Anda di halaman 1dari 34

PBL SKENARIO 3 SHORT MESSAGE SERVICE (SMS) MESRA

Kelompok B-14:

KETUA SEKRETARIS ANGGOTA

: Ratu Ursula Paramadina : Sarrah Diah Obgynia : Puspalia Pristiyanti Putri Rahimi Halim Winda Rahmah Darman Sartika Putri Agustin Sayyidah Al Arifiah Pradea Ramadhan Ratu Wilda

(1102008299) (1102008231) (1002007216) (1102007218) (1102007291) (1102008232) (1102008234) (1102008298) (1102008300)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA 2010

NEUROLOGY SKENARIO 3 SMS MESRA Kasus: Seorang wanita 33 tahun, sejak menemukan SMS mesra di handphone suaminya sering mengeluh nyeri kepala. Sejak itu ia sering mengalami insomnia dan anoreksia. Karena cemas dengan kesehatan fisiknya ia memeriksakan diri ke dokter ahli syaraf. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang canggih seperti CT Scan kepala ternyata tidak ditemukan adanya kelainan, kemudian disarankan untuk konsultasi ke psikiater karena nyeri yang dialami bukan disebabkan nyeri neurogenik atau nyeri nociseptive, kemungkinan ia menderita gangguan nyeri somatoform/psikogenik. Oleh psikiater disamping diberikan obat kombinasi analgetik, ansiolitik, dan antidepresan, juga diberikan psikoterapi suportif. Kemudian disarankan juga untuk melakukan marital counseling untuk mendapatkan bimibingan cara membina keluarga sakinah, mawadah warrahmah.

Sasaran Belajar 1. Mengetahui neuroanatomi dan neurofisiologi nyeri. 2. Memahami dan menjelaskan tentang nyeri kepala 3. Mengetahui dan klasifikasi dan gambaran klinik gangguan somatoform 4. Mengetahui faktor-faktor penyebab somatoform 5. Mengetahui kriteria diagnosis gangguan nyeri somatoform 6. Mengetahui penatalaksanaan gangguan nyeri somatoform 7. Memahami nilai perkawinan dalam islam 8. Memahami dan menjelaskan marital konseling dan cara membina keluarga sakinah,mawaddah, dan warahmah.

I.

Memahami Dan Menjelaskan Neuroanatomi Dan Neurofisiologi Nyeri

Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk). Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi. Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat. Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam: 1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor. 2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf ( neliola, et at, 2000 ). 3. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan. 4. Nyeri spikologik Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri osteoneuromuskuler, yaitu :

1. Nociceptor mechanism. 2. Nerve or root compression. 3. Trauma ( deafferentation pain ). 4. Inappropiate function in the control of muscle contraction. 5. Psychosomatic mechanism. Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri. Nociceptor: Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan halhal yang berpotensial membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari: 1. A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis. 2. C fibres, serabut saraf tanpa myelin. Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi terhadap rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai pada serabut-serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-serabut sensor besar ini berfungsi pada propioception dan motor control. Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita terdapat algesic chemical substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin, prostaglandin dan lain-lain. Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C, mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut sebagai neurogenic inflammation yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit. Deregulasi Sistem Motorik yang Menyebabkan Rasa Sakit. Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot yang terlibat adalah postural system. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut afferent ke spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat spinal motor reflexes. Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral organ, bahkan otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita, misalnya withdrawal reflex merupakan mekanisme survival dari organisme. Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat

meningkatkan rasa sakit, melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan vicious circle, kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat dari kontrksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi system simpatik. Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otototot atau impuls dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat meningkatkan reflex excitability dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai neurogenic block. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan descending excitatory pathways, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural. Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi reseptor nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri yang berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis berperan pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus ascenden. Sel-sel saraf dari traktus spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada pengaktifan system kontrol desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif. Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitianpenelitian lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus, amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif dari nyeri. Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan emosional yang tidan menyenangkan. Nyeri dapat dibagi 2. Pertama, nyeri nosiseptf yang terjadi akibat

aktifasi nosi reseptor A-d dan C sebagai respon terhadap rangsangan noxius (termal , mekanik , kimia). Kedua, neyri neuropatik merupakan nyeri yang timbul akibat kerusakan/perubahan patologis pada system saraf perifer atau sentral. Pada kasus reumatik nyeri yang ditimbulkan adalah mixed pain, yaitu kombinasi antara nyeri nosiseptif dan neuropatik.

