pengkajiannya kurang lebih sama dengan driving force tetapi preasure merupakan permasalahan utama akibat dari berbagai dampak sehingga dari permasalahan itulah dibuat suatu aturan atau keputusan untuk membangun tujuan yang akan dicapai. State meupakan kondisi saat ini yang ditimbulkan akibat permasalahan dari proses aktivitas pembangunan manusia, kondisi lingkungan bisa terjadinya degredasi lingkungan, degredasi sumber daya perikanan, degredasi kualitas secara ekonomi, social, budaya. Bahkan terkadang permasalahan yang ditimbulkan mengakibatkan suatu konflik daerah. Respon meupakan komponen dari framework yang dibuat dari permasalahan yang ada dikaji secara eksplinsit, transparan, dimana kebijakan tersebut sengaja dibuat oleh bagan pemerintah, daerah, atau kelompok masyarakat akibat berbagai tindakan aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab baik individu maupun kelompok untuk mengatasi dampak lingkungan, mengkoreksi sumber daya alam, serta mengelola sumber daya perairan secara berkelanjutan. Tujuan akan dicapainya suatu kebijakan berdasarkan analisis PDSR tersebut tidak lain untuk kesejahteraan masyarakat khususnya bagi masyarakat nelayan, namun tujuan utama dari keseluruhan yaitu untuk penyediaan pangan dan bahan baku industri, penghasil devisa serta untuk mengetahui porsi optimum besarnya pemanfaatan oleh armada penangkapan. Untuk mencapai suatu tujuan serta manfaat tersebut pengelola (lembaga pemerintah) menyeimbangkan dampakdampak dari ekologi sumberdaya, ekonomi dan sosial dalam membuat keputusan atau memaksimumkan keuntungan-keuntungan biologi atau biomassa, ekonomi dan sosial. Ikan teri nasi (Stolephorus spp.) merupakan salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang memiliki arti ekonomis penting bagi Kabupaten Cirebon. Sumberdaya ini merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) yang regenerasinya tergantung pada kelangsungan proses biologi (reproduksi). Pemanfaatan ikan teri nasi di Kabupaten Cirebon menggunakan alat tangkap payang. Driving Force Telah disebutkan sebelumnya pengertian driving force merupakan suatu permasalahan akibat dari dampak yang ditimbulkan dari proses aktivias manusia, dampak tersebut juga bisa secara internal yaitu pola atau hubungannya dengan system ekologi di suatu perairan. Permasalahan yang timbul secara eksternal yaitu akibat adanya campur tangan dari masyarakat Cirebon terhadap aktivitas tangkapan produksi perairan khususnya ikan teri. Dampak eksternal tersebut anatara lain : pembangunan industrialisasi atau industry masyarakat kecil yang

