Anda di halaman 1dari 11

MEJA INFORMASI SEBAGAI BARISAN DEPAN PENGADILAN AGAMA

Mohammad Noor Hakim Pengadilan Agama Painan

Latar Belakang Pengadilan, kecuali dilihat sebagai institusi yang berfungsi mengadili dan memutus perkara, pada sisi lain juga dipandang sebagai institusi yang memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat. Jika fungsi yang pertama dilihat dari sudut pandang substansi yang dapat diberikan oleh pengadilan terhadap suatu sengketa yang diajukan oleh masyarakat, fungsi kedua lebih mengacu kepada bagaimana pencari keadilan itu dilayani ketika mereka berinteraksi dengan pengadilan. Jika yang pertama berkaitan dengan administration of justice, yakni segala hal yang mencakup tertib hukum perdata formil dan materiil yang harus dipatuhi dalam proses penanganan perkara dan tata cara serta praktek litigasi, maka yang kedua sedikit banyak, meskipun tidak terbatas pada itu saja, berkaitan dengan court administration yakni tertib administrasi yang harus dilaksanakan berkaitan dengan jalannya perkara dari tahap penerimaan sampai dengan tahap pelaksanaan putusan. Meskipun keduanya terkesan berbeda penekanan, namun keduanya memiliki dampak yang kurang lebih sama dalam membangun persepsi tentang keadilan. Penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang keadilan tidak hanya dibentuk dari hasil persidangan, tetapi juga dibentuk dari pelayanan yang mereka terima dan bagaimana mereka diperlakukan ketika berinteraksi dengan pengadilan.1 Hal lain yang juga dapat menjelaskan kontribusi yang sama dari kedua aspek tersebut dalam membangun persepsi tentang keadilan adalah realitas bahwa pelayanan yang baik acapkali menjadi indikator diperolehnya sesuatu yang baik pada aspek-aspek
Sebagaimana dikemukakan Yang Mulia Chief Justice Diana Bryant (Family Court of Australia), Pengalaman yang lebih baik bagi klien: Transparansi Layanan, Penyelesaian perselisihan keluarga dalam Sistem Hukum Keluarga Australia, Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 30 September 2011, h. 1. Makalah dapat didownload melalui situs http://www.pembaruanperadilan.net/v2/content/2011/MoU-FCA-FCoA-Pidato-Chief-Justice-FCoA.pdf
1

Halaman | 1

lainnya. Lahirnya terminologi Justice delayed is justice denied (keadilan yang tertunda adalah keadilan yang ditolak) yang merefleksikan lambannya pengadilan memberikan keadilan kepada masyarakat dan akhirnya mengakibatkan keadilan substantif itu menjadi tidak bermakna lagi menggambarkan bagaimana pengaruh pelayanan pengadilan terhadap arti keadilan yang sesungguhnya. Ini berarti pelayanan pengadilan yang berada dalam ranah yang berbeda memiliki kontribusi terhadap arti keadilan yang diberikan oleh hakim dalam persidangan. Kenyataan inilah kemudian yang melatar belakangi inisiasi untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat pencari keadilan khususnya dan masyarakat luas pada umumnya dengan berbagai moda layanan yang mungkin untuk dipersiapkan. Selain itu, pandangan ini pulalah yang kemudian menjadi inspirasi untuk merubah wajah pengadilan menjadi lembaga yang mengedepankan semangat pelayanan. Berangkat dari asumsi-asumsi diatas, maka pelayanan kepada masyarakat memiliki nilai yang strategis bagi pengadilan. Dalam perspektif manajemen strategis, sesuatu yang sifatnya strategis dan mendasar harus diletakkan dalam kerangka kebijakan yang lebih fundamental agar dapat menjangkau aspek-aspek kerja yang lebih luas. Misalnya, jika kita memandang pengembangan teknologi informasi sebagai leverage yang besar bagi peningkatan mutu pengadilan ke depan, maka dalam design rencana strategis harus diletakkan dalam bagian yang memiliki jangkauan yang luas. Sebutlah dalam bagian mission statement pengadilan. Demikian pula pandangan kita tentang pelayanan yang excellent bagi masyarakat. Untuk dapat dikembangkan secara lebih luas dan menjangkau spektrum yang lebih besar, maka pilihannya juga sama, yakni menjadikannya sebagai sesuatu yang strategis bagi pengadilan dalam mencapai visi jangka panjangnya. Dengan menempatkan semangat pelayanan dalam kedudukan yang strategis, maka setidaknya akan menimbulkan beberapa konsekwensi. Pertama, elemen-elemen rencana strategis dibawahnya, seperti kebijakan dan program akan mengacu kepada semangat pelayanan tersebut. Artinya, pelayanan akan menjadi karakter dasar dari kebijakan dan program yang akan dilaksanakan. Motivasi dan tujuan dari serangkaian Halaman | 2

