Anda di halaman 1dari 78

PESANTREN TINGGI

TEKNOLOGI INFORMATIKA
Sebuah Konsep Awal

SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN


GENERASI MUSLIM INDONESIA
MENYONGSONG ERA GLOBALISASI

Oleh
Dr. Hilmy Bakar Almascaty, MBA

JAKARTA, 2002

1
DAFTAR ISI

I. LATAR BELAKANG

II. PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM : SEBUAH KERANGKA DASAR

III. KEBIJAKAN DAN PEDOMAN PESANTREN

IV. SELAYANG PANDANG PONDOK PESANTREN TEKNOLOGI


INFORMATIKA

V. SKETSA, BENTUK, PROGRAM DAN SISTEM PTTI

VII. PROSPEK PPTI

VIII. KESIMPULAN DAN PENUTUP

2
I. LATAR BELAKANG

Dunia saat ini sedang bergerak tangkas menuju era globalisasi, era
bersatunya seluruh umat manusia dalam sebuah komunitas dunia, bahkan dunia
sudah dianggap sebagai sebuah kampung kecil dimana setiap manusia dapat
berhubungan dengan mudah menggunakan teknologi informatika dan
komunikasi. Waktu dan jarak tidak lagi menjadi hambatan untuk berhubungan
dan berkomunikasi, peristiwa-peristiwa dibelahan dunia Barat dapat disaksikan
secara bersamaan di dunia Timur yang jaraknya ribuan kilometer melalui siaran
televisi yang disiarkan secara langsung. Perdagangan, jual beli, pemesanan
barang bahkan transaksi perbankan kini dapat dilakukan hanya di rumah,
menggunakan internet-banking tanpa harus menghabiskan waktu untuk antri
dan mengatasi kemacetan jalan. Lebih jauh para murid dapat menerima
pelajaran di rumahnya sendiri melalui e-school, e-college atau e-university yang
dikembangkan lembaga pendidikan berkelas dunia, sambil bercanda ria dengan
kedua orang tuanya, yang juga berbisnis via e-business dalam jaringan internet.
Perkembangan pesat teknologi informatika telah merubah corak kehidupan
umat manusia dan telah menciptakan keajaiban-keajaiban yang tidak pernah
dibayangkan sebelumnya. Bersamaan dengan itu, manusia tidak lagi mengenal
batas-batas terotorial negara, karena mereka dapat berpindah cepat melintasi
benua secepat cahaya di alam maya, berkomukasi, berinteraksi dan bertransaksi
dengan siapapun yang dikehendakinya dengan seperangkat teknologi yang
telah dikembangkan para pakar teknologi informatika.
Dunia saat ini telah memasuki era baru dalam sejarah kehidupannya, yaitu
era informasi, dimana tidak ada satu bidang kehidupanpun yang tidak akan
bersentuhan dengan teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang
pesat saat ini. Semua lini kehidupan manusia terkait dengan teknologi
informatika, baik dalam bidang ekonomi, sosial, manajemen, pendidikan,
kedokteran dan lainnya bahkan teknologi ini akan menjadi semacam penentu
dalam teknologi lainnya. Pada saat ini tidak ada satupun bidang kehidupan
yang tidak bersentuhan dengan komputer, internet, telpon dan teknologi
informatika lainnya. Keunggulan di masa depan tidak lagi ditentukan oleh
keunggulan militer ataupun persenjataan, tidak pula ditentukan oleh
keunggulan perdagangan dan sistemnya, ataupun banyaknya sumber daya alam
saja. Namun keunggulan itu terletak pada keunggulan teknologi, dan teknologi
informatika akan menjadi primadonanya teknologi, yang akan menjangkau
seluruh manusia dan sisi kehidupannya. Itulah sebabnya, orang terkaya saat ini
bukan lagi dari kalangan industrialis, pedagang dan sejenisnya, namun dari

3
kalangan pemaian dalam bidang teknologi informatika seperti Bill Gates pemilik
Microsoft yang menjadi orang terkaya di dunia berkat TI. Dan akhirnya mereka
yang tidak peduli dengan teknologi ini pasti akan tertinggal dan kalah dalam
persaingan global.
Di dalam al-Qur’an agung, Allah telah memberikan predikat kepada kaum
muslimin sebagai umat terbaik, terunggul dan teragung di muka bumi. Itulah
sebabnya mereka diberikan tugas sebagai pemimpin di muka bumi, termasuk
memimpin pengembangan peradaban umat manusia. 15 abad silam, ajaran
Islam yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw telah melahirkan
manusia-manusia agung yang tidak pernah hadir sebelum dan sesudahnya,
mereka adalah generasi terbaik umat manusia yang dilahirkan sebagai
pemimpin, baik dalam bidang spiritual dan material. Generasi ini memiliki
keagungan spiritual Islam yang menjadikan mereka sebagai manusia yang
senantiasa mengutamakan keadilan, kebenaran, kedamaian dan kesalihan, pada
saat yang sama mereka menjadi para pengembang peradaban baru dunia yang
menjadi mata rantai penghubung antara peradaban klasik yang penuh dengan
tahayul dengan peradaban modern yang rasional. Dengan kekuatan spiritualitas
dan intelektulitas yang diperolehnya dari ajaran Islam, mereka telah menjadi
pemimpin peradaban dalam semua lapangan kehidupan, menjadi pemuka-
pemuka pengetahuan dan teknologi yang menjadi kunci terbentuknya
peradaban modern saat ini. Generasi yang dibina Muhammad saw dan para
shahabat dan penerus mereka adalah manusia-manisia agung dan unggul dalam
artian yang sebenarnya, yang kehadirannya senantiasa menciptakan keadilan
dan kemakmuran di muka bumi. Kecintaan mereka pada pengembangan
pengetahuan dan teknologi merupakan buah dari kecintaan mereka kepada
ajaran Islam yang senantiasa menyerukan penganutnya menjadi manusia-
manusia unggul.
Namun berbeda halnya dengan kaum muslimin saat ini yang penuh
dengan konflik dan dilemma, umat yang terbelakang dan tertinggal dalam
semua lapangan kehidupan. Umat yang hanya menjadi pemakai dan pembeo
segala bentuk peradaban yang datang dari luar dan bukan lahir dari landasan
ajaran agamanya yang pada akhirnya akan menjadikan mereka sekuler dan
murtad dari ajaran agamanya. Keadaan spiritualitas mereka sangat jauh jika
dibandingkan dengan para pendahulu mereka, yang pada akhirnya menjadikan
mereka sebagai umat yang terpecah belah dalam keterbelakangan dan
kebodohan. Penguasaan mereka terhadap teknologi sangat jauh dari harapan,
padahal mereka memiliki SDM terbaik yang memiliki potensi dan sumber alam
yang kaya untuk membantu penguasaan teknologi, namun semua itu tidak
dapat dikelola dan akhirnya semua potensi mereka digunakan oleh orang lain,

4
bahkan ironisnya untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Itulah sebabnya
saat ini kita menyaksikan sebagaian besar potensi umat Islam berupa sumber
daya alam yang kaya raya namun dieksploitasi untuk kepentingan orang lain
dan dijadikan alat untuk merusak Islam dan umatnya. Kaum muslimin semakin
bodoh dan tertinggal dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya. Keadaan ini
sangat ironis dan bertentangan dengan maksud dan tujuan diturunkannya Islam
di muka bumi yang akan menciptakan manusia-manusia agung pemimpin dunia
dan kehidupannya. Demikian pula kebangkitan Islam yang dilaungkan selama
ini ternyata belum mampu mengangkat harkat dan martabat kaum muslimin.
Untuk menyelesaikan permasalahan kaum muslimin yang sedemikian
kompleknya ini tidak semudah membalik telapak tangan. Namun diperlukan
usaha yang serius dan berkesinambungan yang didukung oleh seluruh lapisan
komponen umat dengan potensinya masing-masing. Apalagi sistem pendidikan
kaum muslimin saat ini, baik yang tradisional seperti madrasah, pondok
pesantren dan lainnya ataupun sistem pendidikan yang sekuler di kelola
pemerintah belum mampu melahirkan manusia-manusia muslim yang unggul
dalam arti yang sebenarnya. Sistem pendidikan tradisional hanya mampu
melahirkan generasi yang berkualitas spiritualnya, akhlaknya dan pemahaman
keagamaannya, namun pada saat yang sama mereka tidak mampu berinteraksi
dan berkompetisi dengan para alumni sistem pendidikan sekuler, akibatnya
mereka terpinggirkan dari arus utama, terutama dalam bidang profesi sehingga
lapangan kehidupan mereka sangat terbatas. Sementara sistem pendidikan
sekuler telah berhasil melahirkan manusia yang dapat menguasai pengetahuan
dan teknologi terkini, namun akibat kurangnya pembinaan keagamaan, mereka
terjebak pada pola kehidupan sekuleristik dan hedonistik yang menjauhkan
mereka dari Islam. Mereka mengaku beragama Islam, namun dalam
kehidupannya mereka menerapkan sistem kehidupan sekuler yang bertentangan
dengan ajaran agamanya. Mereka dapat berkompetisi dalam kehidupan berkat
bekal pengetahuannya yang cukup diterimanya sebagai seorang alumni lembaga
pendidikan yang berorientasi kepada pangsa pasar tenaga kerja (man power
oriented).
Langkah utama yang harus dilakukan kaum muslimin untuk membangun
generasi baru adalah mengembangkan sebuah konsep pendidikan dan
pengembangan SDM yang berdasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam,
sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah dan para shahabatnya yang
menjadikan Islam sebagai fundamen pendidikan, dan pada saat yang sama
diinteraksikan dengan pengetahuan dan teknologi modern terkini saat ini.
Sistem pendidikan ini adalah sebuah sistem pendidikan yang akan melahirkan
manusia-manusia unggul dalam arti yang sebenarnya, yaitu memiliki

5
keunggulan secara fisik (jasmani), spiritual (rohaniah) dan intelektual (ilmiah)
sehingga mereka mampu berkompetisi dengan generasi lainnya saat ini. Dengan
sistem pendidikan ini diharapkan lahirnya manusia-manusia unggul yang
menerapkan ajaran Islam dalam kehidupannya, namun memiliki pengetahuan
dan teknologi terkini yang memungkinkannya mampu bersaing dalam
kehidupan yang sudah memasuki era globalisasi ini. Berlandaskan sistem
pendidikan inilah kemudian dikembangkan beberapa model pendidikan, baik
pada tingkat dasar, menengah dan tinggi sesuai dengan kebutuhan kaum
muslimin, baik berupa madrasah, pondok pesantren, sekolah terpadu, pesantren
tinggi, college, akademi, sekolah tinggi, universitas dan lainnya. (Lebih detil
lihat: Dr.Hilmy Bakar, Membangun Kembali Sistem Pendidikan Kaum Muslimin.)
Di Indonesia sendiri setelah lebih 56 tahun merdeka dari kolonialis, sistem
pendidikan kaum muslimin, baik yang tradisional, sekuler ataupun yang coba
menggabungkan keduanya dengan berbagai istilah seperti pendidikan Islam
modern, terpadu dllnya, ternyata sampai saat ini belum mampu secara konstan
melahirkan manusia-manusia unggul yang dikehendaki Islam sebagaimana
generasi yang dibina Rasulullah dan para shahabatnya namun pada saat yang
sama mampu berinteraksi dengan segala bentuk kehidupan dunia
disekelilingnya. Sejauh ini lembaga-lembaga pendidikan kaum muslimin hanya
menjadi semacam laboratorium yang menguji coba konsep-konsep yang belum
jelas landasan filsafat pendidikannya akibat terbatasnya para cendekiawan yang
mampu mengintegrasikan ajaran Islam dengan pengetahuan dan teknologi
modern dengan segala perangkatnya. Kurangnya sarana dan prasara telah
menjadikan lembaga pendidikan kaum muslimin tertinggal dan terbelakang,
sementara dana negara dicurahkan ke lembaga pendidikan sekuler yang dikelola
pemerintah. Intervensi berlebihan pemerintah, baik Depag ataupun Diknas
dalam pengembangan kurikulum yang menambah kerancuan dan kebingungan
para pelajar akibat banyaknya beban pelajaran yang kurang bermanfaat untuk
menopang spiritualitas maupun intelektualitas. Demikian pula akibat
ketidakjelasan visi, misi serta orientasi pendidikan yang diterapkan pemerintah
ataupun lembaga swasta telah melahirkan generasi yang bingung dengan
pengetahuan yang diperolehnya, bahkan lebih jauh tidak mampu bersaing
dengan para alumni luar negeri, yang pada akhirnya akan menambah
pengangguran generasi terdidik yang jumlahnya meningkat drastis dari waktu
ke waktu. Krisis moneter berkepanjangan yang melanda Indonesia telah
memberikan dampak luas kepada perkembangan pendidikan dan
pengembangan SDM. Keadaan ini telah menurunkan mutu pendidikan akibat
tidak tersedianya dana pemerintah dalam melengkapi fasilitas pendidikan dan
pada saat yang sama masyarakat muslim tidak mampu membayar biaya

6
pendidikan yang mahal pada lembaga pendidikan swasta yang mengutamakan
kualitas.
Melihat kenyataan ini, kaum muslimin bangsa Indonesia khususnya tidak
dapat berpangku tangan menyaksikan keterbelakangan dan kekalahan generasi
mereka. Kaum muslimin harus mengambil inisiatif untuk mengembangkan
sistem dan lembaga pendidikan yang sudah ada agar mampu melahirkan
alumni yang dapat bersaing di era globalisasi ini. Apalagi perjanjian kerjasama
seperti AFTA telah memberikan kemungkinan masuknya para tenaga kerja asing
bekerja di Indonesia, yang berarti semakin sempitnya lapangan pekerjaan untuk
anak bangsa. Jika kaum muslimin bangsa Indonesia memiliki sistem pendidikan
yang unggul dan mampu melahirkan manusia-manusia unggul yang dapat
berkompetisi di dunia internasional, maka semakin besar pula kesempatan
mereka untuk bekerja baik di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan
pertimbangan ini, lembaga pendidikan kaum muslimin yang sudah ada saat ini
di Indonesia seperti Pondok Pesantren perlu dikembangkan menjadi sebuah
lembaga pendidikan yang mampu melahirkan manusia unggul yang memahami
dan mengamalkan Islam namun pada saat yang sama mampu berinteraksi
dengan teknologi terkini, terutama teknologi informatika yang berkembang
pesat dan sangat dibutuhkan pasar tenaga kerja saat ini.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan alternatif setingkat SMU atau Aliyah,
pondok pesantren yang memfokuskan ketrampilan pada bidang teknologi
informatika ini perlu mendapat dukungan semua pihak, terutama pemerintah
melalui Departemen Agama dan lembaga-lembaga swasta Islam. Pada saat yang
sama lembaga ini perlu memikirkan sumber-sumber strategis pendanaan yang
akan menunjang kwalitas pendidikannya. Para pelajar yang memiliki
kemampuan namun tidak memiliki biaya harus disiapkan bea siswa, bahkan jika
memungkinkan para pelajar tidak dipungut biaya pendidikan, namun
dikembangkan sebuah badan waqaf yang akan mengelola dan mengatur sumber
pendanaan.

7
II. PARADIGMA PENDIDIKAN ISLAM : SEBUAH KERANGKA DASAR

Pendidikan adalah salah satu sarana terpenting yang akan menentukan


kedudukan sebuah bangsa, karena hakikatnya pendidikan, baik formal ataupun
informal adalah tempat pengembangan sumber daya manusia, membangun dan
mengolah segala potensi yang ada menjadi manusia-manusia berkualitas yang
akan memegang peranan sesuai dengan kemampuan dan minatnya masing-
masing. Tidak ada satu bangsapun yang dapat berkembang dengan menjadi
bangsa maju dan besar, kecuali memiliki sistemm pendidikan yang baik pula.
Raelitasnya bangsa-bangsa yang memiliki sistem pendidikan yang maju,
ditopang tenaga-tenaga pendidik berkualitas dan fasilitas yang memadai, akan
mengalami perkembangan dan kemajuan drastis menjadi bangsa kuat yang
disegeni dunia dan dan sebagai akibatnya akan mendatangkan kemakmuran
bagi masyarakatnya. Itulah sebabnya bangsa-bangsa besar saat ini memulai
kebangkitannya dengan membangun sistem pendidikan yang dibutuhkan dan
merancang pengembangannya dengan tepat. Sebagian besar dana diarahkan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam upaya mencerdaskan bangsa
dengan melengkapi semua infrastruktur yang diperlukan dalam pendidikan,
seperti penyusunan kurikulum, mempersiapkan tenaga pengajar, buku-buku,
gedung, laboratorium dan sarana lainnya. Dalam hal ini Malaysia adalah contoh
terdekat. Setelah mendapat kemerdekaannya para pemimpin Malaysia
melakukan investasi besar-besaran dalam bidang pendidikan dengan
mencurahkan sebagian besar dananya untuk membangun insfrastuktur
pendidikan. Karena para pemimpinnnya meyakini bahwa membangun
pendidikan adalah jalan yang paling tepat untuk mengantarkan bangsanya
menuju kemajuan. Kebijaksanaan ini telah mendorong dibangunnya institusi-
institusi pendidikan dengan sarana-sarananya, mengirim generasi terbaiknya
keluar negeri dan mengundang pengajar-pengajar dari luar negeri termasuk dari
Indonesia. Setelah dua dekade menjalankan kebijaksanaannya, kini dunia
menyaksikan Malaysia adalah salah satu Negara Industri Baru yang dinamis dan
akhirnya pendidikan mendatangkan kemakmuran bagi Malaysia saat ini.
Bangsa-bangsa maju Barat telah menyusun konsep dan sistem pendidikan
berdasarkan prinsip-prinsip rasionalisme dan empirisme kemudian
mengembangkannya dengan canggih sehingga menjadi sistem pendidikan
unggul yang mampu merangsang intelektualitas, kebebasan berkarya dan tradisi
keilmuan yang mengagumkan. Sistem pendidikan ini telah mengantarkan
mereka menuju kebangkitan dan kemajuan peradaban modern dengan

8
diciptakannya berbagai cabang pengetahuan dan teknologi yang sangat
memeranjatkan dunia. Bagaimana tidak, sistem pendidikan ini telah melahirkan
manusia-manusia yang mampu menciptakan berbagai bentuk kemudahan
dalam kehidupan dunia. Mereka telah menciptakan pesawat terbang yang
kecepatannya melebihi suara dan mampu mengantarkan manusia kemanapun
yang diinginkannya dalam waktu singkat. Bahkan mereka telah berhasil
menjelajah bulan dan planet-planet lainnya. Mereka telah menciptakan telpon,
faksimile, televisi dan sarana komonukasi canggih yang tidak terpikirkan
sebelumnya yang mempermudah hubungan manusia satu dengan lainnya.
Demikian pula mereka telah menciptakan komputer dan teknologi-teknologi
canggih dalam berbagai bentuknya yang sangat mengangumkan siapapun.
Disamping itu mereka juga telah menciptakan berbagai bentuk mesin perang
yang sangat menakutkan setiap orang. Dan akhirnya tidak diragukan bahwa
konsep pendidikan Barat ini terbukti telah mampu melahirkan manusia-manusia
unggul yang menguasai pengetahuan modern dengan tradisi keilmuannya yang
tinggi. Dengan semangat dan tradisi inilah yang telah mengantarkan bangsa-
bangsa Barat menjadi bangsa maju dan sebagai mercusuar peradaban dunia
modern. Lebih jauh kamajuan ini telah menjadikan mereka sebagai pengontrol
kehidupan dunia, baik dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek dan lainnya.
Konsep pendidikan Barat bersama produknya ini kemudian disebarkan
kepada dunia dan realitasnya bangsa-bangsa yang mengadopsinya menjadi
bangsa maju perekonomiannya seperti Jepang, Korea, Taiwan, Malaysia dan
lainnya. Keadaan ini telah memaksa para pemimpin bangsa mayoritas Muslim
untuk mengadopsi konsep pendidikan Barat ini pada sistem pendidikan
nasional mereka dengan harapan dapat mencapai kemajuan sebagaimana
negara-negara Barat. Kebijaksanaan mengadopsi sistem pendidikan Barat ini
sebagiannya telah dipaksakan secara halus kepada institusi-institusi pendidikan
tradisional kaum Muslimin dengan alasan modernisasi sistem pendidikan Islam.
Namun sejauh ini belum kelihatan hasilnya secara maksimal terhadap kemajuan
sistem pendidikan kaum Muslimin dan lulusannya, yang kelihatan pasti adalah
akibat sampingannya, yaitu menyebarnya virus-virus sekulerisasi yang telah
mempengaruhi sistem pendidikan tradisional Islam dan berkembang biak
dengan suburnya pada pemikiran anak didiknya dalam bentuk munculnya
sikap sok modern, materialis, hedonistik dan kebarat-baratan.
Secara lahiriah sistem pendidikan model Barat ini telah melahirkan
manusia-manusia unggul yang menguasai pengetahuan dan teknologi canggih
yang mengagumkan, namun disamping itu sistem pendidikan ini telah
melahirkan manusia-manusia yang asing terhadap dirinya, sehingga tokoh
pendidikan Barat terkemuka menyifatkan sistem pendidikan Barat sebagai

9
inhuman (tidak manusiawi), nonhuman (bukan manusiawi) dan antihuman (anti-
manusiawi).1 Karena sistem pendidikan ini telah mengesampingkan perkara
pokok pembinaan unsur-unsur kemanusiaan (manhood) dan telalu
mengutamakan unsur-unsur ketenagakerjaan (manpower). Tujuan utama sistem
pendidikan Barat adalah menciptakan manusia-manusia yang ahli dalam
bidangnnya dengan demikian mereka diharapkan dapat berkompetisi di pasar
tenaga kerja namun akhirnya mereka menjadi asing terhadap hakikat dirinya
sebagai manusia, sehingga ketika mereka mengalami krisis, kebingungan, tidak
tahu harus berbuat apa karena tidak semua permasalahan dapat dijawab
pengetahuan dan teknologi yang mereka ciptakan dan kembangkan.2 Lebih jauh
kontradiksi-kontradiksi kemanusiaan yang dihadapi Barat saat ini sebenarnya
disebabkan tidak lain karena diterapkannya faham sekulerisme yang pemisahan
agama dari keduniaan pada sistem pendidikan mereka yang akhirnya
melahirkan manusia ambivalen, yaitu manusia yang hanya mengetahui aspek
material/duniawi saja dan menolak aspek spiritual yang hakikatnya sangat
diperlukan manusia. Karena spitualitas yang bersumber agama akan
mengantarkan manusia menuju keselamatan dan kedamaian.3
Di institusi pendidikan sekuler para pelajar dididik dengan ilmu-ilmu
yang diperlukan oleh pasar tenaga kerja (manpower oriented) sehingga mereka
mampu bersaing, bahkan mereka selalu memenangkan persaingan untuk
menguasai lapangan kerja, namun karena pembinaan aspek spiritualnya
terlupakan, akhirnya mereka menjadi manusia-manusia yang bermental
binatang, yang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya dan
tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya. Mereka sanggup
mengeksploitasi, menipu dan melakukan perkara-perkara amoral lainnya untuk
mencapai maksudnya. Produk sistim pendidikan inilah yang telah melahirkan
para pencipta senjata-senjata canggih pemusnah yang telah menghancurkan
peradaban dunia. Akhirnya sistem pendidikan ini akan mengancam keselamatan
dunia sebagaimana telah kelihatan tanda-tanda belakangan ini, karena telah
mencetak manusia-manusia yang tidak mengetahahui hakikat jati dirinya serta
hilang hakikat kemanusiannya.
Sistem pendidikan Barat sekuler yang mendominasi sistem pendidikan
dunia saat ini tidak dapat dipisahkan dari akar sejarah Barat, terutama pada
masa pencerahan Eropa. Sejarah membuktikan, setelah Barat berinteraksi
dengan dunia Islam pada abad pertengahan lalu, terutama pada perang Salib,
mereka mendapat rampasan perang yang tidak ternilai harganya berupa
1
Robert M. Hutchins, The Learning Society, (Middlesex, England: Penguin,1968) hlm. 10.
2
Lihat, Jacques Maritain, Education at the Crossroad. (London : Yale Univ. Press, 1943). hlm. 6-7.
3
Syed Naquib al-Attas, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur : ABIM, 1978) hlm. 144-145.