I.1. Neuroanatomi sensasi sakit dan suhu

Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Lateralis

Pada medulla spinalis:

Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterior substansia grissea medulla spinalis dan segera bercabang dua : serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk Tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa pada cornu posterior. Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi kontralateral sebagai tractus neurospinotalamicus lateralis.

Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N. Trigeminus. Disini bergabung dengan : Tractus spinotalamicus anterius Tractus spinotectalis Ketiga tractus tersebut disebut : LEMNISCUS SPINALIS.

Pada pons : lemniscus spinalis naik keatas dibagian belakang pons Pada mesencephalon : lemniscus spinalis jalan pada tegmentum, lateralis dari lemniscus medialis.

Pada diencephalon : serabut saraf tractus spinotalamicus lateralis akan bersinaps dengan neuron orde ketiga yaitu : nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus) disinilah terjadi penilaian kadar sensasi sakit dan suhu juga reaksi emosi mulai timbul. Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area brodmann 3,2,1) menafsirkan suhu dan sakit sehingga timbul kesadaran akan sensasi tersebut.

1.2. Neuroanatomi sentuhan ringan dan tekanan

Nama jalan: Tractus Spinothalamicus Anterior

Pada medulla spinalis:

Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterior medulla spina;is dan segera bercabang dua : serabut yang naik dan serabut yang turun. Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk Tractus posterolateral (Lissaueri). Lalu bersinaps dengan neuron orde kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterior substansia grissea. Axon dari neuron orde ke dua jalan menyilang pada comissura anterior substansia grissea dan substansia alba, kemudian naik keatas pada sisi anterolateral substantia alba sebagai tractus neurospinotalamicus anterior.

Pada medulla oblongata : pada medulla oblongata tractus tersebut jalan beriringan dengan tractus spinotalamicus lateralis dan tractus spinotectalis, semuanya disebut : LEMNISCUS SPINALIS.

Pada pons, mesencephalon dan diencephalon : beriringan dengan Lemniscus medialis untuk akhirnya bersinaps pada neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari kelompok ventral thalamus (bagian kelompok nuclei lateralis thalamus) disini tekanan dan sentuhan mulai diinterpretasikan.

Pada cortex cerebri : axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior interna dan corona radiata berakhir pada gyrus poscentralis (area brodmann 3,2,1) menafsirkan sensasi sentuhan dan tekanan sehingga timbul kesadaran akan sensasi tersebut.

2. Memahami dan Menjelaskan Neurofisiologis Nyeri

1.3. Penyebab Nyeri

Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan kimia. Mekanik, spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik. 1.4. Proses Utama Transduksi adalah proses dimana stimulus noksius aktivitas elektrik reseptor terkait. Transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas (ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Modulasi yaitu aktivitas saraf utk mengontrol transmisi nyeri. Suatu jaras tertentu telah diteruskan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto). Persepsi, Proses impuls nyeri yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas. bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif sehingga tidak terhindarkan keterbatasan untuk memahaminya (Dewanto). Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer, Zat kimia (substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan menggaruk secara perlahan di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang,

misalnya perasaan sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Patricia & Walker). Termal, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi, iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada sebagian besar populasi. Kimia, ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin, dan enzim proteolitik. Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi, falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve endings dan dirasakan sebagai slow chronic- aching type pain. Nyeri dapat dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain. Fast pain, nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat A dengan kecepatan mencapai 6 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang banyak digunakan pada CNS.

