Anda di halaman 1dari 16

CLINICAL SCIENCE SESSION

OTITIS MEDIA
Disusun oleh : Maghfilda Aulia Shaffata 1301-1209-0123 Izzatul Nor Azzillah Suib 10301-1209-3020

Pembimbing : Bambang Purwanto, dr., MM., SpTHT-KL (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN 2010

BAB I PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Patogenesis otitis media berhubungan erat dengan tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius adalah ventilasi atau pengatur keseimbangan antara tekanan udara di dalam telinga tengah dan tekanan udara luar, proteksi terhadap sekret nasofaring ke telinga tengah, dan saluran sekret telinga tengah ke nasofaring. Bila terjadi sumbatan tuba eustachius, maka akan terjadi gangguan ventilasi. Tekanan udara di dalam telinga tengah menjadi negatif karena udara akan diabsorbsi oleh mukosa telinga tengah. Akibatnya, cairan dari pembuluh darah kapiler dapat tertarik keluar memasuki telinga tengah dan menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah. Cairan ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Anak-anak lebih rentan terkena otitis media karena tuba eustachiusnya lebih lebar, lebih pendek, dan lebih datar dibandingkan orang dewasa. Selain itu sistem imun anak-anak belum berkembang seperti orang dewasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. 2.1. Anatomi telinga tengah Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius. 2.1.1. Membrana timpani Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm. Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar) yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars placida (membran sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan fibrosa. Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2.1.2. Kavum timpani Kavun timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya. Batas cavum timpani ; Atas Dasar Posterior Anterior Medial Lateral : tegmen timpani : dinding vena jugularis dan promenensia styloid : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani : dinding labirin : membrana timpani Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale, sehingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam. Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal. Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu : - M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.

- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang terlalu kuat. 2.1.3. Tuba eustachius Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum timpani. 2.2. Peradangan Telinga Tengah Peradangan telinga tengah atau otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis yaitu otitis media supuratif akut dan kronis. Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma = acrotitis) dan kronis (glue ear). Selain itu juga terdapat otitis media spesifik seperti otitis media tuberkulosa atau sifilitika. 2.2.1 Otitis Media Akut Otitis media akut sering terjadi karena mudahnya penyebaran infeksi dari hidung dan nasofaring ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Karena fungsi tuba eustachius

2.2.1.1. Etiologi dan patogenesis

terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke telinga tengah dan terjadi peradangan. Otitis media akut biasanya disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas, biasanya komplikasi pilek, measles, demam skarlatina, atau influenza. Makin sering terkena infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadi OMA. Pada bayi terjadinya otitis media dipermudah karena tuba eustachhiusnya lebih pendek, lebar dan lebih landai. Sebagian besar otitis media akut disebabkan oleh penyebaran infeksi sedangkan sebagia kecil otitis media akut disebabkan adanya trauma pada membrana timpani. 2.2.1.2. Bakteriologi Otitis media akut dapat disebabkan olah bakteri ataupun virus (hanya 5 %). Bakteri tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenza. Bakteri lain misalnya Streptococcus haemolyticus grup A, Staphylococcus aureus, Neisseria catarrhalis, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp, dan Klebsiella pneumoniae. 2.2.1.3. Patologi Infeksi saluran nafas atas sebagian besar disebabkan oleh virus (60 %). Jka infeksi saluran nafas bagian atas dengan penyebab virus ini menyebar ke cavum timpani, maka virus tersebut menyebabkan proses patologi OMA yaitu pada stadium awal peradangan. Silia yang pada keadaan normal diliputi oleh mukosa menjadi rusak sehingga tidak dapat berfungsi untuk mengeluarkan sekret dari telinga tengah melalui tuba eustachius. Destruksi silia biasanya di abgia anterior timpani dan pada tuba ustachius. Peradangan menyebabkan edema mukosa dan peningkatan produksi sekret di telinga tengah, kemudian diikuti hiperemi, infiltrasi leukosit dan pembentuka pus. 2.2.1.4. Stadium penyakit Stadium penyakit OMA adalah sebagai berikut : 1. Stadium peradangan Stadium ini ditandai adanya hiperemi membrana timpani di tempat melekatnya malleus dan di anulus serta edema mukoperiosteum telinga tengah dan mastoid. Proses