kebijakan dan program beranjak dari dan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, dengan banyaknya kebijakan dan program yang dicover oleh semangat pelayanan, maka banyak orang akan terlibat di dalamnya. Pelayanan menjadi everyones business. Kerja setiap orang dalam bentuk apapun, bahkan sekecil apapun muaranya adalah memberikan pelayanan. Ketiga, meskipun membutuhkan kerja keras untuk sampai kepadanya dengan dukungan leadership yang kuat, bukan tidak mungkin pada akhirnya budaya pelayanan akan dapat dicapai. Artinya, kesadaran akan nilai strategis pelayanan yang diwujudkan dengan kebijakan dan program yang beragam dengan melibatkan sebanyak-banyak orang untuk melakukannya akan dapat berkontribusi membangun budaya pelayanan bagi entitas bersangkutan. Meskipun untuk mencapai taraf tersebut, banyak variabel lain yang mesti diikut sertakan.

Lima Fungsi Meja Informasi

Terkait dengan upaya untuk menggiatkan semangat pelayanan di pengadilan dan menatanya menjadi sebuah sistem pelayanan terpadu, keberadaan meja informasi memberikan kontribusi yang besar sebagai ujung tombak pelayanan. Meja informasi yang sejatinya merupakan unit layanan informasi bagi masyarakat yang berinteraksi dengan suatu badan publik, menurut hemat penulis telah dijadikan sebagai pangkal tolak baru membangun semangat pelayanan yang lebih baik di pengadilan. Setidaknya, SK Dirjen Badilag Nomor 0017/Dj.A/SK/VII/2011 tentang Pedoman Pelayanan Meja Informasi di Lingkungan Peradilan Agama telah membuka peluang bagi fungsionalisasi meja informasi secara lebih luas dan membuka ruang bagi dijadikannya meja informasi sebagai sentra pelayanan di bagian depan (front office). Mengacu kepada ketentuan-ketentuan sebagaimana tertuang dalam SK Dirjen Badilag tersebut, setidak-tidaknya terdapat 5 (lima) fungsi yang diperankan oleh meja informasi, yakni sebagai komunikator, customer relation officer, deskperson, resepsionis, dan complaint channeling. Dengan kelima fungsi tersebut, maka praktis meja informasi menjadi barisan depan yang sangat penting. Halaman | 3

Pertama, sebagai komunikator, yakni orang yang memberikan informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan pengadilan dan pencari keadilan. Kegiatan memberikan informasi pada hakekatnya adalah kegiatan berkomunikasi, yakni menyampaikan pesan atau informasi dari seseorang (komunikator) kepada seseorang yang lain (komunikan). Namun demikian, dalam operasionalnya komunikasi tidak sesederhana itu dan tidak berada dalam ruang hampa yang sepi dari pertimbanganpertimbangan normatif, sosiologis, bahkan psikologis. Selain itu, keberhasilan proses komunikasi tidak hanya ditentukan oleh pengalihan pesan atau informasi secara verbal semata, tetapi juga ditentukan oleh aspek-aspek non verbal. Penelitian menunjukkan, pada saat terjadinya komunikasi, kata-kata hanya memiliki peran sebanyak 7%, intonasi suara memainkan peran sebesar 38% dan yang paling besar peran ini diambil oleh postur tubuh yaitu 55%. Karena itulah, maka dalam menjalankan peranannya selaku komunikator, petugas meja informasi perlu aware terhadap aspek-aspek tersebut. Sikap seorang komunikator terhadap komunikan banyak berpengaruh terhadap keberhasilan suatu proses komunikasi. Seorang komunikator yang menaruh rasa hormat terhadap lawan bicara akan dapat dengan mudah berkomunikasi secara efektif karena dengan sikap tersebut komunikan akan menunjukkan kesediaannya untuk bekerjasama dengan komunikator. Kenyamanan berbicara seorang komunikan justeru sedikit banyak ditentukan oleh kenyamanan yang diberikan oleh komunikator. Dalam konteks ini, pernyataan Dale Carnegie dalam How to Win Friends and Influence People, bahwa salah satu prinsip dasar dalam berurusan dengan manusia adalah memberikan penghargaan yang jujur dan tulus, setidaknya mengisyaratkan perlunya mendahulukan sikap menghormati terhadap mereka yang menjadi lawan bicara. Salah satu bentuk sikap penghormatan terhadap lawan bicara adalah berusaha menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Wujudnya adalah berusaha mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Stephen R. Covey menempatkan kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 (tujuh) kebiasaan manusia yang sangat efektif (The 7 Habits of Highly Halaman | 4