10
peradaban dunia dengan berbagai cabang ilmunya sebagai warisan generasi
Islam. Peradaban ini sendiri adalah pengembangan dari peradaban-peradaban
dunia masa lalu yang telah diberi spirit keislaman, sehingga menjadi peradaban
yang dimanis dan rasionalis sebagaimana ajaran Islam. Karena pengaruh
sentimen perang Salib yang keterlaluan inilah para cendikiawan Barat akhirnya
memanipulasi peradaban yang baru diperolehnya dengan menghilangkan segala
sesuatu yang berbau Islam. Hal ini juga dipengaruhi oleh faham sekulerisme
yang mulai dominan di Barat yang lahir akibat dari kemenangan kaum
pembaharu menentang para pemuka agama Kristen. Sistem pendidikan Islam
berupa madrasah atau jami’ah telah ditiru apa adanya oleh para cendikiawan
Barat, baik konsep, sistem maupun metodeloginya namun dengan
menghilangkan semangat keislaman yang terkandung di dalamnya. Dan tidak
berlebihan jika dikatakan semangat rasionalisme dan empirisme yang ada pada
sistem pendidikan Barat saat ini diadopsinya dari sistem pendidikan Islam
terdahulu.4
Berangkat dari realita ini, para cendikiawan Muslim, baik produk sistem
pendidikan tradisional Islam ataupun sekuler, berkewajiban menemukan solusi
terbaik dari permasalahan yang dihadapi kaum Muslimin dalam
mengintegrasikan keutamaan-keutamaan sistem pendidikan di masa depan
dengan menjadikan referensi pengalaman para cendikiawan Muslim terdahulu.
Karena pengalaman para cendikiawan terdahulu adalah mata rantai yang tidak
terpisahkan dengan proses penyempurnaan sistem pendidikan kaum Muslimin.
Namun yang terpenting bahwa tradisi keislaman dengan segala nilai-nilai
mulianya harus senantiasa diutamakan.

Kaum Muslimin dan Pendidikan


Islam adalah agama langit terakhir yang diturunkan Allah Sang Pencipta
alam kepada seluruh umat manusia melalui perantaraan Nabi besar Muhammad
saw sebagai rahmat yang akan menyelamatkan kehidupan mereka. Sebagai
agama langit terakhir yang akan membimbing umat manusia sampai akhir
zaman, Islam telah memiliki dan dilengkapi dengan seperangkat ajaran
sempurna yang akan mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dari masalah-
masalah yang berkaitan dengan orang perongan, keluarga, masyarakat, negara
dan hubungan diantaranya. Dengan kesempurnaan ajarannya, Islam akan
membimbing para pengikutnya menuju kesempurnaan dan kemenangan hidup
di dunia dan akherat kelak. Ajaran-ajaran mulia Islam secara langsung ataupun
tidak telah memberikan rangsangan sedemikian rupa kepada para pengikutnya
dari berbagai pendekatannya yang unik agar selalu menjadi orang-orang yang
4
Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Beacon on The Crest of a Hill, (Kuala Lumpur : ISTAC, 1991) hlm. 9-11

11
terlibat dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan, baik sebagai orang
yang berilmu, orang yang mencari ilmu, orang yang mengembangkan ilmu
ataupun orang-orang yang memberikan pasilitas kepada mereka, sehingga Islam
telah melahirkan banyak para ilmuawan brilyan kelas dunia menurut bidang
spesialisasinya masing-masing yang menjadi referensi dunia sampai sekarang.
Diantara mereka yang tekenal adalah al-Jabar, al-Biruni, Ibn. Hayyan, Ibnu
Rusyd, Ibn. Sina, al-Farabi, al-Ghazali, Ibn. Khaldun dan banyak lagi lainnya
yang telah menjadi bintang-bintang dunia keilmuaan. Uniknya mereka tidak
hanya menguasai ilmu-ilmu dunia seperti fisika, matematika, biologi, kimia,
sosiologi-antrofologi, geografi dan sejenisnya, namun pada saat yang sama
mereka adalah para ahli agama Islam yang menghafal al-Qur’an dan al-Hadits,
menguasai fiqh dan lainnya, bahkan diantara mereka ada yang menjadi Qadhi
(hakim agama) bahkan Mufti (pemberi fatwa agama). Ini dapat terjadi karena
Islam dengan sistim pendidikannya yang terpadu tidak pernah memisahkan
antara ilmu agama dengan ilmu dunia sebagaimana dikenal masyarakat modern
yang sekuler. Islam menekankan pada para pengikutnya, ajaran dan perintah
agama adalah landasan utama dalam mencapai kegemilangan dunia, sehingga
para cendikiawan Islam pterdahulu adalah orang yang menguasai agama
sekaligus menguasai ilmu dunia.
Sejak awal diturunkannya Islam telah memulai ajarannya dengan
menyerukan proses pendidikan sesuai keperluan masyarakat waktu itu, jika
pendidikan diartikan sebagai proses membangun dan mengembangkan sumber
daya manusia. Perintah Allah yang paling pertama turun kepada Nabi
Muhammad adalah ayat yang memerintahkan untuk membaca (iqra’). Membaca
dalam pengertiannya yang luas adalah salah satu proses terpenting dalam sistim
pendidikan. Tidak ada umat yang mencapai kemajuan dan kebesaran tanpa
melalui proses membaca. Membaca pengetahuan-teknologi, membaca diri,
membaca lingkungan, membaca alam raya dan membaca apapun yang dapat
membangkitkan peradaban manusia. Dengan perintah membaca ini, sejak awal
Islam telah menempatkan dirinya sebagai agama yang hendak merangsang
fitrah manusia, mendorong para pengikutnya agar menjadi manusia-manusia
berpengetahuan, bahkan dengan jelasnya Islam memberikan ketinggian
beberapa drajad kepada orang-orang beriman yang memiliki pengetahuan,
sebagaimana dinyatakan al-Qur’an :
Allah akan meninggikan drajad orang-orang beriman dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa drajad .(al-Mujadilah : 11)
Jika generasi Islam pertama tidak memiliki sistem pendidikan yang
canggih menurut ukuran zamannya, mana mungkin mereka dapat menguasai
bangsa-bangsa besar seperti Romawi, Persia, Mesir dan lainnya yang pada

12
hakikatnya adalah negara-negara super power masa itu dan menyatukan mereka
dalam satu kekuasan dibawah bimbingan para pemimpin agung. Kecanggihan
sistem pendidikan Islam inilah yang telah melahirkan manusia-manusia agung
penakluk dunia dan peradabannya, padahal sebelumnya mereka adalah
sekumpulan kecil suku-suku Arab padang pasir yang terpecah belah, dikuasai
bangsa besar, terbelakang moral dan peradabannya sehingga Islam sendiri
menjulukinya sebagai masyarakat jahilyah. Berkat kecanggihan sistem
pembinaan dan pendidikan Islam yang menyeluruh, menyentuh aspek fisik,
intelektual dan spiritual inilah kemudian mereka bangkit menjadi ummat terbaik
yang dipilih Allah untuk menyelamatkan dunia dan peradabannya. Hanya
ummat yang memiliki sistem pembinaan dan pendidikan yang canggih saja
yang mampu menguasai pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menakluki
bangsa-bangsa besar, baik menakluki fisik, pemikiran, pengetahuan-teknologi
bahkan kepercayaan mereka. Demikian pula jika generasi Islam pertama tidak
memiliki sistem pembinaan dan pendidikan, mana mungkin mereka mampu
melahirkan sekumpulan manusia-manusia agung terbaik sepanjang sejarah
kehidupan manusia yang telah menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia
yang telah memiliki tradisi intelektual yang mapan. Keunggulan mereka
kelihatan dari karya-karya agung dalam seluruh cabang ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah mereka wariskan kepada dunia dan dijadikan referensi
sampai sekarang.
Maka dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa generasi Islam
pertama telah memiliki sistem pembinaan dan pendidikan yang canggih
sehingga mereka mampu melahirkan manusia-manusia unggul dalam semua
lapangan kehidupan. Karena pada hakikatnya seluruh sistem pendidikan, baik
sistem pendidikan Barat maupun Islam bertujuan untuk menciptakan manusia-
manusia unggul (Good Men)5 yang di dalam Islam biasanya diistilahkan dengan
al-Insan al-Kamil.6 Cuma pengertian manusia unggul inilah yang berbeda. Sistem
pendidikan Barat mengartikan manusia unggul (good Men) sebagai manusia
yang mentaati peraturan serta bermanfaat bagi bangsa dan negaranya sebagai
warga negara yang baik sesuai dengan nilai-nilai Barat yang lebih mengutakan
aspek material dan intelektual. Namun pengertian Islam mencakup tujuan yang
lebih luas, yaitu menciptakan manusia-manusia beriman dan bertaqwa serta
5
Lihat misalnya : SMN. al-Attas, Islam and Secularism, op.cit. hlm. 144. lihat juga Paul Nash, A.M. Kazamis
dan Henry J. Perkinson, The Educated Man : Studies in the History of Educational Thought, (Malabar, Florida : Krieger,
1965) dan M.L. Jacks, The Education of Good Men. Reprint. (Connecticut : Greenwood Press, 1980).
6
Terminologi al-insan al-kamil biasanya digunakan oleh para sufi dan dalam istilah peradaban Islam
diartikan sebagai manusia sempurna yang memiliki pengetahuan Islam, mengamalkan Islam dan menguasai
peradaban zamannya. Untuk detilnya lihat : Syed Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujjat al-Siddiq of Nur al-
Din al-Raniri, (Kuala Lumpur : Ministry of Culture Malaysia, 1986) hlm.44. R.A. Nicholson, The Idea of Personality in
Sufism, (Lahore : Sh. Muhammad Ashraf, 1970). hlm. 70-85. Ibn. Arabi, The Bezel of Wisdom, Trans. by R.W.J. Austin.
(New York : Paulist Press, 1980). Introduction, hlm. 32-38

13
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan kata lainnya manusia
sempurna yang terbina unsur-unsur spiritual dan intelektualnya sebagimana
dilambangkan oleh generasi Islam pertama.7
Seluruh dakwah dan perjuangan suci Muhammad Rasulullah dan para
sahabatnya, baik yang mereka lakukan dengan perkataan, perilaku,
pengorbanan harta sampai pada peperangan bersenjata, dengan berbagai
pendekatan dan metode, bertempat di masjid, rumah, kebun sampai medan
peperangan pada hakikatnya adalah perjuangan panjang yang tidak mengenal
lelah dalam membentuk manusia-manusia unggul yang akan menciptakan
keadilan dan kedamaian di muka bumi. Dan mereka bertekad dengan
perjuangan hendak menjadikan seluruh manusia di muka bumi ini menjadi
manusia-manusia unggul. Ajaran-ajaran Islam sendiri adalah merupakan
susunan materi dalam pembinaan dan pendidikan manusia-manusia unggul.
Dengan sistematika ajarannya yang tersusun indah dalam untaian ayat-ayat al-
Qur’an dan peri kehidupan Nabi Muhammad, Islam akan mengantarkan para
penganutnya menuju keunggulan setahap demi setahap menurut kadar potensi
yang dimilikinya. Itulah sebabnya ajaran Islam diturunkan setahap demi setahap
dengan bagian-bagiannya dalam masa 23 tahun agar benar-benar tertanam
dalam kehidupan manusia dan bukan hanya di alam teori dan angan-angan saja,
sehingga ajaran Islam terwujud dalam kehidupan para penganutnya. Inilah yang
membedakan sistem pembinaan dan pendidikan Islam dengan lainnya, karena
Islam menghendaki apa yang diajarkannya tercermin dalam tingkah laku
penganutnya dan hanya dengan cara demikianlah mereka baru berhak
menyebut dirinya beriman.8
Akhirnya memang tidak dapat dinafikan bahwa Islam sejak awal
diturunkannya telah membangun sistem pembinaan dan pendidikan kepada
para pengikutnya dengan pendekatan dan metodenya yang khas. Dan sistem ini
terbukti mampu melahirkan manusia-manusia unggul yang dikehendakinya,
dan ketika Rasulullah wafat Islam dikatakan telah sempurna tertegak dalam
masyarakat yang dibinanya. Sistem pembinaan dan pendidikan Islam yang
diterapkan generasi pertama Islam pada hakikatnya adalah sistem yang
langsung diturunkan Allah berupa wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad. Karena keseluruhan ajaran Islam sendiri adalah materi lengkap
yang tersusun rapi untuk membangun dan mengembangkan manusia unggul.
Itulah sebabnya pendekatannya sangat menyeluruh dan menyentuh segala
aspek kehidupan manusia, baik aspek fisik, intelektual maupun spiritualnya.

7
Syed Naquib al-Attas, The Concept of Education in Islam, (Kuala Lumpur : ABIM, 1980). 26-27.
8
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, Rasulullah telah bersabda : Iman itu bukan hanya
angan-angan saja, tetapi ia ditambat dalam hati, dikrarkan dengan pengakuan dan diwujudkan dengan amalan lahir.

14
Kerena sistim ini diturunkan Allah Sang Pencipta alam raya, maka sistem ini
adalah sistem terunggul sepanjang zaman, dan keunggulannya telah terbukti
dengan melahirkan manusia-manusia terunggul dalam sejarah kehidupan
manusia yang merupakan tujuan akhir dari semua sistem pendidikan. Sistem
inilah yang biasa disebut para cendikiawan Muslim dengan madrasat al-Rasul
yang akan dibahas secara mendetil dibagian selanjutnya.
Bersamaan dengan perkembangan dan kemenangan kaum Muslimin
terhadap bangsa-bangsa besar dan maju mereka mendapat banyak pengetahuan-
pengetahuan baru yang diadopsinya ke dalam pengetahuan mereka. Hal ini juga
berarti berinteraksinya ajaran Islam dengan peradaban-peradaban besar dunia,
apalagi Islam adalah agama yang sangat terbuka dengan pengetahuan-
pengetahuan bermanfaat, sehingga memerintahkan kepada para pengikutnya
untuk mengambil pengetahuan bermanfaat di manapun dan dari manapun
sumbernya selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bersamaan dengan
itu, kaum Muslimin mulai mempelajari berbagai jenis pengetahuan dan
mengadopsinya ke dalam sistem pengetahuan Islam sehingga melahirkan
peradaban baru yang menggabungan antara tradisi keislaman dengan tradisi
filsafat keilmuan yang sudah berkembang pesat sebelumnya di Yunani, Romawi,
Persia, Mesir, India dan lainnya. Dengan pengalaman dan pengetahuan baru
yang diperolehnya dari bangsa-bangsa maju ini, para generasi Muslim
sesudahnya kemudian membentuk dan mengembangkan sistem pendidikan
Islam sedemikian rupa sehingga menjadi lembaga pendidikan formal dengan
sistem, metode dan tingkatannya yang mendidik para pelajar dari seluruh dunia,
baik yang Muslim ataupun bukan. Diantara lembaga pendidikan Islam pertama
yang terkenal adalah Al-Azhar di Cairo dan Nizamiyyah dan al-Mustansiriyyah
di Bagdad dan beberapa institusi pendidikan Islam di Afrika, Iran dan India.9
Bersamaan dengan tumbuh pesatnya sistem pendidikan Islam, telah
tumbuh pula sarana-sarana penunjangnya seperti buku referensi atau
perpustakaan yang menandakan kecintaan kaum Muslimin terhadap ilmu.
Ziauddin Sardar menggambar-kannya :
Tepat seratus tahun setelah datangnya Islam, industri buku maju pesat,
sedemikian, sehingga kaum Muslimin manjadi “ahl Kitab” dalam arti yang

9
Mengenai sistim pendidikan Islam pertama lihat misalnya : Ahmad Syalabi, History of Muslim Education,
(Beirut : Dar al-Kasysyaf, 1954). Bayard Dodge, Al-Azhar : A Millenium of Muslim Learning (Washington : The Middle
East Institute, 1961). Juga karyanya, Muslim Education in Medieval Times, (Washington:The Middle East Institute,
1962). Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A.D. 800-1350. (Boulder : University of
Colorado Press, 1964). Munir ud-Din Ahmed, Muslim Education and the Scholar’s Social Status Up to the 5th Century
Muslim Era (11th Century Christian Era) in the Light of Tarikh Baghdad. (Zurich : Verlag der Islam, 1968). George
Makdisi, The Rise of Colleges : Institutions of Learning in Islam and the West (Edinburgh : Edinburgh Univ. Press,
1981). Barbara Daly Metcalf, Islamic Revival in British India : Deobond. 1860-1900. (Princeton : Princeton Univ. Press,
1982). A. Crish Eccel, Egypt, Islam and Social Chance : Al-Azhar in Conflict and Accomodation. (Berlin : Klaus Schwarz
Verlag, 1984).

15
sebenar-benarnya; dan membaca, bukan saja Bacaan Mulia (al-Qur’an), menjadi
salah satu kesibuklan utama....
Hampir tidak mengejutkan bila pada dua abad berikutnya industri buku tersebar
sampai kesetiap pelosok Dunia Islam. Perpustakaan-perpustakaan, baik
perpustakaan kerajaan, umum, khusus, maupun pribadi, toko-toko buku, baik
yang kecil, yaitu yang ada dilingkungan masjid, yang besar, yaitu yang ada di
pusat kota-kota besar dan dalam bazar-bazar, dan insan-insan buku, yaitu
penulis, penerjemah, penyalin, pelengkap naskah, pustakawan, penjual buku dan
kolektor buku yang kesemuanya itu merupakan aspek-aspek peradaban Muslim di
sekitar buku.....
Tak pelak lagi, perpustakaan Muslim paling terkenal ialah Bayt al-Hikmah, suatu
gabungan lembaga riset, perpustakaan dan biro penterjemahan, didirikan oleh
Khalifah Abbasiah, Harun al-Rasyid di Bagdad pada 830 M.... Putra Harun al-
Rasyid, Khalifah al-Makmun diriwayatkan telah memperkerjakan cendikiawan-
cendikiawan terkenal seperti al-Kindi, filosof Muslim pertama, untuk
menterjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al-Kindi sendiri
menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-masalah kedokteran, filsafat
sampai musik yang disimpan di Bayt al-Hikmah... Makmun juga mengutus
banyak orangnnya ke tempat-tempat yang jauh seperti India, Syiria, Mesir untuk
mrngumpulkan karya-karya yang jarang dan unik. Dokter terkenal, Hunain Ibn.
Ishaq, mengembara sampai ke Palestina guna mendapatkan Kitab al-Burhan.......
Musa al-Khawarizmi, matematikawan ternama Muslim penemu al-jabar, juga
bekerja di Bayt al-Hikmah dan menulis buku terkenalnya, Kitab al-Jabr wa
Muqabilah di sini.10

Berputarnya waktu terutama jatuh bangunnya dinasti-dinasti kerajaan


Islam, sistem pendidikan Islam mengalami pengembangan-pengembangan yang
mengagumkan sehingga produknya mampu menjadi mata rantai penghubung
peradaban dua dunia, peradaban klasik Yunani-Latin dengan peradaban
modern Barat dengan memberikan spirit Islam yang rasionalis ilmiyah kepada
peradaban Yunani yang lebih cendrung spekulatif-kontemplatif ataupun
rasionalis murni yang tidak didukung data empiris. Sehingga melahirkan model
filsafat pengetahuan yang baru dalam sejarah perkembangan pengetahuan,
sebagaimana yang kemukakan oleh para filosof Muslim seperti al-Kindi, al-
Biruni, al-Farabi, Ibn. Sina, Ibn. Rusyd dan lain-lainnya yang dekenal dengan
filsafat rasionalis-ilmiyah.11

10
Ziauddin Sardar, Information and the Muslim World : A Strategy for the Twenty-first Century, Terj. Mizan.
(Bandung : Mizan, 1989) hlm. 41-55
11
lihat misalnya S.H. Nasr, Science and Civilization in Islam, terj. Mahyuddin. (Bandung : Pustaka, 1987).

16
Pada masa-masa inilah, sistem pendidikan Islam yang telah diwariskan
para generasi Islam pertama dan dikembangkan generasi sesudahnya,
mengalami kemajuan-kemajuan yang mengagumkan, sehingga menjadi
referensi sistem pendidikan Barat. Secara filosofis istilah Universitas (University-
Universal-Universitetem) yang digunakan Barat saat ini dengan segala sistem
pendidikannya adalah menjiplakan apa adanya dari istilah Kulliyah, yang
menunjuk pada konsep yang membawa ide yang universal, dengan kata lainnya
tidak terpisahnya pengetahuan (knowledge) dengan bagian-bagiannya pada diri
manusia sebagaimana dikemukakan SMN. al-Attas.12 Demikian pula dengan
hasil karya para cendikiawan Islam dipelajari dan diterjemahkan oleh berbagai
bangsa, termasuk Barat yang akhirnya mengantarkan mereka menuju masa
pencerahan (renaissance) dengan lahirnya cendikiawan-cendikiawan yang
tercerahkan. Karena pengaruh faham sekulerisme akhirnya pengetahuan yang
diperoleh Barat dari kaum Muslimin dengan segala sistem dan perangkatnya
mengalami sekulerisasi pula.13
Setelah mengalami masa kegemilangan selama beberapa abad, akhirnya
kaum Muslimin mulai mengalami masa kemundurannya yang ditandai dengan
melemahnya semangat keilmuan di kalangan mereka dan menjadi sangat
eksklusif serta reaksioner. Tentang sebab-sebab melemahnya semangat keilmuan
kaum Muslimin, ada yang berpendapat sebabkan oleh penyerbuan tentara
Mongol ke pusat kekuasaan Islam di Bagdad dan menghancurkan peradaban
mereka. Namun ada pula yang menunjuk peranan Imam Ghazaly sebagai
penyebab melemahnya semangat keilmuan dikalangan kaum Muslimin karena
telah berhasil mengungkapkan kepalsuan dan penyimpangan yang dilakukan
para cendikiawan Muslim yang dianggapnya telah mencampurkan pemahaman
Islam dengan filsafat-filsafat paganis-rasionalis Yunani dalam karya agungnya
Tahafut al-Falasifah.14
Kemenangan al-Ghazali dalam menghujjat para cendikiawan Muslim
zamannya, telah mengantarkan beliau menjadi tokoh sentral dunia pemikiran
Islam masa itu serta mengemukakan landasan-landasan filsafat pengetahuan
yang berlandasakan spiritualisme Islam (sufiisme) yang diterima luas kaum
Muslimin. Namun pengikut aliran al-Ghazali (al-Ghazaliyyah) yang berkembang
sesudahnya menjadi pengikut ektrim yang menolak segala bentuk filsafat
rasionalisme yang dikemukakan para cendikiwan Muslim dan cendrung
penyesatkan setiap penganutnya secara membabi buta. Karena tidak mendapat

12
SMN. al-Attas, Islam and Secularism, op.cit. hlm. 146-147.
13
ibid.
14
Masalah ini lihat misalnya : Abul Hasan al-Nadwi, Madza Khasira al-Alam bi inhithoth al-Muslimun, (Beirut :
Dar Salam, th.11, 1978). hlm. 160- .

17
tempat di pusat dunia Islam, akhirnya filsafat rasionalis diadopsi para
cendikiawan Eropa yang tercerahkan dari para cendikiawan Muslim di
Andalusia, Spanyol dan pemikiran yang rasionalis ini telah mengantarkan Eropa
menuju kebangkitan peradaban.
Setelah pemikiran al-Ghazaliyyah menguasai mayoritas pemikiran kaum
Muslimin dan diterapkan pada sistem pendidikan Islam, ironisnya pendidikan
Islam mengalami kemunduran demi kemunduran karena kurang menghasilkan
al-insan al-kamil sebagaimana tujuan utama sistem pendidikan Islam. Karena
sikap ektrimisme dalam menerapkan pemikiran ala sufiisme, sistem pendidikan
masa ini telah melahirkan para cendikiawan yang sangat terlalu berhati-hati
dalam mengemukakan atau mengembangkan pemikirannya, dan mereka merasa
lebih aman dan selamat apabila hanya mensyarah (mengomentari) pendapat
guru atau cendikiawan pendahulunya dari mengemukakan pemikiran-
pemikiran baru. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh fatwa mayoritas
cendikiawan Muslim yang telah menutup pintu ijtihad, sehingga kejumudan
pemikiran ini bertambah parah, bahkan lebih jauh telah menghilangkan
semangat pengembangan intelektualitas generasi Islam. Dan zaman ini ditandai
dengan munculnya kitab-kitab yang mensyarah atau mensyarah atas syarah
(syarah min syarah) dengan kedetilan komentar dan super komentar, yang
akhirnya melupakan tujuan asal dari pemikiran itu sendiri. Mengenai metode
sistim pendidikan Islam masa itu, Fazlur Rahman menyatakan :
Metodologi yang menjauhkan diri dari al-Qur’an, menimbunnya di bawah
tumpukan gramatika dan retorika. Menggantikan naskah-naskah asli mengenai
theologi, filsafat, yurisprudensi dan sebagainya, sebagai pengajaran tinggi
dengan komentar-komentar (syarah) dan superkomentar-superkomentar (syarah
min syarah). Dimana pengkajian komentar-komentar akan menghasil-kan
keasyikan dengan detil-detil yang rumit dengan mengesampingkan masalah-
masalah pokok dalam obyek yang dikaji. Perselisihan pendapat (jadal) menjadi
kegemaran utama dan hampir-hampir menggantikan upaya intelektual yang asli
untuk membangkitkan dan menangkap masalah-masalah yang riil dalam obyek
yang dikaji.15

Metode pemikiran ini berkembang dan mendominasi pemikiran


mayoritas kaum Muslim mengikuti perkembangan Islam ke seluruh dunia
Islam. Sistem ini bertambah mapan dengan masuknya imprialis Barat yang ingin
menyebarkan sekulerisme dalam sistim pendidikan kaum Muslimin. Sistem
pendidikan ini dipertahankan oleh sebagian besar cendikiawan Muslim sampai
sekarang, yang dikenal dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Karena
15
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, op.cit. hlm.36-37

18
sistem ini menurut mereka mampu membentengi keimanan generasi Islam dari
pengaruh-pengaruh sesat pemikiran terutama yang datang dari Barat.

