Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dari kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia akan sangat memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.(1) Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. (1) Akibat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besi. Kadar besi yang berlebihan dalam tubuh akan diubah menjadi feritin, Gangguan berbagai fungsi organ dapat terjadi bila kadar feritin plasma lebih dari 2000 mg/m1., Kadar feritin plasma yang bnggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pada saat akan berikatan dengan transferin (binding site). Setelah diabsorpsi pada mukosa jejunum dan ileum.(1) Penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb). Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya protein alpha dan protein beta. Penderita thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup. Sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia

(kekurangan darah) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup penderitanya.(1)

1.2. Rumusan Masalah 1. Apa definisi thalassemia? 2. Bagaimana epidemiologi thlassemia? 3. Bagaimana klasifikasi thlassemia? 4. Bagaimana patofisiologi thalassemia? 5. Bagaimana manifestasi klinis thalassemia? 6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalassemia? 7. Apa diagnosis banding thalassemia? 8. Bagaimana penatalaksanaan thalassemia? 9. Bagaimana skrining dan pencegahan pada thalassemia? 10. Bagaimana prognosis thalassemia?

1.3. Tujuan 1. Mengetahui definisi thalassemia. 2. Mengetahui epidemiologi thlassemia. 3. Mengetahui klasifikasi thlassemia. 4. Mengetahui patofisiologi thalassemia. 5. Mengetahui manifestasi klinis thalassemia. 6. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada thalassemia. 7. Mengetahui diagnosis banding thalassemia. 8. Mengetahui penatalaksanaan thalassemia. 9. Mengetahui skrining dan pencegahan pada thalassemia. 10. Mengetahui prognosis thalassemia.

1.4. Manfaat Makalah ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan dan landasan teori mengenai thalassemia dan prinsip penanganannya.

BAB II LAPORAN KASUS


A. Identitas Nama Usia Pekerjaan Alamat : Tn. A : 45 tahun : Guru : Kanigoro Blitar

Tanggal MRS : 3 Oktober 2012

B. Anamnesis 1) Keluhan utama Badan terasa lemas 2) Riwayat Penyakit Sekarang Badan terasa lemas sejak 3 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh letih, lesu, dan cepat lelah. Satu bulan yang lalu, pasien dirawat di RS dengan keluhan kaki bengkak, sesak nafas, dan badan terasa lemas. Pasien didiagnosis thalassemia beta intermedia. Saat di RS pasien mendapat transfusi darah 6 labu. Pasien di jadwalkan kontrol cek lab Hb setiap satu bulan sekali. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Usia 4 tahun membesar. Usia 15 tahun : wajah pucat, lemas, demam, dirawat di RS : wajah sering pucat, lemas, dan perut

dan mendapat transfusi darah 3 labu. Usia 40 tahun : wajah pucat, lemas, dirawat di RS dan

mendapat transfusi darah 6 labu. Usia 44 tahun : wajah pucat, lemas, dirawat di RS dan

mendapat transfusi darah 4 labu. 4) Riwayat Penyakit Keluarga Ayah meninggal pada usia 32 tahun di RS. Keluhan saat itu BAB berdarah dan badan lemas.

Kakak perempuan meninggal pada usia 6 tahun di RS. Keluhan saat itu pucat, lemas, perut membesar. Sejak kecil badan lemas, demam, dan sakit-sakitan.

5) Riwayat Pengobatan Sering mendapat transfusi darah sejak kecil hingga saat ini. C. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan umum : tampak lemah Kesadaran : composmentis Vital sign : TD Nadi RR Suhu Tinggi Badan Berat Badan Review of System Kepala : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+ Leher dBN Thoraks : Jantung Batas jantung kesan melebar, murmur (+) sistolik Paru-paru dBN Abdomen : Hepatomegali, Spleenomegali Schuffner II Ekstremitas : dBN : 120/70 mmHg : 72 x/menit : 20 x/menit : 36 C : 165 cm : 46 Kg

