Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT FEBRUARI 2010 BRONKIEKTASIS OLEH: VINDY NUGRAHA SIAMPA C 111

05 169 PEBIMBING dr. Muh. Hasbih Cukke KONSULEN dr. Junus Baan, Sp.Rad PENGUJI dr. Sri Asriyani, Sp.Rad BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2010 1

HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa : Nama Sta mbuk Judul Referat : : VINDY NUGRAHA SIAMPA C 111 05 169 : BRONKIEKTASIS

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar, Februari 2010 Penguji, Konsulen, Pembimbing, (dr. Sri Asriyani, Sp.Rad) (dr.Junus Baan,Sp.Rad) (dr.Muh. Hasbih Cukke) Mengetahui : Ketua Bagian Radiologi FK-UH Prof.Dr.dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad. NIP : 131 857 063

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ...................................................... ................................. i LEMBAR PENGESAHAN .......................... ...................................................... ii DAFTAR ISI ........... ................................................................................ ............ iii I. PENDAHULUAN ................................................ ................................................ 1 II. INSIDENS ................ ................................................................................ ............ 2 III. EPIDEMIOLOGI ............................................... .................................................. 3 IV. ETIOLOGI .............. ................................................................................ ............. 3 V. ANATOMI ..................................................... ...................................................... 5 VI. PATOFISIOLOGI ..... ................................................................................ ........... 7 VII. DIAGNOSIS ................................................... ...................................................... 8 GAMBARAN KLINIS ....... ................................................................................ ........ 8 GAMBARAN RADIOLOGI .................................................. .................................... 10 PATOLOGI ANATOMI ....................... ..................................................................... 14 VIII. D IAGNOSIS BANDING ............................................................... ...................... 16 IX. PENGOBATAN ....................................... ............................................................ 16 X. PROGNOSIS ... ................................................................................ ..................... 17 KELANGSUNGAN HIDUP .................................... .................................................. 17 KELANGSUNGAN ORGAN ....... ............................................................................. 17 DAFTAR PUSTAKA ................................................................ ......................... 19 LAMPIRAN REFERENSI ................................ ................................................. 21 3

BRONKIEKTASIS I. PENDAHULUAN Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dila tasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut m enyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, b ronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifest asi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obs truksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasa nya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3 Bronkiektasis pali ng banyak bermanifestasi sebagai: Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkai tan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma. 1 Bronkiek tasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama, ter masuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell Synd rome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia) , akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2 Dal am keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindu ngi saluran pernafasan dan paru-paru dari zatzat yang berbahaya. Sel-sel ini ter diri dari:

Sel penghasil lendir Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu men yapu partikelpartikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafa san. Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh m elawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya. Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang rawan), yang me mungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem pert ahanan untuk dinding bronkus. 4 Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klini s dari gejala respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus da n dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan. 1 II. INSIDENS Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di negara-negara Barat, ins idens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara populasi. Insidens bronk iektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan pengobatan antibiotika. Akan t etapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.5,6 Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup s ering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Peny akit ini dapat diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital . 5,6,7 III. EPIDEMIOLOGI Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada 5

negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis mengal ami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang rendah. 1,5 Data terakhi r yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1 .01%) pasien rawat inap. 7 IV. ETIOLOGI Etiologi bronkiektasis sampai sekarang m asih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maup un didapat. 6 Kelainan kongenital Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak ind ividu masih dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkemba ngan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya men genai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, br onkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti F ibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syn drome, dll.1,2,3,5,6,7 Kelainan didapat Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses berikut: Infeksi Campak Pertusis Infeksi adenovirus Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas. Influenza

Tuberkulosa Infeksi mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9 Penyumbatan bronkus Benda asing yang terisap Pembesaran kelenjar getah bening Tu mor paru Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9 Cedera penghirupan Cedera karena as ap, gas atau partikel beracun Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3 ,4 Kelainan imunologik Sindroma kekurangan imunoglobulin Disfungsi sel darah put ih Defisiensi komplemen Infeksi HIV Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu se perti artritis rematoid, kolitis ulcerativa1,2,3,4,5 Keadaan lain Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4 ANATOMI Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi. 7

Gambar 1. Anatomi Bronkus. (dikutip dari kepustakaan 18) Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan berc abang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menja di bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronki olus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat beru bah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar ud ara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 9 Set elah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paruparu. As inus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus alveola ris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alv eolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. L ubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi ant ara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang be rjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis.9

Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapil er darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurang i tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.9 Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipeng aruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tri psin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alve olus. Defisiensi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang ber jung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar pato genesis emphysema, dan penyakit lainnya.9 Bronkus merupakan percabangan dari tra chea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronchus sinistra. Bronkus Dextra, mempuny ai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada br onkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung cau dal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronk us dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Ateria pu lmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ven tralnya. Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan disebut bronkus epar terialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada d i sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.1 0 9

Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih pa njang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mul anya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobu s superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi la teral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobro nchialis inferior.10 Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus.10 VI. PATOFISIOLOGI Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang m erupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding bronku s. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease y ang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai antigen. 5 Bronkiektasis dapat ter jadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langs ung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas t erdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafa s. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus ters ebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tert elan. 3 respon terhadap

ningkat, silia mengalami kerusakan dan daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan. (dikutip d Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak l angsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang k ronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena s el yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan m emenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkar an setan antara infeksi dan kerusakan jalan nafas. 3 VII. DIAGNOSIS 1. Gambaran Klinis Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai ta hunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari ker usakan jalan nafas dengan infeksi akut. 1 Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bro nkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas. 1 Gejala spesifik yang jarang ditemukan ant ara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat b adan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infe ksi paru, 11

yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkata n produksi sputum yang berlebihan, peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kad ang disertai dengan sputum yang berbau. 1 Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasil kan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berb agai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunde r. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi inf eksi berulang, sputum menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumla h total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bron kiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringa n, sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis mode rat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radi ologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dib anding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8 Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbaha ya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pad a bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jara ng ditemukan. 1,2 Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tap i bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bro nkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2 Wheezing sering d ilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan

nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. 1,2 Nyeri dada pleurit ik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Palin g sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada e ksaserbasi akut. 1,2 Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bro nkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalo ri berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jal an nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan be rat badan. 1 Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.1 2. Gambaran R adiologis - Foto thorax Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini: Ring shadow Terdapat bayangan sep erti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran honeycomb appearance atau bounches of grapes . Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada b ronkus. 11,12,13,14 13

hadow yang menandakan adanya dilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13) da ba gian bawah Gambar 4. menandakan adanya dilatasi bonkus (dikutip dari kepustakaan 13) dari kepustakaan 1) paru yang Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah (dikutip Tramline shadow Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayan gan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisa hkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemuka n pada daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal da n bukan pada daerah parahilus. 11,12,13,14

ra bayangan jantung (dikutip dari kepustakaan 13) Tubular shadow Ini tebal. merupakan dapat bayangan yang putih dan Lebarnya menca pai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis. 11,1 3 Glove finger shadow Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan. 11,13 - Bronkografi Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kont ras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). P emeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentuk an bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, f usiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. 12,13 15

nkus bawah yang menunjukkan bronkiektasis tipe silindris. (Dikutip dari kepustak aan 14) Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luas nya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. 12 Pemeriksaan bronkog rafi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang kurang menyena ngkan terutama bagi pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh te rhadap kontras media. 5 - CT-Scan thorax CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang te rbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifis itas sebesar 93%.2,8,14 CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bro nkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus ma na yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah

Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri. (dikutip dari kepustakaan 15) diperlukan pembedahan.14 Patologi Anatomi Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah a tau luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit. 6 Perubahan morfologi s bronkus yang terkena a. Dinding bronkus Dinding bronkus yang terkena dapat men galami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibe l. Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktif an proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang mengal ami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. 6 b. Mu kosa bronkus Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat se l-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terj adi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6 c. Jaringan paru peribronkial Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara 17

lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila prosesnya dekat pleu ra. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis akan diganti jar ingan fibrotik dengan kistakista berisi nanah. 6 Variasi kelainan anatomi bronki ektasis Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut : a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis) Variasi ini mer upakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronki ektasis yang menyertai bronkitis kronik. 1,5,6 b. Bentuk kantong (saccular bronk iektasis) Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dil atasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang b erbentuk kista. 1,5,6 Varicose bronkiektasis Bentuknya merupakan bentuk antara d iantara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena. 1,5,6 DIAGNOSIS BANDING 4,6 Fibrosis Kistik Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi d ari pasien yang satu ke pasien yang lain, namun banyak individu yang memiliki ga mbaran radiografi yang memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kis tik yang meliputi: hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cu ffing, mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan

penyebaran nodul-nodul. PENGOBATAN Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu : Peng obatan konservatif 6 Pengelolaan umum, meliputi Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien Memperbaiki drainase sekret bronkus Mengontrol infeksi sa luran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik. Pengelolaan khusus Kemoterapi pada bronkiektasis Drainase sekret dengan bronkoskopi Pengobatan simtomatik a. b. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obatobat c. hemostatik. d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik. Pengobatan Pembedahan Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas da n resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang ad ekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis 19

terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu ti ndakan operasi.6 PROGNOSIS Kelangsungan Hidup Prognosis pasien bronkiektasis ter gantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat mem perbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prog nosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien te rsebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan l ain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus bia sanya disabilitasnya ringan. 4,6 Kelangsungan Organ Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebab kan destruksi lapisan muscular dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyeba bkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan ti mbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial. 6 DAFTAR PUSTAKA 1. 2. Emmons EE. Bronchiectasis. www.emedicine.com last update Ja nuari 2007. O Regan AW, Berman JS. Baum s Textbook of Pulmonary Disease 7th Edition. Edi tor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 2 55-274.

3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com last update Januari 2008. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/med/detail_pyk.p hp, 2004 Hassan I. Bronchiectasis. www.emedicine.com. Last update December,8 200 6 Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ket iga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871. Alsa gaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga Univer sity Press. Surabaya. 2006. hal 256-261 Barker AF. The New English Journal of Me dicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Pr oses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. ha l 737-740 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bag ian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14. 11. Meschan I. Obstrictive Pulmonar y Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in General Radiology. Philadel phia. 1975. hal 55-56 12. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Edi tor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115. 13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham. 2 003. hal 45, 163, 164 & 168. 14. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 4041 15. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays . Cambridge Univesrsity Press. New York. 2005. hal 67-68. 16. Greif J. Medical I maging in Patients www.eradimaging.com. Last update Februari 2008. with Cystic F ibrosis. 17. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd Editi on, Loren H. Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal 21

18. Wicaksono H. Anatomi Dasar Sistem Pernapasan, www. ilmusehat.com

Anda mungkin juga menyukai