Pendidikan Rasulullah (Madrasat al-Rasul)


Pendidikan Rasulullah (Madrasat al-Rasul), adalah pendidikan yang telah
diterapkan Nabi Muhammad kepada para pengikutnya dalam membina mereka
dimana sistim, metode, materi, kurikulum dan susunannya berdasarkan wahyu
Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat Jibril. Pada hakikatnya
pendidikan ini adalah pendidikan terbaik dan tersempurna yang diberikan Allah
Sang Pencipta kepada manusia di muka bumi melalui perantaraan Nabi utusan-
Nya. Karena apa-apa yang dilakukan dan diperkatakan Rasulullah bukanlah
atas kemauannya sendiri, melainkan wahyu dari Allah SWT. Itulah sebabnya
pendidikan ini adalah pendidikan terbaik dan terunggul yang diturunkan
sepanjang zaman sebagai contoh bagi umat manusia. Sebagaimana pendidikan
di zamannya, pendidikan Rasulul-lah bukan seperti institusi-institusi
pendidikan modern dengan segala kelengkapannya. Namun jika dibandingkan
dengan seluruh pendidikan sezamannya, pendidikan Rasulullah adalah
pendidikan yang terunggul, baik dari tujuan, sistim, kurikulum ataupun
hasilnya.

Untuk mengetahui hakikat pendidikan Rasulullah secara menyeluruh,


harus diketahui beberapa aspek penting dari pendidikan ini, terutama tujuan,
sistim, metode, kurikulum, produk dan lain-lain yang berkaitan dengannya.

1. Tujuan Pendidikan Rasulullah


Setiap pendidikan memiliki tujuan yang sama, yaitu menciptakan
manusia-manusia unggul sebagimana diterangkan terdahulu. Pendidikan Barat
memandang manusia unggul apabila ia memiliki kemampuan yang memadai
dalam kekuatan fisik dan intelektualnya dan hal ini lebih cendrung menonjolkan
aspek-aspek material yang menjadi dasar pemikiran Barat. Namun konsep
manusia unggul yang akan diciptakan oleh pendidikan Rasulullah berbeda
dengan konsep manusia unggul manapun, karena manusia unggul menurut
pendidikan Rasulullah adalah manusia yang memiliki keunggulan secara
menyeluruh, yaitu memiliki keunggulan fisik, keunggulan jiwa (spiritual) dan
keunggulan intelektual. Pendidikan Rasulullah tidak hanya membina
keunggulan fisik saja sebagaimana pendidikan model kemiliteran Romawi,
keunggulan spiritual saja sebagaimana model pendidikan para rohaniawan
India atau keunggulan intelektual saja sebagaimana model pendidikan para
filosof Yunani. Pendidikan Rasulullah telah melahirkan manusia-manusia

19
unggul dalam fisik, itulah sebabnya mereka dapat menjadi tentara-tentara kuat
yang menakluki Romawi, Persia, Mesir dan sebagian Eropa. Pendidikan ini juga
telah melahirkan manusia-manusia unggul kerohaniannya sehingga sanggup
mengemban semua penderitaan dalam perjuangan dan menjadi para
cendikiawan dan filosof yang dikagumi sehingga menjadi maha guru dunia.
Karena kesempurnaan pendidikan inilah yang telah menjadikan Islam sebagai
agama yang dianut oleh berbagai kalangan dan tingkatan, baik dia seorang
pejuang, tentara, cendikiawan, rohaniawan, politisi dan lainnya, mereka akan
mendapatkan kepuasaan pada Islam dengan pendidikannya yang khas.
Pendidikan Rasulullah dengan karakteristiknya telah berhasil melahirkan
manusia-manusia unggul dan agung dalam segala bidang kehidupan sebagai
tujuan utama semua pendidikan. Namun manusia-manusia unggul yang
dilahirkan pendidikan Rasulullah adalah yang terunggul diantara hasil
pendidikan dunia, sebelum dan sesudahnya karena mereka adalah himpunan
masyarakat yang dididik langsung oleh Allah Sang Pencipta manusia. Walaupun
sebelumnya pendidikan Yunani telah melahirkan para filosof seperti Plato,
Aristoteles dan lainnya yang menjadi tonggak peradaban Barat, namun
pendidikan Rasulullah telah melahirkan para filosof agung yang bukan hanya
mampu berfikir, namun mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam
kehidupan nyata, bahkan mereka sekaligus menjadi rahib di malam hari dan
pejuang di siang harinya (ruhban bi al-lail wa furshan bi al-nahar).
Keunggulan pendidikan Rasulullah tidak lain disebabkan oleh
pandangannya yang benar tentang konsep manusia. Pendidikan Barat menilai
manusia adalah sebahagian dari hasil evolusi alam yang keberadaannya secara
kebetulan. Dengan teori kebetulan inilah kemudian para pemikir Barat
mengembangkan konsep-konsep yang berkaitan dengan asal usul manusia serta
tugas dan fungsinya di muka bumi. Akhirnya para pemikir Barat mencoba
berbagai bentuk teori yang akhirnya mendatangkan kegagalan demi kegagalan
dalam kehidupan manusia. Teori yang diagungkan hari ini akan dikritik dan
dicampakkan oleh pendukungnya sendiri pada masa yang datang. Kegagalan-
kegagalan ini tidak lain disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan para pemikir
Barat tentang hakikat manusia dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya,
hal ini telah mengakibatkan kekecewaan para pengikutnya. Sementara Islam
memandang bahwa manusia adalah makhluk tersempurna yang kehadirannya
diciptakan Allah dengan tugas-tugas khusus yang menyertainya. Manusia telah
diberikan bekal yang sesuai dengan tugas dan fungsinya di muka bumi.
Pendidikan Rasulullah mengemban tugas untuk memaksimalkan kemampuan
manusia dengan memberikan-nya pengetahuan dan didikan yang terbaik.

20
Dengan demikian, secara garis besarnya tujuan utama pendidikan
Rasulullah adalah :
Pertama,melahirkan manusia-manusia yang mengabdi pada Allah semata (Abd’
Allah).
Sehubungan dengan itu Allah berfirman,
Dan tiadalah aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku
( al-Zariat : 56 )
Manusia yang mengabdi pada Allah semata berarti manusia yang telah
menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Allah. Abd’ dalam bahasa Arab
berarti budak yang tidak memiliki kehendak pribadi terhadap semua keinginan-
nya, karena terikat dengan kehendak tuannya, jadi jika dikatakan Abd’ Allah,
berarti telah menjadi budak Allah, si budak tidak akan menjalankan segala
kegiatan kecuali yang diizinkan dan diperintahkan Allah sebagi satu-satunya
tuannya. semua keinginan pribadinya harus senantiasa mendapat restu tuannya.
Itulah sebabnya di dalam solat seorang Muslim sebagai budak Allah harus
mengikrarkan segala yang dilakukannya karena Allah semata sebagaimana
disebutkan al-Qur’an :
Katakanlah :”Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanya untuk
Allah, Tuhan sekalian alam. (al-An’am : 162)
Penghambaan diri hanya kepada Allah akan menjadikan manusia sebagai
makhluk yang terbebas dari segala bentuk perhambaan, baik perhambaan
material, perhambaan intelektual dan spiritual. Karena hanya Allahlah satu-
satunya Tuan dari segala tuan Yang Kekuasaan dan Kebesarannya tidak
tertandingkan yang dapat menjadi tempat bergantung dan meminta bantuan,
Yang akan Menentramkan hati hamba-hamba-Nya. Itulah sebabnya
penghambaan pada Allah Yang Maha Tunggal akan menjadikan manusia
sebagai makhluk yang bebas merdeka dibawah kekuasaan Yang Maha Mutlak.
Penghambaan kepada Allah inilah yang telah menjadikan para didikan
Rasulullah sebagai manusia-manusia agung yang berjuang tanpa mengenal lelah
untuk menegakkan kebenaran ke seluruh pelosok dunia. Dengan bantuan dan
kekuasaan-Nya mereka mendapat kemenangan demi kemenangan yang
menabjubkan. Mereka berlomba-lomba dengan semangat yang membara untuk
mendapatkan janji-janji Allah, Tuan mereka yang akan memberikan syurga pada
mereka.

Kedua, menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi sebagiamana


disebutkan al-Qur’an :
Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
(al-Baqarah : 30)

21
Khalifah adalah wakil Allah yang akan mengelola dan mengembangkan
alam sesuai dengan petunjuk dan kehendak-Nya. Untuk menjadi khalifah,
manusia diberi bekal dengan berbagai pengetahuan yang memungkinkan
mereka sebagai pengelola alam dan berhadapan dengan berbagai tantangan dan
rintangan yang dihadapinya. Pendidikan Rasulullah dengan pendidikan yang
diberikannya telah mencetak para khalifah yang mengelola dan memakmurkan
alam sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Dengan tujuan yang jelas inilah pendidikan Rasulullah telah melahirkan
manusia-manusia unggul sebagai hamba sekaligus khalifah-Nya di muka bumi.
Dengan pengetahuan yang mendalam tentang konsep manusia yang sebenarnya
sebagaimana dikehendaki Sang Pencipta manusia, Pendidikan Rasulullah bukan
hanya melahirkan manusia-manusia yang menguasai satu bidang pengetahuan
saja sebagaimana keluaran pendidikan selainnya. Karena manusia-manusia
seperti ini tidak mungkin diharapkan sebagai manusia unggul yang akan
menciptakan kemakmuran di muka bumi. Namun pendidikan ini telah
menghasilkan manusia unggul yang memahami hakikat dirinya yang
berunsurkan fisik, rohani dan intelektual, sehingga mereka menjadi al-insan al-
kamil, yaitu manusia sempurna yang mementingkan aspek fisik, rohani (jiwa)
dan intelektual. Pendidikan Rasulullah telah mendidik fisik, rohani dan
intelektual para pelajarnya dengan sempurna sehingga mereka mampu merubah
keadaan dunia sekaligus membangun peradaban baru.
Pendidikan Rasulullah telah mencapai tujuannya apabila telah
melahirkan manusia-manusia agung yang memiliki semboyan hidup :
Allah Robb kami
Muhammad Rasulullah teladan kami
Islam sistim hidup kami
Al-Qur’an dan Sunnah panduan kami
Jihad (perjuangan) di jalan Allah jalan hidup kami
Gugur di jalan Allah cita-cita tertinggi kami
Syurga tujuan akhir hidup kami

Inilah prinsip hidup para sahabat yang telah dididik Rasulullah sehingga
mereka mampu menjadi hamba sekaligus khalifah Allah di muka bumi.
Kemanapun mereka pergi, para sahabat senantiasa mengumandangkan
semboyan yang telah membuat musuh-musuhnya gentar dan bertekuk lutut.
Dan prinsip inilah yang telah menjadikan mereka pengembara-pejuang yang
kuburannya tersebar di seluruh pelosok dunia, dari Arab, Afrika sampai Eropa
dan Cina.

22
2. Metode (Manhaj) Pendidikan Rasulullah
Metode (manhaj) model apakah yang digunakan pendidikan Rasulullah
dalam mendidik para pengikutnya menjadi manusia-manusia unggul dalam arti
yang sebenarnya sehingga mampu menguasai dan memimpin 2/3 dunia,
menakluki bangsa-bangsa besar dan maju yang berperadaban tinggi. Padahal
mereka sebelumnya adalah bangsa yang terbelakang peradabannya serta
terpecah belah menjadi suku-suku kecil yang saling memerangi serta
menyembah berhala-berhala. Dan keheranan akan bertambah-tambah karena
mereka dipimpin dan dididik oleh seorang utusan Allah yang buta huruf, tidak
dapat membaca dan menulis yang tidak memungkinkannya mempelajari
peradaban dan pengetahuan luar. Metode pendidikan model apakah yang telah
berhasil membuat revolusi besar kepada bangsa Arab jahiliyah, revolusi yang
telah merombak jiwa, pemikiran, tatanan serta kepercayaan mereka sekaligus
menghantarkannya menjadi manusia-manusia unggul yang tidak tertandingkan
keunggulannya sampai hari ini ?
Adalah sangat penting dan mutlak mengetahui metode (manhaj)
pendidikan Rasulullah, karena banyak dikalangan kaum Muslimin yang masih
rancu dalam memahami hakikat metode yang diterapkan pendidikan Rasulullah
dalam membina para pengikutnya. Mereka beranggapan bahwa metode
pendidikan Rasulullah sama dengan metode-metode pendidikan manusiawi
lainnya sehingga mereka dengan mudahnya mengadopsi metode pendidikan
selain yang diajarkan Rasulullah. Metode pendidikan ini akhirnya telah
melahirkan para lulusan yang mengecewakan karena mereka tidak memiliki
jiwa, semangat dan pengetahuan sebagaimana generasi Islam pertama yang
mengagumkan. Kerancuan-kerancuan dalam memahami metode pendidikan
yang diterapkan Rasulullah kepada para pengikutnya telah mengakibatkan
kaum Muslimin mengalami kemunduran demi kemunduran dan kekalahan
demi kekalahan, dari kekalahan fisik, intelektual sampai kekalahan spiritualitas
yang telah menghantarkannya menjadi manusia-manusia sekuler yang
menjadikan agama hanya sebagai simbol kehidupan semata. Itulah sebabnya
sangat penting memahami hakikat metode pendidikan Rasulullah, sehingga
tujuan pendidikan itu mencapai sasarannya. Karena metode (manhaj) adalah
jalan untuk mencapai tujuan. Apalah artinya jika seseorang mengetahui
tujuannya namun tidak mengetahui jalan menuju ke sana. Mengetahui metode
pendidikan Rasulullah adalah sama pentingnnya dengan mengetahui tujuan
pendidikan itu sendiri.
Apakah yang dilakukan Rasulullah ketika beliau mendapat perintah
Allah untuk mendidik para pengikutnya menjadi manusia-manusia unggul ?

23
Apakah beliau menerapkan metode pendidikan ala Yunani, Romawi, Persia,
Mesir yang pada masa itu sudah maju dan mapan kepada para pengikutnya ?
Ataukah beliau mengadopsi metode-metode pendidikan tersebut ? Ataukah
beliau mengislamisasi-kan pengetahuan dan filsafat sebelumnya untuk
mencapai drajad manusia unggul ? Kenapa Rasulullah tidak mengadopsi
metode dan pengetahuan sebelumnya dalam mendidik para pengikutnya ? Dan
mengapa Rasulullah melarang Umar bin Khattab membaca Kitab Taurat
sebagaimana yang diterangkan sebuah hadits ? Pertanyaan-pertanyaan ini akan
memperjelas hakikat metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah dalam
mendidik para Sahabat.
Ketika Allah memerintahkan Rasulullah untuk mendidik para
pengikutnya menjadi manusia-manusia unggul, pada hakikatnya Allah telah
menurunkan bersama perintah itu apa-apa yang harus dilakukan Rasulullah
dalam menjalankan proses pendidikannya. Termasuk metode yang harus
diterapkan kepada para pengikutnya. Dengan demikian maka metode (manhaj)
yang diterapkan pendidikan Rasulullah dalam membina para didikannya adalah
manhaj Ilahi, yaitu metode yang diturunkan oleh Allah SWT berupa wahyu-
wahyu yang bersifat mutlak kebenarannya. Metode pendidikan Rasulullah sama
sekali berbeda dengan metode-metode pendidikan sebelumnya yang
dikembangkan para filosof Yunani dan Romawi dan Rasulullah tidak pernah
sama sekali mengadopsi metode atau pengetahuan pendidikan lain dalam
mendidik para pengikutnya, Rasulullah mencukupkan dengan wahyu yang
diturunkan Allah kepadanya karena beliau berkeyakinan hanya wahyu Allahlah
yang mampu mengantarkan manusia menjadi manusia unggul. Itulah sebabnya
beliau sangat marah ketika melihat Umar membaca Kitab Taurat seraya berkata :
Demi Allah wahai Umar, jika Nabi Musa masih hidup, beliau pasti akan mengikutiku.
(HR. Abu Ya’la). Ini dapat difahami, karena Rasulullah tidak menghendaki para
didikannya memiliki pemahaman yang bercampur baur atau tercemar oleh
pengetahuan selain wahyu yang diturunkan kepadanya, walaupun itu Kitab
para Nabi sebelumnya apalagi pengetahuan-pengetahuan yang bersumber dari
manusia. Pengertian ini tidak bermakna bahwa Rasulullah melarang semua
pengetahuan selain wahyu, namun pengetahuan itu dapat dipelajari apabila
para pengikutnya sudah benar-benar memahami dan mengamal-kan wahyu
yang diturunkan kepadanya.
Dari sini dapat difahami bahwa metode pendidikan Rasulullah
seluruhnya adalah berdasarkan wahyu menurut susunan yang dikehendaki
Allah Sang Pencipta manusia. Rasulullah tidak menerapkan metode pendidikan
seperti pendidikan-pendidikan sezamannya yang lebih mengutama-kan
pengetahuan-pengetahuan manusiawi yang bersifat filosofis ataupun beliau

24
tidak pernah sama sekali mencampur antara wahyu dengan pengetahuan
manusia, namun seratus persen wahyu baik berupa wahyu-wahyu Allah yang
diturunkan kepada beliau ataupun perkataan beliau sendiri yang pada
hakikatnya adalah wahyu sebagimana disebutkan al-Qur’an:
Dan tiadalah dia (Muhammad) berkata-kata dengan hawa nafsunya, melainkan
dengan wahyu yang diturunkan. (Al-Najm : 3-4)
Jadi untuk mengetahui hakikat metode pendidikan Rasulullah, maka
harus diketahui dan difahami hakikat wahyu yang diturunkan kepada beliau.
Karena metode pendidikan Rasulullah terdapat dalam wahyu yang diturunkan
kepada beliau. Itulah sebabnya proses pendidikan dan pembinaan generasi
Islam pertama tidak dapat dipisahkan sama sekali dari metode yang diterapkan
al-Qur’an. Karena pada hakikatnya metode pendidikan yang diterapkan
Rasulullah adalah metode yang diterapkan al-Qur’an. Metode Qur’ani tersebut
sengaja disusun dan diprogram untuk keperluan manusia sepanjang masa, baik
dia seorang Arab, Persia, Eropa, Cina ataupun Melanesia dan lainnya. Pada
dasarnya manusia adalah sama jiwa, tabiat dan karakternya. Jiwa dan tabiat
inilah yang dididik dan dipimpin metode ini agar manusia mengetahui hakikat
hidup dan kehidupannya, hubungan antara dirinya dengan Tuhan Penciptanya,
sesama manusia serta seluruh makhluk hidup lainnya.
Metode pendidikan Rasulullah yang terkandung dalam metode Qur’ani
memerlukan tahap-tahapan tertentu untuk melahirkan generasi Islam yang akan
menjadi teladan sepanjang masa. Metode yang diterapkan pendidikan
Rasulullah bukan sekedar memberikan sekumpulan teori untuk dipelajari dan
dihafal serta didiskusikan saja sebagimana pengetahuan-pengetahuan
manusiawi yang dipelajari pada pendidikan selainnya. Sekiranya Allah meng-
hendaki wahyu yang diturunkan-Nya (al-Qur’an) menjadi perbendaharaan
pengetahuan saja, tentu tidak akan diturun-kannya dalam tempo waktu yang
panjang selama 23 tahun, namun tentu diturunkan wahyu sejumlah 30 juz
sekaligus dalam satu waktu, kemudian manusia dibiarkan mempelajarinya,
menelaahnya, mendiskusikannya serta mengembangkannya sendiri menurut
kemampuan mereka masing-masing dari berbagai cabang pengetahuan,
sehingga pengetahuan tentang wahyu memenuhi kepala mereka dan mereka
menjadi pakar-pakar wahyu yang handal, yang dapat menjelaskan maksud-
maksudnya tersebut secara terperinci sebagaimana filsafat sehingga tidak
mampu difahami oleh masyarakat awam. Namun bukan itu yang dikehendaki
metode pendidikan Rasulullah. Wahyu kepada Nabi Muhammad sebagai
intipati pendidikan Rasulullah diturunkan secara beransur-ansur sesuai dengan
keperluan dan tahap pendidikan yang diterapkan Rasulullah kepada

25
pengikutnya yang akan melahirkan manusia unggul. Berhubung perkara ini, al-
Qur’an menyatakan :
Dan al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan beransur-ansur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya
bagian demi bagian.(al-Isra’: 106)
Metode pendididikan Rasulullah adalah metode yang telah digariskan
Allah untuk mendidik para manusia unggul yang berfungsi sebagai hamba dan
khalifah-Nya di muka bumi sesuai dengan kehendak-Nya, dan bukan hanya
sekedar melahirkan ulama penghafal wahyu dan kitab-kitab ataupun para
cendikiawan yang hanya pandai membahas wahyu dengan berbagai pendekatan
dan pengetahuan. Namun Allah Sang Pencipta menghendaki agar wahyu
terwujud di dalam realitas kehidupan sehari-hari pada pribadi, keluarga dan
masyarakat sehingga menjadi susunan yang ideal. Itulah sebabnya Allah Yang
Maha Mengetahui dengan metode-Nya mendidik dan membina generasi yang
dikehendakinya sebagai pilar Islam dalam waktu selama 23 tahun. Dimulai dari
masalah-masalah asasi dalam kehidupan manusia sampai masalah-masalah
kemasyarakatan lainnya agar wahyu tertanam di dalam dada dan dijadikan
sebagai sistim dalam realitas kehidupan.
Berkatalah orang-orang yang kafir : “Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja” ?. demikianlah supaya Kami perkuat hatimu
dengannya dan Kami membacakannya bagian demi bagian.
(al-Furqon : 32)
Pengertian ini memberikan penjelasan bahwa metode pendidikan
Rasulullah adalah bersumber dari wahyu dengan susunan yang dikehendaki
Allah. Metode pendidikan Rasulullah bukan seperti metode pendidikan manusia
yang lebih mementingkan aspek pengetahuan belaka, yang memandang
keberhasilan apabila para murid mampu menyalin dan menghafal
pengetahuannya. Metode pendidikan Rasulullah menghendaki para didikannya
agar mempraktik-kan apa yang diketahuinya dalam kehidupan nyata, dimulai
dari mengetahui hakikat diri, keberadaan, fungsi dan tugasnya di muka bumi.
Itulah sebabnya metode pendidikan Rasulullah pada awalnya sangat
menekankan pengetahuan dan pengamalan wahyu kepada para didikannya,
mereka tidak diizinkan mempelajari selainnya, walaupun itu Kitab Taurat,
sampai mereka benar-benar memahami dan mempraktekkan wahyu dalam
kehidupan nyata. Karena wahyu akan memberikan mereka semua
perbendaharaan pengetahuan yang diperlukan sebagai syarat menjadi hamba
dan khalifah Allah termasuk pengetahuan-pengetahuan tentang dunia jika
mereka memahami dan mengamalkannya sesuai petunjuk Rasulullah

26
sebagimana yang telah dibuktikan oleh generasi Islam pertama yang telah
berhasil membangun peradaban baru dunia berdasarkan wahyu.
Metode mempelajari untuk diamalkan yang diterapkan dan ditekankan
pada pendidikan Rasulullah inilah yang telah melahirkan manusia-manusia
yang keunggulannya tidak diragukan. Generasi yang dididik Rasulullah
menerima wahyu, membaca wahyu, mempelajari wahyu dan memahami wahyu
semata-mata untuk diamalkan, untuk diterapkan di dalam kehidupan nyata
mereka sehingga mereka menjadi “wahyu hidup”. Setelah mereka mendengar
wahyu yang diajarkan Rasulullah mereka langsung mengamalkannya tanpa
mempersoalkan aspek-aspek filsafatnya yang rumit. Mereka mendengarkan
wahyu dari Rasulullah ibarat seorang prajurit yang menerima perintah harian
dari jendral tertingginya. Perintah-perintah harian ini harus segera dilaksanakan
di dalam kehidupan dan mereka tidak akan meminta tambahan-tambahan
perintah yang akan memberatkan mereka sampai Allah sendiri menurunkan
perintah-Nya lagi. Mereka menerima wahyu Allah yang disampaikan Rasulullah
dengan penuh perhatian dan kesungguhan, kemudian menghafalnya
sebagaimana seorang prajurit menghapal tugas-tugas pokoknya dan selanjutnya
mempraktekkannya dalam kehidupan. Jika mereka tidak memahaminya, maka
Rasulullah akan menjelaskan maksudnya agar mereka dapat melaksanakannya
dengan mudah. Allah Yang Maha Mengetahui menurunkan wahyu kepada
utusan-Nya menurut keadaan pertumbuhan masyarakat binaan Rasulullah.
Beberapa ayat turun untuk mendidik masyarakat, atau turun keika sesuatu
peristiwa, keadaan atau kejadian tertentu terjadi untuk memberikan arahan
manusia tentang apa yang terbaik untuk mereka. Keadaan ini terjadi berulang-
ulang sehingga didikan Rasulullah benar-benar mencapai tujuannya sebagai
manusia unggul, unggul fisik, jiwa ataupun fikirannya.
Mendahulukan wahyu atas segala pengetahuan manusiawi inilah yang
membedakan metode pendidikan Rasulullah dengan metode pendidikan
selainnya. Metode pendidikan Rasulullah menghendaki agar wahyu benar-benar
terwujud dalam pribadi yang dididik, sehingga mereka layak dikatakan sebagai
“wahyu berjalan”. Metode ini telah melahirkan manusia-manusia unggul yang
berkualitas prima, sementara metode-metode selainnya, baik metode yang
diciptakan manusia ataupun metode campuran antara wahyu dengan filsafat
manusia belum terbukti mampu melahirkan manusia-manusia unggul sampai
sekarang. Bahkan metode pendidikan yang diterapkan kaum Muslimin saat ini
belum mampu mencapai tujuan, bahkan telah hilang tujuan dan misi yang
diembannya akibat pengaruh faham sekulerisme dan materialisme yang telah
merasuki sistim pendidikan mereka.

