Anda di halaman 1dari 3

Menjadikan Riau Makmur

Oleh Ahmad Rivai Pohan

Riau adalah propinsi yang memiliki sumber daya alam yang kaya. Dari perut bumi
keluar minyak ribuan barel per hari. Dari permukaan tanah, terbentang perkebunan sawit
dan karet yang luas, tumbuh dengan suburnya, menjadi perkebunan yang terluas di
Indonesia. Dan kemudian ada pelabuhan laut, arus lautnya tenang, diapit oleh pulau
Rupat dan Sumatera dekat dengan jalur lalu lintas laut internasional, selat malaka berada
di Dumai. Dan Riau memiliki hutan yang luas menghasilkan kertas, bubur kertas dan
triplex.

Dari potensi yang besar ini, menjadi pertanyaan kenapa masyarakat riau tidak makmur?
Masih banyak yang miskin. Dapat kita lihat kemiskinan mulai dari persoalan pangan,
sandang, dan papan. Bidang pangan, masih banyak masyarakat belum dapat memenuhi
kalori yang disyaratkan sebagai manusia. Bidang papan, rumah-rumah masyarakat masih
banyak yang tidak layak huni. Dan begitu juga sandang, pakaian yang gunakan adalah
barang bekas pakai dari Singapura dan Malaysia, dipajang di pinggir jalan, kemudian
dibeli oleh sebagian masyarakat.

Apakah ini kesalahan pemimpin yang ada di Riau? Masyarakat sudah memilih
pemimpin yang dianggap lebih, yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan popularitas.
Dan disamping itu juga masyarakat telah membayar pajak langsung atau tidak langsung
kepada pemerintah. Pemerintah dipercayakan mengelola dan memungut pajak, diambil
dari rakyat dan didistribusikan kepada rakyat gunanya agar tercapai cita-cita bangsa,
keadilan dan kemakmur.

Untuk itu kedepan ada bebarapa hal menjadi perhatian kita yaitu pertama, paradigma
pimpinan harus dirombak total, dari feodal ke transparansi. Pempinan yang memegang
kekuasaaan di pemerintahan, seperti Direktur perusahaan, diberikan wewenang oleh
pemegang saham. Rakyat adalah pemegang sahamnya. Pemimpin tidak dapat semena-
mena terhadap kepercayaan masyarakat tersebut.

Kedua, Pemahaman tugas, semua kepala daerah harus memahami tugas dalam batas
waktu lima tahun. Jelas target kerjanya dan terukur. Bukan melontarkan kata-kata yang
tidak terukur, seperti kata-kata yang sering kita dengar adalah ” kemiskinan sudah
berkurang”, berapa angkanya? Selalu disembunyikan angkanya. Dan juga harus punya
prioritas pembangunan sesuai dengan keunggulan daerahnya.

Ketiga, Pendistribusian dana/budget (belanja) yang adil, coba kita lihat fasilitas yang
dimiliki oleh pejabat pemerintah, menurut saya adalah sudah bukan lagi subtansinya tapi
sudah mengarah pada kemubajiran. Mobil yang dipakai pejabat sudah berdasarkan
pilihan merk, mengarah pada pemenuhan gengsi. Model kenderaan/ruang kantor yang
dipakai oleh anggota legislatif, pajabat di pemerintahan sudah terlalu mewah/lux. Kita
harus kurangi motif ” selagi...”, ”selagi...”. “selagi menjabat...” Dan juga membangun
rasa solidaritas yang tinggi, contoh Riau pos Tgl. 13 Oktober 2008, memberitakan bahwa
karyawan PTPN V, mendapat bonus seluruh karyawan sebesar enam bulan gaji. Disisi
lain masyarakat masih berkutat pada penderitaan dan kekuarangan alias kemiskinan.
Seharusnya juga disini peran DPR, DPRD untuk membuat UDD yang adil dan merata.

Keempat, Standarisasi gaji, seharusnya ada standarisasi gaji minimal pada disemua jenis
pekerjaan. Minimal gaji tersebut adalah sebesar Rp. 1.200.000,-(satu juta dua ratus ribu
rupiah) per bulan/orang. Jika seseorang tidak bekerja/menganggur secara otomatis
diketahui oleh pemerintah secara institusi dan langsung menjadi tanggung jawab
pemerintah. Dan ada solusi penanganan yang dilakukan.

Kelima, Penangan infrastruktur yang berkualitas dan daya tahan maksimal. Saat ini
kondisi jalan hampir semua rusak, karena penanganan jalan yang keliru, jika perhatikan
sama saja perlakuan dalam pembuatan jalan, pada tanah yang keras atau tanah gambut,
ketebalan base dan aspalnya sama saja. Agar tercipta jalan yang kualitas bagus,
seharusnya membuat jalan terlebih dahulu dilakukan penelitian. Dan waktu
pengerjaannya sesuai dengan musim, malah yang terlihat selama ini pada saat musim
hujan malah disitu pula jalan di perbaiki atau di buat. Untuk itu perlu Adanya jaminan
daya selama kurun waktu 5 (lima) tahun atau 10 (sepuluh) tahun. Kita lihat lagi kasus
dalam pembuatan parit disamping jalan, modelnya sama semua; segi empat, besarnya
sama dari hulu kehilir, tidak berdasarkan volume air yang akan ditampung. Seharusnya
lebih besar di hilir dari pada di hulu. Perhatikan model parit/saluran di sekitar kita.