ini diikuti oleh eksudasi cairan yang bersifat serofibrinosa. Jumlah sekret ini terus bertambah hingga mengisi seluruh caum timpani dan mendesak membrana timpani ke liang telinga luar. Stadium ini menyebabkan otalgia da pendengaran akan berkurang terutama bila produksi sekret sangat banyak. Pemeriksaan otoskopi ditemukan perubahan warna membrana timpani dan injeksi sepanjang manubrium mallei dan anulus timpani. Lebih lanjut, membran timpani menjadi tebal, kemerahan serta menonjol ke arah liang telinga luar. Bila dibiarkan akan terjadi ruptur membran timpani. 2. Stadium supurasi Edema yang hebat mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuk eksudat yang purulen di cavum timpani menyebabkan membrana timpani menonjol ke arah telinga luar. Eksudat mula-mula serosanguineus tetapi kemudian menjadi mukopurulen. Pada stadium ini penonjolan membran timpani dapat ruptur secara spontan biasanya di bagian anteroinferior. Bila tekanan nanah d cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia akibat tekanan pada kapiler-kapiler serta timbul trombophlebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mkosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Bila tidak dilakukan insisi membran timpani pada stadium ini, maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur maka lubang tempat ruptur tidak mudah menutup kembali. Ruptur membran timpani ditandai oleh berkurangnya nyeri telinga, penurunan suhu tubuh, dan terdapat eksudasi cairan mulopurulen ke liang telinga luar. 3. Stadium komplikasi Komplikasi seperti mastoiditis dapat terjadi karena sumbatan aditus pada antrum akibat penebalan mukosa di daerah atik. Secara klinis timbul demam yang tidak begitu tinggi dan sakit di daerah mastoid timbul setelah terjadi pernanahan. Abses subperiosteal juga dapat terjadi di daerah mastoid.

4. Stadium resolusi Bila membran timpani tetap utuh, maka membran timpani perlahan-lahan kembali normal dan pendengaran mejadi baik kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan kering. Bila daya tahan tubuh baik, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA dapat menjadi kronis apabila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di cavum timpani tanpa terjadi perforasi. 2.2.1.5. Gejala klinik Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat pula gangguan penengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejangkejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang. 2.2.1.6. Terapi Otitis media akut merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya yaitu bila daya tahan tubuh baik dan tidak terdapat sumber infeksi yang menetap untuk telinga tengah. Pengobatan OMA tergantung stadium penyakitnya. Pada stadium oklusi tuba eustachius pengobatan terutama bertujuan membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Untuk itu diberikan obat tetes hidung seperti HCL efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis (untuk anak < 12 tahun ) atau HCL efedrin 1 % dalam larutan fisiologis (untuk anak > 12 tahun dan untuk orang dewasa). Sumber infeksi harus diobati, antibiotik diberikan bila penyebabnya bakteri bukan oleh virus atau alergi. Antibiotik yang dianjurkan ialah golongan penicillin atau

ampisillin. Terapi awal diberikan penicillin i.m agar dapatkan konsentrasi yang adekuat dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi penicillin maka diberikan eritromisin. Pada anak ampisillin dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis atau amoxicillin 40 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari. Pada stadium presupurasi, selain dibarikan antibiotik juga diberikan dekongestan dan analgetik. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus dilakukan miringotomi. Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik idealnya arus disertai dengan miringotomi. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan pendengaran. Miringotomi harus dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai agar membran timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi miringotomi adalah di kuadran posteroinferior. Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat pencuci telinga H2O2 3 % selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari. Pada stadium resolusi membran timpani normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membrana timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi, sekret mengalir ke liang telinga luar melalui perforasi membran timpani karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Bila hal ini berlangsung lebih dari 3 minggu mungkin telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret lebih dari 3 minggu, maka disebut otitis media supuratif subakut, dan bila perforasi menetap dengan sekret yang terus keluar, keadaan ini disebut otitis media supuratif kronik.

2.2.1.7. Komplikasi Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat tetapi setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronis. Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis, komplikasi ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses otak, trombosis sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis. 2.2.2 Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) Merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah yang terus-menerus atau hilang timbul. OMSK merupakan kelanjutan perjalanan penyakit OMA yang tidak diobati. 2.2.2.1 Jenis OMSK 1. OMSK tipe benigna OMSK dapat dibagi menjadi dua yaitu: Merupakan jenis OMSK yang tidak disertai oleh kolesteatom dalam kavum mastoid atau kavum timpani. Proses peradangan terbatas pada mukosa saja, tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Biasanya jenis ini tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya dan tidak terdapat kolesteatoma. 2. OMSK tipe maligna Merupakan jenis OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Dikenal juga sebagai OMSK tipe tulang atau tipe bahaya. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau di atik. Jenis ini berbahaya karena akan menimbulkan komplikasi intrakranial yang fatal bila tidak diobati secara tepat.

2.2.2.2 Etiologi Otitis media akut dengan perforasi membran timpani menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari dua bulan. Bila proses infeksi kurang dari dua bulan, disebut otitis media supuratif subakut. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.