D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Darah rutin Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit LED MCV MCH MCHC Diff Count 7,86 gr/Dl 26,7 % 4.740/mm3 150.000/mm3 40-76/jam 79,8 fl 23,8 pg 29,4 % 2/1/2/44/43/8 L : 13-17, P : 11,5-16 L : 40-50%, P : 35-47% 4.000-11.000 150.000-450.000 L : 0-15, P : 0-20 80-97 27-31 32-36 1-2/0-1/3-5/54-62/25-33/3-7 Hasil Nilai Rujukan

Hb Elektroforesa Hb F Hb A1 Hb A2 Hb H Hb Bart Hb E Hb S Hb C Fenotip 19,0 5,7 18,2 Thalassemia intermedia Kimia Darah Albumin SGOT SGPT 3,9 g/dl 28 u/L 21 u/L 3,8-5,1 L : 37, P : 31 L : 40, P : 31 beta 0-0,8 97 2,2-3,7

Pemeriksaan Radiologi Thoraks PA : Severe Cardiac Hypertrophy

USG Abdomen : Hepatomegali Ringan dan Spleenomegali

E. Resume Pasien datang ke RSMW dengan keluhan badan terasa lemas sejak 3 hari yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh letih, lesu, dan cepat lelah. Satu bulan yang lalu, pasien dirawat di RS dengan keluhan kedua kaki bengkak, sesak nafas, dan badan terasa lemas. Pasien didiagnosis thalassemia beta intermedia. Saat di RS pasien mendapat transfusi darah 6 labu. Sejak kecil pasien sering pucat, lemas, demam, perut membesar, dan sering mendapat transfusi darah. Ayah dan kakak perempuan pasien meninggal di usia muda dengan keluhan serupa. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya anemis, ikterik, cardiomegali, murmur sistolik, hepatomegali, spleenomegali schuffner II. Dari hasil pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan penurunan kadar Hb, MCV, dan MCH (anemia hipokrom mikrositer). Hasil pemeriksaan Hb elektroforesa didapatkan thalassemia beta intermedia. Foto toraks PA menunjukkan hipertrofi jantung berat. USG menunjukkan hepatomegali ringan dan spleenomegali. F. Diagnosis Anemia e.c. Thalassemia Beta Intermedia Anemia Heart Disease

G. Penatalaksanaan a) Usulan Pemeriksaan DL post transfusi Pemeriksaan hapusan darah tepi Pemeriksaan SI, TIBC, Ferritin Pemeriksaan Billirubin T/D/I Pemerksaaan EKG Pemeriksaan echocardiography

b) Rencana Pengobatan Diet TKTP IVFD NS 12 tpm

Transfusi darah PRC 2 kolf/hari sampai dengan Hb 10 gr/dl Furosemid 40 mg (IV) pre transfusi kolf II Asam folat 1x 3 tab B kompleks 1 x 1 Chelating Agent Deferoksamin (DFO) dimulai bila kadar feritin serum 1000 ng/ml atau bila sudah menerima 3-5 liter darah atau setelah 10-20 kali transfusi. Diberikan

deferoksamin 30-50 mg/kgbb/hari, 5-7 kali seminggu subkutan selama 8-12 jam dengan syringe pump. c) Rencana edukasi dan diet Mengurangi konsumsi bahan makanan yang menjadi sumber besi seperti hati, daging, kuning telur, polong, biji-bijian utuh, udang, tiram, dan sayuran berwarna hijau tua. Mengonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal, teh hitam, kopi, produk susu. H. Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam : dubia ad malam : dubia ad malam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Thalassemia adalah kelaianan herediter akibat adanya mutasi gen globin yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai globin.(1)

3.2. Epidemiologi Thalassemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu memproduksi protein alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalassemia alpha. Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein beta, menderita thalassemia beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan kasus thalassemia beta. Insiden pembawa sifat thalassemia di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya dari setiap 100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat thalassemia.(2) Gen Thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan Laut mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, subbenua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia . Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Daerah geografi dimana thalassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan daerah dimana Plasmodium falciparum dulunya merupakan endemik.(3) Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada pembawa gen thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.(3)

Mortalitas dan Morbiditas Thalassemia- mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat.

Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia- mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita thalassemia- mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia- mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.(3) Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-, mortalitas dan morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia- mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk talasemia yang berat. Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak diterapi mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan komplikasi yang potensial.(3) 3.3. Klasifikasi(4) 1. Alpha thalassemia a. Silent alpha thalassemia Delesi pada satu gen (-/). b. Alpha thalassemia trait Delesi pada dua gen (/-- atau /-). c. Hemoglobin H disease Delesi pada tiga gen (--/-). d. Hemoglobin Barts hydrops fetalis Mengenai seluruh gen (--/--).

10

2. Beta thalassemia a. Beta thalassemia trait b. Beta thalassemia intermedia c. Beta thalassemia mayor (Cooleys anemia)

2.4. Patofisiologi Gen yang mengalami defek pada thalassemia berperan dalam mengontrol produksi protein pada hemoglobin. Hemoglobin mengikat oksigen dan melepaskannya ketika eritrosit mencapai jaringan perifer, misalnya ke jaringan hepar. Pengikatan dan pelepasan oksigen oleh hemoglobin adalah proses yang sangat penting dalam hidup manusia.(5) Setiap molekul hemoglobin terdiri dari empat sub unit protein. Dua sub unit protein disebut alpha dan dua lainnya disebut beta. Hemoglobin akan bekerja mengikat dan melepaskan oksigen dengan optimal apabila dua sub unit alpha terhubung dengan dua sub unit beta. Sepasang gen pada kromosom 16 berperan mengontrol produksi sub unit alpha. Sebuah gen (tunggal) pada kromosom 11 berperan mengontrol produksi sub unit beta.(5)

Gambar 1. Molekul Hemoglobin Semua sel terdiri dari kromosom yang berpasangan, masing-masing berasal dari ayah dan ibu. Setiap orang memiliki 2 gen beta globin, satu dari ayah dan satu dari ibu. Karena setiap kromosom 16 memiliki 2 gen alpha globin, maka setiap orang memiliki 4 gen alpha globin. Satu kromosom 16 dari ayah

11

menyumbangkan 2 gen alpha globin dan dua lainnya disumbangkan oleh kromosom 16 dari ibu.(5) Molekul hemoglobin yang lengkap memiliki empat sub unit, dua alpha dan dua beta. Kedua gen beta globin memiliki kontribusi yang sama dalam produksi sub unit protein beta. Keempat gen alpha juga memproduksi sejumlah protein alpha yang sama jumlah dengan protein beta. Karena terdapat empat alpha globin dan dua beta globin, maka setiap alpha globin menghasilkan setengah dari jumlah protein yang dihasilkan beta globin. Dengan demikian jumlah protein yang dihasilkan dari kedua gen pada satu set kromosom adalah sama.(5) Karena dua tipe rantai globin ( dan non-) berpasangan antara satu sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin tertentu.(5) Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemianya dinamakan sebagai thalassemia-+, sedangkan tipe thalassemia- menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.(5)

12

Alpha Thalassemia Alpha thalassemia timbul karena adanya satu gen alpha globin atau lebih gagal memproduksi protein alpha. Defek ini terjadi pada kromosom 16. Penurunan sifat alpha thalassemia sangat rumit karena tiap orang tua berpotensi menurunkan dua dari empat alpha globin yang mereka miliki kepada penderita (resesif). Satu hal yang dapat mempermudah prediksi adalah bahwa gen alpha berada pada komosom yang sama dan diturunkan berpasangan.(5) Titik permasalahannya adalah apakah kedua gen alpha pada kromosom yang sama mengalami delesi (pengrusakan). Jika hal itu terjadi, maka penderita (resesif) akan memiliki gejala klinis yang sangat berat, dimana dua gen alpha pada satu kromosom 16 hilang dan satu gen alpha pada komosom lainnya sehinggga penderita hanya memiliki satu gen alpha yang masih berfungsi normal. Manifestasi klinis dari keadaan ini adalah penyakit hemoglobin H, yang sangat bergantung pada transfusi. Jika keempat gen alpha hilang, maka terjadi kematian in utero (hydrops fetalis). Keadaan ini banyak dijumpai pada orang Asia kuno.(5)

Gambar 2. Probabilitas yang terjadi pada kedua orang tua dengan alpha thalassemia trait dan silent alpha thalassemia

13

Gambar diatas menujukkan bahwa kedua orang tua yang pada gennya terdapat masing-masing gen yang sudah termutasi, yakni alpha thalassemia trait dan silent alpha thalassemia. Maka anaknya : 25% normal, 25% silent alpha thalassemia, 25% alpha thalassemia trait, 25% hemoglobin H disease.