Slow pain, nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu lebih dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan mencapai 0,5 2 m/s. Neurotransmitter yang digunakan adalah substansi P. Jalur yang ditempuh dapat dibagi menjadi dua pathway yaitu fast-sharp pain pathway dan slow- chronic pain pathway. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis, serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untuk fast pain dan paleospinotalamikus untuk slow pain. Traktus neospinotalamikus untuk fast pain, pada traktus ini, serat A yang mentransmisikan nyeri akibat stimulus mekanik maupun termal akan berakhir pada lamina I (lamina marginalis) dari kornu dorsalis dan mengeksitasi second-order neurons dari traktus spinotalamikus. Neuron ini memiliki serabut saraf panjang yang menyilang menuju otak melalui kolumn anterolateral. Serat dari neospinotalamikus akan berakhir pada: (1) area retikular dari batang otak (sebagian kecil), (2) nukleus talamus bagian posterior (sebagian kecil), (3) kompleks ventrobasal (sebagian besar). Traktus lemniskus medial bagian kolumn dorsalis untuk sensasi taktil juga berakhir pada daerah ventrobasal. Adanya sensori taktil dan nyeri yang diterima akan memungkinkan otak untuk menyadari lokasi tepat dimana rangsangan tersebut diberikan. Traktus paleospinotalamikus untuk slow pain, traktus ini selain mentransmisikan sinyal dai serat C, traktus ini juga mentransmisikan sedikit sinyal dari serat A. Pada traktus ini , saraf perifer akan hampir seluruhnya nerakhir pada lamina II dan III yang apabila keduanya digabungkan, sering disebut dengan substansia gelatinosa. Kebanyakan sinyal kemudian akan melalui sebuah atau beberapa neuron pendek yang menghubungkannya dengan area lamina V lalu kemudian kebanyakan serabut saraf ini akan bergabung dengan serabut saraf dari fast-sharp pain pathway. Setelah itu, neuron terakhir yang panjang akan menghubungkan sinyal ini ke otak pada jaras anterolateral. Ujung dari traktus paleospinotalamikus kebanyakan berakhir pada batang otak dan hanya sepersepuluh ataupun seperempat sinyal yang akan langsung diteruskan ke talamus. Kebanyakan sinyal akan berakhir pada salah satu tiga area yaitu : (1) nukleus retikularis dari medulla, pons, dan mesensefalon, (2) area tektum dari mesensefalon, (3) regio abu abu dari

peraquaductus yang mengelilingi aquaductus Silvii. Ketiga bagian ini penting untuk rasa tidak nyaman dari tipe nyeri. Dari area batang otak ini, multipel serat pendek neuron akan meneruskan sinyal ke arah atas melalui intralaminar dan nukleus ventrolateral dari talamus dan ke area tertentu dari hipotalamus dan bagian basal otak.
1.5.

Respon Manusia Terhadap Nyeri Kozier, dkk. (1995) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh

meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom. Respon Simpatis : Peningkatan tekanan darah, Peningkatan denyut nadi, Peningkatan pernapasan, Meningkatkan tegangan otot, Dilatasi pupil, Wajah pucat, Diaphoresis, Respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat ,berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat (Black M.J,dkk). 1.6. Klasifikasi Nyeri

Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan jenisnya, meliputi : 1. Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan, serangan mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan meningkatkan persepsi nyeri. 2. Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih, sumber nyeri tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu nyeri menetap.

Corwin J.E (1997) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan sumbernya meliputi :

1. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan subkutis, misalnya nyeri ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri jelas disuatu dermatum. 2. Nyeri somatik adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi, tendon, otot rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat nyeri lambat. 3. Nyeri Viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi jelas disuatu titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan biasanya parah. 4. Nyeri Psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa diketahui adanya temuan pada fisik (Long, 1989 ; 229). 5. Nyeri Phantom limb pain, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah satu ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996 ; 229).

II. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala

2.1.

Definisi Sakit Kepala

Sakit kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit 2.2. Etiologi Sakit Kepala

Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: 1. Vascular 2. jaringan saraf 3. gigi geligi, 4. orbita, 5. hidung dan 6. sinus paranasal, 7. jaringan lunak di kepala, kulit, jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahan lokasi (cuaca, tekanan, dll.)

2.3.

Faktor Resiko Sakit Kepala

Gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik

2.4.

Patofisiologi Sakit Kepala Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri. (Taylor C. dkk).

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 3 beramifikasi pada grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu. Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2 selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada kepala dan leher bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf ini meluas ke pars kaudal. Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris, menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring. Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3 zygapophysial bagian lateral dan posterior. Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus. Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut (Lance, 2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4) degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif pada endorfin). 2.5. Terapi Nyeri Kepala