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

mengakibatkan kontribusi bahan pencemar baik padatan, cair, atau gas yang kemudian konstribusi pencemaran tersebut mengenai perairan sehingga system ekologi perairan akan terganggu. Tidak lepas dari adanya system ekologi dari sumber perairan pesisir terpengaruh dengan akitivitas sepanjang daerah aliran sungai yang bermuara, daerah pesisir merupakan daerah paling kompleks akibat pertemuan antara air tawar dan air laut, sehingga apabila pencemaran terjadi di sekitar muara sungai daerah yang paling terdegredasi pertama adalah daerah pesisir. Aktivitas mausia selain pembangunan industrialisasi di lingkungan tersebut, tetapi juga aktivitas ekstraksi sumber daya perairan, proses peningkatan jumlah produksi perairan untuk sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Sifat dan kharakteristik sumber daya perairan yang bersifat flows, mobile, dan common property, dan dapat diperbaharui dalam jangka waktu tertentu, mengakibatkan masyarakat berlomba-lomba mendapatkan produski perairan yang banyak, sehingga tidak jarang penangkapan lebih ditujukan daerah sekitar terotorial/pesisir akibat system ekologi banyaknya ikan yang berkumpul, diantara semua aktivitas dari proses manusia tersebut dapat mengakibatkan eksternalitas negatif dari dampak penangkapan ikan, di dukung pengetahuan wawasan nelayan tentang sumber daya alam lestari yang rendah serta perahu nelayan yang digunakan tidak menunjang penangkapan jauh dari zona territorial, serta tidak dilengkapi penanganan ikan yang tepat. Akibat dari keseluruhan itulah produksi perikanan terus dipacu mencapai peningkatan ekploitasi secara besar-besaran. Internaltas dari permasalahan yang ada tidak lepas dari konstribusi alam kondisi alam akibat pemanasan global, iklim yang tidak konsisten, perusakan ekosistem akibat retakan/perpindahan lempeng bumi di dasar perairan. Keseluruhan itu dapat menggenggun system ekosistem serta organism perairan yang ada. Preasure Kebutuhan manusia yang semakin meningkat serta pertambahan penduduk, life style, serta kandungan gizi protein iakn yang melebihi dari protein hewani lainnya mengakibatkan permintaan akan jumlah prosuksi dari sumber daya perikanan menjadi meningkat. Sifat dari sumber daya perikanan yang besifat flows dan renewable artinya sumber daya tersebut dipengaruhi akibat dari aspek biologi pertumbuhan perkembangan ikan tersebut untuk regenerasi, sehingga ketersedian stock ikan saat ini dipengaruhi stock ikan sebelumnya, maka tidak lain jika ikan termasuk ke dalam sifat output dan input pda aktivitas penangkapan. Jika tidak ada campur tangan manusia atau pengelolaan penangkapan yang baik akan mengakibatkan kelestarian sumber daya ikan meningkat dan tidak megalami degradasi. Sifat dari sumber daya ikan kedua adalah mobile atau bergerak kita tidak dapat mengetahui kapasitas dari sumber daya periaknan yang ada di lautan karena sangat luas. Sifat lainnya adalah common property artinya sumber daya alam tersebut khususnya perikanan tidak memiliki hak kepemilikan secara khusus kecuali jika ikan tersebut ditangkap, maka hak kepemilikan akan jelas. Dikutip dari Akhmad Fauzi bahwa sumber daya alam dianggap sebagai mesin pertumbuhan yang menstarnsfoemasikan sumber daya alam tersebut ke dalam man made of capital yang menghasilakn produksi yang tinggi. Walaupun sifat dari perikanan renewable tetapi apabila mencapai titik kritis akan menyebabkan sumber daya perikanan menjadi stock(terbatas).

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

Saat ini pengakapan ikan/aktivitas ekstraksi sumber daya perikanan menggunakan alat tangkap payang sebagai alat tangkap ikan pelagis kecil/schooling. Dimana alat tangkap payang memiliki dampak khusus dari ahsil atngkapan ikan tidak jarang ikan kecil bahkan tertangkap, karena mesh size dari payang 2 mm. Alat tangkap payang itu sendiri merupakan alat modifikasi dari trawl dan purse seine. Penggunaan alat tangkap ini menyebabkan tertangkapnya ikan teri nasi maupun ikan-ikan pelagis kecil lainnya yang masih muda (juvenile) karena memiliki mesh size kantong (cod end) yang sangat kecil yaitu 2 mm. Kapal yang digunakan pada pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki dimensi yang berbeda-beda. Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang mengoperasikan juga berbeda. bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground, mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien. Kapal yang umum digunakan pada pengoperasian payang adalah kapal tradisional (perahu), dengan menggunakan motor tempel atau outboard engine. Payang dioperasikan pada lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling). Alat tangkap perikanan dengan menggunakan alat tangkap payang termasuk tidak efisiensi karena mesh size kecil sehingga beberapa spesies tertentu tertangkap. Selain itu pengoperasioan alat tangkap ini digunakan pada daerah dangkal dan permukaan air sehingga beberapa jenis ekosistem seperti terumbu karang rusak akibat tersangkutnya jaring dari alat tangkap payang, sehingga fungsi dari terumbu karang sebagai pemasok nutrient, penghasil O 2 dari zooxanthile serta daerah habitat ikan mengalami degradasi. State Kondisi sumber daya perikanan di Kabupaten Cirebon sekarang ini akibat adanya permasalahan yang timbul dari beberapa factor komponen yang kompleks dan saling berhubungan. Dampak akibat dari permasalahan tersebut keadaan overfishing dan overcapacity dan nantinya mempengaruhi penurunan tingkap produksi dan berpengaruh akan keadaan pasar, serta permintaan masyarakat. Pada tahun 1997 produksi ikan teri di Kabupaten Cirebon menempati urutan ke- 4 yakni sebesar 1.665,10 ton (13,47 %) dari 12 kabupaten yang terletak di wilayah pesisir Jawa Barat. Sedangkan untuk wilayah perairan utara Jawa Barat (perairan laut Jawa), produksi ikan teri di Kabupaten Cirebon menempati urutan ke- 3 (20,89 %) setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Serang (Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat, 1999). Produksi hasil tangkapan ikan teri di Kabupaten Cirebon dari tahun 1997 hingga tahun 2006 mengalami fluktuasi (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2007). Perkembangan volume produksi ikan teri di Kabupaten Cirebon dari tahun 1997 sampai dengan 2006. Volume produksi ikan teri di Kabupaten Cirebon pada tahun 2005 menempati urutan tertinggi setelah ikan yaitu sebesar 4.639,80 ton. Model stok ikan teri nasi yang mengikuti model Fox didapatkan nilai effort maksimum (fmsy) sebesar 400 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari per tahun (MSY) sebesar 1.109,06 ton per tahun dan TAC sebesar 887,25 ton per tahun. Namun, pada tahun 2006 jumlah alat tangkap payang yang beroperasi di perairan Kabupaten Cirebon mencapai 788