Beta Thalassemia Timbulnya gangguan pada proses produksi protein globin adalah penyebab yang paling sering dari beta thalassemia. Kedua gen beta globin dijumpai pada sel, namun gagal memproduksi protein dalam jumlah yang cukup (pada alpha thalassemia, satu atau lebih gen alpha tidak dijumpai). Jika satu gen beta globin gagal maka jumlah beta globin dalam sel berkurang setengahnya. Kondisi ini disebut thalassemia trait atau thalassemia minor. Jika kedua gen gagal, maka tidak ada protein beta globin yang diproduksi. Keadaan ini disebut dengan thalassemia mayor. (5) Pada beberapa kasus, kegagalan yang dijumpai tidak bersifat total. Gen beta globin masih memproduksi sejumlah kecil protein beta yang normal. Kadangkala seseorang mewarisi dua gen thalassemia, produksi protein dari dua gen beta berkurang namun tidak mencapai nol. Keadaan klinis yang ditimbulkan lebih berat dari thalassemia minor, dimana satu gen gagal namun yang lainnya bekerja normal. Di sisi lain, kondisi klinisnya lebih ringan dari thalassemia mayor, dimana kedua gen gagal secara total. Keadaan ini disebut dengan thalassemia intermedia.(5) Thalassemia intermedia adalah kondisi klinis yang sangat bervariasi dan harus dievaluasi secara konstan oleh hematologis. Dua orang penderita thalassemia intermedia dapat sangat berbeda manifestasi klinisnya.(5)

14

Gambar 3. Probabilitas yang muncul pada kedua orang tua dengan thalasemia minor

Thalassemia minor (trait) biasanya hanya ditandai dengan anemia ringan. Keadaan yang lebih berat dijumpai pada orang yang mewarisi dua gen thalassemia. Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).(5) Tingkat keparahan secara klinis pada penderita thalassemia yang mewarisi dua gen thalassemia sangat dipengaruhi oleh jumlah protein beta globin yang diproduksi oleh gen yang mengalami defek. Gen thalassemia yang sama sekali tidak memproduksi protein beta globin disebut gen beta-0 thalassemia. Seseorang yang memiliki dua gen ini akan sangat bergantung pada transfusi darah dan disebut thalassemia mayor.(5) Sering kali gen thalassemia memproduksi sejumlah protein beta globin, namun dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang). Gen thalassemia ini disebut

15

beta+. Seseorang dengan satu gen beta+ dan gen beta0 thalassemia akan mengidap thalassemia mayor. Biasanya seseorang dengan dua gen beta+ akan membutuhkan terapi transfusi kronik dan juga disebut thalassemia mayor.(5) Terkadang kedua gen beta+ thalassemia dapat memproduksi protein beta globin dalam jumlah yang cukup sehingga pasien tidak memerlukan transfusi. Keadaan ini disebut thalassemia intermedia. Seseorang secara klinis dapat berubah dari thalassemia intermedia menjadi thalassemia mayor, meskipun secara genetika kemungkinan itu tidak terlihat.(5) Pada tipe trait thalassemia- yang paling umum, level Hb A2 (2/2) biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai oleh rantai bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen , tidak seperti gen dan , diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai , rantai memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai ) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya toksisitas dari rantai pada thalassemia- lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai pada thalassemia). (5) 2.5. Manifestasi Klinis(5) 1. Thalasemia a) Silent alpha thalassemia Bentuk heterozigot silent thalassemia + (/). Memiliki gambaran darah yang abnormal (penurunan MCV dan MCHC) tetapi dengan elektroforesis normal. Saat lahir 50% kasus memiliki Hb Barts 1-3% tapi tidak adanya Hb Barts tidak menyingkirkan diagnosa kasus ini. Biasanya asimtomatik.