Nyeri kepala dapat diobati dengan preparat asetilsalisilat dan jika nyeri kepala sangat berat dapat diberikan preparat ergot (ergotamin atau dihidroergotamin). Bila perlu dapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg dihidroergotaminmetan sulfat atau ergotamin 0,5 mg. Preparat Cafergot ( mengandung kafein 100 mg dan 1 mg ergotamin) diberikan 2 tablet pada saat timbul serangan dan diulangi jam berikutnya Pada pasien yang terlalu sering mengalami serangan dapat diberikan preparat Bellergal (ergot 0,5 mg; atropin 0,3 mg; dan fenobarbital 15mg) diberikan 2 3 kali sehari selama beberapa minggu. Bagi mereka yang refrakter dapat ditambahkan pemberian ACTH (40 u/hari) atau prednison (1mg/Kg BB/hari) selama 3 4 minggu. Preparat penyekat beta,seperti propanolol dan timolol dilaporkan dapat mencegah timbulnya serangan migren karena mempunyai efek mencegah vasodilatasi kranial. Tetapi penyekat beta lainnya seperti pindolol, praktolol, dan aprenolol tidak mempunyai efek teraupetik untuk migren, sehingga mekanisme kerjanya disangka bukan semata mata penyekat beta saja. Preparat yang efektif adalah penyekat beta yang tidak memiliki efek ISA ( Intrinsic Sympathomimetic Activity). Cluster headache umunya membaik dengan pemberian preparat ergot. Untuk varian Cluster headache umumnya membaik dengan indometasin. Tension type headache dapat diterapi dengan analgesik dan/atau terapi biofeedback yang dapat digunakan sebagai pencegahan timbulnya serangan. Terapi preventif yang bertujuan untuk menurunkan frekuensi, keparahan, dan durasi sakit kepala. Terapi ini diresepkan kepada pasien yang menderita 4 hari atau lebih serangan dalam sebulan atau jika pengobatan di atas tidak efektif. Terapi ini harus digunakan setiap hari. Terapi preventif tersebut adalah pemberian beta bloker, botox, kalsium channel blokers, dopamine reuptake inhibitors, SSRIs, serotonin atau dopamin spesifik, dan TCA. 2.6. Pencegahan Sakit Kepala

Pencegahan sakit kepala adalah dengan mengubah pola hidup yaitu mengatur pola tidur yang sam setiap hari, berolahraga secara rutin, makan makanan sehat dan teratur, kurangi stress, menghindari pemicu sakit kepala yang telah diketahui.

III. Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi dan Gambaran Klinik Gangguan 3.1. Definisi Gangguan Somatoform

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya nyeri, mual, muntah, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. 3.2. Etiologi Gangguan Somatoform Sampai sekarang ini penyebab munculnya somatoform disorder masih belum diketahui, mungjin terjadi masalah pada impuls saraf yang menghantarkan sinyal nyeri, tekanan dan sensasi tidak nyaman lainnya ke otak. Sampai sekarang belum diketahui nyeri dan masalah klinis lainnya yang disebabkan oleh somatoform disorder itu benar-benar nyata atau hanya khayalan. Hal-hal yang mempengaruhi munculnya somatoform disorder : Tekanan dalam keluarga Meniru orangtua (parental modelling) Pengeruh kultur Faktor biologis : genetik 3.2. Klasifikasi Gangguan Somatoform

Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :

1. Gangguan konversi Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak dapat dilacak secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan akan adanya penyebab psikologis. 2. Hipokondriasis Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya penyakit terus ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan gejala penyakit kronis tertentu. 3. Gangguan somatisasi Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang jelas. Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi. 4. Gangguan dismorfik tubuh Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll. 5. Gangguan nyeri Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan factor psikologis. 3.4. Manifestasi Klinis Gangguan Somatoform

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang menekan di dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti kelumpuhan pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005). Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan

bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan. Gambaran keluhan gejala somatoform : Neuropsikiatri: kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik ; saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya Kardiopulmonal: jantung saya terasa berdebar debar. Saya kira saya akan mati Gastrointestinal: saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya Genitourinaria: saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa Musculoskeletal saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu Sensoris: pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak akan membantu Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi 1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll 2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan tersiksa/merana. 3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS bahkan dilakukan operasi. 4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam pernikahan.

Gangguan konversi 1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis, pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan. 2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau, suara hanya berbisik, dll. 3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab. 4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat fungsi saluran sensorimotor. 5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik. Hipokondriasis 1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki suatu penyakit fisik yang serius 2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala, berdebar-debar, kelelahan. 3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak dokter atau RS 4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter, walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah diyakinkan. 5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya. Gangguan dimorfik tubuh 1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran tubuh) 2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu, menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik 3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya. Gangguan nyeri 1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah pemeriksaan yang intensif)

2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu atau beberapa bagian tubuh. 3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan aspek penting lainnya. 4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan, memperburuk rasa nyeri.

3.5.

Faktor Resiko Gangguan Somatoform Riwayat orangtua Pola asuh dalam keluarga yang salah Wanita lebih banyak menderita Memiliki kepribadian yang mudah cemas Orang yang tertutup Alkoholism Penyalahgunaan obat

3.6.

