Anda di halaman 1dari 3

BISAKAH kau berhenti berpikir tentang IPNU? Kemarin pertanyaan itu muncul di kepalaku.

Aku ingin bilang, ya, bisa, kenapa tidak. Sebab, Aku kadang ingin menghilang ke dalam sebuah lupa, bersembunyi di sudut yang terjauh. Aku ingin memasang tirai, tidur, mungkin bemimpi dan tak berpikir lagi. Tapi, IPNU selalu datang. IPNU selalu mengetuk. Justru ketika kita tak mau dirisaukannya. Ketidakpastian membuat kita jaga. Saat harapan menjadi sukar, putus asa sangat lah menakutkan. Aku tak bisa menghindar. Sebuah organisasi, sebuah sejarah, sebuah nama. Apa arti semua itu, bagi ku, anda, dan kita apa sejatinya arti IPNU?
___di sadur dengan beberapa penyesuaian pada konteks IPNU sebagai sebuah organisasi, dari karya // Goenawan Mohamad, tanah air; 28 Mei 2000 //

MERETAS KEJUMUDAN NALAR


Sangat penting bagi kita melakukan pembacaan terhadap situasi IPNU mutakhir ini. Pembacaan yang tentunya mengedepankan objetifitas-institusional --- bukan melalui kacamata subjektifitaspersonal atau bahkan ego-sektoral---. Pentingnya pembacaan ini didasari oleh dua hal yang bersifat krusial. Yang mana keduanya merupakan tiang pancang sekaligus sendi penopang tumbung kembangnya organisasi ini. Pertama, adalah tergugahnya kesadaran bersama akan realitas keorganisasian yang kita hadapi saat ini, tentu dengan segala bentuk dinamikanya, yang tak pelak menghadirkan beragam dampak, baik itu pada lingkup internal maupun eksternal. Kedua, dengan tergugahnya keasadaran bersama inilah, akan terbangun semangat perubahan, yang pada gilirannya mampu membawa IPNU pada terbentuknya tatanan organisasi yang lebih baik ke depan, sekaligus tegar dalam menjawab tantangan zaman. Menelisik pada realitas kelembagaan yang demikian komlpeks. Akan membawa pembacaan kita pada sebuah alur permasalahan yang panjang sekaligus rumit untuk di-elaborasi. Terlebih akan sangat riskan terjadi simpang pemahaman bahkan ketimpangan atas duduk permasalahan. Oleh karenanya dibutuhkan pembacaan pada frame yang lebih sederhana namun mendasar. Dari berbagai temuan lapangan berupa kepingan-kepingan fakta yang menggejala, dapat kita rangkai kesemuanya menjadi semacam pola sederhana. Yang bilamana di jabarkan juga secara sederhana beginilah kiranya: Permasalahan yang saat ini menerpa IPNU ---khususnya PW. JATIM, hingga mengecuat kepermukaan, tak terlepas dari berbagai konteks yang melingkupiya. Salah satu yang utama, adalah konsentrasi konflik yang mengarah pada indikasi kentalnya politik praktis, yang hanya mengusung kepentingan sebagian pihak, yang itu pun bersifat sementara. Dengan demikian praktis pola penguatan dan penataan kelembagaan serta pengembangan system kaderisasi, cenderung diarahkan utuk sekedar menopang eksistensi structural belaka. Kuat dugaan, hal ini pula yang turut memicu respon reksioner yang bersifat seporadic di hampir segala lini. Hingga efek bola salju pada permasalahan ini pun tak ter-elakkan.