27
Hikmah dilarangnya mempelajari pengetahuan selain wahyu yang
diajarkan Nabi Muhammad sebelum habis masa pemahaman dan
pengamalannya dalam metode pendidikan Rasulullah adalah agar para didikan
memiliki pemahaman dan pengertian yang bersih murni tentang wahyu dan
tidak tercampur baur dengan pengetahuan-pengetahuan manusia-wi dengan
berbagai latarbelakang filsafatnya yang mungkin akan mempengaruhi kesucian
dan kesempurnaan metode Ilahiyah yang terkandung di dalam pendidikan
Rasulullah. Ini juga mengandung pengertian bahwa metode pendidikan
Rasulullah melarang pencampuran antara wahyu yang diteriamnya dari Allah
dengan segala bentuk pengetahuan, walaupun itu berbentuk Kitab Taurat yang
diturunkan kepada Nabi Musa. Percampuran antara wahyu dengan selainnya
jelas akan merusak dan menghancurkan kesempurnaan yang dikandung wahyu,
sebagaimana yang terjadi pada kaum Muslimin belakangan ini. Karena mereka
telah mencampuradukkan antara wahyu dengan pengetahu-an manusiawi, baik
dari Barat dan Timur, yang akhirnya merusak hakikat wahyu dengan
metodenya. Mereka telah menjadikan wahyu bukan lagi perintah yang harus
diamalkan, tetapi seperti pengetahuan yang hanya dipelajari dalam pengetahuan
seperti pengetahuan manusiawi lainnya yang akhirnya menghilangkan
semangat Ilahiyah wahyu.
Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa metode pendidikan Rasulullah
adalah menerapkan semua wahyu yang diturunkan Allah kepada para
didikannya menurut tahapan-tahapannya, mulai sejak turunnya di gua Hira’
sampai wahyu terakhir. Rasulullah mencukupkan dengan wahyu yang
diterimanya dalam membina para pengikutnya, dan menolak semua bentuk
metode selainnya sampai para didikannya memahami benar hakikat wahyu.

Filsafat Pengetahuan Islam


Membahas paradigma pendidikan Islam tidak akan sempurna tanpa
membahas filsafat pengetahuan16 dalam Islam, karena hal ini merupakan inti pati
dari keseluruhan sistim pendidikan Islam. Walaupun ada sebagian kaum
Muslimin, terutama kalangan tradisional konservatif yang menolak filsafat yang
dikatakannya sebagai pengetahuan yang bukan berasal dari Islam dan tidak
memiliki relevansi dengan ajaran Islam akibat terpengaruh oleh ektrimisme
faham pengikut al-Ghazali (Ghazaliyyah bukan Imam Ghazali) yang menolak
16
Untuk menghindari kerancuan, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian yang dimaksudkan
pada bagian ini. Pengetahuan pada bagian ini adalah terjemahan dari kata al-ma’rifah dalam bahasa Arab dan
knowledge dalam bahasa Inggris, dan bukan terjemahan dari perkatan al-ilm ataupun science yang mengandung
pengertian lain. Para cendikiawan Muslim kontemporer umumnya menggunakan istilah al-ma’rifah / knowledge /
pengetahuan untuk menunjuk seluruh perbendaharaan yang diketahui oleh manusia secara general. Itulah
sebabnya ketika mereka ingin mengislamisasikannya, mereka tidak menggunakan Islamiyat al-ilm atau Islamization
of science, tetapi menggunakan Islamiyat al-ma’rifah atau Islamization of knowledge. Lebih detil lihat misalnya :
Faruqi, Islamization of Knowledge, General Principles and Workplan.

28
segala bentuk aliran filsafat yang dikatakannya sebagai sesat dan menyesatkan.
Terlepas dari pro dan kontra, filsafat sendiri berkembang dengan pesatnya
menjadi pengetahuan yang sangat diminati bahkan dianggap penting oleh
sebagian cendikiawan Islam. Bahkan mereka berkeya-kinan bahwa filsafat akan
dapat membantu kaum Muslimin dalam membangun kembali peradaban
mereka.
Dan tidak diragukan lagi bahwa kerancuan mayoritas kaum Muslimin
dewasa ini dalam mengembangkan sistim pendidikan mereka terutama
disebabkan oleh kesalah-fahaman atau ketidakfahaman mereka terhadap filsafat
pengetahuan yang menjadi intipati seluruh sistim pendidikan. Sehingga mereka
dengan mudahnya mengadopsi apapun jenis dan bentuk pengetahuan tanpa
melihat latar belakang filsafat yang menyertainya. Demikian pula sistim
pendidikan Barat yang diagungkan dewasa, terlepas dari kelebihan dan
kekurangannya, telah memiliki landasan filsafat pengetahuan canggih yang
telah dikembangkan oleh para filosof mereka sehingga berhasil melahirkan
manusia-manusia unggul sebagaimana yang dikehendakinya. Bisa dibayangkan
bagaimana kebingungan dan kesesatan para lulusan sebuah institusi pendidikan
yang tidak mengetahui landasan filsafat pengetahuan yang mereka terapkan,
sehingga dengan mudahnya mengajarkan pengetahuan yang tidak diketahui
landasan filsafatnya, yang akhirnya akan menghantarkan para lulusannya
menjadi manusia-manusia bingung dan terasing sebagimana yang telah
menimpa sebagian besar institusi pendidikan yang dikembangkan kaum
Muslimin saat ini. Untuk meluruskan kesalahfahaman ini, harus difahami
makna dan sejarah perjalanan filsafat itu sendiri dan bagaimana sampainya ke
tangan kaum Muslimin.
Tentang perjalanan filsafat, Al-Farabi dalam Tahshil al-Sa’adah
mengungkapkan :
Konon ilmu tersebut pada zaman dahulu milik orang-orang Kaldan, penduduk
Iraq. Kemudian berpindah pada orang Mesir kuno dan berpindah lagi pada
orang-orang Yunani. Beberapa kurun waktu kemudian ilmu tersebut berpindah
lagi pada orang Suryani dan selanjutnya ke tangan orang-orang Arab Muslim.
Semua yang tercakup dalam pengetahuan itu dirumuskan dalam bahasa Yunani,
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Suryani lalu ke bahasa Arab. Ilmu
yang mereka peroleh dari orang-orang Yunani itu pada umumnya mereka beri
nama Hikmah dan Hikmah Terbesar. Sedangkan penekunan dan penguasaan-nya
dinamakan filsafat, yang berarti mengutamakan dan mencintai Hikmah Terbesar.
Orang yang menguasai ilmu itu disebut filosof, yaitu orang yang mencintai dan
mengutamakan Hikmah Terbesar. Mereka berpendapat bahwa Hikmah Terbesar
itu merupakan keutamaan , karena itu mereka menamakannya : Sumber segala

29
ilmu, induk semua ilmu, sumber segala Hikmah dan sumber kecakapan
manusia.17

Filsafat sebagai disiplin pengetahuan dikenal kaum Muslimin setelah


mereka berinteraksi dengan peradaban-peradaban luar sebagai konsekwensi
logis penaklukan demi penaklukan yang mereka lakukan, terutama ketika
mereka mulai menterjemahkan pengetahuan-pengetahuan karya para filosof
dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan mencapai puncaknya ketika
zaman pemerintahan al-Makmun yang mendirikan Bayt al-Hikmah yang
merupakan badan penelitian sekaligus penterjemah pengetahuan.
Mengenai sejarah transformasi filsafat ke dunia Islam, Arkoun menulis :
Penterjemahan karya-karya filosof Yunani dimulai tidak lebih belakangan dari
masa pemerintahan raja Umayyah, yaitu Hisyam (724-743), yang sekertarisnya,
Salim bin Abu al-’Ala’, seorang putra Iran, menerjemahkan risalah-risalah
Aristo-teles hingga Alexender. Pada abad ke 9, terjema-han-terjemahan ini
menjadi lebih akurat dan lebih banyak dan, berkat penemuan kertas pada tahun
762, secara meterial dapat dijangkau. Penerjemh-penerjemah terbesar adalah para
filosof sendiri. Hal ini benar bagi Hunain bin Ishaq, puteranya Ishaq (w.910),
Qusta bin Luqa (w.912) dan Tsabit bin Qurra (w. kira-kira thn 900). Ibn
Na’imah al-Himsi, tokoh sezaman dengan al-Kindi, menyedia-kan parafrasa
Enneades yang tidak memasukkan pelbagai ekspresi dengan konotasi-konotasi
pagan dan menekankan sifat transenden yang benar (risalaah tentang ilmu
Ilahiah yang dikaitkan de-ngan al-Farabi). Al-Kindi (w.870), yang merupakan
filosof besar pertama yang karyanya mencakup berbagai cabang dari apa yang di
zaman klasik dan abad tengah disebut filsafat (ilmu fisika dan ilmu alam,
matematika, kebijaksanaan), itu sendiri mengoreksi intisari Enneades yang ter-
akhir, yang dikenal sebagai Teologi Aristoteles.18

Tentang peranan bayt al-Hikmah yang dikatakan sebagai sumber pertama


pengembangan filsafat di dunia Islam, Sardar menulis :
Perpustakaan Muslim paling terkenal ialah bayt al-Hikmah, suatu gabungan
lembaga riset, per-pustakaan dan biro penterjemahan didirikan oleh Khalifah
Abbasiah, Harun al-Rasyid di Bagdad pada 830 M. Banyak diantara buku-buku
terjemahan dari bahasa-bahasa bukan Arab seperti bahasa Yunani dan Sanskrit,
yang menyemarakkan perpustakaan ini. Putra Harun al-Rasyid, Khalifah
Makmun al-Rasyid, diriwa-yatkan telah memperkerjakan cendikiwan-cen-
dikiawan terkenal seperti al-Kindi, filosof Muslim pertama, untuk

17
Lihat : Ahmad Fuad al-Ahwani, Filsafat Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1991) hlm.2
18
Dr. Mohammed Arkaoun, Arab Thought, terj. Yudian WA ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996). hlm. 40

30
menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al-Kindi sendiri
menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-masalah kedokteran, filsafat
sampai musik yang disimpan di bayt al-Hikmah. Makmun menggaji para
penterjemah dan, untuk merangsang upaya mereka, mensahkan dan
menandatangani setiap terjemahan.19

Sementara cara berfikir filosofis sendiri adalah bagian dari ajaran Islam
yang dikembangkan sejak wahyu pertama diturunkan sebagimana digambarkan
al-Qur’an. Demikian pula al-Qur’an senantiasa memberikan rangsangan kepada
kaum Muslimin untuk berfikir secara filosofis. Jadi anggapan bahwa filsafat
dalam Islam lahir akibat masuknya pemikiran Yunani ke dalam pemikiran
cendikiawan Muslim masa itu melalui interaksi ataupun penerjemahan
pengetahuan Yunani tidak selamanya benar. Karena para cendikiawan Muslim
senantiasa menjadikan al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai landasan berfikir dan
sumber insfirasi dan pemikiran Yunani hanya memberikan dorongan dan
rangsangan kepada sumber tersebut.20
Dari beberapa keterangan terdahulu, jelaslah bahwa Rasulullah belum
mengajarkan pengetahuan-pengetahuan yang dikenal dengan filsafat
sebagaimana dikembangkan generasi sesudahnya dan beliau mencukupkan
materi pendidikannya pada wahyu yang diterimanya dari Allah sampailah
beliau wafat. Demikian pula halnya dengan para shahabat, terutama zaman
Khalifah yang empat, mereka tetap meneruskan tradisi yang dilakukan
Rasulullah. Namun demikian kerangka berfikir filosofis pada hakikatnya sudah
mulai ditanamkan sejak awal turunnya wahyu dan dikem-bangkan oleh para
shahabat dengan kemampuan mereka masing-masing. Tema-tema al-Qur’an
tentang penciptaan alam raya adalah salah satu kerangka pemikiran filsafat yang
senantiasa akan mendorong para pengikutnya untuk berfikir dan mencari
kebenaran. Rangsangan al-Qur’an agar kaum Muslimin menggunakan akalnya
dalam mempelajari realitas alam adalah bukti paling nyata dukungan al-Qur’an
terhadap disiplin pengetahuan ini. Beberapa atsar menyebutkan bahwa para
shahabat, dengan pendidikan yang diterimanya, telah menjadi filosof-filosof
agung jika filsafat diartikan sebagai disiplin pengetahuan untuk mencari
kebenaran mengguna-kan kemampuan akal. Namun yang membedakannya
dengan filsafat Yunani adalah filsafat para shahabat tidak berdasarkan akal
semata dalam mengembangkan pengeta-huannya, namun mereka menjadikan
al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai referensi utama. Dengan demikian peroduk-
19
Dr. Ziuddin Sardar, Information and The Muslim World : A Strategy for the Twensty-first Century, Terj.
Mizan, (Bandung : Mizan, 1985) hlm.42
20
Lihat misalnya : C.A. Qadir, Philoshophy and Science in The Islamic World, terj. Hasan B. ( Jakarta : Yayasan
Obor, 1989). hlm. 26-33

31
produk pemikiran yang dihasilkannya adalah pemikiran yang berlandaskan
wahyu.
Filsafat sebagai sebuah sistim pengetahuan rasional dengan segala
disiplin yang menyertainya berkembang pesat sebagai disiplin pengetahuan
yang dipelajari oleh bangsa-bangsa besar yang berperadaban maju seperti
Yunani, Mesir, Persia ataupun India. Ketika kaum Muslimin berhasil menguasai
bangsa-bangsa besar tersebut, maka konsekwensi logisnya mereka mendapatkan
semua peninggalan peradaban bangsa tersebut. Menghadapi kenyataan ini
kaum Muslimin dituntut untuk menolak atau menerimanya sebagai bagian dari
peradaban mereka. Pada saat inilah terjadinya perpaduan antara filsafat yang
dikembangkan kaum Muslimin dengan filsafat lainnya dan menghasilkan
filsafat baru yang berbeda dengan bentuk sebelumnya. Dengan kata lainnya para
cendikiwan Muslim mengadopsi dan menyaring pengetahuan tersebut sehingga
sesuai dengan kehendak al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam prakteknya tidak
semua produk pengetahuan baru yang diadopsi kaum Muslimin sesuai dengan
al-Qur’an dan al-Sunnah, maka konsekwensi-nya, pengetahuan ini ditolak atau
ditafsirkan menurut versi Islam. Cara terakhir ini, sebagaimana dilakukan al-
Farabi dan lainnya mendapat sorotan tajam oleh cendikiwan Muslim seperti al-
Ghazali karena menurutnya dapat menyesatkan kaum Muslimin akibat
masuknya pemikiran-pemikiran pagan yang sesat dan menyesatkan. Namun
diantara para filosof Muslim seperti al-Kindi berpendapat bahwa filsafat bukan
hanya perangkat dialektik untuk mempertahankan wahyu Qur’an melawan para
penentangnya, tetapi filsafat juga merupakan satu disiplin yang sangat kokoh
dari pemikiran manusia dalam pencarian kebenaran, kebenaran sejati yang
dimiliki oleh Nabi dari “ilmu Ilahi”, yang diwahyukan dalam bahasa yang dapat
dijangkau oleh semua orang.21
Kemenangan demi kemenangan yang mendatangkan kemakmuran dunia
Islam telah mengakibatkan berkembang pesatnya institusi-institusi intelektual
yang mendukung berkembangnya pengetahuan-pengetahuan baru, termasuk
filsafat. Berkembang luasnya filsafat di dunia Islam telah melahirkan para
cendikiawan Muslim yang menekuni bidang ini, yang dalam bahasa Arab di
kenal dengan falasifah. Gelar ini biasanya diberikan kepada mereka yang aktif
menekuni disiplin-disiplin filsafat, baik dalam kedokteran, fisika, kimia, biologi,
sosiologi, astronomi, matematika, dan sejenisnya. Julukan ini untuk
membedakan mereka dengan ulama ataupun hukama yang lebih berkonotasi
kepada orang yang menekuni disiplin keagamaan.
Jika demikian keadaannya, kenapa ada dikalangan para cendikiawan
Muslim menentang filsafat bahkan menye-satkan para penganjurnya. Untuk
21
Dr. Mohammed Arkaun, Arab Thought, op.cit. hlm.45

32
menjawab pertanyaan ini, perlu ditelusuri jalan pemikiran para penentang
filsafat, yang terutama diantaranya adalah al-Ghazali yang telah berhasil
cemerlang menghujjat para filosof besar zamannya dalam karya agungnya
Tahafut al-Falasifah. Al-Ghazali dalam karyanya tersebut melihat ada dua puluh
penyimpangan besar yang dilakukan oleh para filosof Muslim, tujuh belas
perkara dipandangnya sebagai pembaharuan tercela (bid’ah) dan tiga sisanya,
yaitu kadimnya alam, penyangkalan terhadap pengetahuan Allah tentang
perkara-perkara mendetil dan penyangkalan terhadap kebangkitan kembali,
dapat menjerumuskan mereka menuju kekafiran. Namun sejauh itu, al-Ghazali
tidak mengharamkan semua jenis filsafat, mengenai filsafat sains kealaman,
astronomi, fisika dan kedokteran, beliau berkomentar sebagaimana dikemuka-
kan S.H. Nasr :
Ini adalah penyelidikan tentang langit beserta benda-benda langit dan apa yang
berada di bawah langit, benda-benda sederhana seperti air, udara, api dan wjud
majemuk seperti hewan, tumbuhan, dan mineral dan juga tentang sebab-sebab
perubahan, transformasi dan kombiinasi mereka. Ini serupa dengan penyelidikan
ilmu medis mengenai tubuh manusia dengan organ-organ utama dan
bawahannya dan tentang sebab perubahan tempramen. Seperti halnya fungsi
aga-ma bukanlah untuk menolak ilmu medis, begitu pula penolakan sains alam
bukanlah salah satu fungsinya, kecuali yang mengenai perkara terten-tu seperti
yang saya uraikan dalam buku saya Tahafut al-Falasifah. Soal lain yang harus
ditinjau secara berbeda dari pandangan para filosof dapat diambil dari penelitian
terhadap soal-soal terse-but. Dasar semua keberatan ini ialah pengakuan kita
bahwa alam takluk kepada Allah Maha Tinggi tidak bertindak sendiri, tapi
merupakan alat di tangan Penciptanya. Matahari dan bulan, bintang dan elemen
lainnya tunduk kepada perintah-Nya. Tidak satupun di antara mereka yang
aktivitasnya dihasilkan oleh atau disebabkan oleh wujudnya sendiri”.22

Dengan demikian pemikiran yang menolak secara apriori keberadaan


filsafat yang telah dikembangkan para cendikiawan Muslim terdahulu dengan
susah payah adalah satu kesalahan fatal yang berdampak buruk terhadap
perkembangan peradaban kaum Muslimin. Karena penolakan terhadap
pengetahuan ini secara membabi buta telah menghantarkan moyoritas mereka
menuju kejumudan dan keterbelakangan, dan akhirnya menjadikan mereka
dikuasai penjajah Barat, baik fisik dan pemikirannya. Penolakan para
cendikiawan Muslim terhadap filsafat, sebagaimana yang dilakukan al-Ghazali
adalah sebatas penafsiran ajaran teologis Islam menggunakan filsafat paganis
Yunani, baik Aristoteleanisme dan Neoplatonisme anjuran al-Farabi yang dapat
22
S.H. Nasr, Science and Civilization in Islam, terj. J. Mahyuddin (Bandung : Pustaka, 1986) hlm. 288

33
menyesatkan. Namun sejauh menyangkut pengeta-huan kealaman, matematika,
kedokteran dan sejenisnya tidak bertentangan dengan agama, sebagaimana
dinyatakan Nasr :
Sungguh satu kejahatan besar terhadap agama telah dilakukan oleh orang yang
mengira bahwa Islam dipertahankan dengan menolak sains mete-matika, karena
nyata-nyata tidak ada sesuatu dalam wahyu yang bertentangan dengan sains ini,
yang menyangkal maupun yang membenarkannya dan tidak ada dalam sains ini
yang berlawanan dengan kebenaran agama.23

Urgensi dan Relevansi Filsafat Pengetahuan Islam


Apakah urgensi dan relevansi filsafat bagi kaum Muslimin, terutama
dalam mengembangkan pengetahuan mereka ? Karena akibat pengaruh para
pengikut al-Ghazaliyyah banyak dikalangan kaum Muslimin yang
mengharamkan filsafat yang dianggapnya tidak memiliki urgensi dan relevansi
bagi kaum Muslimin. Demikian pula dengan berkembangnya pengeta-huan-
pengetahuan terapan praktis yang dibutuhkan pasar tenaga kerja telah
menghilanhkan minat generasi muda terhadap filsafat yang merupakan inti
pengetahuan itu sendiri. Sehubunggan dengan perkara ini, Jamal al-Dien al-
Afghani menyatakan;
Ilmu yang mempunyai kedudukan sebagai jiwa yang utuh dan menempati
jenjang teratas dalam menciptakan kekuatan adalah ilmu filsafat, karena bidang
studinya universal. Ilmu filsafatlah yang menunjukkan orang akan kebutuhan-
kebu-tuhan manusiawinya yang mendasar....... Jika suatu masyarakat tidak
menguasai filsafat, dan setiap individu yang ada dalam masyarakat itu hanya
dibekali dengan ilmu-ilmu tentang bidang-bidang tertentu, ilmu-ilmu itu tidak
akan mampu bertahan di dalam masyarakat itu, setidak-tidak-nya selama satu
abad.