Diagnosis Gangguan Somatoform

Kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya. c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya. Atau : A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi) 2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) -1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan). -1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan). C. Salah satu (1)atau (2): Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol) Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium. D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura). Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatisasi Menurut DSM-IV
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama

periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya. B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarangan waktu selama perjalanan gangguan : 1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung,

sendi, anggota gerak, dada, rektum selama menstruasi, selama berhubungan seksual atau selama miksi) 2. Dua gejala gastrointestinal : riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan) 3. Satu gejala seksual : riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, mendtruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan) 4. Salah satu gejala pseudoneurologis : riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yangmengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, ssulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, amnesia, hilangnya kesadaran selain pingsan) C. Salah (1) atau (2) : 1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi umum medis yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol) 2. Jika terdapat kondisi umum medis, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraannya dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau pura-pura) Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stressor lain C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (pura-pura) D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi umum medis atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis. F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.

Sebutkan tipe gejala atau defisit : Dengan gejala atau defisit motorik Dengan gejala atau defisit sensorik Dengan kejang atau konvulsi Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis A. Perokupasi dengan ketakutan menderita atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti gangguan dimorfik tubuh) D. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain. E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan F. Perokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-komplusif, gangguan panik, gangguan depresi berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain Sebutkan jika : dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh A. Perokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata. B. Perokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,pekerjaan atau fungsi penting lain. C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya ketidakpuasaan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa) Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri A. Nyerii pada satu tempat atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian khusus B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannya nyeri D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat

E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia. Tuliskan seperti berikut : gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis : faktor psikologis dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi dan bertahannya nyeri Sebutkan jika : Akut : durasi kurang dari 6 bulan Kronis : durasi 6 bulan atau lebih Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologis maupun kondisi medis umum Sebutkan jika : Akut : durasi kurang dari 6 bulan Kronik : durasi 6 bulan atau lebih

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal, atau saluran kemih) B. Salah satu (1) atau (2) : 1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi umum medis yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat atau alkohol) 2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkiraan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium. C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur atau gangguan psikotik) F. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat

DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ : Gangguan Somatoform

Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulangulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak

Gangguan Somatisasi Pedoman diagnostik Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut : Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya a. Gangguan Somatoform Tak Terinci Pedoman diagnostik Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya b. Gangguan Hipokondrik Pedoman diagnostik Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada : Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya. c. Gangguan Otonomik Somatoform Pedoman diagnostik Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut : Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/flushing, yang menetap dan mengganggu

Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas) Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem atau organ yang dimaksud. Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler F45.31 = saluran pencernaan bagian atas F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah F45.33 = sistem pernafasan F45.34 = sistem genito-urinaria F45.35 = sistem atau organ lainnya

d. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap Pedoman diagnostik Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan. e. Gangguan Somatoform Lainnya Pedoman diagnostik Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan 3.7. Penatalaksanaan

a. Gangguan Somatoform Penanganan biasanya melibatkan terapi psikodinamika atau kognitif-behavioral. ~ Penanganan Biomedis yakni penggunaan anti depresan yang terbatas dalam menangani hipokondreasis.

Terapi kognitif Behavioral dapat berfungsi pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder( keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stress dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seeorang Terapi psikodinamika atau yang berorientasi terhadap pemahaman dapat ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengenali konflik-konflik yang mendasarinya.
b. Gangguan Dissosiatif

Gangguan identitas dissosiatif tetap merupakan tantangan bagi sejumlah penanganan; amnesia dissosiative dan fugue dissosiatif cenderung terselesaikan dengan sendirinya. Penanganan biomedis yakni terapi obat( tipe anti depresan-SSRI) dapat membantu menangani gangguan depersonalisasi. Terapi psokodinamika, untuk gangguan dissosiative. Terapi psokoanalistik dapat digunakan untuk mendapat integrasi kembali dari kepribadian. IV. Memahami dan Menjelaskan Nilai Pernikahan Dalam Islam Sakinah mawaddah warahmah. Kata Sakinah. Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting. Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran, pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT. Dalam Al Quran pun dikatakan bahwa suatu saat, akan banyak orang yang saling berkasih sayang di dunia, tetapi di akhirat kelak mereka akan bermusuhan, menyalahkan dan saling melempar tanggung jawab. Kecuali orang-orang yang berkasih sayang dilandasi dengan cinta kepada Allah SWT. Kata adalah mawaddah. Mawaddah itu berupa kasih sayang. Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan, contoh mawaddah itu berupa kejutan suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya. Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut merupakan kejutan yang luar biasa. Kata terakhir adalah warahmah. Warahmah ini hubungannya dengan kewajiban. Kewajiban

seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh yang baik. Kewajiban seorang istri untuk menaati suaminya. Intinya warahmah ini kaitannya dengan segala kewajiban.