Effective People), yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (seek first to understand then be understood).2 Untuk dapat mengerti terlebih dahulu, dilakukan dengan cara mendengarkan secara empatik apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Dengan mendengarkan secara empatik akan memudahkan bagi komunikator untuk menyampaikan pesan atau informasi dengan cara atau sikap yang memudahkan penerima informasi menerimanya. Jika dua hal yang diuraikan diatas, menghargai dan menunjukkan sikap empati, lebih mengacu kepada sikap dalam berkomunikasi, bagaimana informasi itu disampaikan juga mempengaruhi keberhasilan berkomunikasi. Terkait dengan hal ini, kemudahan suatu informasi didengarkan dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi menjadi suatu prasyarat yang penting. Indikator untuk mengetahui pemahaman penerima informasi terhadap informasi yang diberikan adalah respon yang positif atau kesesuaian antara respon lawan bicara dengan informasi yang diberikan. Manakala penerima informasi memberikan respon yang berbeda, menjadi suatu indikasi penerima informasi kurang memahami maksud informasi yang diberikan. Suatu informasi akan dapat dengan mudah dipahami oleh penerima informasi manakala informasi yang diberikan itu memiliki kejelasan maksud. Kesederhanaan dalam pengungkapan dapat memperjelas maksud suatu ucapan dan menghindari terjadinya multitafsir yang justeru akan membingungkan penerima informasi. Meskipun informasi itu panjang dan rumit, jika diberikan secara sederhana, berurutan dan lengkap maka akan memberikan kejelasan dan kepahaman. Demikianlah, sebagai komunikator yang mengkomunikasikan segala hal yang berkait dengan pengadilan dan pencari keadilan, petugas meja informasi dituntut untuk membangun komunikasi yang efektif sehingga masyarakat, terutama pencari keadilan akan terinformasi dengan baik (well-informed) mengenai pengadilan. Dengan menjadi masyarakat yang terinformasi dengan baik, maka akses keadilan akan lebih mudah tercapai. Kedua, sebagai customer relation officer, yakni seseorang yang dapat memberikan citra yang positif kepada pengadilan. Dalam dunia marketing bisnis, mereka yang bekerja sebagai customer relation officer ini dimandatkan untuk membina
2