Sehubungan dengan perkara ini, Fazlur Rahman menyatakan :


Akan tetapi, filsafat merupakan suatu kebutuhan intelektual yang abadi dan
mesti dibiarkan tumbuh subur baik demi disiplin filsafat itu sen-diri, maupun
demi disiplin-disiplin yang lain, karena ia menanamkan semangat kritis-analitis
yang sangat diperlukan dalam melahirkan gaga-san-gagasan baru yang menjadi
alat intelektual yang penting bagi sains-sains lain, tak kurang bagi agama dan
teologi. Karenanya suatu bangsa yang membuang kekayaan filsafatnya berarti

23
ibid

34
men-campakkan dirinya dalam bahaya kelaparan gaga-san-gagasan segar
-melakukan bunuh diri intelektual. 24

Bagi kaum Muslimin sendiri, khususnya pada saat dimana kebangkitan


peradaban sedang menjadi prioritas utamanya, maka menguasai filsafat tidak
diragukan lagi adalah sangat penting. Karena filsafat adalah salah satu alat yang
mutlak dikuasai agar mereka dapat menguasai peradaban dunia modern dan
agar terhindar dari kesesatan yang terkandung dalam filsafat Barat modern.
Disamping itu Islam sendiri telah merangsang agar para pengikutnya senantiasa
menggunakan akalnya dalam mempelajari raelitas alam semesta ciptaan Allah.
Namun filsafat yang dianjurkan Islam bukan filsafat bebas nilai sebagaimana
yang diajarkan Barat sekuler, tapi filsafat yang semata-mata akan mendekatkan
dan menghantarkan manusia kepada Allah sebagai hamba dan khalifah-Nya.
Itulah sebabnya seluruh produk filsafat yang berdasarkan Islam tidak boleh
bertentangan dengan ajaran Islam, baik dalam epistemologis, ontologis maupun
metodeloginya.
Filsafat pengetahuan Islam berdasarkan pada tauhid, yaitu keesaan Allah
dalam segala hal, baik sebagai sumber pengetahuan, pencipta pengetahuan dan
pemilik pengeta-huan, manusia hanya sebagai wakil yang akan mengelola dan
mengembangkan pengetahuan sebagaimana yang dikehenda-ki Allah.
Konsekwensi logis pengertian ini adalah bahwa manusia dibenarkan
menggunakan kemampuan aqalnya selama tidak bertentangan dengan
kehendak Allah dan Rasul-Nya.25
Demikian pula dengan kegagalan demi kegagalan yang diderita filsafat
pengetahuan Barat dalam menghantarkan para pengikutnya menuju cita-citanya
seperti saat ini sebagaimana dikemukakan oleh para cendikiawan mereka, maka
tidak diragukan lagi pentingnya filsafat pengetahuan yang berdasarkan Islam
sebagai alternatif pengganti yang akan menghantarkan umat manusia menuju
kebenaran sejati sebagai tujuan akhir filsafat. Karena jika tidak dicarikan
alternatif pengganti filsafat pengetahuan Barat yang sudah rapuh ini akan
menjadi sumber kehancuran dunia yang sudah kelihatan tanda-tandanya akhir-
akhir ini akibat kesalahan konsep yang mendasarinya sebagaimana
dikemukakan SH. Nashr;
Peradaban yang berkembang di Barat sejak zaman Renaissance adalah sebuah
eksperimen yang telah mengalami kegagalan sedemikian parahnya sehingga umat
24
Fazlur Rahman, Islam and Modernity,hlm. 190
25
Tentang masalah ini, lihat misalnya : Syed M.Naquib al-Attas, Islam and The Philosophy of Science, (Kuala
Lumpur : ISTAC, 1989). Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Concept of Knowledge in Islam, (London : Manshell Publ.
1989). C.A. Qadir, Philosophy and Science in The Islamic World, (New York : Croom Helm, 1988) khususnya bab I.
Mahdi Golshani, “Philosophy of Science from The Qur’anic Perpective” dalam Toward Islamization of Disciplines.
(Virginia : IIIT, 1989) hlm. 73-92.

35
manusia menjadi ragu apakah mereka dapat menemukan cara-cara lain di masa
yang akan datang. Sangatlah tidak ilmiah apabila kita menganggap peradaban
modern ini dengan segala gambaran mengenai sifat manusia dan alam semesta
yang mendasarinya, bukan sebagai sebuah eksperimen yang gagal. Dan
sesungguh-nya penelitian ilmiah, jika tidak menjadi jumud karena rasionalisme
dan empirisme yang totalarian seperti yang kami katakan di atas, sudah tentu
merupakan cara termudah untuk menyadarkan manusia sekarang bahwa
peradaban modern sesungguhnya telah gagal karena kesalahan konsep-konsep
yang mendasa-rinya.26

Kegagalan peradaban Barat modern ini adalah tantangan terbesar yang


dihadapi umat manusia, sebagaimana dikemukakan SMN. al-Attas ;
Banyak tantangan yang timbul di tengah-tengah kebingungan manusia
sepanjang zaman, tetapi tidak satupun yang lebih serius dan sangat destruktif
kepada manusia sekarang selain yang ditimbulkan oleh peradaban Barat. Saya
berpen- dapat bahwa tantangan yang paling besar yang secara sembunyi-
sembunyi telah muncul pada zaman kita adalah tantangan pengetahuan
(knowledge), tidak seperti berperang melawan kejahilan; tapi sebagai
pengetahuan yang disusun dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia oleh
peradaban Barat; sifat dasar pengetahuan menjadi permasalahan setelah ia
kehilangan tujuan sebenarnya karena disusun secara tidak adil yang dengan
demikian justru menimbulkan kekacauan pada kehidupan manusia, dan lebih
jauh pada kedamaian dan keadilan; pengetahuan mengang-gap diri sesuai
dengan kenyataan, padahal ia adalah produk dari rasa kebingungan dan
skeptisme, yang mengangkat keraguan dan dugaan pada tingkat ilmiah dalam
metodeloginya dan memandang keraguan sebagai epistemologi paling tepat
dalam mencari kebenaran; pengetahuan, untuk pertama kali dalam sejarah, telah
membawa kekacauan pada tiga kerajaan alam, binatang, tumbuhan dan mineral.27

Maka dengan demikian tidak diragukan lagi pentingnya pada saat ini
untuk mengembangkan sebuah paradigma filsafat pengetahuan Islam yang
berdasarkan pada wahyu agar dunia modern dengan segala perbendaharaan
peradabannya dapat menghantarkan manusia menuju kebenaran sejati. Karena
filsafat pengetahuan Barat modern yang berkembang pesat bahkan menjadi
pegangan sebagian besar kaum Muslimin saat ini telah mengalami kegagalan
dengan menghasilkan produk pengetahuan yang merusak manusia dan
lingkungannya. Dan yang terpenting agar kaum Muslimin tidak mengalami
26
SH. Nasr, Islam and The Plight of Modern Man, (London : Longman, 1975) hlm. 12.
27
Syed M. Naquib al-Attas, Nature of Knowledge and The Definition and Aim of Education, (Jeddah : King
Abdul Aziz Univ, 1979) hlm. 19-20

36
kerancuan dan kebingungan yang membawanya kepada keterbelakangan dan
kemunduran akibat menerapkan filsafat pengetahuan yang bertentangan dengan
ajaran Islam.
Untuk membangun kembali paradigma filsafat pengetahuan yang
berdasarkan pada ajaran Islam, harus ditelusuri sumber utama ajaran Islam,
yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah, pemikiran para shahabat dan para pengikutnya.
Disamping itu perlu dikaji pemikiran-pemikiran para cendikiwan Muslim di
zaman kegemilangan Islam terutama di zaman kegemilangan filsafat, baik yang
mendukung penuh filsafat seperti al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, Ibn Rusyd dan
lainnya ataupun yang menentangnnya seperti al-Ghazali. Karena perkara ini
sangat penting untuk membangun kembali kerangka acuan filsafat yang
berdasarkan pada ajaran Islam. Dengan mengetahui dan memahami pemikiran
para cendikiawan Muslim terdahulu, maka akan dapat dijadikan sebagai
referensi yang sangat berharga dan pemikiran mereka adalah mata rantai dari
peradaban Islam yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya untuk membangun
kembali peradaban dunia yang berdasarkan ajaran Islam. Demikian pula usaha-
usaha serius yang berkelanjutan dari cendikiawan Muslim kontemporer dalam
membangun kembali landasan filsafat pengetahuan Islam harus senantiasa
menjadi referensi dalam mengembangkan filsafat pengethuan Islam di masa
depan. Harus disadari, membangun kerangka dasar filsafat pengetahuan Islami
adalah perkara besar yang menjadi tugas setiap cendikiawan Muslim sebagai
kewajiban jihad yang utama.
Secara garis besarnya para cendikiawan Muslim menyatakan bahwa
kerangka filsafat pengetahuan Islami berdasarkan pada tiga konsep dasar, yaitu
al-Tauhid (ketunggalan Allah), al-Amanah (amanat yang dititipkan Allah) dan al-
Khilafah (wakil Allah di muka bumi). Ini berarti bahwa Allah adalah satu-satunya
sumber, pemilik, pencipta ataupun pemberi pengetahuan kepada manusia yang
berupa amanat yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya. Apabila
manusia menggunakan amanah pengetahuan ini sesuai dengan kehendaknya,
maka kelak akan mendapatkan balasan baik di hari kemudian, namun apabila
manusia menyia-nyiakan amanah pengetahuan ataupun menyele-wengkannya
maka ia akan mendapat balasan buruk pula. Sedangkan manusia sendiri
fungsinya sebagai khalifah (wakil) Allah yang akan mengelola dan
mengembangkan pengetahuan sebagaimana yang dikehendaki oleh Sang
Pemilik yang memberikan amanah kepadanya.28
Jadi pemahaman ini bertentangan dengan landasan filsafat Barat sekuler
yang telah menghilangkan peranan Tuhan sebagai pemilik dan sumber
pengetahuan dan menjadikan manusia sebagai penggantinya sebagaimana yang
28
Lebih jauh lihat : SMN. al-Attas, Islam and Philosophy of Science, op.cit

37
difahami oleh para filosof paganis Yunani. Pemahaman ini telah menghantarkan
manusia menjadi Tuhan-tuhan yang menentukan perjalanan hidup mereka
sendiri. Dengan landasan filsafat sekuleris inilah kemudian Barat
mengembangkan segala bentuk pengetahuan sehingga mereka berhasil
membangun peradaban Barat yang mengangumkan. Namun karena landasan
filsafat ini didasari atas kebatilan dan penentangannya terhadap kekuasaan Sang
Pencipta, yang pada hakikatnya adalah penentangan terhadap alam itu sendiri,
akhirnya pengetahuan Barat menjadi bumerang buat mereka. Pengetahuan Barat
modern telah memakan tuan penciptanya sendiri, sehingga para
cendikiawannya takut dengan penemuan mereka sendiri dengan segala dampak
yang ditimbulkannya.
Lebih jauh untuk membangun kembali filsafat pengetahuan Islam ini, ada
beberapa perkara yang perlu dikaji serta dikembangkan, terutama mengenai
aspek ontologi, epistemologi, aksiologi dan metodelogi pengetahuan yang
berdasarkan pada ajaran Islam. Tulisan-tulisan para cendikiwan Muslim seperti
SMN. al-Attas dalam Islam and The Philosophy of Science, SH. Nasr dalam Science
and Civilization in Islam, Wan Mohd. Nor Wan Daud dalam The Concept of
Knowledge in Islam, C.A. Qadir dalam Philosophy and Science in The Islamic World,
Mahdi Gholsani dalam The Holy Qur’an and The Science of Nature dan lain-lainnya
dapat dijadikan rujukan dalam membangun kembali paradigma filsafat
pengetahuan Islam.

Rancang Bangun Pendidikan Islami Masa Depan


Dalam mengembangkan rancang bangun pendidikan Islam masa depan,
ada beberapa perkara yang perlu dijelas-kan. Pertama, dalam merancang bentuk
pendidikan Islam sepenuhnya harus bersumber dari al-Qur’an, al-Sunnah dan
tradisi Islam yang tidak bertentangan dengan keduanya. Karena hanya jalan ini
saja yang dapat menyelamatkan seseorang dari kesesatan sebagaimana
diterangkan hadits terdahulu. Kedua, tujuan pendidikan ini harus jelas, yaitu
untuk melahirkan manusia-manusia unggul dalam arti yang sebenarnya, yang
memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta menguasai peradaban dunia
modern. Pendidikan ini bukan bertujuan semata-mata untuk melahirkan para
sarjana yang menyandang gelar saja atau tidak untuk menciptakan para lulusan
yang berlomba mendapatkan pekerjaan. Karena jika mereka sudah menjadi
manusia unggul, pasti mereka akan diperebutkan oleh dunia. Ketiga, tidak
terpengaruh atau terikat dengan pendidikan yang telah diterapkan dunia
modern, baik menyangkut model, sistim, metode, kurikulum atau waktu
pendidikan. Karena jika masih terikat dengan pendidikan selainnya, maka sulit
dirancang sistim pendidikan yang dikehendaki Islam. Kegagalan kaum

38
Muslimin dalam mengembangkan sistim pendidikan, termasuk yang
menerapkan Islamisasi pengetahuan, adalah akibat keterika-tannya yang kuat
pada sistim pendidikan sekuler. Seperti waktu belajar misalnya, pengagagas
pendidikan Islam menghendaki dalam tempo waktu yang relativ sama dengan
pendidikan sekuler mereka menginginkan mencetak pribadi Muslim yang
konsisten sekaligus menguasai pengetahuan modern sebagaimana produk sistim
pendidikan lainnya. Tentu ini adalah isapan jempol belaka, mana mungkin
pelajar menguasai dua pengetahuan sekaligus dalam tempo waktu yang sama
dengan pendidikan sekuler, untuk itu perpanjangan waktu pendidikan adalah
mutlak untuk keberhasilan pendidikan Islam. Karena Islam sendiri tidak pernah
membatasi tempo waktu belajar kepada pengikutnya. Keempat, diperlukan
sekumpulan kaum Muslimin yang bertekad bulat menegakkan dan mendukung
sepenuhnya sistim pendidikan ini, baik sebagai pengelola pendidikan, para
pelajar, orang tua dan masyarakat. Semua pihak harus yakin bahwa ini adalah
perjuangan panjang menuju kebangkitan Islam yang dinantikan dunia. Kelima,
menyiapkan fasilitas penunjang, baik berupa sarana dan prasarana pendidikan
yang diperlukan semaksimal kemampuan. Namun tidak sepenuhnya meniru
pendidikan yang sepenuhnya berorien-tasi material.
Sebagai agama langit terlengkap dan tersempurna, Islam menghendaki
sistem pendidikan ideal yang sepenuhnya berorientasi pada tujuan suci dan
mulia, yaitu pembentukan manusia unggul yang lahir dari didikan wahyu
Ilahiyah yang akan menghantarkan manusia menuju kesempurnaan hidup.
Dengan sistem pendidikannya yang paripurna, Islam tidak pernah membedakan
dan mempertentangkan antara dunia dengan akhirat, antara aqal dengan wahyu
antara ayat-ayat dengan pengetahuan, antara ilmu agama dan ilmu umum.
Dalam sistim pendidikan Islam semuanya adalah satu kesatuan yang diciptakan
Allah sebagai Sang Maha Pencipta untuk kegunaan dan kemudahan manusia
dalam menjalankan aktivitas kehidupannya. Wahyu harus menjadi dasar dari
setiap pergerakan manusia, baik perbuatannya, perkataannya, berfikirnya dan
berkaryanya serta seluruh aktivitas kehidupannya. Karena wahyu adalah satu-
satunya sumber pengetahuan yang mutlak kebenarannya, karena ia datang dari
sumber Yang Maha Mutlak Kebenarannya. Itulah sebabnya sistem pendidikan
Islam menjadikan wahyu sebagai fondamen utama filsafat keilmuannya yang
harus difahami dan diamalkan para penganut Islam. Ketinggian dan
kesempurnaan sistem pendidikan Islam semata-mata tidak lain karena
menjadikan wahyu sebagai tolak ukur aktivitas kehidupan. Dan manusia unggul
yang telah dididik dengan wahyu akan menjadi pencinta-pencinta pengetahuan
sejati sebagimana telah dibuktikan oleh generasi Islam terdahulu, wahyu akan
mendorong mereka untuk senantiasa mencari dan mengembangkan berbagai

39
cabang pengetahuan sebagai salah satu upaya menegakkan Islam di muka bumi.
Dengan sistem pendidikan Islam yang diterapkan Rasulullah telah terbukti
melahirkan generasi yang menguasai dan mengamal-kan Islam sekaligus
menjadi pembangun peradaban baru dunia, dan sejak kaum Muslimin berpaling
dari sistim pendidikan Rasulullah, mereka tidak pernah mampu melahirkan
generasi seperti itu lagi.
Sistem pendidikan Islam ideal ini harus diterapkan sedini mungkin
kepada kaum Muslimin, yaitu sejak anak-anak berada di buaian ibu secara
informal sampai berusia 4 tahun. Dan dari usia 5 sampai 7 tahun mulai
mengikuti klas-klas formal yang diadakan sampai jenjang yang memungkin-kan
mereka menerima pendidikan formal sehingga terbentuk manusia-manusia
unggul sebagimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Karena Rasulullah
telah memerintahkan pengikutnya agar mencari ilmu dari buaian sehingga ke
liang lahat. Sistem pendidikan Islam tidak pernah membatasi waktu bagi
pelajarnya dalam mencari ilmu sebagaimana sistem pendidikan modern yang
senantiasa memacu pelajarnya agar menyelesaikan pendidikannya secepat
mungkin agar dapat masuk ke pasar tenaga kerja. Sehingga menjadikan mereka
seperti robot-robot yang diperhamba pengetahuannya yang akhirnya akan
menimbulkan rasa frustasi. Apalagi jika mereka tidak dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang diperolehnya di tengah masyarakat dan tidak mampu
bersaing di pasar tenaga kerja akibat kedangkalan pengetahuannya yang
dipaksakan penerimaannya. Itulah sebabnya pendidikan Islam dapat terealisasi
apabila ada sekumpulan masyarakat Islam yang menyadari pentingnnya
pendidikan ideal untuk generasi muda mereka dengan tidak membataskan
waktu yang harus ditempuh untuk menjadi manusia-manusia unggul yang
menguasai Islam dan mampu bersaing di dunia modern.
Pendidikan Islam yang ideal, sebagaimana pendidikan yang terapkan suri
teladan kaum Muslimin, Rasulullah adalah pendidikan yang mengawali
pelajarannya dengan wahyu Allah dan sunnah Rasul-Nya, sebagimana
diterangkan al-Qur’an :
sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mengajarkan kepadamu al-Kitab
(al-Qur’an) dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui.
(al-Baqarah : 151)
Ayat di atas dengan tegas menyebutkan asas pengajaran yang harus diterapkan
kaum Muslimin, pertama mengajarkan tentang bacaan ayat-ayat al-Qur’an,
kemudian mengajarkan kandungan al-Qur’an serta al-Hikmah secara mendalam
baru kemudian sesudah itu diajarkan ilmu-ilmu yang diperlukan untuk

40
menopang kehidupan mereka di dunia. Bahasa Arab harus diberikan bersamaan
dengan pelajaran membaca al-Qur’an agar kelak mereka dapat memahami apa
yang terkandung didalamnya, karena hanya dengan memahami bahasa Arablah
seseorang baru dapat mengerti al-Qur’an dengan baik dan benar. Idialnya
seorang anak Muslim yang berusia 4-5 tahun, begitu mereka dapat membaca
tulisan Arab sebagai ilmu dasar yang wajib diajarkan, harus sudah mulai
menghafal al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya. Sebuah hadits menyatakan
:
Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara : mencintai Nabimu, mencintai ahli
baytnya dan membaca al-Qur’an.
(HR. al-Thabrani)
Sehubungan dengan dasar-dasar rancang bangun sistem pendidikan
Islam ini, Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Tarbiyat al-Aulad fi al-
Islam menukilkan beberapa perkara yang dapat dijadikan sebagai landasan
dalam mengembangkan sebuah model pendidikan Islam ideal di masa depan :
1. Al-Jahidz meriwayatkan, bahwa Uqbah bin Abi Sufyan, ketika menyerahkan
anaknya kepada seorang pendidik, ia berkata :
“Hendaklah engkau dalam memperbaiki anak-ku ini dengan memulai
mempernbaiki dirimu sendiri. Sebab mata mereka itu terikat dengan matamu,
yang baik menurut mereka adalah yang baik menurutmu dan yang jelek
menurut mereka adalah yang jelek menurutmu. Ajarkanlah kepada mereka
biographi orang-orang bijaksana, akhlak orang-orang terpelajar dan rasa takut
kepadaku. Didiklah mereka agar menghormatiku. Jadilah engkau bagi mereka
bagai dokter yang tidak terburu-buru memberikan resep obat sebelum
mengetahui penyakitnya. Dan janganlah engkau bersandar kepada ketidak
mampuanku. Karena sudah kuserahkan sepenuhnya kepada kemampuanmu”.

2. Di dalam Muqaddimahnya, Ibnu Khaldun meriwayatkan bahwa ketika Harun


al-Rasyid menyerahkan putranya, al- Amin, kepada seorang pendidik, ia
berkata kepadanya:
“Hai Ahmar, sesungguhnya Amirul Mukminin telah menyerahkan belahan
jiwanya dan buah hatinya kepadamu. Oleh karena itu, bentang-kanlah
tanganmu untuknya. Dan ia wajib men-taatimu. Maka bertindaklah engkau
terhadap-nya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Amirul Mukminin.
Bacakanlah al-Qur’an kepa-danya, beritahukanlah kata-kata layak kepada-nya,
riwayatkanlah sya’ir-sya’ir kepadanya, ajarkanlah sunnah-sunnah kepadanya,
terang-kanlah tujuan-tujuan pembicaraan dan latar belakangnnya kepadanya,
laranglah ia untuk tertawa selain pada waktunya, dan janganlah engkau
membiarkan waktu berlalu begitu saja, kalau tidak, maka engkau telah

41
memanfaatkan suatu faedah yang bermanfaat baginya tanpa tanpa
membuatnya sedih, sehingga engkau mematikan pikirannya. Janganlah engkau
membiarkan waktu libur baginya, sehingga ia bersenang-senang dengan
waktu yang senang itu. Luruskanlah ia semampumu dengan pen-dekatan dan
kelemah lembutan. Dan bila ia tidak mau menerima, maka engkau harus
menggunakan kekerasan”.

.................................................

4. Abdul Malik bin Marwan menasihati orang yang mendidik anaknya :


“Ajarkanlah kebenaran kepada mereka sebagai-mana kamu mengajarkan al-
Qur’an kepada me-reka. Riwayatkanlah sya’ir kepada mereka sehingga mereka
berani...............29

Sa’ad bin Abi Waqash ra berkata :


“Kami mengajar anak-anak kami tentang peperangan Rasulullah saw
sebagaimana kami mengajarkan surat al-Qur’an kepada mereka”30

Dr. Muhammad Athiyah al-Abrasi menukilkan dalam bukunya Al-


Tarbiyat al-Islamiyat :

Pada suatu ketika, Mufaddal bin Zaid melihat anak seorang wanita Islam dari
desa, maka beliau terpesona melihat wajahnya dan kesempurnaan bentuk
badannya. Zaid bertanya kepada ibunyaa mengenai anak tersebut, dan di jawab :
“Ketika ia berumur genap 5 tahun saya telah menyerahkan-nya kepada seorang
juru didik, di mana ia belajar membaca dan menghafal al-Qur’an, kemudian
disuruh mempelajari syair dan sesudah itu diberikan kepadanya sejarah nenek
moyang dan kaumnya dan membaca jasa-jasa dan kemegahan mereka sehingga
sampailah ia kepada umur dewasa kemudian ia dilatih mengendarai kuda dan
mempergunakan senjata. Setelah ia mahir dalam soal-soal memakai senjata
disuruh berjalan dari rumah ke rumah dan ia dapat mendengar suara minta
tolong dan dengan cepat ia membantu dan menolong”.

Ibnu Sina di dalam bukunya al-Siyasah telah membentangkan pendapat-pendapat


berharga dalam pendidikan anak-anak dan beliau menasihatkan supaya
pendidikan anak-anak di mulai dengan pelajaran al-Qur’an yaitu segera setelah

29
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad fi al-Islam, (Beirut : Dar al-Salam, Tab. Tsaniyah, 1978)
muqaddimah.
30
ibid

42
ada kesediannya secara fisik dan mental untuk belajar. Pada waktu yang sama ia
belajar mengeja, membaca, menulis dan mempelajari dasar-dasar agama, setelah
itu belajar syair dan mulai dengan yang singkat-singkat, karena menghafal syair-
syair pendek itu lebih gampang dan lebih ringan..... Bila si anak telah selesai dari
menghafalkan al-Qur’an dan mengerti pula tata bahasa Arab barulah dilihat,
diarahkan dan diberi petunjuk kepada ilmu yang sesuai dengan bakat dan
kesediaannya”.

Ibnu Tawam berkata :”Yang seharusnya dilakukan oleh bapak-bapak sesudah


anak-anaknya hafal al-Qur’an ialah mengajar mereka menulis, berhitung dan
berenang”

Al-Ghazali mewasiatkan supaya anak-anak di ajar al-Qur’an, sejarah dan


kehidupan orang-orang besar kemudian beberapa hukum-hukum agama dan sajak
yang tidak menyebut soal cinta dan pelaku-pelakunya.

Ibnu Khaldun mengisyaratkan kepada pentingnya penghafalan al-Qur’an bagi


anak-anak, dan beliau menjelaskan bahwa pengajaran tentang al-Qur’an ini
adalah sendi pendidikan dalam semua rencana pelajaran sekolah di berbagai
negara Islam, oleh karena pengajaran al-Qur’an itu adalah syiar dari syiar-syiar
agama Islam yang akan membawa kepada kepada semakin kokohnya iman
seseorang.31

Selanjutnya beliau menukilkan hikmah mempelajari dan menghafal al-


Qur’an.