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

unit. Jumlah tersebut hampir dua kali lipatnya dari jumlah alat tangkap maksimum lestarinya. Banyaknya alat tangkap payang yang sudah melebihi batas maksimum tersebut dapat menyebabkan menurunnya jumlah hasil tangkapan total ikan teri nasi karena sudah melebihi potensi maksimum lestarinya. Pada tahun 2006, produksi ikan teri nasi hasil tangkapan payang hanya mencapai 672 ton saja. Hal ini menunjukkan perikanan payang teri nasi di Kabupaten Cirebon sudah mengalami tangkap lebih (over fishing). Tangkap lebih (over fishing) dapat mengganggu kemampuan regenerasi ikan tersebut dalam regenerasi (reproduksi) karena ikan-ikan yang dewasa tidak sempat lagi untuk melakukan pemijahan. Selain itu, akibat jumlah penangkapan yang berlebih berdampak pada jumlah hasil tangkapan yang menurun (biomass) karena ikan-ikan yang tertangkap ukurannya masih kecil disebabkan ikan-ikan tersebut belum sempat mengalami pertumbuhan. Menurut (Sparre dan Venema, 1999), lebih tangkapan (over fishing) dapat diartikan ke dalam dua pengertian yaitu growth over fishing dan recruitment over fishing. Pada saat hasil tangkapan menurun dengan naiknya jumlah upaya penangkapan, maka ada dua kemungkinan yang terjadi. Kedua kemungkinan ini bisa salah satu atau secara bersamaan terjadi. Pertama adalah bahwa ikan ditangkap begitu muda sehingga mereka tidak diberi kesempatan untuk tumbuh mencapai ukuran yang cukup. Walaupun naiknya jumlah upaya penangkapan akan menaikkan jumlah ikan yang tertangkap, namun berat rata-ratanya akan terus menurun dan pada akhirnya berat total juga turun. Hal ini disebut growth over fishing. Kedua adalah bahwa jumlah ikan yang berukuran besar tinggal sedikit sekali hingga tidak menghasilkan anak ikan secara mencukupi. Dengan kata lain karena jumlah induk sangat sedikit maka rekruitmen menjadi sangat kecil. Dalam keadaan ini jumlah ikan kecil yang tertangkappun akan menurun terus. Hal ini merupakan terjadinya recruitment over fishing. Jumlah effort maksimum (fmsy) payang sebesar 400 unit per tahun dengan jumlah tangkapan maksimum lestari per tahun (MSY) sebesar 1.109,06 ton, dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 887,25 ton per tahun. Namun, pada tahun 2006 jumlah alat tangkap payang yang beroperasi di perairan Kabupaten Cirebon mencapai 788 unit dengan nilai produksi ikan teri nasi sebesar 672 ton, sehingga ikan teri nasi di Kabupaten Cirebon diperkirakan mengalami tangkap lebih (over fishing). Tangkapan payang di Palabuhanratu terdiri dari 35 spesies yang berasal dari empat kelompok jenis yaitu ikan, Moluska, Coelenterata dan Krustacea (udang dan kepiting). Hal ini menunjukkan bahwa payang kurang selektif terhadap jenis hasil tangkapan dan akan menurunkan tingkat ramah lingkungan alat tersebut. Selain itu alat tangkap payang menimbulkan dampak negative bagi ekologi perairan karena pengoperasian alat tangkap di surface (permukaan) daerah dangkal, serta menimbulkan kerusakan terumbu karang sehingga penurunan atau degredasi fungsi ekosistem bagi organisme perairan. Respons Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