16

b) Alpha thalassemia trait Bisa berasal dari thalasemia 0 (-/) atau thalasemia (-/-). Biasanya asimptomatis, didapatkan anemia mikrositik hipokrom ringan dengan penurunan MCH dan MCV yang bermakna. Hb elektroforesis normal dan pasien hanya bisa didiagnosis dengan analisa DNA. Pada masa neonatus, Hb Barts 5-10 % tapi tidak didapatkan HbH pada masa dewasa dan kadang bisa didapatkan inklusi pada eritrosit karier thalasemia . c) Hemoglobin H disease Ditandai anemia mikrositik hipokrom yang cukup berat (7-11 g/dL) dan splenomegali sedang dimana Hb H (4) dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan elektroforesis atau pada sediaan retikulosit. Pada kehidupan janin ditemukan Hb Bart (4). HbH bisa diketahui dengan bantuan brilian cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukkan badan inklusi. Setelah splenektomi, umumnya

bentukkan ini makin banyak di eritrosit. Pada beberapa kasus, penderita bisa tergantung transfusi sedangkan sebagian besar kasus umumnya penderita bisa tumbuh normal tanpa transfusi. d) Hemoglobin Barts hydrops fetalis (0) Sindrom hidrops Hb Barts biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edema permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti. Kadar Hb Barts 80% dan sisanya Hb portland. Biasanya keadaan ini disertai toksemia gravidarum, perdarahan post partum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pada pemeriksaan otopsi memperlihatkan adanya

peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan berulang serta pertumbuhannya bisa mencapai normal.

17

Gambar 4. Ilustrasi hydrops fetalis 2. Thalasemia a) Beta thalassemia trait Hampir tanpa gejala, umumnya dengan anemia ringan (< 10 g/dl) dan jarang didapatkan splenomegali. Adanya penurunan ringan kadar Hb dengan penurunan MCV dan MCH yang bermakna. Terjadi peningkatan retikulosit dan HbA2. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan hipokrom, mikrositer, dan kadang tampak sel target. Sering dianggap anemia defisiensi besi, namun bedanya kadar besi serum dan ferritin biasanya normal atau meningkat. b) Beta thalassemia intermedia Sindroma klinik yang disebabkan oleh sejenis lesi genetik. Gejalanya mirip dengan talasemia mayor, namun dengan anemia tingkat sedang. Manifestasinya anemia hipokrom mikrositik (Hb 7-10 gr/dl), hepatomegali dan splenomegali, deformitas menurun, kelebihan beban besi (iron over load). c) Beta thalassemia major (Cooleys anemia) Hampir semua anak dengan thalasemia homozigot dan heterozigot memperlihatkan gejala klinis sejal lahir yaitu gagal tumbuh, infeksi berulang, kesulitan makan, kelemahan umum. Bayi tampak pucat dan terdapat splenomegali. Bila menerima transfusi berulang,

pertumbuhannya bisa normal hingga pubertas. Pada anak yang

18

mendapat transfusi dan terapi chelasi (pengikat besi), anak bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa dengan normal. Bila terapi chelasi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukkan besi yang efeknya mulai nampak pada dekade pertama. Adolscent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi ke hati, endokrin, dan jantung. Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat terapi adekuat yaitu : Facies cooley Terjadi keaktifan sumsum tulang yang luar biasa pada tulang muka dan tulang tengkorak hingga nengakibatkan perubahan perkembangan tulang tersebut dan umumnya terjadi pada anak usia lebih dari 2 tahun.

Gambar 5. Gambaran Facies Cooley Pucat yang berlangsung lama Merupakan gejala umum pada penderita thalassemia, yang berkaitan dengan anemia berat. Penyebab anemia pada

thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Perut membuncit Pada anak yang besar tampak perut yang membuncit akibat pembesaran hati dan limpa. Hati dan limpa membesar akibat dari

19

hemopoisis ekstrameduler dan hemosiderosis. Dan akibat dari penghancuran eritrosit yang berlebihan itu dapat menyebabkan terjadinya peningkatan biliribin indirek, sehingga menimbulkan kuning pada penderita thalassemia dan kadang ditemui

trombositopenia.