Tujuan dari para filosof Islam dengan menghafal-kan al-Qur’an ialah mengambil
berkat dari per-bendaharaan Ilahi dan kekayaan rohaniah yang Maha Besar di
alam ini. Dengan menghafal ayat-ayat itu, anak-anak akan tertolong dalam
penggu-naan terminologi yang halus dan indah, iramanya yang menarik,
mukjizat, hikmah, sastra, logika, kisah dan wasiat-wasiat berharga yang terkan-
dung di dalam al-Qur’an. Meskipun mereka tidak sanggup mengerti akan
maksud surat-surat dan ayat yang mereka hafal oleh karena umur mereka yang
masih kecil dan kekuatan fikiran yang masih rendah, namun demikian mereka
dapat mengambil manfaat dengan adanya kekuatan angatan dan hafalan secara
otomatis di waktu kecil. Hal ini tidak ada buruknya, karena bila telah mulai besar
mereka akan sanggup mengenal tafsir, yaitu setelah pancaindera dan kekuatan
pemikiran mereka bertambah sempurna.32
31
Dr. Athiyah al-Abrasi, al-Tarbiyat al-Islamiyyat, terj. DDPPI, hlm. 160-162
32
op.cit. hlm.163

43
Disamping al-Qur’an dan al-Sunnah, ada beberapa ilmu dasar keislaman
yang wajib diketahui oleh seorang Muslim. Mengenai perkara ini, Said Hawa
menyatakan :

2. Oleh karena seorang Muslim tidak akan menca-pai kefahaman yang sempurna
apabila mempe-lajari hukum-hukum Allah secara langsung dari al-Qur’an dan
Sunnah, maka diharuskan baginya mempelajari ilmu-ilmu alat ataupun ilmu-
ilmu yang dapat menghantarkan kepada pemahaman hukum-hukum Allah
yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Sunnah. Seperti dengan mempelajari
ilmu tauhid, ilmu fiqh, ilmu akhlak dan ilmu-ilmu yang telah dirumuskan
para ulama dengan prinsip dan kaedah tertentu untuk mempermudah pemaha-
man seorang Muslim, harus pula diketahui. Disebabkan hukum-hukum
bersumber dari al-qur’an dan Sunnah, maka ada ilmu yang membahas cara
pengambilan hukum dari al-Qur’an dan Sunnah, dikenal dengan ilmu Ushul
Fiqh, inipun harus dikuasai seorang Muslim supaya ia mengetahui hakikat
dari hukum yang dipelajarinya.
3. Oleh karena sejarah Islam (tarikh Islam) meru-pakan gambaran lengkap dari
sosok penam-pilan kaum Muslimin serta Islam yang dapat di-jadikan sumber
teladan. Lagi pula sejarah Islam membahas tentang pola hidup Rasulullah dan
para shahabat dan dengan demikian harus menjadi teladan yang harus
diepelajari.
4. Oleh karena setiap Muslim dituntut agar senantiasa memperhatikan
kepentingan-kepen-tingan kaum Muslimin seperti sabdanya “Ba-rangsaiapa
yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka mereka bukanlah
termasuk golongannya (HR. Bukhori). Memper-hatikan kepentingan mereka
tidak mungkin di-lakukan kecuali dengan mengenal kedudukan mereka. Oleh
sebab itu harus dipelajari kondisi alam Islami dan mengetahui kedudukan
kaum Muslimin.
5. Oleh karena adanya tantangan-tantangan dari musuh terhadap Islam dan
kaum Muslimin, maka harus pula diketahui hal-hal tersebut dan sasarannya
untuk mengelakkan ummat dari bencana yang ditimbulkannya.
6. Oleh karena bahasa Arab dan ilmu-ilmunya/ ilmu alat menjadi anak kunci
dalam memahami dienul Islam, maka sudah seharusnya kaum Muslimin
berusaha lebih giat untuk menguasainya dengan baik.
7. Oleh karena pengkajian Islam modern mempu-nyai kebaikan seperti dapat
menyampaikan Islam sesuai dengan alam kekinian, maka pengkajian inipun
harus diperlukan.

44
8. Karena ilmu-ilmu ini berguna untuk menjelas-kan tiga masalah utama bagi
seorang Muslim, yaitu Allah, Rasul dan Islam, maka seorang Muslim mesti
mempelajarinya secara mendalam ketiga-tiga masalah tadi dengan seksama.33

Menurut beberapa keterangan di atas, pendidikan Islam ideal adalah


pendidikan yang mampu memberikan dasar-dasar pengetahuan keislaman yang
kuat kepada para pelajarnya. Untuk mencapai tujuan di atas maka setiap pelajar
diwajibkan menguasai secara global beberapa cabang pengetahuan, yang biasa
diistilahkan oleh para cendikiawan Muslim sebagai pengetahuan fardhu ain,
diantaranya adalah:
1. Al-Qur’an dengan beberapa cabang ilmunya, dari tajwid, ulumul Qur’an
sampai pada tafsir. Jika memungkinkan al-Qur’an dihafal seluruhnya atau
beberapa bagian menurut kadar kemampuan pelajar. Pengajaran al-Qur’an
lebih ditekankan pada aspek pengamalan dan bukan sebagai pengetahuan
belaka.
2. Al-Sunnah dengan beberapa cabang ilmunya, dan jika memungkinkan dihafal
beberapa hadits yang penting-penting.
3. Ilmu-ilmu alat yang telah dirumuskan para ulama untuk mempermudah
memahami Islam seperti ilmu tauhid, akhlak, fiqh, ushul fiqh, tasawwuf,
filsafat dan lainnya.
4. Tarikh Islam, sejarah para shahabat dan Nabi, kegemilangan peradaban Islam
dan cabang-cabangnya
5. Bahasa Arab dan cabang-cabang keilmuannya menurut kadar kemampuan
agar dapat memahami al-Qur’an dan al-Sunnah.
6. Kajian-kajian keislaman modern dengan beberapa aspek-nya, termasuk
didalamnya tentang keadaan dunia Islam dan tantangan-tantangan yang
dihadapi Islam.
7. Ilmu-ilmu pendukung yang menumbuhkan keimanan dan keislaman
seseorang, baik yang menyangkut hukum-hukum, spiritualitas ataupun
pengembangan fisik dan mental pelajar.
Ilmu-ilmu fardhu ain di atas harus dikuasai secara maksimal oleh para
pelajar menurut kadar kemampuan mereka masing-masing. Setelah mereka
menguasai pengetahuan ini, diberikan pengetahuan fardhu kifayah yang
merupakan spesialisasi mereka, baik dalam ilmu-ilmu umum seperti ekonomi,
sosiologi, kimia, kedokteran ataupun dalam bidang tafsir, hadits, fiqh dan
lainnya menurut minat dan bakat para pelajar.
Dengan sistem pendidikan Islam ideal ini kelak diharapkan akan lahir
manusia-manusia unggul (al-Insan al-Kamil) dalam arti yang sebenarnya. Yaitu
33
Syekh Said Hawa, Jundullah, Tsaqofah wa Akhlaq. hlm.375-376

45
ahli-ahli fisika, kimia, matematika, kedokteran, pertanian, ekonomi, sosiologi,
astronomi, komputer, ekonomi, penerbangan ataupun ahli fiqh, tafsir, hadits,
tasawwuf dan lainnya namun memiliki kadar pemahaman fardhu ain yang sama
sebagimana para shahabat ataupun para cendikiawan Muslim sesudahnya
seperti Imam yang empat ( Syafi’i, Hambali, Maliki, Hanafi), al-Ghazali, al-
Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusy, al-Kindi, Ibnu Khaldun dan lainnnya. Walaupun
mereka adalah para filosof yang menguasai pengetahuan-pengetahuan aqliyah,
namun pada saat yang sama mereka adalah ulama-ulama yang menghafal al-
Qur’an dan menguasai ajaran Islam sehingga ada diantara mereka yang menjadi
hakim agama dan mufti seperti Ibnu Sina yang ahli kedokteran dan Ibnu
Khaldun penggagas sosiologi.
Para generasi Muslim terdahulu dapat menguasai kedua-dua
pengetahuan sekaligus karena sistem pendidikan Islam tidak pernah
memisahkan antara satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya, karena
mereka berkeyakinan semua pengetahuan datangnya dari Allah. Sebagimana
dikemukakan beberapa kutipan di atas, bahwa wahyu baik al-Qur’an ataupun
al-Sunnah menjadi dasar pengajaran utama kepada generasi Islam. Setelah
mereka menguasai pengetahuan-pengetahuan dasar sebagai fardhu ain, barulah
mereka mempelajari fardhu kifayah menurut kemampuan dan minat mereka
masing-masing. Sistem pendidikan Islam ini telah mendorong lahirnya para
cendikiawan yang tidak memisah-misahkan satu pengetahuan dengan
pengetahuan lainnya, namun mereka hanya mengklassifikasikannya menurut
tingkatan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, mana yang harus didahului
dan mana yang harus dibelakangkan. Dan pemisahan pengetahuan dikenal
dunia Islam setelah masuknya penjajah Barat yang menyebarkan sistim
pendidikan sekuler yang memisah-misahkan antara agama, moral dan
pengetahuan.

Sketsa Pendidikan Islami Masa Depan


Untuk memaksimalkan keberhasilamn pendidikan Islam dalam
melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki kwalitas keimanan,
keislaman serta penguasaan ilmu pengetahuan-teknologi yang tinggi di masa
depan harus dibentuk dan disusun sebuah model lembaga pendidikan Islam
yang akan menerapkan rencana pendidikan Islam ideal sebagimana disebutkan
di atas dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Lembaga ini harus memiliki
sistim pendidi-kan tersendiri yang berbeda dengan pendidikan lainnya, baik
tujuan, orientasi, visi, materi, kurikulum ataupun metode pengajarannya. Sistim
pondok pesantren (ma’had) yang terbukti memiliki beberapa keunggulan dapat
dikembangkan menjadi sistim pendidikan ideal dengan merombak dan

46
menyempurnakan beberapa bagiannya. Di mulai dari tingkat dasar (ibtida’iyyah),
tingkat menengah (tsanawiyyah-Aliyah), tingkat atas/tinggi (Kulliyat) yang lebih
merupakan priode spesialisasi menurut disiplinnya.

Pendidikan Tingkat Dasar/Permulaan


Pada tingkat dasar, dimulai dari umur 5-6 tahun sampi berumur baligh
(12-13 tahun), para pelajar diwajibkan mempelajari dasar-dasar membaca dan
menulis, terutama bahasa Arab. Sesudah mereka dapat membaca dengan baik
diwajibkan menghafal al-Qur’an, beberapa hadits-hadits Arbain dan syair-syair
Arab yang pendek dan mudah. Setelah anak-anak-anak dapat lancar membaca
dan menulis ditambahkan ilmu-ilmu dasar keislaman (fardhu ain) seperti ilmu
aqidah-akhlaq, ibadah-syareah, sejarah Islam, Bahasa Arab, dan lain-lainnya
disamping beberapa pengetahuan dasar umum seperti matematika, ilmu
pengetahuan alam, bahasa nasional, bahasa inggris dan lainnya menurut
kebutuhan.
Kebanyakan kaum Muslimin kurang memperhatikan pendidikan dasar
ini kepada anak-anak mereka, padahal di masa inilah potensi anak sangat
memungkinkan untuk dikembangkan, terutama untuk menghafal al-Qur’an
secara sempurna sebagai dasar utama sistim pengetahuan dan kehidupan Islam.
Pemanfaatan waktu perlu dimaksimalkan, anak-anak harus di asramakan
setengah hari dari pagi sampai magrib atau asrama penuh jika sudah
memungkin-kan, karena anak-anak akan bergembira jika memiliki banyak
kawan dalam belajar, namun waktu diatur sebaik mungkin agar tidak
menimbulkan kebosanan anak-anak dengan aktivitas-aktivitas yang menarik
dan bermanfaat seperti rekreasi, kunjungan atau olah raga, bela diri
(silat/karate), menunggang kuda, berenang dan sejenisnya.
Sehubungan dengan pendidikan dasar ini, Dr. Muhammad Athiyah al-
Abrasi menulis :
Bahan-bahan pokok yang diberikan kepada anak-anak dalam tingkat pertama atau
permulaan secara umumnya adalah sebagai berikut : al-Qur’an dan sendi-sendi
agama, membaca, menu-lis, berhitung, bahasa, sajak-sajak yang mengan-dung
ajaran akhlak, menulis halus, cerita-cerita dan latihan berenang dan
menunggang kuda.34

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar para pelajar yang sudah


menjalani pendidikan selama 6 sampai 8 tahun, diharapkan sudah menghafal al-
Qur’an 30 juz atau beberapa juz menurut kemampuan, menguasai beberapa
kitab hadits seperti Arbain An-Nawawi atau Riyadush Sholihin atau sejenisnya,
34
Dr. M. Athiyah al-Abrasi, op.cit. hlm. 163

47
memahami dasar-dasar ilmu keislaman seperti aqidah-tauhid, akhlak, sejarah
para Nabi, Rasul dan Shahabat, ibadah-syareat dan bahasa Arab sebagai dasar
percakapan. Disamping itu menguasai pula dasar-dasar ilmu umum seperti
matematika, pengetahuan alam, sosial, ketrampilan dan bahasa nasional-Inggris.
Di sini perlu ditegaskan sekali bahwa pendidikan dasar dengan
kurikulum utamanya penghafalan al-Qur’an dan pengenalan dasar-dasar
pengetahuan keislaman dan umum ini adalah fase terpenting bagi pendidikan
generasi Islam. Ibarat sebuah bangunan, maka pendidikan dasar adalah fondasi
yang harus disiapkan dengan perencanaan yang matang, karena bangunan pasti
akan roboh jika fondasinya rapuh. Kenakalan remaja dengan segala
penyimpangannya yang telah menjadi gejala umum sosial saat ini tidak lain
adalah akibat kegagalan sistim pendidikan menanamkan fondasi keagamaan
yang kuat kepada para pelajar. Jika anak-anak telah terlatih dari kecil dengan
amalan dan budaya Islami, maka perkara ini akan senantiasa menjadi jalan
hidupnya kelak sesudah dewasa. Anak-anak yang diibaratkan sebagai kain
putih bersih harus diwarnai dengan tinta suci dan agung agar tinggi nilainya.
Itulah sebabnya Rasulullah, para shahabat dan para cendikiawan Muslim
terdahulu sangat memperhatikan pendidikan dasar anak-anak mereka dan
mengisi pengetahuan pertamanya dengan wahyu Allah dengan segala mukjizat
yang menyertainya. Tujuan mereka sangat jelas, yaitu untuk memberikan
fondasi terkuat bagi kehidupan generasi mereka. Adakah sebuah pengetahuan
yang lebih suci, lebih mulia, lebih tinggi, lebih agung selain dari wahyu Sang
Pencipta alam yang diturunkan kepada Rasul-Nya ? Jika ayat-ayat Allah ini telah
tertanam dalam fikiran dan hati sanubari generasi muda, maka ia akan
senantiasa menjadi pengontrol dan pembimbing hidup yang paling efektif,
sebagimana disebut-kan al-Qur’an :
Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petun-juk kepada jalan yang lebih
lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mukmin yang beramal
salih, bahwa bagi mereka ada ganjaran besar. (al-Isra’ : 9)
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (al-Qur’an) kepada
mereka, yang Kami telah menjelaskannya ilmu pengetahuan Kami, menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (al-A’raf : 52)

Penghafalan al-Qur’an adalah mutlak dan senantiasa harus diutamakan


dari segala bentuk pengetahuan pada pendidikan tingkat dasar ini. Begitu
pelajar dapat membaca al-Qur’an maka mereka harus diwajibkan menghafalnya
semaksimal kemampuannya tanpa dapat ditawar-tawar. Ini dimaksudkan agar
al-Qur’an benar-benar menjadi fondasi utama pembentukan manusia unggul
sebagaimana yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya dan agar benar-benar

48
menjadi bagian dari kehidupan mereka sampai dewasa kelak. Al-Qur’an bagi
seorang Muslim bukan seperti pengetahuan biasa yang dapat diajarkan atau
tidak, tetapi ia adalah sumber dan induk dari segala pengetahuan yang
diturunkan Sang Pencipta alam kepada manusia dengan segala kemuk-jizatan
dan perbendaharaan Ilahiyah yang turun bersamanya. Tidak ada satu kitabpun
di muka bumi ini yang akan dapat menyamainya, baik dari segi kandungan
ataupun susunan kata-katanya yang telah menaklukkan para penyair agung.
Dengan masuknya al-Qur’an beserta semangat Ketuhanan yang menyertainya
pada para pelajar, maka ia akan membimbing mereka menuju puncak
kecemerlangan dan keagungan, baik intelektual mapun spiritual sebagimana
telah dibuktikan para generasi Islam terdahulu.35
Musuh-musuh Islam mengerti benar akan perkara ini sehingga mereka
telah berusaha dengan segala daya kemam-puan untuk memisahkan al-Qur’an
dari generasi Islam. Sehubungan dengan ini, Dr. Abdullah Nashih Ulwan ketika
menukilkan rencana menghancurkan Islam dan ummatnya :

Kedua: Menghancurkan dan Menghapus al-Qur’an


Hal ini dilakukan karena ajaran salib beranggapan bahwa al-Qur’an adalah
sumber pokok kekuatan orang-orang Islam, sumber mereka untuk kejaya-an,
kekuatan dan kemajuannya yang telah lalu.

1. Gladstone, yang menjabat perdana menteri Inggris selama empat kali (1864-
1894) dalam majelis umum (the House of Commons) Inggris, sambil
mengangkat al-Qur’an, berkata :
“Selama al-Qur’an ini berada di tangan orang-orang Islam, maka Eropa sama
sekali tidak akan dapat menguasai Dunia Timur. Bahkan Eropa itu sendiri
akan terancam”.
2. Seorang missionaris, William Jeford Balcrof, berkata :”Jika al-Qur’an dapat
disisihkan dan kota Makkah dapat diputuskan hubu-ngannya dari negara-
negara Arab,maka sangat memungkinkan bagi kita untuk meli-hat seorang
Arab secara bertahap mengikuti kemajuan Barat, terjauh dari Muhammad
dan sekitarnya.”
3. Seorang missionaris lain, Catly, berkata: “Kita harus menggunakan al-
Qur’an sebagai senjata yang paling ampuh dalam Islam untuk melawan
Islam itu sendiri, sehingga kita dapat menghancurkannya. Kita harus
menerapkan kepada kaum Muslimin bahwa yang benar dalam al-Qur’an
bukanlah baru, dan yang baru bukanlah benar.”

35
Lebih detil lihat : Hilmy Bakar Almascaty, Generasi Penyelamat Ummah, (Kuala Lumpur: Berita Publ, 1995)
khususnya bab 2.

49
4. Seorang penguasa kolonial Prancis di Alja-zair, dalam peringatan berlalunya
seratus tahun kedudukannya, berkata :”Kita harus melenyapkan al-Qur’an
yang berbahasa Arab itu dari kehidupan mereka, dan melenyapkan bahasa
Arab dari lidah mereka agar kita dapat berkuasa penuh”.36
Maka dengan demikian tidak diragukan lagi maha pentingnya
penanaman al-Qur’an kepada generasi muda Islam sedini mungkin, sebelum
jiwa dan pemikiran mereka dirusak berbagai propaganda sesat yang dilakukan
syaithan dengan para pengikut setianya. Ketika anak sudah menyelesaikan
pendidikan dasarnya, mereka dapat diibaratkan sebagai bibit-bibit unggul al-
Qur’an berjalan di muka bumi yang menghafal al-Qur’an, memahaminya dan
menjadikannya sebagai pedoman kehidupnya. Jadi tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa pendidikan tingkat dasar ini difokuskan sepenuhnya untuk
penghafalan al-Qur’an beserta cabang pengetahuannya dan adapun
pengetahuan-pengeta-huan lainnya adalah pengetahuan penunjang dan
tambahan. Al-Qur’an harus menjadi pengetahuan yang pertama diajar-kan
sehingga menjadi pengetahuan pertama yang akan mem-pengaruhi
perkembangan jiwa dan pemikiran anak. Al-Qur’an dengan mukjizat
Ilahiyahnya akan menjadi penyaring dan penetral semua pengetahuan yang
diterima para pelajar sehingga mereka terhindar dari kesesatan yang akan
membawa mereka kepada kerusakan dan kehancuran. Kegagalan pengajaran al-
Qur’an pada pendidikan tingkat tinggi sebagaimana dialami kaum Muslimin
tidak lain disebabkan oleh pengajarannya yang terlambat kepada para pelajar,
yaitu setelah para pelajar mendapat pengetahuan-pengetahuan duniawi yang
tidak steril dari pengaruh pemikiran sesat yang akan menghambat masuknya
semangat al-Qur’an. Itulah sebabnya, ketika Allah memerintahkan Rasulullah
untuk mengajarkan al-Qur’an kepada para pengikutnya, sebelumnya mereka
disucikan/dibersihkan dari segala bentuk kejahiliyahan terlebih dahulu
sebagaimana diterangkan ayat terdahulu. Pemikiran inilah yang melandasi
bahwa al-Qur’an harus diajarkan sedini mungkin, yaitu ketika para pelajar
masih bersih dari kejahiliyahan.
Itulah sebabnya, pendidikan Islam ideal mesti memiliki kurikulum yang
berbeda dengan pendidikan Islam konven-sional sekuler ataupun tradisional
Islam yang diterapkan sebagian besar kaum Muslimin saat. Karena sistim
pendidi-kan ini pada hakikatnya secara langsung atau tidak dirancang dan
didirikan oleh para kolonialis Barat dengan tujuan yang jelas agar kaum
Muslimin tetap dalam keterbela-kangan dan kemunduran sehingga tetap
menjadi budak-budak setia Barat. Sementara pendidikan Islam bertujuan untuk
melahirkan manusia-manusia unggul yang akan mem-bebaskan dunia dari
36
Dr. Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aulad, jil. 2 hlm.206-207.

50
segala bentuk kejahiliyahan dan menegakkan keadilan ajaran Islam yang
menjadikan wahyu sebagai sumber utama pengetahuan dan tindakannya.