(UU No. 31 tahun 2004, pasal 1 ayat 1). Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (UU No. 31 tahun 2004, pasal 1 ayat 5). Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangundangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (UU No. 31 tahun 2004, pasal 1 ayat 7). Pengelolaan perikanan tangkap adalah mengawasi atau menyesuaikan operasi-operasi penangkapan (jumlah penangkapan, tipe alat yang dipakai, ukuran ikan-ikan yang tertangkap) untuk mengoptimasikan pemanfaatan dari suatu sumberdaya (Parson, 1980 in Merta, 1989). Oleh karenanya, pengelolaan perikanan meliputi tidak saja cara-cara pengaturan yang bersifat pembatasan, tetapi juga rencanarencana pengembangan yang didasarkan kepada pengetahuan mengenai sumberdaya yang tersedia. Menurut lokasi kegiatannya, perikanan tangkap di Indonesia dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu (1) perikanan lepas pantai (offshore fisheries); (2) perikanan pantai (coastal fisheries); dan (3) perikanan darat (inland fisheries). Kegiatan perikanan pantai dan perikanan darat sangat erat kaitannya dengan pengelolaan lingkungan pesisir (Dahuri et al., 1996). Perikanan pantai (coastal fisheries) ialah kegiatan menangkap populasi hewan air (ikan, udang, kerang-kerangan) dan memanen tumbuhan air (ganggang, rumput laut) yang hidup liar di perairan sekitar pantai. Masalah utama yang dihadapi perikanan tangkap pada umumnya adalah menurunnya hasil tangkap disebabkan oleh: Eksploitasi berlebihan (over fishing) terhadap sumberdaya perikanan Degradasi kualitas fisik, kimia dan biologi lingkungan perairan (Dahuri et al., 1996). Beberapa teknik pengelolaan perikanan tangkap yang biasanya diterapkan adalah melalui penutupan musim penangkapan, penutupan daerah pemijahan, pembatasan ukuran ikan yang tertangkap, pembatasan alat dengan cara mengontrol selektivitas dan fishing power-nya, menentukan kuota hasil tangkapan, dan pengawasan terhadap jumlah penangkapan melalui pembatasan terhadap jumlah kapal dan jumlah penangkapan oleh masing-masing kapal (Gulland, 1971 in Merta, 1989). Oleh Tait (1981) in Merta (1989), teknik-teknik pengelolaan perikanan tangkap dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (1) pembatasan jumlah total penangkapan dan (2) memberikan perlindungan khusus terhadap ikan-ikan muda yang menjamin bahwa mereka dapat mencapai ukuran yang layak dan mempunyai kesempatan untuk memijah sebelum tertangkap. Pembatasan jumlah total penangkapan dilakukan dengan cara : 1. Penghentian secara total penangkapan terhadap jenis yang dieksploitasi secara berlebihan; 2. Membatasi hasil tangkapan tahunan total yang diizinkan (TAC = Total Allowable Catch); 3. Membatasi ukuran dari armada penangkapan;

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

4. Membatasi lamanya musim penangkapan atau jam-jam yang diizinkan; dan 5. Mengatur ukuran dan tipe dari alat tangkap. Sementara perlindungan terhadap ikanikan muda dilakukan dengan cara : Melarang pendaratan ikan-ikan kecil; Menutup daerah-daerah pemijahan/atau asuhan dari penangkapan; dan Menentukan penggunaan ukuran-ukuran minimum dari mata jaring atau pancing. Menurut Merta (1989), beberapa alternatif dalam pengelolaan perikanan antara lain: 1. Mengurangi jumlah kapal; 2. Mengurangi jumlah trip; 3. Penutupan musim penangkapan; 4. Memperbesar mata jaring; 5. Melarang alat tangkap bagan; dan 6. Mengganti alat tangkap payang. Beberapa alternatif pengelolaan perikanan payang di Kabupaten Cirebon berdasarkan informasi jenis-jenis ikan yang tertangkap, komposisi ikan hasil tangkapan, distribusi ikan teri nasi dan teri besar, distribusi frekuensi panjang ikan teri nasi, dan nilai potensi lesari maksimum (MSY) ikan teri nasi (Stolephorus spp.) antara lain : a) Berdasarkan jenis-jenis ikan yang tertangkap dan komposisi ikan hasil tangkapan, maka alat tangkap payang sangat tidak selektif karena mempunyai mesh size yang sangat kecil (2 mm) sehingga ikan-ikan yang berukuran kecil tertangkap. Oleh karena itu, penggunaan alat tangkap payang untuk menangkap ikan teri nasi seharusnya dilarang demi kelestarian ikan-ikan dan organisme lain yang tertangkap payang. b) Berdasarkan distribusi ikan teri nasi, maka penangkapan ikan teri nasi yang merupakan target utama nelayan payang, dilakukan pada lokasi-lokasi tertentu saja. Hal ini untuk mengurangi kemungkinan ikan-ikan pelagis kecil lain tertangkap, sehingga ikan-ikan tersebut dapat tumbuh dan melakukan regenerasi yang menjamin kelestarian ikan-ikan tersebut. c) Berdasarkan distribusi frekuensi panjang ikan teri nasi, penangkapan ikan teri nasi dilakukan pada saat ikan tersebut sudah mengalami pertumbuhan, yaitu pada bulan Juni dan Agustus karena selain untuk mendapatkan biomassa yang optimal, ikan-ikan tersebut sudah layak untuk ditangkap karena kemungkinan sudah melakukan pemijahan (regenerasi). d) Berdasarkan nilai potensi lestari maksimum (MSY) ikan teri nasi (Stolephorus spp.), dilakukan pembatasan effort terhadap alat tangkap payang. Pembatasan tersebut dilakukan terhadap jumlah total unit payang yang ada di Kabupaten Cirebon setiap tahunnya yakni maksimum sebanyak 400 unit saja. Selain itu, dilakukan pembatasan terhadap jumlah hasil tangkapan total setiap tahun yang tidak melebihi 887,25 ton per tahun. Perlindungan terhadap ikan-ikan muda dilakukan dengan cara melarang pendaratan ikan ikan kecil, menutup daerah-daerah pemijahan/atau asuhan dari penangkapan, dan

