Anda di halaman 1dari 6

REAKSI KUSTA A.

Definisi: Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respons selular) atau reaksi antigen-antibodi (respons humoral) dengan akibat merugikan pasien. Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama pengobatan, dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai setahun sesudah mulai pengobatan. Hal-hal yang mempermudah terjadinya reaksi kusta adalah stres fisik; (kondisi lemah, menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat imunisasi. dan malaria) dan stres mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung sampai 3 minggu. Kadangkadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama. B. Jenis Reaksi 1. Reaksi tipe I (reaksi reversal, reaksi upgrading, reaksiborderline) Terjadi pada pasien tipe borderline disebabkan meningkatnya kekebalan selular secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta ke arah PB. Faktor pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. a. Gejala klinis reaksi tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf), atau gangguan keadaan umum pasien (gejala konstitusi). b. Menurut keadaan reaksi, maka reaksi kusta tipe I ini dapat dibedakan atas: reaksi ringan dan reaksi berat. c. Perjalanan reaksi 6 12 minggu atau lebih.

Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi tipe I Gejala 1. Lesi Kulit Reaksi Ringan Tambah aktif, menebal merah, teraba panas dan nyeri tekan. membentuk plaque Saraf Tepi Tidak ada nyeri tekan saraf dan gangguan fungsi. Reaksi Berat Lesi membengkak sampai ada yang pecah, merah, teraba panas dan nyeri kaki membengkak, sendi-sendi sakit. Nyeri tekan, dan/atau gangguan fungsi, misalnya kelemahan otot.

Makula yang menebal dapat sampai tekan. Ada lesi kulit baru, tangan dan

Jika ada reaksi ringan pada lesi kulit yang dekat dengan lokasi saraf, dikategorikan sebagai Reaksi Berat. 2. Reaksi tipe II (reaksi ENL, reaksi eritema nodosum leprosum) Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, di mana basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk antibodi dan komplemen sebagai respons adanya antigen. Reaksi kompleks imun terjadi antara antigen + antibodi + komplemen = Immunokompleks. a. Kompleks imun ini dapat mengendap antara lain di kulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai erirema nodosum leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (artritis), dan saraf (neuritis) dengan disertai gejala konstitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada organ tubuh lainnya. b. Perjalanan reaksi biasanya berlangsung sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama. c. Menurut keadaan reaksi, maka reaksi dapat dibedakan reaksi ringan dan reaksi berat.

Perbedaan Reaksi Ringan dan Berat pada Reaksi tipe I

Gejala Lesi Kulit

Reaksi Ringan Nodul yang nyeri tekan jumlahnya sedikit, biasanya hilang sendiri dalam 2 3 hari

Reaksi Berat Nodul nyeri tekan, ada yang pecah (Ulseratif), jumlah banyak, berlangsung lama.

Keadaan Umum

Tidak ada demam atau demam ringan

Demam ringan sampai berat

Saraf Tepi

Tidak ada nyeri tekan atau gangguan fungsi

Ada nyeri tekan, terjadi gangguan fungsi Terjadi peradangan pada organ-organ tubuh seperti Mata (Iridocyclitis), Testis (Epididymoorchitis), Ginjal (Nephritis), Sendi (Arthritis), Kelenjar Limfe (Limphadenitis), Gangguang pada tulang, hidung dan tenggorokan.

Organ tubuh

Tidak ada gangguan

C.

