Anda di halaman 1dari 5

Laporan Kasus

Sinusitis Maksila Kronik


Fadhila Nurisa (07/250226/KU/12132) Dokter Muda Periode 3-29 Desember 2012 Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS.Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK
Latar Belakang: Sinusitis merupakan inflamasi mukosa sinus paranasal, sedangkan sinusitis kronis terjadi jika hal ini berlangsung lebih dari 3 bulan. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal yang berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung mulai fetus usia 3-4 bulan. Tujuan: Mengetahui penanganan sinusitis maksila kronik. Kasus: Dilaporkan satu kasus sinusitis maksila kronis pada lakilaki usia 46 tahun. Penatalaksanaan: Penatalaksanaan sinusitis maksilaris mencakup pemberian antibiotik, dekongestan, pemberian analgesik dan irigasi sinus maksila. Kesimpulan: Sinusitis maksila kronis dapat didiagnosa dengan melihat gejala klinis yang dikeluhkan pasien seperti hidung tersumbat, nyeri/rasa tekan pada pipi dan ingus purulen. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia,/anosmia, halitosis dan post-nasal drip. Pada pemeriksaan dengan rinoskopi akan ditemukan pus di meatus medius. Keyword : sinusitis, sinusitis maksilaris, sinusitis kronis ABSTRACT Background: Sinusitis is an inflammation of paranasal sinuses mucosa, whereas chronic sinusitis if it happen more than three months. Maxillary sinus is paranasal sinus from mucosal invagination of nasal canal from 3-4 months fetus. Objectives: To know the management of chronic maxillary sinusitis. Case: A case of a 46-year-old male with chronic maxillary sinusitis is reported. Management: Management of chronic maxillary sinusitis includes prescription of antibiotic, decongestant, analgesic and irrigation of maxillary sinus. Conclusion: Chronic maxillary sinusitis can be diagnosed by inspecting the clinical symptoms that are complained by patients such as blocking nose, pain/tenderness in the cheek and purulent nasal discharge. Others symptoms are headache, hypoosmia/anosmia, halitosis and post-nasal drip. In rhinoscopy examination pus in meatus medius can be found. Keyword: sinusitis, maxillary sinusitis, chronic sinusitis

PENDAHULUAN Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan

peningkatan serangan asma yang sulit diobati. LAPORAN KASUS Dilaporkan kasus laki-laki usia 46 tahun datang ke klinik THT RSUD Banyumas pada tanggal 12 Desember 2012 dengan keluhan nyeri pipi kiri, pusing dan keluar cairan dari hidung. Dua minggu sebelumnya pasien menderita nyeri di pipi kiri, keluar cairan dari hidung selama tiga hari, warna seperti nanah, kemudian berhenti. Tiga hari kemudian pasien kehujanan dan menderita batuk pilek. Keluar lagi cairan dari hidung kiri, berbau, kental seperti susu, warna kuning kecoklatan, semakin banyak. Bila dalam posisi telentang cairan dapat masuk ke tenggorokan. Keluhan dirasakan selama satu minggu kemudian pasien datang ke RSUD Banyumas. Keluhan dirasakan setelah pasien kehujanan dan menderita batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien saat masuk klinik THT adalah kompos mentis serta keadaan gizi sedang. Pada pemeriksaan hidung ditemukan adanya pus di meatus media, mukosa edema dan hiperemis. Pada

tersering di seluruh dunia. Sinusitis adalah inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold), yang merupakan infeksi virus yang selanjutnya dapat diikuti infeksi bakteri. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sphenoid lebih jarang lagi. Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka infeksi gigi mudah sinusitis menyebar dentogen. ke sinus, disebut dentogen

Sinusitis

merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial, serta menyebabkan

penekanan fosa kanina didapatkan nyeri di fosa kanina sebelah kiri. Gigi premolar II atas sebelah kiri terdapat karies. Hasil

pemeriksaan tenggorok dan pemeriksaan telinga dengan otoskopi dalam batas normal. Pemeriksaan CT scan

terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe. Harus curiga adanya sinusitis

menunjukkan massa hipodens di sinus maksila sinistra, Pasien lalu didiagnosis sinusitis maksilaris kronis dan dilakukan irigasi sinus maksila, diberikan antibiotik,

dekongestan dan analgesik, serta edukasi untuk berobat ke dokter gigi. DISKUSI Dilaporkan satu kasus sinusitis maksilaris kronis sinistra pada laki-laki usia 46 tahun. Pada kasus ini ditemukan riwayat infeksi gigi, yaitu adanya karies pada premolar II yang merupakan faktor terjadinya sinusitis, terutama sinusitis

dentogen pada sinusitis maksilaris kronis yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat dan pemberian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. Sering juga perlu dilakukan irigasi sinus maksila. Pada pasien ini sinusitis hanya mengenai satu sisi, ingus berbau dan berwarna kuning kecoklatan seperti susu, napas bau tidak didapati. Pemberian edukasi pada pasien ini meliputi anjuran untuk ke dokter gigi agar gigi yang sakit dapat dicabut atau diobati. Beberapa faktor etiologi dan

maksilaris. Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksilaris adalah dasar sinus maksila sangat

berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis. Sinusitis dentogen merupakan

predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, kelainan imunologik, diskinesia

salah satu penyebab penting sinusitis kronis. Dasar sinus maksila adalah

prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas sehingga rongga sinus maksila hanya

silia seperti pada sindroma Kartagener, dan

di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Pada pasien terdapat riwayat batuk pilek sebelum munculnya gejala. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin, serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan

Keluhan sinusitis kronis tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala berupa sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis (sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serrangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat

mukosa dan merusak silia. Pada pasien ini didapatkan riwayat merokok sejak usia muda. Pasien mengeluh nyeri pipi kiri, pusing dan keluar cairan dari hidung, berbau, kental seperti susu, warna kuning kecoklatan, semakin banyak. Bila dalam posisi telentang cairan dapat masuk ke tenggorokan. Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai

menyebabkan gastroenteritis. Pada pemeriksaan hidung

ditemukan adanya pus di meatus media, mukosa edema fisik dan dengan hiperemis. rinoskopi

Pemeriksaan

anterior dan posterior, pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk

nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen yang sering turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Pada

diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pemeriksaan pembantu yang

penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat

sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak napas pada anak.

perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau peneblan mukosa.

CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus. Pada pasien ini dilakukan CT scan dengan hasil gambaran hipodens di sinus maksilaris sinistra, bacaan rinosinusitis maksilaris sinistrra. Pasien ini dilakukan irigasi sinus maksila, diberikan antibiotik, dekongestan dan analgesik, serta edukasi untuk berobat ke dokter gigi. Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat komplikasi penyembuhan, dan mencegah mencegah perubahan

sinusitis antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negative dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topical terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid

oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat. REFERENSI
1. Hawke, M. et al. 2006. Diagnostic Handbook of Otorhinolaringology. 2. Soepardi, Efiaty Arsyad, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta : FKUI 3. Bailey, B., Johnson, B., Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery

menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Antibiotik dan dekongestan

merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial untuk menghilangkan

infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika

diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase maka dapat diberikan amoksisilin-klavulanat atau

jjenis sefalosporin generasi ke-2. Pada

Anda mungkin juga menyukai