Pendidikan Tingkat Menengah


Pendidikan tingkat menengah adalah kelanjutan dari pendidikan tingkat
dasar yang telah diberikan terdahulu. Setelah para pelajar menyelesaikan
pendidikan tingkat dasar dengan kurikulum yang diajarkan, maka akan
kelihatan bakat, kemampuan serta minatnya masing-masing sebagai
konsekwensi logis pendidikan yang diberikan kepadanya. Karena sistim
pendidikan Islam memandang manusia sebagai makhluk tersempurna yang
dijadikan Allah dan memiliki keistimewaan tertentu yang terpendam dalam
dirinya. Tugas pendidikan Islam dengan pengajaran utamanya yang
bersumberkan wahyu Allah akan memastikan potensi terpendam itu tampil ke
permukaan sehingga dapat menga-rahkannya bakat dan kemampuannya secara
maksimal sehingga menjadi manusia terunggul dalam tingkatannya. Pencarian
potensi terpendam melalui pendidikan Ilahiyah inilah yang tidak dimiliki sistim
pendidikan manusiawi sehingga menyamaratakan pendidikan para pelajar yang
akhirnya berakibat fatal, dengan lahirnya para lulusan yang tidak berminat atau
tidak berbakat pada bidangnya sehingga menghabiskan waktunya dengan
pekerjaan sia-sia dan memubazirkan pengetahuan yang telah dipelajarinya
bertahun-tahun karena tidak dimanfaatkannya dalam kehi-dupannya
sebagaimana yang banyak menimpa para lulusan pendidikan manusiawi masa
kini.
Itulah pentingnya penanaman al-Qur’an sedini mungkin agar jiwa dan
fikiran para pelajar didominasi wahyu bukannya hawa nafsu. Jika wahyu sudah
tertanam pada seorang pelajar dan menjadi bagian dari kehidupannya mereka
akan menjadi manusia yang mudah dididik dan dikembangkan potensi dirinya
secara maksimal sehingga mampu menjadi manusia unggul sebagaimana yang
telah dibuktikan oleh Rasulullah, para shahabat dan cendikiawan Muslim
terdahulu. Tidak seperti para pelajar yang sudah tercemar oleh pengaruh buruk
pendidikan sekuler yang telah menjadikan para pelajar sebagai manusia-
manusia yang susah dididik, sukar dikembangkan potensinya, kehilangan jati
diri bahkan lebih mementingkan kenikmatan duniawi sehingga mendorong
mereka melakukan penyimpangan-penyimpangan, penyelewengan bahkan
melakukan tindak kriminal yang mengganggu ketertiban umum, bahkan
sanggup saling membunuh akibat perkara sepele. Semua ini terjadi karena jiwa
dan fikirannya telah dikuasai oleh hawa nafsu jahat sehingga kehidupannya
mudah dikontrol oleh syaithan yang senantiasa menyesatkan manusia. Jika

51
sudah demikian keadaannya, maka berapa kerugian yang diderita sebuah
bangsa akibat salah mendidik generasi mudanya.
Pada tingkatan menengah ini, yang memakan waktu antara 5-7 tahun
lebih merupakan seleksi awal untuk mengetahui spesialisasi yang akan
diberikan kepada para pelajar. Para pelajar yang sudah dididik dan dibiasakan
dengan semangat al-Qur’an dengan mukjizat Ilahiyah yang terkandung di
dalamnya akan menjadikan mereka sebagai bibit-bibit unggul pilihan yang akan
disemai sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Dengan dasar-dasar
pengetahuan fardhu ain dan fardhu kifayah yang dikuasainya, para pelajar perlu
diberikan pelajaran-pelajaran yang lebih spesifik yang bersifat pengembangan
dari pengetahuan-pengetahuan sebelumnya. Tingkat menengah dapat dibagi
menjadi dua tingkatan, yaitu menengah pertama (tsanawiyah) dan menengah atas
(aliyah) atau menjadi satu tingkatan saja seperti yang diterapkan pondok
pesantren di Indonesia.
Pendidikan tingkat menengah ini akan sangat efektif jika diterapkan
sistim berasrama kepada semua pelajar, disamping untuk memaksimalkan
kebarhasilan pendidikan juga sangat efektif untuk menjaga pergaulan para
pelajar agar dapat terhindar dari perkara-perkara buruk dunia modern yang
penuh dengan seruan kemaksiatan dan penyelewengan. Karena pada usia
seperti ini mereka akan memasuki masa puber yang sangat sensitif dengan
perkara-perkara baru. Jangan sampai materi pendidikan yang telah diberikan
hilang begitu saja akibat masuknya pemikiran-pemikiran sesat yang akan
menyesatkannya, terutama jangan sampai menghilangkan amalan-amalan
ibadah mereka yang merupakan proses pendidikan kerohanian yang
berkelanjutan. Rasulullah ketika mendidik para shahabat sangat ketat
memelihara jiwa, pemikiran dan pergaulan mereka agar jangan tercemar
kejahiliyahan. Apalagi zaman ini yang penuh dengan berbagai bentuk
kejahiliyahan yang akan mengurangi keberhasilan pendidikan Ilahiyah yang
menghendaki penyucian jiwa dan fikiran terus menerus agar wahyu dapat
menjadi bagian kehidupan. Karena sesuatu yang suci dan agung seperti wahyu
hanya dapat berada pada jiwa-jiwa yang suci dan agung pula. Itulah sebabnya
para cendikiawan Muslim terdahulu sangat menjaga diri mereka dari perkara-
perkara jahiliyah yang dapat merusak jiwa dan pemikiran mereka agar wahyu
menjadi bagian kehidupan mereka dengan mudah dan dapat mengantarkan
mereka menuju kesempurnaan hidup.
Demikian pula pada masa pendidikan ini idealnya pendidikan laki-laki
dengan perempuan dipisahkan agar masing-masing dapat berkembang menurut
kodrat pencipta-annya masing-masing sebagaimana yang dikehendaki Allah
dan Rasul-Nya. Islam tidak sepenuhnya menerima konsep pendidikan

52
campuran antara laki-laki dengan perempuan sebagaimana yang diterapkan
pendidikan sekuler Barat yang memberikan mereka pelajaran yang sama.
Karena pendidikan ini banyak mudharatnya dari manfaatnya. Akibat paling
minimal adalah pendidikan campuran ini akan membiasakan pergaulan bebas
antara laki-laki dengan perempuan yang akhirnya akan memudahkan mereka
melakukan perkara-perkara buruk yang dilarang agama. Tidak diragukan
pendidikan ini telah mendorong timbulnya seks bebas dikalangan muda mudi
sebagimana yang terjadi di Barat yang memang membolehkannya dan telah
mulai menjadi mode di kalangan generasi muda Muslim. Untuk menjaga
perkara-perkara buruk ini Islam berusaha mencegahnya dari awal, misalnya
laki-laki dan wanita diperintahkan untuk menundukkan pandangan, dilarang
bersentuhan kulit, dilarang berduaan dan dilarang mendekati perkara-perkara
yang akan mengakibatkan timbulnya perzinaan. Demikian pula dengan
beberapa mata pelajaran yang mungkin kurang tepat diberikan secara
bersamaan karena Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan fungsi
dan tugas masing-masing. Pemisahan pendidikan antara laki-laki dengan
perempun akan memberikan beberapa keutamaan, diantara-nya terhindarnya
para pelajar dari pergaulan bebas dan dapat memaksimalkan pendidikan yang
diberikan.
Di tingkat menengah pertama (tsanawiyah) yang umumnya memakan
waktu 3-4 tahun, dengan beberapa pelajaran fardhu ain dan fardhu kifayah yang
diberikan untuk melengkapi pelajaran yang diberikan di tingkat dasar,
diharapkan para pelajar sudah dapat diketahui bakat dan minatnya masing-
masing. Lembaga pendidikan dan orang tua tidak dapat memaksakan
kehendaknya kepada para pelajar untuk mengambil jurusan tertentu yang
bertentangan dengan bakat dan minat pelajar. Karena dalam kehidupan ini tidak
semua orang diciptakan untuk menjadi ulama, ekonom, politisi, pegawai,
pekerja ataupun buruh. Namun Allah sebagai Pencipta manusia telah
memberikan kelebihan pada masing-masing orang dengan kadarnya, ada yang
berbakat jadi ulama, jadi ekonom, politisi ataupun buruh kasar. Pemaksaan
terhadap bakat dan minat akan menjadikan para pelajar frustasi dan tidak
bergairah terhadap pelajaran. Hal seperti ini perlu diperhatikan untuk
mensukseskan program pendidikan. Pengetahuan-pengartahun fardhu ain yang
diberikan pada tingkat dasar harus dikembangkan, terutama pemamahan
terhadap al-Qur’an yang merupakan pelajaran utama agar para pelajar yang
sudah menghafalnya dapat menangkap maksudnya kemudian
mengamalkannya dalam kehidupan. Pemahaman dan pengamalan yang benar
terhadap al-Qur’an akan menghantarkan para pelajar menjadi manusia-manusia

53
yang mengenal bakat terpendam-nya dan sekaligus akan menumbuhkan
minatnya padanya.
Bagi para pelajar yang memiliki kadar intelegensia menengah dan rendah
diarahkan pada dasar-dasar pengetahuan kejuruan praktis, seperti perdagangan,
pertanian, peternakan, industri kecil, teknologi tepat guna dan sejenisnya
sebagai ilmu fardhu kifayah. Dengan dasar pengetahuan keislaman yang
dimilikinya kelak mereka diharapkan sebagai seorang petani, pedagang ataupun
pengusaha Muslim yang sukses. Lembaga pendidikan Islam harus menyiapkan
pendidikan kejuruan dengan pengelolaan sederhana yang lebih mengutamakan
praktek daripada teori.
Bagi yang memiliki kadar intelegensia tinggi harus diperhatikan dan
diberikan pendidikan yang lebih khusus dan intensif. Jangan sampai
kelebihannya tersia-sia akibat sistem pendidikan yang salah. Karena mereka
kelak diharapkan menjadi pemimpin-pemimpin ummah sesuai kemampuannya
masing-masing. Mereka harus diberi perhatian dan dipacu menurut minat dan
bakatnya. Bagi yang berbakat dan berminat menjadi ulama ataupun spesialis di
bidang agama, porsi pelajaran ilmu agama lebih diperbanyak, terutama ilmu-
ilmu alat yang akan menghan-tarkan mereka menjadi ahli dalam bidang
spesialisnya, seperti baik pengetahuan dasar pengetahuan keislaman ataupun
bahasa Arab dan lainnya. Disamping itu mereka harus tetap diberikan
pengetahuan-pengetahuan umum yang akan menopang keahliannya kelak.
Demikian pula bagi yang berminat pada pengetahuan umum, diberikan
kebebasan dan bimbingan agar berkembang kemampuannya secara maksimal,
porsi pengetahuan umum yang diminatinya dapat lebih diperdalam dengan
khusus dan lebih intensif. Diharapkan setelah mengakhiri tingkat menengah
pertama ini para pelajar sudah mengetahui dengan pasti bakatnya masing-
masing, tinggal diarahkan dan lebih dispesialisasikan lagi.
Pada tingkat menengah atas (aliyah) yang memakan waktu antara 2
sampai 3 tahun, penjurusan para pelajar lebih terarah dan khusus. Dengan
dasar-dasar pengetahuan yang diberikan sebelumnya baik yang fardhu ain
ataupun fardhu kifayah para pelajar diberikan kebebasan untuk memilih
jurusan sesuai dengan bakat dan minatnya. Bagi yang berminat memperdalam
pengetahuan eksak ataupun pengetahuan humaniora/sosial dan pengetahuan
keislaman dapat lebih menghususkan diri dengan minat dan bakatnya masing-
masing. Dengan demikian di tingkat menengah atas ini ada 3 jurusan yang
dibagi menjadi beberapa sub jurusan, yaitu jurusan eksak dengan beberapa sub
jurusan seperti fisika, kimia, biologi, matematika dan lainnya, jurusan sosial
dengan beberapa sub jurusan dan jurusan keislaman dengan beberapa sub
jurusan yang dirancang menurut perkemba-ngan pengetahuan tersebut. Masing-

54
masing jurusan memiliki mata pelajaran fardhu ain yang sama, diantaranya
seperti al-Qur’an-tafsir/ilmu tafsir, al-Hadits-ilmu Hadits, aqidah-kalam, akhlak,
Ibadah-fiqh/ushul fiqh, sejarah Islam, bahasa Arab, dan beberapa pengetahuan
dasar penunjang lainnya seperti matematika, bahasa nasional, bahasa Inggris
dan lainnya.Yang membedakan masing-masing jurusan adalah mata pelajaran
spesialisasinya (fardhu kifayah). Misalnya jurusan eksak sub jurusan biologi. Para
pelajar sub jurusan ini disamping mempelajari pengetahuan biologi secara
mendalam dengan beberapa pengetahuan penunjangnya, namun diajarkan mata
pelajaran fardhu ain sama dengan jurusan keislaman sub jurusan ilmu tafsir
misalnya. Jadi pelajar jurusan biologi dan jurusan ilmu tafsir sama tingkat
pelajaran pengetahuan fardhu kifayahnya, pengetahuan al-Qur’an mereka sama,
pengetahuan bahasa Arab mereka sama, pengetahuan aqidah akhlak mereka
sama dan lainnya, namun yang membedakan adalah pengetahuan fardhu
kifayah mereka sebagai spesialisasi. Para pelajar yang mengambil jurusan biologi
ahli dalam ilmu biologi beserta cabang-cabangnya sementara jurusan ilmu tafsir
ahli dalam bidang tafsir dan cabang-cabangnya.
Mungkin ada yang berpendapat penjurusan ini terlalu dini dengan
mengambil perbandingan sistim pendidikan masa kini yang memulai
penjurusan pada tingkat tinggi. Penjurusan yang dimaksudkan di sini adalah
penjurusan yang lebih spesifik agar para pelajar lebih maksimal dalam
menguasai bidang pengetahuannya. Kerena terbukti sistim pendidikan modern
telah banyak mengajarkan pengetahuan yang terlalu umum sehingga kurang
mendatangkan manfaat bagi para pelajar dalam mengembangkan
pengetahuannya. Untuk menciptakan manusia unggul, sebagai tujuan utama
pendidikan Islam, mereka harus diarahkan dan didorong untuk mengetahui
hakikat dirinya terlebih dahulu, termasuk bakat dan minatnya. Setelah mereka
mengetahui bakat dan minatnya, wahyu yang diajarkan pada sistim pendidikan
Islam akan mendorong mereka secara maksimal untuk mencapai kesempurnaan
dalam bakatnya sehingga mereka menjadi yang terbaik dan terunggul.
Sistem pendidikan modern yang terlalu umum telah melahirkan para
lulusan yang bingung karena tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya
dalam kehidupan. Ini akibat dari terlambatnya mereka mengetahui bakat dan
minatnya, sehingga mengambil jurusan semaunya, yang akhirnya
membingungkan mereka sendiri. Apalagi pengetahuan yang diberikan hampir
semuanya pengetahuan yang sangat umum sehingga banyak lulusannya yang
mengambil profesi yang lain dengan pendidikan yang diperolehnya. Walaupun
mereka mungkin berhasil dalam karir, namun pasti mengalami kekurangan
akibat tidak mempelajari dasar-dasar profesi yang diminatinya secara serius
akibat kesalahan sistim pendidikan. Berapa banyak lulusan jurusan pendidikan

55
namun menjadi seorang usahawan yang berhasil, jika mereka mengambil
jurusan ekonomi sebelumnya, maka tentu mereka akan semakin berhasil.
Jadi penjurusan pengetahuan dari awal ini dimaksud-kan agar para
pelajar yang memiliki minat pada pengetahuan tertentu dapat sedini mungkin
diberikan dasar-dasar pengetahuan yang akan mendukung minat dan bakatnya
serta agar tidak diberikan pengetahuan yang tidak diminati-nya. Ketika mereka
memasuki perguuruan tinggi kelak, mereka sudah siap dengan dasar-dasar
pengetahuan yang diminatinya. Dan ini akan memaksimalkan pengetahuan
yang akan diberikan kepada para pelajar. Karena Islam sendiri memberikan
kebebasan kepada pengikutnya untuk menguasai pengetahuan sebanyak yang
mereka mampu memperolehnya.

Pendidikan Tingkat Tinggi


Konsep ideal tentang pendidikan Islam tingkat tinggi, baik berupa
akademi ataupun universitas telah banyak dikemukakan para cendikiawan
Muslim kontemporer. Di antara beberapa konsep pendidikan tinggi Islam
tersebut yang dapat menjadi jembatan bagi kelanjutan pendidikan yang
diterapkan terdahulu adalah konsep pendidikan tinggi Islam yang dikemukakan
oleh Prof. Syed M. Naquib al-Attas, pendiri dan direktur International Institute
of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) Malaysia. Karena konsep
pendidikan yang beliau kemukakan bertujuan untuk menciptakan manusia-
manusia unggul sebagaimana para cendikiawan Islam terdahulu yang
menguasai Islam sekaligus bidang spesialisasinya dengan baik. Disamping
lembaga ini memiliki dasar filosofis yang sangat cemerlang dan terpadu yang
akan mampu melahirkan para cendikiawan yang mengausai pengetahuaan
fardhu ain dan fardhu kifayah sebagimana dikemukakan terdahulu.37
Pada pendidikan tingkat tinggi ini pemahaman pengetahuan fardhu ain
dan fardu kifayah berkembang sesuai dengan spesialisasi pengetahuan yang akan
dipelajari para pelajar. Namun pengetahuan fardhu ain yang diberikan kepada
seluruh fakultas adalah sama, karena konsep pendidikan tinggi Islam ataupun
Universitas tidak mengenal pemisahan pengetahuan sebagaimana pendidikan
sekuler. Pengetahuan fardhu ain adalah pengetahuan fundamental yang wajib
dikuasai para mahasiswa agar mereka menjadi seorang Muslim yang baik dan
dapat menjadikan Islam sebagai dasar pengembangan pengetahuannya.
Pengetahuan fardhu ain berkembang menurut keperluan spiritual para pelajar
yang semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan pengetahuan fardhu
kifayah akan berkembang sesuai dengan perkembangan pengetahuan yang
37
Lihat : Wan Mohd. Nor Wan Daud, The Beacon on The Creast of a Hill. A Brief History and Philosophy of The
International Institute of Islamic
Thought and Civilization, ( Kuala Lumpur : ISTAC, 1991)

56
semakin kompleks. Penyusunan pengetahuan modern seperti yang dilakukan
para cendikiawan Muslim yang menganjurkan “Islamisasi Pengetahuan” sangat
diperlukan, terutama untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan kepada para
pelajar yang berminat pada salah satu bidang pengetahuan. Diharapkan dengan
sistem pendidikan ini akan melahirkan para lulusan yang memahami dan
mengamalkan ajaran Islam serta menguasai peradaban modern, baik
pengetahuan ataupun teknologinya.
Spesialialisasi pengetahuan, khususnya pengetahuan fardhu kifayah yang
dikembangkan Barat saat ini dengan segala cabang pengetahuannya mungkin
dapat dijadikan sebagi rujukan dalam mengembangkan spesialisasi sistem
pendidikan Islam. Demikian pula tidak ada halangan untuk para pelajar Islam
mengambil pengetahuan dari mereka asalkan para pelajar sudah memahami
pengetahuan fardhu ain yang merupakan pengetahuan fundamental yang wajib
dikuasai sebelum mengambil pengetahuan dari Barat. Perkara ini sangat penting
agar para pelajar tidak tersekulerkan dan sekaligus dapat menjadi penyaring
unsur-unsur sekuler pengetahuan tersebut. Dan dikembangkan menurut ajaran
Islam. Itulah sebabnya Fazlur Rahman, sebagaimana dikemukakan terdahulu,
menganjurkan agar Islaamisasi pengetahuan modern dilakukan oleh mereka
yang benar-benar menguasai dan memahami Islam. Dengan sistim pendidikan
yang dikemukakan ini diharapkan akan lahir para cendikiawan yang mampu
menjadi penyambung mata rantai antara ajaran Islam dengan pengetahuan
modern yang akan membangkitkan peradaban Islam.
Dengan sistem pendidikan terpadu dari tingkat dasar sehingga tingkat
tinggi ini, diharapkan akan lahir pribadi-pribadi Muslim yang memiliki
pemahaman tentang Islam sebagai pembimbing hidup dan fundamen
pengetahuan mereka sekaligus menguasai disiplin pengetahuan dalam
spesialisasinya. Setelah dididik selama 15 sampai 20 tahun dari tingkat dasar
sampai pendidikan tinggi, kelak diharapkan akan lahir para dokter, ekonom,
pakar fisika, sosiolog, teknolog ataupun ahli fiqh, ahli tafsir yang sama-sama
menghafal al-Qur’an, menguasai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya
sebagimana yang telah dicon-tohkan para cendikiawan Islam terdahulu. Seperti
Ibnu Rusy misalnya, beliau adalah seorang ahli kedokteraan, ahli filsafat namun
pada saat yang sama menguasai ajaran Islam sehingga dikatakan sebagai ahli
fiqh. Dengan diterapkannya sistem pendidikan Islam ini tidak akan ada lagi
pembedaan diantara pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lain, karena
pada hakikatnya semua pengetahuan bersumber dari Allah Sang Pencipta alam
raya.
Untuk mewujudkan pendidikan Islam seperti yang dikemukakan,
diperlukan sebuah reformasi total dalam sistem pendidikan kaum Muslimin

57
dewasa ini. Karena pada saat ini sistem pendidikan sekuler ataupun tradisional
Islam sangat dominan dan cendrung ingin mempertahankan posisinya masing-
masing. Kegagalan penggabungan keduanya telah menimbulkan rasa curiga
kedua belah fihak yang berbeda ini. Itulah sebabnya sistem pendidikan Islam
masa depan harus sepenuhnya mengacu pada sistem pendidikan Rasulullah
yang berlandaskan wahyu dan menjadikannya sebagi amalan hidup keseharian.
Namun bagaimanapun, kaum Muslimin wajib memulai langkah-langkah
strategis untuk mengem-bangkan sistem pendidikan Islam masa depan. Karena
kunci kebangkitan Islam yang dilaungkan selama ini terdapat pada pendidikan.
Selama sistim pendidikan generasi Islam tidak dikembangkan sebagaimana yang
dikehendaki Allah dan rasul-Nya maka kebangkitan tetap akan menjagi angan-
angan dan slogan kosong belaka. Langkah strategis ini harus dimulai dengan
membangun lembaga pendidikan yang menerapkan secara total kurikulum
pendidikan Islam agar menjadi alternatif kepada pendidikan yang ada dan
sedang dikembangkan kaum Muslimin saat ini. Dengan berjalannya waktu,
Insya Allah berkat ketekunan dan keyakinan para pengelola pendidikan serta
berkat bantuan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, di masa depan
sistem pendidikan ini akan menjadi alternatif, khususnya bagi mereka yang
senantiasa ingin menuju kebenaran sejati.

58
III. KEBIJAKAN DAN PEDOMAN PESANTREN AL-IRSYAD

A. Pembaruan Pondok Pesantren, Sebuah Keniscayaan


Pondok Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan dan pengembangan
sumber daya manusia muslim yang berkembang pesat di Indonesia pada saat
ini. Bahkan pada saat sistem pendidikan lainnya mengalami penurunan animo
masyarakat, sistem pondok pesantren, terutama yang menggabungkan
kurikulumnya dengan pendidikan umum justru berkembang dengan pesatnya.
Animo masyarakat untuk mendidik anaknya di pondok pesantren meningkat
terus dan hal ini telah mendorong lahirnya pondok pesantren yang telah
mengembangkan sistem pendidikannya menjadi pondok pesantren terpadu dan
sejenisnya. Sistem pendidikan dalam pondok pesantren berbeda dengan sistem
pendidikan umum, karena sistem pesantren mendidik siswanya selama 24 jam.
Para siswa harus tinggal dilingkungan pesantren agar pendidikan berjalan
dengan efektif dan efisien. Sistem pesantren ternyata sangat efektif untuk
mendidik semangat keagamaan para siswa sehingga mereka memiliki

59
pemahaman serta pengamalan keagamaan yang baik. Itulah sebabnya pada
zaman penjajahan, pondok pesantren dijadikan basis perjuangan umat Islam
untuk mendidik para pejuang agama yang telah membawa kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia. Namun akibat kesalahan presepsi dalam menilai pengetahuan
dan teknologi, terutama yang datangnya dari Barat, mereka umumnya menolak
pengetahuan umum yang diidentikkan dengan pengetahuan kafir. Akibatnya
para siswa pesantren tidak memiliki pengetahuan umum yang memadai sebagai
modal yang memungkinkan mereka dapat berkompetisi dalam lapangan
pekerjaan yang membutuhkan tenaga trampil. Itulah sebabnya banyak tamatan
pesantren hanya bergelut pada bidang keagamaan semata dan tidak dapat
menjadi pelaku utama dalam dunia ketenagakerjaan trampil yang pada
umumnya dikuasai oleh lulusan pendidikan umum.
Menurut sejarahnya pondok pesantren adalah sebuah institusi pendidikan
yang dikembangkan para ulama sejak zaman awal perkembangan Islam di
Indonesia. Bahkan ada yang mengkaitkan sistem pondok pesantren dengan
sistem pendidikan yang digunakan oleh para pemuka agama Hindu atau Budha.
Namun melihat sejarahnya, pondok pesantren adalah modifikasi dari sistem
pendidikan klasik Islam yang berkembang pesat pada abad pertengahan di
dunia Arab, seperi Al-Jamiah Nidzamiyah ataupun al-Jamiah al-Azhar di Mesir.
Bersamaan dengan pengembangan Islam ke Nusantara, maka para ulama yang
di didik di dunia Arab kemudian mengembangkan lembaga pendidikan sejenis
yang bertumpu pada masjid sebagaimana di Al-Azhar Mesir misalnya.
Sebagaimana tujuan didirikannya, pesantren pada umumnya hanya
mengajarkan pengetahuan agama seperti pada pesantren salaf. Namun sejak
tahun 60-an telah berkembang pondok pesantren modern yang
mengkombinasikan pendidikannya dengan pengetahuan umum, seperti Pondok
Pesantren Modern Darussalam di Gontor misalnya. Sejauh ini spesialisasi dan
penjurusan masih di sekitar jurusan pendidikan / muallimin yang akan
melahirkan para guru agama. Ada juga beberapa pondok pesantren yang
mengambil terobosan jurusan tertentu seperti Pondok Pesantren Darul Falah
Bogor yang mengkhususkan pada pertanian. Beberapa tahun terakhir telah
tumbuh berkembang beberapa model pondok pesantren yang mengembangkan
spesialialisasinya pada bidang tertentu menurut ketrampilan tertentu, seperti
kehutanan, kelautan, tekhnik, industri dan lainnya.
Menyadari hakikat pentingnya sebuah sistem pendidikan dalam
meningkatkan sumber daya manusia muslim khususnya di Indonesia maka
perlu dikembangkan sebuah sistem pendidikan alternatif, karena sistem
pendidikan yang berkembang selama ini ternyata kurang efektif dan tidak
mampu melahirkan generasi yang mampu bersaing di pasar tenaga kerja tingkat

60
dunia namun pada saat yang sama memiliki kekuatan spritualitas. Dimana
sistem pendidikan alternatif ini berdasarkan pada sistem pendidikan kaum
muslimin yang sudah mapan dan berkembang di Indonesia. Berdasarkan
pengalaman serta melihat realita kekinian, maka perlu dikembangkan sebuah
lembaga pendidikan yang akan menerapkan sebuah sistem pendidikan yang
akan melahirkan generasi yang berpegang teguh kepada Islam, namun pada saat
yang sama menguasai ketrampilan khusus yang akan memungkinkannya
bersaing di pasar tenaga kerja. Sistem ini mencoba menggabungkan antara
keunggulan sistem pondok pesantren dengan keunggulan lembaga umum
setingkat college atau akademi yang akan mendidik para siswa dengan
pengetahuan Islam model pesantren dan mendidik pengetahuan dan
teknologinya seperti model college di dunia Barat. Karena pada saat ini,
dibutuhkan banyak tenaga-tenaga trampil dalam bidang teknologi informatika,
khususnya pada bidang komputer, baik program dan aplikasinya maka sudah
sewajarnya untuk pertama kali dikembangkan pondok pesantren yang memiliki
spesialisasi dalam jurusan teknologi informatika. Demikian pula saat ini
pengetahuan tentang teknologi informatika terbuka luas dan berhubungan
langsung dengan teknologi lainnya. Lembaga ini dinamakan dengan Pondok
Pesantren Teknologi Informatika.