Bertolak dari pembacaan pada pola sederhana tersebut, cukup kiranya untuk dapat melakukan pembacaan lebih lanjut. Yakni pada dampak sistemik yang mungkin akan timbul di kemudian hari. Karena apa yang akan terjadi di masa mendatang, sejatinya tertanam pada hari ini. Konflik, istilah yang lazim digunakan, membawa segudang konsekuensi logis, IPNU sebagai sebuah organisasi memiliki kadar heteroginitas yang cukup tinggi. Hal ini terbukti dari karakter kedaerahan yang berpengaruh pada terbentuknya karakter hingga pola pikir khas masing-masing daerah. Jika hal tersebut tidak diimbangi dengan control organisasi yang memadai, akan sangat berpotensi menumbuhkan benih-benih perpecahan, yang pada gilirannya dapat meningkat menjadi sentimental ke-daerahan. Dari sinilah tingkat kemungkinan menjamurnya tendensi-tendensi pragamtisme politik semakin tinggi. Jelas hal ini akan dapat mengancam independensi organisasi, hingga dapat pula berwujud pada inkonsistensi pimpinan hingga pengurus yang menjalankan roda organisasi ini. Bila telah demikian kondisinya maka IPNU akan mengalami disorientasi organisasi atau bahkan stagnasi. Kendati demikian kompleks kondisi yang mampu diraba oleh nalar. Kita tidak dapat lari dari kenyataan yang mampu mengepung kita dari segala penjuru. Oleh karenanya dibutuhkan pula upaya alternative dalam mencari titik temu, diantara kompleksitas yang di warnai oleh beragam (kepentingan). Salah satu bentuk uapaya alternative yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan ruang dialogis, dengan mengedepankan upaya yang bersifat negosiatif, yang berorientasi pada prioritas yang jelas dan realistis. Tentu dalam upaya recovery (perbaikan) IPNU ke depan. Berharap ruang ini mampu mewadahi seluruh aspirasi. Upaya alternative yang demikian, merupakan sebuah system yang lazim disebut consolidated democracy. Lebih dalam daripada itu, penting pula kiranya kita telisik bersama pada aspek yang tidak kalah mendasar. Yang juga telah acap kali kita nomor tiga-kan, atau bahkan sama sekali kita kesampingkan begitu saja substansi pada prakteknya. Yaitu sinergitas antara penguatan-penataan kelembagaan dan proses kaderisasi. Seharusnya apa dan bagaimanapun rekonstruksi dalam IPNU harus dimulai dari hal paling mendasar, yakni kaderisasi. Karena kaderisasi adalah ujung tombak organisasi, sebab kaderisasi adalah perangkat sistemik yang menjamin lahirnya generasi penerus. Dengan mempersiapkan generasi penerus yang ideal organisasi akan memngalami kebangkitan. Dengan dimulai dari akumulasi gerakan sampai terkonsolidirnya suatu organisasi. Arah dan gerak organisasi pun mulai dapat terarah, terukur, dan terkendali. Kaderisasi pun nantinya akan mampu membangun mekanisme kerja baru dalam organisasi. Hingga IPNU mampu keluar dari beban sejarah, lingkaran setan permasalahan klasik, dan tegar menghadapi tantangan zaman baru.* Akan menjadi sebuah ketimpangan kiranya, jikalau kaderisasi hanya akan menjadi sebuah wacana tanpa kerangka konsep implementatif. Begitu pun pada penguatan dan penataan kelembagaan. Karena pada dasarnya kedua hal tersebut merupakan kesatuan, ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat terpisahkan. Berangkat dari realitas kaderisasi yang juga tercakup dalam kompleknya permasalah IPNU saat ini. Tentu dibutuhkan kembali sebuah pola dan ssstem pengembangan kaderisasi, yang tentu tidak akan cukup tergambarkan secara gamblang pada tulisan ini. Namun paling tidak pola dan system pengembangan kaderisasi ini dapat disederhanakan pada tiga point penting yang mendasar, yaitu : 1. Standarisasi kurikulum pengkaderan yang berorientasi pada terbentuknya kader kritis, kreatif, professional, dan berakhlakul karimah, yang relevan dengan kebutuhan riil (real need) pada konteks JATIM 2. Diversifikasi pada model pelatihan yang efektif dan berkesinambungan 3. Pengembangan pola distribusi kader yang tepat sasaran.

Yang mana ketiganya bermuara pada tujuan peningkatan kualitas kader yang berdedikasi dan militant sebagai prioritas utama. Di lain sisi, penguatan dan penataan kelembagaan pun sudah selayaknya mendapatkan porsi perhatian yang khusus. Sebagaimana pada kaderisasi, kerangka konseptual yang bersifat implementatif juga merupakan sebuah kebutuhan, yang bilamana digambarkan secara sederhana, terdapat tiga hal mendasar, yaitu : 1. Pengoptimalan pola komunikasi organisasi (konsolidasi dan koordinasi) di seluruh tingkatan, dengan pemanfaatan teknologi komunikasi. 2. Pengembangan standarisasi system manajemen dan evaluasi pada kinerja organisasi di seluruh tingkatan. 3. Perumusan serta pembagian tugas yang berorientasi pada sinergitas organisasi di seluruh tingkatan. Ketiga point tersebut hanyalah kerangka yang kiranya dapat menopang tujuan utama daripada penguatan dan penataan kelembagaan. Yakni terbentuknya tatanan organisasi dalam lingkup tumbuh kembangnya sistem manajemen organisasi yang ideal, yang mampu mencermikan keterpelajaran (intelektualitas) IPNU. Dari serangkaian pemaparan sederhana ini. Penulis secara pribadi menyadari bahwa tulisan ini masih sangatlah dangkal akan arti. Kendati demikian, inilah wujud ikhtiar yang mampu terlaksanakan. Karena diam tidak akan pernah membawa perubahan. Meski pada setiap masa, nampaknya memang selalu ada saat yang tak mudah untuk berbicara, tapi ternyata juga tidak gampang untuk diam. Sebab Semua yang terjadi d bawah kolong langit adalah urusan setiap orang yang berpikir.*

Di sudut remang kamar Pondok, 30 Januari 2012 Haikal Atiq Zamzami

* buku Pedoman Pengkaderan IPNU. * Pramoedya Ananta Toer, Child of All Nations

Anda mungkin juga menyukai