Lihat dalam https://www.stephencovey.com/7habits/7habits-habit5.php

Halaman | 5

hubungan baik dengan dengan seluruh pelanggan, termasuk membujuk pelanggan agar tetap bertahan dan tidak lari dari perusahaan yang bersangkutan. Artinya, mereka bekerja untuk mempertahankan kesetiaan pelanggan (customer loyality). Dalam konteks pengadilan, loyalitas pelanggan itu mungkin tidak penting, karena pengadilan tidak memiliki kompetitor yang melakukan tugas dan fungsi yang sama. Menurut hemat penulis, lebih tepat peran customer relation officer ini dalam konteks pengadilan sebagai pengembang citra pengadilan. Wujud konkret aktivitasnya mengkomunikasikan panduan-panduan dalam berinteraksi dengan pengadilan, menunjukkan tata cara dan prosedur pengadilan, termasuk hal-hal yang sederhana seperti menyapa atau memberi salam kepada setiap orang yang berhubungan dengan pengadilan. Sikap yang ditunjukkan oleh petugas meja informasi seperti ini akan membawa citra positif pada pengadilan dengan adanya perasaan yang nyaman, perasaan tertolong maupun perasaan diayomi yang dirasakan oleh pencari keadilan. Pengalaman menunjukkan sikap yang dialami oleh seseorang seringkali dijadikan sebagai referensi bagi yang lain saat berinteraksi dengan pengadilan. Artinya, terdapat efek words of mouth dari pencari keadilan yang merasa puas untuk kemudian menyampaikannya kepada orang lain yang mungkin akan datang ke pengadilan untuk maksud yang sama. Ketiga, sebagai deskperson3, yang melayani berbagai macam aplikasi yang diajukan oleh masyarakat dan tidak terbatas pada pencari keadilan semata. Dalam dunia bisnis asuransi, seorang deskperson, bertugas antara lain membantu menjelaskan kepada calon tertanggung tentang persyaratan-persyaratan yang harus dilengkapi oleh calon tertanggung sebelum mengajukan pendaftaran, menyerahkan berkas-berkas kepada bagian pertanggungan yang akan diperiksa dari tertanggung, menerima telepon dari para tertanggung yang akan ditransfer kebagian-bagian yang diperlukan, dan lain-lain. Bila dikaitkan dengan keberadaan meja informasi di pengadilan, maka dalam kedudukan sebagai deskperson, petugas meja informasi akan memberikan penjelasan kepada calon pencari keadilan kelengkapan berkas gugatan atau permohonan,

Istilah deskperson tidak lazim dikenal dalam konteks pelayanan pelanggan (customer service), karena secara umum dipergunakan deskman. Penulis sengaja menggunakan istilah deskperson yang lebih netral gender.

Halaman | 6

meneruskan berkas yang telah dipersiapkan oleh pencari keadilan, dan membantu masyarakat yang membutuhkan informasi-informasi dari pengadilan. Keempat, sebagai receptionist, yakni sebagai penerima tamu yang datang ke pengadilan. Fungsinya melayani pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat yang disampaikan melalui berbagai media, seperti bertemu langsung maupun menggunakan media teknologi informasi yang tersedia. Kecuali itu, seorang resepsionis dapat memainkan peranan yang bersifat psikologis, yakni memberi kenyamanan kepada masyarakat yang datang ke pengadilan dengan sikap yang ramah, memberi pertolongan, dan penampilan yang menyenangkan. Seseorang yang datang ke pengadilan dalam suasana psikologis yang kurang baik karena menghadapi persoalan rumah tangga atau lainnya akan dapat sedikit lebih tenang jika disambut dengan keramah-tamahan, senyum yang baik dan bantuan yang memadai. Untuk dapat memainkan peranan sebagai resepsionis yang baik, dibutuhkan kepribadian yang baik, diantaranya sopan santun, ramah tamah, jujur dan selalu siap menolong, yang tercermin tidak hanya dalam tata cara berbicara maupun tindak tanduk lainnya. Yang menarik, dunia perhotelan mengenal konsepsi receptionist grooming standard, yakni sikap resepsionis yang selalu tampak rapi, bersih dan menarik, baik berhubungan dengan tampilan diri sendiri maupun pakaian yang dikenakan oleh resepsionis hotel. Grooming standard ini dipergunakan sebagai medium pencitraan hotel. Seorang resepsionis yang tidak rapi dan tidak bersih akan mengakibatkan tamu berimage buruk terhadap hotel. Mungkin tamu akan membatalkan niatnya untuk menginap bila melihat penampilan staf yang tidak profesional, tidak sesuai dengan grooming standard. Berbeda dengan penampilan resepsionis yang menawan dan rapi. Penampilan seperti ini dapat menimbulkan rasa hormat kepada siapapun yang datang di lobby hotel. Gambaran mengenai grooming standard tersebut tidak ada salahnya jika ditiru oleh petugas meja informasi di pengadilan. Karena pada akhirnya, hal-hal tersebut juga sangat penting untuk membangun citra pengadilan.4
Beberapa pengadilan agama yang dimuat dalam www.badilag.net tampaknya telah berusaha untuk mengikuti grooming standard tersebut. Pengadilan Agama Tulungagung, misalnya telah membuat
4