Kewajiban Suami Istri dalam Islam HAK BERSAMA SUAMI ISTRI Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (ArRum: 21) Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa: 19 Al-Hujuraat: 10) 3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19) 4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

1.
2.

SUAMI KEPADA ISTRI 1. 2. 3. 4. 5. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24) Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14) Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AIFurqan: 74) Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali) Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi) Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(AthThalaq: 7) 8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi) Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri) 10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala) Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)

6. 7. 9.

11.

12. 13. 14.

17. 18.

Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud). Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih) Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukumhukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali) 15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3) 16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai) Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali) Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40)

1. 2. 4. 5. 6. 7.
8.

9.

11.
12.

13. 14. 15.

ISTRI KEPADA SUAMI Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34) Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228) 3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39) Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali) Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih) Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim) Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi) Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi) Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi) 10. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani) Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani) Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34) Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri) Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih) Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal Endokrin
    Soal Endokrin
    Dokumen18 halaman
    Soal Endokrin
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen5 halaman
    Tugas
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Pertidaksamaan Linear
    Pertidaksamaan Linear
    Dokumen3 halaman
    Pertidaksamaan Linear
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Terapi Obat Medikamentosa Untuk Penanganan
    Terapi Obat Medikamentosa Untuk Penanganan
    Dokumen5 halaman
    Terapi Obat Medikamentosa Untuk Penanganan
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
    Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
    Dokumen8 halaman
    Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen5 halaman
    Tugas
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
    Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
    Dokumen8 halaman
    Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Prostat
    Anatomi Prostat
    Dokumen21 halaman
    Anatomi Prostat
    Desri Wahyuni
    Belum ada peringkat
  • PBL B13 Skenario1 Mata Merah Blok Pancaindera
    PBL B13 Skenario1 Mata Merah Blok Pancaindera
    Dokumen20 halaman
    PBL B13 Skenario1 Mata Merah Blok Pancaindera
    Raja Friska Yulanda
    Belum ada peringkat
  • Terapi Obat Medikamentosa Untuk Penanganan
    Terapi Obat Medikamentosa Untuk Penanganan
    Dokumen5 halaman
    Terapi Obat Medikamentosa Untuk Penanganan
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 3
    PBL Skenario 3
    Dokumen32 halaman
    PBL Skenario 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2 Kedkel
    Skenario 2 Kedkel
    Dokumen17 halaman
    Skenario 2 Kedkel
    Indhysa
    Belum ada peringkat
  • Lala
    Lala
    Dokumen7 halaman
    Lala
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Farmako
    Farmako
    Dokumen12 halaman
    Farmako
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 3
    PBL Skenario 3
    Dokumen32 halaman
    PBL Skenario 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Ebm Kedkel
    Ebm Kedkel
    Dokumen1 halaman
    Ebm Kedkel
    nobumblebee
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 3
    PBL Skenario 3
    Dokumen32 halaman
    PBL Skenario 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 3
    PBL Skenario 3
    Dokumen32 halaman
    PBL Skenario 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Sk3edit
    PBL Sk3edit
    Dokumen7 halaman
    PBL Sk3edit
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Trauma Pelvis
    Trauma Pelvis
    Dokumen21 halaman
    Trauma Pelvis
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 3
    PBL Skenario 3
    Dokumen32 halaman
    PBL Skenario 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Sk3edit
    PBL Sk3edit
    Dokumen7 halaman
    PBL Sk3edit
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Skenario 3 Neuro
    Skenario 3 Neuro
    Dokumen34 halaman
    Skenario 3 Neuro
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • ASMA Sken 3
    ASMA Sken 3
    Dokumen21 halaman
    ASMA Sken 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Malaria Vektor
    Malaria Vektor
    Dokumen28 halaman
    Malaria Vektor
    Eka Septia
    Belum ada peringkat
  • PBL Haid Endokrin Ske3
    PBL Haid Endokrin Ske3
    Dokumen26 halaman
    PBL Haid Endokrin Ske3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • PBL Skenario 3
    PBL Skenario 3
    Dokumen32 halaman
    PBL Skenario 3
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Ipt (Demam Tifoid)
    Ipt (Demam Tifoid)
    Dokumen9 halaman
    Ipt (Demam Tifoid)
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat
  • Ipt (Demam Tifoid)
    Ipt (Demam Tifoid)
    Dokumen9 halaman
    Ipt (Demam Tifoid)
    Ajeng Astrini Kannia II
    Belum ada peringkat