Rahma Tri Benita (230110090033) Perikanan A

menentukan penggunaan ukuran-ukuran minimum dari mata jaring atau pancing. Beragamnya jenis hasil tangkapan payang disebabkan karena tiga hal. Pertama, sumberdaya perikanan Indonesia bersifat multi-spesies, yaitu dihuni oleh beranekaragam jenis biota laut. Kedua, ukuran mata jaring (mesh size) pada bagian kantong (code end) terlalu kecil, sehingga memungkinkan untuk menangkap jenis ikan lainnya yang berukuran kecil. Ketiga, lebih bersifat kepada teknis pengoperasian. Pada saat menangkap teri nasi nelayan melakukan setting tanpa ada schooling ikan yang terlihat, setting disebut tawur cangkag. Hal ini akan berdampak negative terhadap kelestarian sumberdaya ikan di perairan Kabupaten Cirebon. Pencegahan yang dapat dilakukan oleh nelayan payang di Kabupaten Cirebon agar kegiatan penangkapan yang dilakukannya tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan adalah dengan tidak melakukan tawur cangkag sehinga jumlah by catch dapat diminimalkan. Oleh karena itu aktivitas penangkapan harus berdasarkan tangkapan ramah lingkungan. Prinsipnya adalah penangkapan yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya alam secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Sejalan dengan itu, pengembangan teknologi penangkapan ikan perlu diarahkan menuju ke arah terciptanya teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan sehingga pada akhirnya akan terwujud pemanfaatan sumberdaya yang berkelanjutan (sustainable fisheries). Oleh karena itu, perlu adanya kriteria-kriteria tentang teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Kriteria tersebut antara lain alat penangkap ikan yang digunakan memiliki selektivitas yang tinggi, tidak destruktif terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, menghasilkan ikan yang bermutu baik, produk yang dihasilkan tidak membahayakan kesehatan konsumen, hasil tangkapan sampingan minimum, dampak minimum terhadap keanekaragaman hayati, tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah, discards rendah, dan dapat diterima secara sosial. Discards adalah hasil tangkapan yang dikembalikan atau dibuang ke laut. Hasil tangkapan diaturkan sebagaimana mestinya dengan melestarian biota organism yang masih memiliki nilai tinggi untuk berregerasi dan juvenile yang masih bisa tumbuh. Hasil tangkapan sampingan (by catch) terdiri dari dua macam, yaitu by catch dari jenis ikan dan bukan dari jenis ikan (by catch of non-fish group). Hall (1999) juga membedakan hasil tangkapan sampingan (by catch) dari jenis ikan menjadi dua kategori berdasarkan pemanfaatan hasil tangkapan, yaitu : Spesies yang tidak dikehendaki tertangkap (incidental catch); adalah hasil tangkapan yang sekali-kali tertahan (tertangkap) dan bukan merupakan spesies target operasi penangkapan. Incidental catch ini ada yang dimanfaatkan oleh nelayan dan ada juga yang dibuang tergantung dari nilai ekonomisnya. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch); adalah bagian dari hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomi (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau karena spesies yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi oleh hukum. Selektivitas alat tangkap ada dua macam, yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran. Alat tangkap tersebut hanya akan menangkap ikan dengan ukuran tertentu sehingga ikan-ikan yang belum memijah bisa diloloskan dan kelestarian sumberdaya dapat terpelihara, dan dapat menghindari tertangkapnya jenis-jenis biota yang dilindungi.

Anda mungkin juga menyukai