Halaman | 7

Dan kelima, sebagai complaint channeling. Penulis memilih kata channeling untuk mengistilahkan fungsi meja informasi sebagai tempat untuk menyampaikan keluhan atau pengaduan, karena meja informasi hanyalah media untuk mempermudah masyarakat menyampaikan keluhan atau pengaduan dan penyelesaiannya akan dilakukan oleh unit lain di pengadilan. Meja informasi dalam konteks ini adalah saluran yang dapat diakses untuk kepentingan tersebut. Meskipun meja informasi hanyalah saluran untuk penyampaian keluhan atau pengaduan, keberadaannya tidak dapat dianggap remeh. Karena keberadaannya masuk dalam jejaring sistem penanganan pengaduan, maka meja informasi memiliki kewajiban hukum dan moral untuk memberikan pelayanan terhadap setiap keluhan atau pengaduan yang diterima pengadilan. Dengan dijadikannya meja informasi sekaligus sebagai meja pengaduan, setidak-tidaknya hal tersebut akan merefleksikan beberapa hal bagi pengadilan. Pertama, pengadilan dan semua yang terlibat di dalamnya memiliki komitmen yang tinggi untuk mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam rangka memberikan pelayanan keadilan yang baik dan mewujudkan keadilan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, jaminan pengadilan bahwa masyarakat pencari keadilan dan masyarakat luas pada umumnya memiliki kebebasan dan kemudahan untuk menyampaikan keluhan dan pengaduan. Ketiga, jaminan pengadilan bahwa setiap keluhan atau pengaduan akan mendapatkan perlakuan yang sama, tanpa membeda-bedakan siapa yang mengajukannya. Dan keempat, jaminan pengadilan bahwa dengan komplain (pengaduan) yang diajukan oleh masyarakat, pengadilan akan selalu memberikan yang terbaik bagi masyarakat, jikapun ada kekeliruan akan senantiasa dilakukan perbaikan secara berkesinambungan. Bertolak dari beberapa refleksi diatas, maka dalam hal adanya pengaduan atau pernyataan keluhan yang diterima, meja informasi dapat melakukan hal-hal sebagai berikut. Pertama, menginformasikan secara jelas dan akurat kepada masyarakat tentang

pakaian khusus para petugas informasi, yakni mengenakan jas warna hijau muda dan berdasi, berbeda dengan pakaian hakim atau pegawai lainnya. Lihat http://www.badilag.net/component/content/article/315-berita-kegiatan/8862-pa-tulungagung-laindaripada-yang-lain-711.html

Halaman | 8

cara penyampaian keluhan atau pengaduan serta bagaimana keluhan tersebut akan ditangani oleh pengadilan. Kedua, memberikan rentang waktu yang realistis kepada masyarakat untuk menangani suatu keluhan atau pengaduan yang diterima. Ketiga, senantiasa mempersiapkan diri untuk selalu dapat menginformasikan kepada masyarakat yang mengajukan keluhan atau pengaduan perihal perkembangan atau kemajuan dalam penanganan komplain yang sedang diselesaikan. Kelima, berusaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku memberikan privasi kepada masyarakat yang mengajukan keluhan atau pengaduan dengan senantiasa menjaga kerahasiaan mereka. Keenam, sepanjang mengenai keluhan atau pengaduan yang dapat ditangani secara mandiri, petugas meja informasi dapat menyelesaikannya dengan baik.

Meja Informasi sebagai Barisan Depan Pengadilan

Apa yang akhirnya dapat terjelaskan dari tulisan sederhana ini adalah kenyataan bahwa meja informasi adalah barisan depan dalam sistem pelayanan pengadilan yang memiliki peran dan fungsi yang penting. Meja informasi menjadi muara dari sistem pelayanan pengadilan yang dilakukan oleh semua aparatur pengadilan. Konsekwensi logis dari keberadaan meja informasi sebagai barisan depan pengadilan, ia menjadi wakil utama pengadilan, pimpinan dan seluruh perangkat pengadilan dalam berhubungan dengan pencari keadilan dan masyarakat. Meja informasi menjadi bagian pertama yang dihubungi oleh masyarakat dan akan mengakhiri interaksinya di pengadilan juga di meja informasi.5 Dengan menjadi wakil utama pengadilan, pimpinan dan seluruh perangkat pengadilan, maka meja informasi dan personilnya menjadi personifikasi dari pengadilan. Persepsi masyarakat tentang pengadilan boleh jadi akan dibentuk juga oleh bagaimana meja informasi dan personilnya bekerja dan memperlakukan masyarakat yang berinteraksi dengan pengadilan, meskipun kerja-kerja meja informasi juga tidak terlepas dari kerja aparatur pengadilan lainnya yang bermuara pada meja informasi.