2.2.2.3 Gejala Klinik Pada OMSK yang sudah bejalan lama sering ditemukan satu atau beberapa tanda klinik yang mudah diamati yaitu : 1. abses atau fistula di belakang daun telinga (retroaurikuler) 2. jaringan granulasi atau polip di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah. 3. terlihat kolesteatoma pada telinga tengah 4. gambaran kolesteatom pada foto rontgen mastoid 5. pus yang selalu aktif dan berbau busuk (aroma kolesteatom)

2.2.2.4 Diagnosis : Diagnosis OMSK dapat dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala adalah untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan

pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry ) bagi pasien atau anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan nada murni. Selain itu, dengan mengamati letak perforasi membran timpani dapat dibedakan secara dini antara OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. Perforasi sentral adalah tanda OMSK tipe benigna, sedangkan perforasi marginal atau perforasi posteroposterior dan perforasi atik sebagai tanda OMSK tipe maligna. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. 2.2.2.5 Terapi Terapi OMSK seringkali memakan waktu yang lama serta berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering dan kambuh lagi. Ini disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu; adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid dan gizi dan higiene yang kurang. Untuk OMSK tipe aman, prinsip terapi adalah konservatif atau dengan medikamentosa. bila sekret keluar terus menerus, diberi obat pencuci telinga,

larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, dilanjutkan dengan obat tetes telinga

yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid, dan diobservasi selam 2 bulan.

Obat tetes telinga tidak diberikan secara terus-menerus lebih dari

1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang karena kebanyakan obat tetes telinga mengandungi antibiotik yang bersifat ototoksik. Secara oral diberikan antibiotik dari golongan ampisilim, atau

eritromisin, sebelum mendapat hasil tes resistensi.Jika resisten terhadap ampisilin, dapat diganti dengan asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi masih ada perforasi setelah

diobservasi dua bulan, maka dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti bagi menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya perforasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada,

maka obati dulu sumber infeksi, mungking perlu dilakukan adenoidektomi dan tonsilektomi. Bagi OMSK tipe bahaya, prinsip terapi adalah mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dan medikamentosa adalah terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.

BAB III KESIMPULAN

Otitis media akut adalah peradangan akut telinga tengah dengan gejala-gejala demam, nyeri telinga dan pada pemeriksaan otoskopi ditemukan membrana timpani yang hiperemis dengan atau tanpa penonjolan dan dapat disertai dengan pengeluaran cairan. Bakteri penyebab OMA tersering adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenza. Otitis media akut biasanya disertai dengan infeksi saluran pernafasan atas, biasanya komplikasi pilek, measles, demam skarlatina, atau influenza. Perjalanan OMA terbagi dalam 4 stadium yaitu stadium peradangan, supurasi, komplikasi, dan resolusi, yang masing-masing memberikan gejala yang berbeda. Gejala klinik otitis media akut juga tergantung pada usia pasien, umumya nyeri telinga, demam, riwayat batuk pilek sebelumnya, dan gangguan pendengaran. Terapi OMA tergantung pada stadiumnya, mencakup antibiotik, dekongestan, dan pengobatan simptomatik. Bila terjadi komplikasi, pengobatan tergantung pada komplikasinya. Miringotomi dilakukan bila terapi medis tidak memberi hasil setelah 3 bulan pengobatan atau bila terdapat gangguan pendengaran bermakna. Prognosa otitis media tergantung pada stadiumnya, pengobatan yang adekuat, dan adanya komplikasi. Pengobatan yang tidak adekuat dapat menyebabkan OMA berlanjut menjadi otitis media supuratis kronis.

Otitis media supuratif kronis merupakan infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah yang terus-menerus atau hilang timbul. OMSK merupakan kelanjutan perjalanan penyakit OMA yang tidak diobati. OMSK dibagi menjadi dua yaitu OMSK tipe benigna, dimana tipe ini tidak melibatkan kolesteatoma dan prinsip terapinya adalah konservatif dan medikamentosa, dan OMSK tipe maligna, adanya kolesteatoma dan prinsip terapinya adalah pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. Dr. Efiaty A.S, Sp.THT (K), Prof. Dr. Nurbaiti I., Sp.THT (K), DR. Dr. Jenny B., Sp.THT (K), DR. Dr. Ratna D.R., Sp.THT (K). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 2. George L.A, M.D., Lawrence R. Boies, Jr., M.D, Peter A. Hilger, M.D. Boies Fundamentals O Otolaringology. 6th Edition. Philadelphia: Saunders;1989. 3. Lynn S. Bickley. Bates Guide to Physical Examination and History Taking. 9th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. 4. Keith L. Moore, Arthur . Dalley. Clinically Oriented Anatomy. 5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

Anda mungkin juga menyukai