B. KONSEP DASAR PONPES TEKNOLOGI INFORMATIKA


Pondok Pesantren Teknologi Informatika (PPTI) adalah sebuah lembaga
pendidikan dan pelatihan SDM muslim alternatif yang didirikan oleh generasi
Islam yang menyadari hakikat dan tanggungjawabnya sebagai seorang muslim.
Terdiri dari kalangan profesional, pengusaha, cendekiawan, ustadz dan lainnya
yang memiliki kesamaan visi dan misi sebagai anak bangsa Indonesia yang
mencita-citakan tegaknya Izzul Islam wa al-Muslimun (kejayaan Islam dan
umatnya) yang akan dapat memberikan rahmat kepada seluruh alam. Adapun
sistem pendidikan dan pelatihan yang dirancang pada PTTI lebih mengarah
kepada sistem tepat guna dimana para lulusan diharapkan dapat menguasai
bidangnnya dengan cepat, efisien dan murah sehingga dapat bersaing di pangsa
pasar tenaga kerja, khususnya ke luar negeri dengan standar global. Sistem yang
diterapkan lebih merupakan up grading atau pemantapan kembali keahlian
secara lebih khusus dan intensif, penekanan pada faktor bahasa dan keahlian
khusus sesuai dengan program pendidikan dan pelatihan yang dipilih para
peserta.
Secara lebih khusus, PPTI memiliki 5 pilar utama dalam sistem pendidikan
(5I), yaitu :
ISLAMIC VISION (BERWAWASAN ISLAMI)

61
Islam menjadi dasar dan pilar utama dalam segala bentuk proses
pendidikan dan pelatihan, agar lahir manusia-manusia unggul yang
memiliki kepribadian Islami yang menjunjung tinggi Islam sebagai agama
penebar rahmat.

INTERNATIONAL ORIENTED (BERORIENTASI INTERNASIONAL)


Pendidikan dan pelatihan yang diterapkan berstandar internasional, baik
dalam silabus dan kurikulum sehingga para peserta didik dapat bersaing
dalam pangsa pasar tenaga kerja di era globalisasi yang akan
menghilangkan batas terotorial bangsa negara. Orientasi ini lebih
ditekankan pada penguasaan bahasa internasional.

INFORMATION TECHNOLOGY BASED


(BERBASISKAN TEKNOLOGI INFORMATIKA)
Dunia saat ini diistilahkan dengan dunia Teknologi informatika. Tidak ada
satupun kehidupan yang tidak terkait dengannya. Penguasaat pada TI akan
memudahkan para lulusan mendapatkan pekerjaan. Karena kebutuhan
akan tenaga kerja yang menguasai TI sangat tinggi dan terus meningkat.

INTEGRITED METHODE (MENERAPKAN METODE TERPADU)


Metode pendidikan dan pelatihan adalah metode terpadu yang
menyelaraskan antara aspek pemikiran dengan perasaan, aspek akal
dengan hati, aspek material dengan spiritual dan aspek dunia dan akhirat.
Metode yang menjadikan seluruh aktifitas sehidupan sebagai satu kesatuan
sistem sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT.

INDONESIAN APROACH (PENDEKATAN KEINDONESIAAN)


Dimanapun para alumni berada, mereka harus menyadari asal muasal
mereka sebagai anak bangsa yang memiliki komitmen terhadap kemajuan
bangsa dan negaranya. Budaya dan peradaban Indonesia banyak yang
positif dan dapat dijadikan sebagai landasan dalam membina hubungan
antara manusia.

C. PROGRAM PENDIDIKAN PESANTREN TEKNOLOGI INFORMATIKA


Dunia tenaga kerja saat ini sangat membutuhkan tenaga-tenaga trampil
yang menguasai teknologi informatika, khususnya komputer dan terutama
dalam bidang aplikasi dan progremer. Di Indonesia sendiri tenaga seperti ini
sangat langka, terutama yang telah mendapat sertifikasi dari lembaga
internasional seperti Microsoft misalnya, sehingga harus mendatangkannya dari

62
luar negeri yang memerlukan biaya tinggi. Di masa depan kebutuhan ini akan
terus meningkat sesuai dengan peningkatan pemakai jasa teknologi informatika
dan semakin luasnya jangkauan TI yang merambat ke hampir semua lini
kehidupan manusia. Sementara saat ini di Indonesia belum ada lembaga yang
mengkhususkan pendidikannya secara terpadu dalam bidang teknologi
informatika, terutama lembaga pendidikan khusus yang akan mendidik putra-
putra terbaik kaum muslimin sejenis Pesantren Tinggi sebagai pekerja-pekerja
trampil yang memiliki pengetahuan dan ketinggian moral. Inilah yang
mendasari IPMI memprakarsai berdirinya Pesantren Tinggi Teknologi
Informatika. Para lulusannya selain dapat bekerja di dalam negeri dengan
penghasilan yang tinggi, juga dapat bekerja ke luar negeri sebagai tenaga
trampil. Apalagi jika IPMI mendapatkan sertifikat MCE (Microsoft Certificate
Engiinering) dari Microsoft Inc. yang ditandatangani langsung oleh Bill Gates,
maka pekerjaan akan terbuka luas di seluruh dunia dengan standar
internasional.
Program pendididikan Pesantren Tinggi Teknologi Informatika Al-Irsyad
dirancang khusus untuk tamatan Pondok Pesantren atau sederajad dengan
kualivikasi khusus dan persyaratan khusus, terutama penguasaan agama Islam,
bahasa Inggris, Matematika, Fisika dan pengetahuan umum lainnya. Setelah
lulus mengikuti berbagai bentuk seleksi penerimaan mahasiswa, Para
mahasiswa dididik dengan intensif menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
penganatar pendidikan untuk menguasai Teknologi Informatika, penekanan
pada progremmer atau aplikasi komputer sesuai dengan jurusan yang
dibutuhkan tenaga kerja, khususnya di luar negeri. Diperkirakan pendidikan
dan pelatihan ini memakan waktu antara 9 bulan sampai setahun dan tinggal di
asrama pesantren. Diharapkan setelah tamat, para siswa dapat bekerja di luar
negeri sebagai pahlawan keluarga, pahlawan bangsa sebagai penghasil devisa
dan sebagai dai yang menyebarkan Islam pembawa rahmat di tempatnya
bekerja.
Mata pelajaran yang akan diberikan meliputi : bahasa Inggris, bahasa Arab, Al-
Qur’an, Al-Sunnah, Aqidah, Shirah, Akhlaq ( 20 % mata pelajaran ) sebagai
pelajaran fundamental dan pelajaran utama meliputi dasar-dasar Teknologi
Informatika ( 80 % mata pelajaran), khususnya pelajaran yang akan memenuhi
persyaratan untuk mendapatkan sertifikat Microsoft Certificate Engineering
(MCE) yang terdiri dari beberapa modul dan kurikulum pelajaran. Disamping
itu akan diberikan pengetahuan tambahan seperti ilmu bela diri seperti silat atau
karate dan lainnya.
Untuk mendukung kesuksesan pendidikannya, IPMI telah menjalin
kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berpengalaman dalam bidang

63
pendidikan sejenis, seperti LP3I group, Centre for English Learning, Univ. Islam
Az-Zahra, International Islamic College Malaysia, The Language Academy
Australia, CMS Education Malaysia dan lainnya. Demikian pula pesantren akan
mempersiapkan tenaga-tenaga pengajar yang berdedikasi tinggi dan menguasai
bidangnya masing-masing. Diharapkan pesantren ini akan menjadi pesantren
tinggi percontohan yang dapat dikembangkan di Indonesia.
Karena sistem pendidikannya menggunakan model pesantren yang
menerapkan pendidikan selama 24 jam, maka para siswa akan memiliki banyak
waktu untuk mempraktekkan pengetahuannya, baik pengetahuan keislamannya
ataupun pengetahuan ketrampilannya. Untuk menunjang keberhasilan itu,
pesantren akan melengkapi dengan laboratorium komputer dan perpustakaan
yang senantiasa terbuka dan diberi kebebasan kepada siswa untuk
mengembangkan imajinasinya semaksimal kemampuannya.

IV. SKETSA PESANTREN TINGGI TEKNOLOGI INFORMASI


AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH

64
DEFINISI

 Pondok Pesantren Tinggi (Ma’had Aly) Teknologi Informasi merupakan


lembaga pendidikan terpadu yang mengambil model pondok
pesantren dalam rangka mencetak ulama yang mempunyai wawasan
ke-Islaman, wawasan ke-Indonesiaan, wawasan global dan menguasai
Teknologi Informasi sebagai spesialisasi pendidikannya.

IDENTIFIKASI MASALAH

 Umat Islam tidak menguasai teknologi informasi akibatnya kalah


bersaing dengan umat yang lain
 Umat Islam yang mengusai teknologi Informasi tetapi kering dalam
spiritual akibatnya menjadi manusia mekanik
 Mobilitas teknologi dan informasi kiranya sudah menjadi satu
kebutuhan yang hakiki pada era informasi demi menunjang kejayaan
Islam
 Belum adanya lembaga pendidikan setingkat ma’had ali yang
mengkhususkan pada bidang teknologi informatika yang akan
menampung tamatan pondok pesantren

VISI PENDIDIKAN

 Menjadi Pondok Pesantren Teknologi Informasi unggulan di Indonesia


yang mempunyai jaringan nasional maupun internasional
 Menjadi lembaga pendidikan yang mempunyai wawasan ke-Islaman,
wawasan ke-Indonesiaan, wawasan global dan menguasai Teknologi
Informasi.

MISI PENDIDIKAN

 Mencetak manusia-manusia yang unggul baik secara fisik, intelektual


dan spiritual.
 Melahirkan generasi muslim yang menguasai dan mengamalkan ajaran
Islam secara mendalam; mampu menguasai pengetahuan dan
teknologi modern serta mampu bersaing dengan lulusan institusi
pendidikan modern lainnya dalam merebut pasar kerja baik level
nasional maupun internasional.
 Memberikan bekal sertifikat Teknologi Informasi bertarap internasional.
65
SPESIFIKASI PROGRAM

 NETWORKING
Networking, adalah program pendidikan yang mengutamakan penguasaan teknologi.
Dirancang untuk mengajarkan keahlian yang diperlukan untuk merancang,
membangun dan memeliahara jaringan berukuran kecil hingga menengah.
Program ini memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja
atau melanjutkan pendidikan dan pelatihan mereka dalam bidang jaringan komputer
serta mendapatkan pengakuan keahlian secara internasional.

 PROGRAMING
Programing adalah program pendidikan yang mengutamakan penguasaan teknologi.
Program ini dirancang untuk mengajarkan keahlian yang diperlukan untuk merancang,
membangun dan mendokumentasikan database programing secara terstruktur dan
efektif dengan menggunakan metode dan teknologi komputer yang diperlukan dunia
bisnis saat ini.
Program ini memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja
atau melanjutkan pendidikan dan pelatihan mereka dalam bidang komputer serta
mendapatkan pengakuan internasional.

 COMPUTERIZED ACCOUNTING
Programing adalah program pendidikan yang mengutamakan penguasaan akuntansi
yang diperlukan dengan teknologi aplikasi akuntansi. Program ini dirancang untuk
menghasilkan tenaga akuntan yang trampil dan mampu mengimplementasikan
teknologi komputer terbaru dalam penyusunan siklus akuntansi dan analisis laporan.
Program ini memberikan peluang bagi mahasiswa untuk memasuki lapangan kerja
atau melanjutkan pendidikan dan pelatihan mereka dalam bidang komputerisasi
akuntansi serta mendapatkan pengakuan internasional.

 SYSTEM ADMINISTRATION
Programing adalah program pendidikan yang mengutamakan penguasaan teknologi
administrasi opening system. Program ini dirancang untuk mengajarkan keahlian
yang diperlukan untuk merancang, membangun dan mengimplementasikan sistem
jaringan dari yang sederhana hingga besar dengan menggunakan windows NT 4.0
server, windows 2000 server dan linux server.
Lulusannya mampu menangani troubleshooting yang mencakup kabling dan protocois.

 MULTIMEDIA AND GRAPHIC DESIGN


Multimedia And Graphic Design adalah program pendidikan yang mengutamakan
penguasaan teknologi design. Program ini dirancang untuk mengajarkan keahlian
yang diperlukan untuk mendesain, memmanipulasi gambar dan menerapkan efek-
efek khusus graphic pada desain sederhana hingga menengah.
Program ini memberikan peluang bagi maha siswanya untuk memasuki lapangan
kerja atau melanjutkan pendidikan dan pelatihan mereka dalam bidang multimedia
66 ini juga akan mendapatkan pengakuan
dan graphic desain komputer. Para lulusan
internasional.
SASARAN PENDIDIKAN
JENJANG PENDIDIKAN: (DUA TAHUN EFEKTIF)
1. Menyiapkan Tenaga Komputer Profesional Pemrograman yang
mempunyai keahlian seperti:
SEMESTER – I

 Mampu merakit PC
MATAKULIAH AGAMA SKS
 Mampu membuat program aplikasi Single User dan multi User
 Mampu membuat sistem kompeterisasi berbasis database lintas
 Akidah 2
aplikasi
 Akhlak 2
 Mampu membuat Workflow yang ter-integrasi dalam Microsaft SQL
 Fiqih Ibadah 2
Server dan Microsoft Exchange Server yang dapat dipublish di
 Ushul Fiqh
Website. 2
 Sejarah
Mampu Islam
berbicara dalam bahasa Inggris 2
 Islamisasi Pengetahuan 2
2. Menyiapkan Teknisi komputer yang mempunyai keahlian seperti:
MATA KULIAH BAHASA
 Mampu mereparasi komputer
 Bahasa
Mampu Arab
merakit komputer 4
 Bahasa Inggris
Mampu menjadi teknisi komputer 4
 Mampu memberikan solusi informatika dalam sekala dan
MATAjangkauan
KULIAH UMUMluas

Dedaktik/ Metodik
3. Menyiapkan tenaga profesional yang mampu mendesain 2 dan
Ilmu Masyarakat
 membangun program aplikasi tertentu untuk mengembangkan 2 solusi
Sejarah
 bisnis. Peradaban
Para Idonesia
santri akan & Dunia
mendapatkan 2
sertifikat Microsoft Certified
Ilmu Jiwa
 system Developer (MCSD) 2
 Sosiologi 2
4. Menyiapkan
Ilmu Ekonomi tenaga profesional yang mampu memberikan
2 solusi
informatika dalam
 Pengantar Filsafat skala dan jangkauan luas dengan menggunakan
2
jaringan system operasi Microsoft Windows Server yang saling
terinterkoneksi
MATAKULIAH dengan system
IT (Information jaringan terpadu. Secara
Technology) teknis santri
SKS
dapat menguasai proses perencanaan sampai dengan memberikan
 support system informasi
Dasar Computer Operating pada
System perusahaan yang memiliki
4 system
jaringan terpadu . Para santri akan mendapatkan sertifikat Microsoft
 Pengantar SIM 2
Certified System Engineer (MCSE)
 Algoritma Pemprograman 6
MS – Office 2000
5. Menyiapkan 2
tenaga profesional yang dapat mendesain, menjalankan
sampai dengan memelihara serta mengatur
67 situs-situs di web, domain
dengan menggunakan teknologi dan produk Microsoft . Para santri
akan mendapatkan sertifikat Microsoft Certified System Administrator
(MCSA)
SEMESTER – II

MATA KULIAH AGAMA SKS

 Al-Qur’an 2
 Al-Hadits 2
 Kaidah Fiqhiyyah 2
 Filsafat Islam 2
 Filsafat Pengetahuan (Epistemologi) 2

MATA KULIAH BAHASA

 Bahasa Arab II 4
 English II 4

MATA KULIAH UMUM

 Peradaban Islam & Modern 2


 Futurologi 2

MATAKULIAH Teknologi informasi

 SIM 2
 Basis Data I 2
 Visual Basic I 4
 Access Programing I 4
 Computer MS – Office 2000 2

68
SEMESTER – III

MATA KULIAH AGAMA SKS


 Ilmu Tafsir 2
 Iilmu Takhrij Hadits 2
 Ilmu Kalam 2
 Kaidah Ushuliah 2
 Ilmu Da’wah 2

MATA KULIAH DASAR UMUM (MKDU)

 Bahasa Arab III 2


 English III (Conversation) 4
 Kewiraswastaan 2
 Personality development 2

MATA KULIAH DASAR KHUSUS (MKDK)

 Perancangan Sistem 2
 Basis Data II 2
 Visual Basic II 2
 Access Programing II 4

69
SMESTER IV

MATA KULIAH AGAMA SKS


 Kajian al-Qur’an & Tafsir 2
 Kajian al-Hadits 2
 Ahklak Tashawuf 2
 Perbandingan Agama 2
 Filsafat Islam 2

MATA KULIAH DASAR UMUM (MKDU)

 Bahas Arab IV 4
 Bahas Inggris IV (TOEFL) 4
 Personality Development (PD) 2

MATA KULIAH DASAR KHUSUS (MKDK)


 Windows NT 4.0 Server 4
 Linux Server 4
 Windows 2000 Server 4
Penulisan Karya Ilmiah 70 6
MATA KULIAH KEAHLIAN

KONSENTARSI NETWORKING

KONSENTARSI PROGRAMING

KONSENTARSI SYSTEM ADMINISTRATION

KONSENTARSI COMPUTERIZED ACCOUNTING

KONSENTARSI MULTI MEDIA DAN GRAPHIC DESIGN

71
KONSEP PENDIDIKAN TERPADU
PESANTREN AL-IRSYAD

IDENTIFIKASI MASALAH

 Kekurangan ‘Ulama
 Kekurangan Guru agama dan Bahasa Arab
 Umat Islam kalah bersaing di dunia Teknologi informasi
 Tidak bisa bersaing di dunia global
 Kekeringan spiritual

SOLUSI ALTERTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

 Pendirian lembaga pendidikan terpadu mulai pendidikan dasar


sampai pendidikan tinggi dengan mengambil pola/ model pondok
pesantren (sekolah berasrama) dengan beberapa spesialisasi
disiplin ilmu yang dikelola dengan manajemen profesional.
 Membangun Pondok Pesantren:
Takhassus (spesialis untuk mencetak ulama tafaqquh fiddin)
Teknologi Informasi (untuk mencetak ulama profesional/ yang
menguasai ilmu agama dan teknologi informasi).

72
TUJUAN

1. Mencetak calon Ulama Tafaqquh Fiddin

Yang menguasai disiplin ilmu keagamaan seperti :


 Spesialis Tafsir, Hadits
 Spesialis Fiqih
 Spesialis Tarbiayah
 Spesialis Filsafat Islam
 Spesialis Bahasa Arab, dll.

2. Mencetak calon Ulama Profesional

Yang menguasai disiplin ilmu profesi seperti :


♣ Teknologi Informasi
♣ Ekonomi
♣ Administrasi
♣ Kelautan
♣ Manajemen, dll.

73
SARANA UTAMA DAN SARANA PENDUKUNG

1. SARANA UTAMA

 Gedung Pendidikan
 Asrama santri dan Ustadz
 Mesjid
 Labolatorium Kompeter
 Labolatorium Bahasa
 Aula / Gedung serba guna

2. SARANA PENDUKUNG

 Lapangan Olah Raga


 Kantin
 Koperasi
 Tempat Parkir
74
 Pos Satpam
LANGKAH-LANGKAH TAKTIS DAN STRATEGIS

1. Membuat tim work pendirian Pondok Pesantren al-Irsyad


2. Membuat Silabus dan kurikulum
3. Mempersiapkan sarana fisik
4. Mempersiapkan sumber daya manusia (training manajemen
pendidikan pondok pesantren)

SPESIFIKASI KOMPUTER

 Server
 Pentium III
 Memory 521 MB
 Hardisk 20 GB
 OS : Windows 2000 Server
 CD room

 Workstation
 Pentium III
 Memory 128 MB
 Hardisk 10 GB
 OS : Windows 2000 Professional
 TV 29 atau In Focus

75
Keuntungan-keuntungan Sertifikasi dari Microsoft
Sertifikasi Microsoft mempersiapkan anda untuk menjadi profesional di bidang
Teknologi Informasi. Microsoft Certfied Profesional (MCP) merupakan sertifikasi
terkemuka yang mengesahkan pengalaman dan keahlian anda sehingga anda
mampu bersaing dilingkungan bisnis yang sangat kompetitif. Anda akan dapat
membuktikan kepada perusahaan tenpat anda akan bekerja juga kolega-kolega
anda bahwa anda memiliki kemampuan dan penegatahuan yang dibutuhkan di
dunia Teknologi Informasi.

Sertifikasi Microsoft Certified Profesional merupakan standar yang digunakan di


Industri Teknologi Informasi dan juga merupakan tolok ukur bahwa anda
memiliki keahlian yang tinggi yang dibutuhkan oleh Tehnologi Informasi.
Program MCP memberikan solusi untuk semua masalah anda .

Mengapa harus Sertifikasi Microsoft ?


 Sertifikasi MCP adalah sertfikasi stamdar di dalam Industri Teknologi
Informasi yang dikenal dan diakuidi seluruh dunia yang memiliki kualitas
training terbaik .
 Sertifikasi MCP adalah sertifikasi standar di dalam Industri Teknologi
Informasi yang akan mendukung anda di dalam menghadapi era globalisasi.
 Sebagai seorang MCP anda akan memperoleh keuntungan berupa support
dan akses dari Microsoft net.
 Dengan bersertifikasi MCSE anda memiliki standarisasi penghasilan / Gaji
yang lebih yaitu di ats 5 juta rupiah perbulan. Untuk keterangan lebih lanjut
anda dapat menegathuinya melalui www.mcpmag.com/
salarysurvey/article.asp.

76
 75 % dari perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan produk
Microsoft sebagai standar system operasi komputer .

Microsoft Certified Professional (MCP)


Sertifikasi MCP ini ditujukan bagi para professional yang memiliki spesialisasi
untuk salah satu produk Microsoft dimana semua professional yang telah
mendapatkan sertfikasi MCP telah dikenal memiliki kecakapan teknis dan
keahlian di bidang Teknologi Informatika .

Microsoft Certified system Developer (MCSD)


Sertifikasi MCSD ini adalah salah satu sertifikasi professional yang diakui dan
diterima di seluruh dunia dimana para professional di bidang ini menjalankan
tugas utama yaitu mendesain dan membangun program aplikasi tertentu untuk
mengembangkan solusi bisnis

Microsoft Certified System Engineer (MCSE)


Sertifikasi MCSE ini merupakan salah satu sertifikasi professional yang diakui
dan diterima diseluruh dunia dimana para professional di bidang ini
menjalankan tugas utama yaitu memberikan solusi informatika dalam skala dan
jangkauan luas dengan menggunakan jaringan system operasi Microsoft
Windows Server yang saling terinterkoneksi dengan system jaringan terpadu.
Secara teknis seorang MCSE dapat menguasai proses perencanaan sampai
dengan memberikan support system informasi pada perusahaan yang memiliki
system jaringan terpadu .

Microsoft Certified System Administrator (MCSA)


Sertifikasi MCSA merupakan sertifikasi tingkat lanjutan setelah mengikuti MCSE
dan beberapa tes lanjutan dimana professional ini akan dapat mendesain,
menjalankan sampai dengan memelihara serta mengatur situs-situs di web,
domain dengan menggunakan teknologi dan produk Microsoft .

V. PROSPEK PTTI AL-IRSYAD

77
78

Anda mungkin juga menyukai