Prinsip one stop service and education yang diterapkan oleh Pengadilan Agama Tulungagung telah menjadikan pelayanan pengadilan bermula dan berakhir di meja informasi.

Halaman | 9

Kesan meja informasi dan petugasnya sebagai personifikasi pengadilan sesungguhnya telah memberikan isyarat yang cukup tegas bahwa pembangunan citra pengadilan juga sedikit banyak bertumpu pada kualitas kerja meja informasi. Artinya sebagai barisan depan pengadilan, meja informasi menjadi pengemban citra pengadilan. Segala tingkah laku dan tindak tanduknya dalam berinteraksi dengan masyarakat akan diidentifikasi sebagai kebijakan dan program pengadilan. Penjelasan ini setidaknya memiliki kesamaan dengan uraian Renner mengenai peranan dan kedudukan resepsionis hotel sebagaimana diuraikannya berikut: He is the prime representative of the hotel, the management, and all other employees working for it. The first impression will make all the difference in how the guests will view the hotel and subsequently enjoy their stay. (Dia adalah wakil utama hotel, manajemen dan semua karyawan lain yang bekerja untuk hotel. Kesan pertama akan mempengaruhi pandangan tamu mengenai hotel dan kemudian menikmati kunjungan mereka)6 Satu-satunya perbedaan yang ada diantara keduanya adalah tamu hotel memiliki kebebasan untuk menentukan preferensi untuk memilih antara menginap atau berpindah ke hotel lain, sementara pencari keadilan tidak akan pernah bisa mengalihkan preferensi mereka kepada layanan lain di luar pengadilan. Seperti disampaikan oleh Chief Justice Diana Bryant (Family Court of Australia), klien dari pengadilan keluarga tidak bisa pergi ke tempat lain, meskipun ia tidak puas dengan layanan yang ia terima. Oleh karena itu pilihan bagi meja informasi adalah memberikan pelayanan sebaik-baiknya atau citra pengadilan akan terpuruk.

Penutup

Pengembangan semangat pelayanan di pengadilan harus dilakukan secara simultan dan menjadi perhatian dan pekerjaan setiap orang, meskipun pelayanan dalam artian kontak langsung dengan pencari keadilan dan masyarakat luas dilakukan oleh

Peter Franz Renner, Basic Hotel Front Office Procedures, (Boston: CBI Publishing Co., 1981),

h. 114

Halaman | 10

meja informasi. Hal ini setidaknya memudahkan pemahaman kita mengenai sistem dan alur kerja pelayanan. Oleh karena kontak langsung dengan masyarakat hanya dapat dilakukan di dan oleh meja informasi dan personilnya, maka keberadaannya menjadi sangat vital, bukan hanya bagi komunikasi pengadilan dengan masyarakat, tetapi juga bagi pembangunan citra pengadilan.

Daftar Bacaan

Badilag MARI, Surat Keputusan Dirjen Badilag Nomor 0017/Dj.A/SK/VII/2011 tentang Pedoman Pelayanan Meja Informasi di Lingkungan Peradilan Agama tanggal 7 Juli 2011 Chief Justice Diana Bryant, Pengalaman yang lebih baik bagi klien: Transparansi Layanan, Penyelesaian perselisihan keluarga dalam Sistem Hukum Keluarga Australia, Jakarta: Mahkamah Agung Republik Indonesia, 30 September 2011 Peter Franz Renner, Basic Hotel Front Office Procedures, Boston: CBI Publishing Co., 1981 Stephen R. Covey, The 7 Habits of Highly Effective People dalam

https://www.stephencovey.com/7habits/7habits.php http://www.badilag.net/

Halaman | 11

Anda mungkin juga menyukai