Keenam, Data yang akurat, Riau perlu memiliki data yang jelas dan akurat mengenai
penduduk dan di update sekali dalam enam bulan. Data dari kelahiran, pra sekolah,
sekolah, angkatan kerja, sampai pada kematian. Sebenarnya data sudah sudah banyak,
dari BPS dan pendataan Pemilu sebelumnya. Sebenarnya data dapat diambil dari peserta
pemilihan gubernur yang ada di KPU, hanya menambah dan melengkapinya saja saja.
Data ini seharusnya dipegang secara keselurahan oleh gubernur, dan begitu juga Bupati,
Camat, Lurah, di setiap daerah masing-masing. Jangan pendataan selalu dimulai dari nol
jika ada kebijakan baru, dan dijadikan pula proyek, sehingga akan menghabiskan uang
rakyat.

Semua kebijakan mengacu pada data ini. Seperti kasus yang membuka pendaftaran murid
baru pada sekolah dasar, ternyata tidak ada murid yang mendaftar. ini merupakan salah
satu kekeliruan memahami data, atau memang tidak ada data. Demikian juga data
pengangguran, seharusnya lengkap dengan nama-nama dan juga alamatnya. Sehingga ada
penanganan yang kongkrit, pemberian pelatihan, pengiriman keluar negeri (tapi untuk
mereka yang mempunyai skill), atau pemberian informasi lowongan kerja.

Jika sudah banyak pengangguran, juga akan menjadi koreksi kepada dunia pendidikan,
tidak dapat menghasilkan sumber daya manusia yang unggul sesuai kebutuhan. Sehingga
pihak sekolah/perguruan tinggi juga dapat mengubah/memperbaiki kurikulum/mencari
model sekolah/perguruan tinggi yang cocok.
Dan juga data-data pengusaha, dari pengusa kecil, menengah dan besar. Kalau memang
sudah ada pengusaha besar di Riau bisa mengambil/mengerjakan proyek ke luar negeri
kenapa tidak didorong. Kita lihat pembangunan pengembangan Pelabuhan di Dumai,
Negara Jepang memberikan bantuan pinjaman ke Indonesia, kemudian yang mengerjakan
proyek adalah perusahaan Jepang serta pekerja level atas. Akhirnya Jepang juga yang
mendapatkan keuntungan besar. Kenapa kita tidak melakukan perencanaan untuk alih
teknologi, atau kemandirian. Boleh saja proyek dikerjakan oleh pihak asing tapi sifatnya
sementara, sebagai alih teknologi saja.

Tujuh, Pembinaan genarasi muda, perlu ransangan generasi muda untuk berkarya dan
menuntut ilmu, Generasi muda adalah perwaris bangsa, maka generasi muda perlu
diransang untuk menguasai teknologi,Tapi kenyataannya tidak terlihat ada kearah itu,
coba kita lihat mana ada pelajar, mahasiswa yang boleh melihat kilang Pertamina ”Putri
Tujuh” di Dumai sebagai wisata teknologi. Supaya generasi ini mendapat gambaran dan
sedikit melihat teknologi. Pelajar/mahasiswa mengetahui bagaimana proses mengelola
dari minyak mentah menjadi minyak siap pakai. Masuk saja tidak boleh, dengan alasan
demi keamanan. Akhirnya kita sulit untuk maju dan berkembang. Baru-baru ini ada
pembangunan Lube Oil di Dumai dan sudah diresmikan pemakainnya juga dikerjakan
oleh Korea.

Kemana lagi kita mengadu, mungkinkah kita harus mengadu pada pejuang yang telah
wafat yang sekarang ada di kuburan, untuk mengadukan kondisi kita saat ini. Apakah
sesuai dengan harapan mereka atau jauh menyimpang dari cita-cita mereka selama ini?
Kalau mengadu ke DPR/DPRD mereka sudah punya agenda masing-masing, coba kita
lihat di perlakuan satpol PP yang selalu memukuli pedagangan kaki lima untuk sebuah
keindahan kota padahal mereka hanya untuk menyambung hidup. Mereka antara hidup
dan mati. Coba kita tanya, apakah ada solusi dari DPR / DPRD?. kalau ada, minta tolong
donk....................diberitahu saya.

Ahirnya tidak ada niat selain mengharapkan masyarakat Indonesia, khususnya propinsi
Riau agar dapat mewujudkan cita-cita bangsa yaitu adil dan makmur.

Mahasiswa Pasca Sarjana - UNRI


Administrasi dan kebijakan Bisnis

Anda mungkin juga menyukai