Penatalaksanaan 1. Prinsip pengobatan

a. Pemberian obat antireaksi. Obat yang dapat digunakan adalah aspirin, klorokuin, prednison, dan prednisolon sebagai anti-inflamasi. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut: o Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4jam, 4-6 kaii sehari. o Klorokuin 3 x 150 mg/hari. o Prednison 30-80 mg/hari, dosis tunggal pada pagi hari sesudah makan atau dapat juga diberikan secara dosis terbagi misalnya: 4 x 2 tablet/hari , berangsur-angsur diturunkan 5-10 mg/2 minggu setelah terjadi respons maksimal. Untuk melepas ketergantungan pada kortikosteroid pada reaksi tipe II digunakan talidomid. Dosis talidomid 400 mg/hari yang berangsur-angsur diturunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan untuk wanita usia subur karena talidomid bersifat teratogenik. Setiap 2 minggu pasien harus diperiksa ulang untuk melihat keadaan klinis. Bila tidak ada perbaikan maka dosis prednison yang diberikan dapat dilanjutkan 3-4 minggu atau dapat ditingkatkan (misalnya dari 1 S mgjadi 20 mg sehari). Setelah ada perbaikan dosis diturunkan. Untuk mencegah ketergantungan terhadap steroid, dapat diberikan klofazimin. Klofazimin hanya diberikan pada reaksi tipe II (ENL kronis). Dosis klofazimin ditinggikan dari dosis pengobatan kusta. Untuk orang dewasa 3 x 100 mg/hari selama 1 bulan. Bila reaksi sudah berkurang maka dosis klofazimin itu diturunkan menjadi 2 x 100 mg/hari, selama 1 bulan diturunkan lagi menjadi 1 x 100 mg/hari selama 1 bulan. Setelah reaksi hilang pengobatan kembali ke dosis semula, yaitu 50 mg/hari. b. Istirahat/imobilisasi. c. Pemberian analgetik dan sedatif.

Obat yang digunakan sebagai analgetik adalah aspirin, parasetamol, dan antimon. Aspirin masih merupakan obat yang terbaik dan termurah untuk mengatasi nyeri (aspirin digunakan sebagai antiinflamasi dan analgetik). Menurut WHO (1998), parasetamol juga dapat digunakan sebagai analgetik. Sedangkan antimon yang digunakan pada reaksi tipe II ringan untuk mengatasi rasa nyeri sendi dan tulang kini jarang dipakai karena kurang efektif dan toksik. Dosis obat yang digunakan sebagai berikut: o Aspirin 600-1200 mg yang diberikan tiap 4 jam, 4-6 kali sehari. o Parasetamol 300-1000 mg yang diberikan 4-6 kali sehari (dewasa). o Antimon 2-3 ml diberikan secara selang-seling, maksimum 30 ml.

2. Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah. Untuk semua tipe reaksi, bila tidak ada kontraindikasi, semua obat antikusta dosis penuh harus tetap diberikan. 1. Pengobatan reaksi ringan. a. Pemberian obat antireaksi. Aspirin dan talidomid biasa digunakan untuk reaksi ringan. Bila dianggap perlu dapat diberikan klorokuin selama 3-5 hari. b. Istirahat/imobilisasi. Berobat jalan dan istirahat di rumah. c. Pemberian analgetik dan sedatif. Pemberian analgetik dan obat penenang bila perlu.

d. Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah. 2. Pengobatan reaksi berat a. Pemberian obat antireaksi. Pada reaksi berat diberikan prednison dalam dosis tunggal atau terbagi. b. Istirahat/imobilisasi. Imobilisasi lokal pada anggota tubuh yang mengalami neuritis. Bila memungkinkan pasien dirawat inap di rumah sakit. c. Pemberian analgetik dan sedatif. d. Obat-obat kusta diteruskan dengan dosis tidak diubah.

3. Rehabilitasi Usaha-usaha rehabilitasi meliputi medis, okupasi, kejiwaan, dan sosial. Usaha medis yang dapat dilakukan untuk cacat tubuh antara lain operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, fungsinya dapat diperbaiki. Lapangan pekerjaan dapat diusahakan untuk pasien kusta yang sesuai dengan cacat tubuh. Terapi kejiwaan berupa bimbingan mentaldiupayakan sedini mungkin pada setiap pasien, keluarga, dan masyarakat sekitarnya untuk memberikan dorongan dan semangat agar dapat menerima kenyataan dan menjalani pengobatan dengan teratur dan benar sampai dinyatakan sembuh secara medis. Rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi pasien sehingga menunjang kemandiriannya dengan memberikan bimbingan sosial dan peralatan kerja, serta membantu pemasaran hasil usaha pasien.

Anda mungkin juga menyukai