Gambar 6. Hepatospleenomegali Gagal tumbuh dan mudah terkena infeksi. Karena pendeknya umur eritrosit menyebabkan hiperurikemi dan gout sekunder sering timbul. Sering terjadi gangguan perdarahan akibat rombositopenia maupun kegagalan hati akibat penimbunan besi, infeksi dan hemapoiesis ekstramedular. Bila pasien ini mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan besi yaitu Keterlambatan menarke (pada anak perempuan) dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder akibat dari hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin. Selain pada kelenjar endokrin, hemosiderosis pada pankreas dapat menyebabkan diabetes mellitus. Siderosis miokardium

menyebabkan komplikasi ke jantung. Temuan Laboratorium Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia- yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilositosit yang

20

terfragmentasi, aneh (bizarre), nucleated RBC, dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrosit, yang merupakan presipitasi dari kelebihan rantai , juga terlihat pasca splenectomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dL kecuali jika transfusi diberikan. Kadar retikulosit meningkat. Penurunan kadar MCV dan MCHC. Kadar bilirubin serum tidak terkonjugasi meningkat. Kadar serum besi tinggi, dengan saturasi kapasitas pengikat besi. Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipiridol menyebabkan urin berwarna coklat gelap, terutama pasca splenektomi. 2.6. Pemeriksaan Penunjang(1) Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalasemia ialah: 1. Darah Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah Darah rutin Kadar hemoglobin ,MCV ,MCH, dan MCHC menurun. Dapat ditemukan peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit. Hitung retikulosit Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %. Gambaran darah tepi Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit,

poikilositosis, tear drops sel dan target sel.

21

Gambar 7. Hapusan darah tepi pada thalassemia Serum Iron & Total Iron Binding Capacity Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat. LFT Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah. 2. Hb Elektroforesis Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis

hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar Hb A2. petunjuk adanya thalassemia adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

22

3. Pemeriksaan sumsum tulang Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3. 4. Pemeriksaan roentgen Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Pada tulang-tulang pendek tangan dan kaki terbentuk trabekulasi kasar, tulang menjadi berbetuk pipa serta tampak adanya abnormalitas kistik. Pelebaran kavitas medulla pada metacarpal, metatarsal dan phalanges memberi gambaran bentuk rectangular dengan konkavitas normal menghilang. Pada tulang panjang dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan dilatasi kavitas medulla sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat rapuh dan mudah mengalami fraktur patologik. Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang diploe dan garis-garis vertikal trabekula akan memberi gambaran hair on end yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

Gambar 8. Foto roentgen pada thalassemia Abnormalitas gambaran radiologik lainnya pada kranium yaitu sinus paranasalis tampak tidak berekmbang sempurna, terutama sinus maksilaris. Hal ini disebabkan karena penebalan dari tulang sinus akibat hyperplasia yang akan memberi gambaran thalassemia facies dengan maloklusi. Korpus vertebra mengalami deminerlisasi yang ditandai dengan trabekulasi yang kasar disekelilingnya. Pada stadium lanjut, tepi superior dan inferior corpus vertebra

23

berbentuk bikonkaf atau dapat terjadi fraktur kompresi. Kadang pula massa hemopoesis ekstramedulla tampak pada mediastinum memberi gambaran bayangan jaringan lunak di antara kosta depan dan belakang pada posisi posteroanterior. Jantung tampak pula mengalami pembesaran. Pada kosta tampak bayangan densitas radiopak didalam kosta (a rib within a rib appearance). 2.7. Diagnosis Banding Thalassemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe. Hal ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan, dan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom. Namun kedua penyakit ini dapat dibedakan, karena pada anemia defisiensi Fe didapatkan : Pucat tanpa organomegali Terdapat penurunan Hb disertai penurunan besi serum dan ferritin serta peningkatan TIBC. Tidak tedapat besi dalam sumsum tulang Bereaksi baik dengan pengobatan dengan preparat besi

2.8. Penatalaksanaan(6) Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah : Terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis Pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi Penatalaksanaan splenomegali Pada anak dengan thalassemia mayor beta membutuhkan pelayanan kesehatan yang terus menerus seumur hidupnya. A. Tranfusi darah Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan

memperpanjang umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi komplikasi anemia, memberi kesempatan pada anak untuk proses tumbuh kembang, memperpanjang umur pasien. Terapi tranfusi darah dimulai pada usia dini ketika ia mulai menunjukkan gejala simtomatik. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan memberikan sel darah merah dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara

24

rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooleys Anemia) harus dilakukan secara teratur Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl dyang diperiksa 2x berturut dengan jarak 2 mingg dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti Facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya hemopoisis ekstrameduler. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb 8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12 gr/dl. Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL. B. Kelasi Besi Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan karena penyakitnya tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut. Komplikasi tersebut adalah penumpukan besi diberbagai organ. Desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferin sudah mencapai 50 %, atau sekitar setelah 10 -20 kali transfusi. Pemberian dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Dosis desferoxamine tidak boleh melebihi 50 mg/kg/hari. Evaluasi teratur terhadap toksisitas desferoxamin direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi ini. Saat ini sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di Indonesia belum dilakukan. C. Suplemen Asam Folat Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.. Asam Folat 2x1 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. D. Splenektomi Indikasi :

25

Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya terjadinya ruptur

Meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir

D. Transplantasi sumsum tulang Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982. Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit. 2.9. Skrining dan Pencegahan(2) Skrining Bila populasi tersebut hendak memiliki pasangan, dilakukan skrining premarital. Penting sekali menyediakan program konselin verbal dan tertulis mengenai hasil skring. Alternatif lain, memeriksakan setiap wanita hamil muda berdasarkan ras. Skrining yang efektif adalah melalui eritrosit. Bila MCV dan MCH sesuai gambaran thalasemia, perkiraan kadar HbA harus diukur. Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang menganalisis gen. Penting untuk memeriksa Hb elektroforesa pada kasus-kasus ini untuk mencari kemungkinan variasi struktural Hb. Pencegahan Ada 2 pendekatan untuk menghindari thalasemia, yaitu : Karena karier thalasemia bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, pasangan bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan thalasemia berat.

26

2.10. Prognosis(1) Thalassemia beta homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke 3, walaupun digunakan antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian chelating agent untuk mengurangi

hemosiderosis. Apabila di kemudian ahri transplantasi sumsum tulang diterapkan maka prognosis akan menjadi baik, karena diperoleh penyembuhan.

27

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan oleh

ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Dapat menyerang siapa aja dengan berbagai etnik ras di seluruh dunia dan termasuk salah satu penyakit genetik kelainan darah yang terbanyak di Indonesia. Jika globin alfa yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi dimulai dari anemia hingga gangguan tumbuh kembang. Pemeriksaan thalasemia bisa dilakukan melalui pemeriksaan darah, Hb elektroforesa, pemeriksaan sumsum tulang dan roentgen. Thalassemia harus sudah diobati sejak dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen asam folat, terapi kelasi besi, splenektomi, hingga transplantasi sumsum tulang. Thalasemia bisa diketahui sedini mungkin dengan proses skrining.

4.2. Saran 1. Sebaiknya dilakukan pemantauan fungsi organ secara berkala agar berbagai dampak transfusi dapat dideteksi secara dini. 2. Perlu adanya kerjasama dan komunikasi yang baik dari dokter dan pasien agar tujuan terapi dapat tercapai dengan maksimal.

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Supandiman, Iman. 2003. Pedoman Diagnosis dan Terapi Hematologi Onkologi Medik. Bandung : Q-Communication, h. 195-201 2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Standard Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta : IDAI, h. 82-4 3. Hoffbrand, Pettit JE, Moss PAH. 2002. Kapita Selekta Hematologi( Essential Haematology) Edisi 4. Jakarta : EGC, h.66-75 4. Provan, Drew. 2004. Oxford Handbook of Clinical Haematology Second edition. United States : Oxford University Press 5. Ilyas, Muhammad, Winansih Gubali. 2012. Thalassemia : Cooley Anemia. http://med.unhas.ac.id/datajurnal/thn06no3/LK-3-Ilyas%20(thalassemia).pdf 6. Oliveri, Nancy. 1999. The Beta Thalassemia. The New England Journal of Medicine. 342 (2) : 99-107

Anda mungkin juga menyukai