Anda di halaman 1dari 11

HAND OUT ILMU NEGARA

PERTEMUAN KE-1 : KONSEP DASAR ILMU NEGARA OLEH : PRAYOGA BESTARI, M.SI. 1. Peristilahan dan batasan Menggunakan istilah atau termiologis adalah menunjukan suatu sebutan untuk nama suatu cabang ilmu pengetahuan. Ilmu ialah sesuatu yang didapat dari pengetahuan dan pengetahuan diperoleh dengan aneka cara. Tidak semua pengetahuan itu merupakan ilmu sebab setiap pengetahuan itru baru dinamakan ilmu jika dipenuhi persyaratannya (Sjachran Basah 1980:30) menurut Ralph Ross van den hag syarat-syarat ilmu dari suatu pengetahuan adalah. a. Rasional b. Empiris c. Umum d. Akumulatif atau tersusun Pengetahuan itu aneka ragamnya meliputri berbagai hal yang sejauh mungkin orang dapat mengetahuinya dari pengalaman-pengalaman dan keterangan-keterangan. Untuk mengetahui hal itu, marilah kita tinjau satu persatu masing-masing istilah tersebut. Dalam bidang Ilmu Negara haruslah terkait dengan istilah ilmu kenegaraan dan ilmu politik. Dimana istilah-istilah tersebut mempunyai objek penyelidikan mengenai Negara. Negara adalah organisasi yang dapat memaksakan kehendaknya.Organisasi adalah suatu bentuk kerjasama yang mempunyai pembagian tugas untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam kurun waktu yang tertentu pula. Negara itu dapat memaksakan kehendaknya karena telah dimilikinya alasanalasan atau dasar-dasar pembenaran tindakan dari penguasa dengan melalui suatu teori pembenaran Negara (rechts vaar diging theorieen). Adapun Negara mempunyai dua pengertian : a. N e g ar a d al a m ar ti lu as m er 1

u p a k a n k es at u a n s o ci al y a n g di at ur se c ar a k o n st ut is io n al u nt u k m e w uj u d 2

b.

k a n k e p e nt in g a n b er sa m a. N e g ar a d al a m ar ti se m pi t a d a b e b er a p a a hl i y

a n g b er p e n d a p at : - George Jellinek Negara ialah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman diwilayah tertentu. - George Wilhelm Friedrich Hegel Negara merupakan organisasai kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal. - Mr. Kranenburg Negara adalah suatu organisasai yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri - Roger F. Soltau Negara adalah alat (agency) atau wewnang (authority) yang mengtur atau mengendalikan personal bersama atas nam masyarakat. - Prof. R. Djokosoetono Negara ialah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama. - Prof. Mr. Soenarko Negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai souvereign. a. Ilmu Kenegaraan Jika ditinjau dari sejarah perkembangan ketiga istilah yang telah dikemukakan diatas, maka dapatlah diketahui di negeri Belanda istilah yang paling tua telah diketahui dikalangan perguruan tinggi adalah Staatswetenschap yang disalin dalam bahasa kita dengan ilmu kenegaraan atau dalam bahasa inggris general State Science. Kemudian disusul dengan istilah seperti statsleer atau ilmu Negara dan istilah terbaru dikenal setelah perang dunia II diperguruan tinggi adalah : Wetenschap der politiek atau Ilmu Politik. 4

b. Ilmu Negara Istilah Ilmu Negara diambil dari istilah bahasa Belanda Staatsleer. Istilah Staatsleer itu sendiri berasal dari bahasa Jerman, Staatslehre. Dalam bahasa Inggris disebut Theory of state atau The General theory Of State atau Politicaltheory, sedangkan dalam bahasa perancis dinamakan Theorie detat. Ilmu Negara adalah salah satu mata kuliah yang mampu membuat seseorang yang mempelajarinya mengerti akan hak dan kewajiban warga Negara. Timbulnya Ilmu Negara pada waktu berkobarnya api Revolusi kemerdekaan sejak proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945. Istilah-istialah mengenai ilmu Negara ada tiga, yakni: a. Ilmu Negara (Staatsleer, Staatslehre) a. Ilmu Kenegaraan (Staatswetenshap, Staatswissenschaft) b. Ilmu Politik (Politics) c. Ilmu Politik Politic secara etimologi berasal dari bahasa Yunani purba yaitu Polis. Polis adalah kota yang dianggap Negara yang terdapat dalam kebudayaan Yunani Purba. Pada waktu itu kota dianggap identik dengan Negara. Dengan demikian polis, stadstaat atau the greek citystate ialah tempat-tempat tinggal bersama dari orang-orang biasa selaku para warganya (citizens) dengan pemerintah. Di Eropa-Kontinental-pun Ilmu Politik dikenal dengan berbagai macam nama seperti Angewandte-Staatswissenschaft yang merupakan cabang dari Staatswissenschaft (Jerman), les sciencews politiques (Perancis) yang selalu digandengkan dengan ilmu moral atau ilmu social lainnya. Ilmu Politik sangat kental akan peristilahan yang tepat dan tidak meragukan, sehingga adanya ketegasan didalam pemakaian istilah. Lain halnya dengan Ilmu Negara, Pemakaian istilah hamper tidak ada pertentangan dibandingkan dengan Ilmu Negara, seandainya ada itu pun hanya merupakan persoalan didalam cara penafsiran alih bahasa saja. Ilmu Negara adalah salah satu mata kuliah penunjang Pendidikan Kewarganegaran dan Ilmu Negara pun merupakan salah satu mata kuliah wajib di Fakultas Hukum yang ada diseluruh Indonesia yang dalam penjajahan dahulu tidak ada mata pelajaran Ilmu Negara. Dalam ilmu pengetahuan mengenai Negara RI belum dapat dibentuk Ilmu pengetahuan sendiri. Sehingga masih sangat dipengaruhi oleh Ilmu pengetahuan yang berasal dari Eropa yang bersumber pada zaman Yunani. Tetapi tidak harus mengusahakan adanya akulturasi dan mengembangkannya sesuai dengan keadaan Indonesia. Oleh karena itu kita tidak dapat melaksanakan Ilmu Negara dari Eropa Barat itu. Timbulnya Ilnu Negara di Eropa Barat karena adanya keperluankeperluan praktek, yaitu sebelum Zaman Bismarck atau dalam pemerintahan Caesar Wilhelm II di Jerman. Yaitu Ilmu pengetahuan yang mempelajari sendisendi pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang Negara. Pada waktu itu timbul satu mazhab yang disebut Aliran Hukum Publik Jerman (Deutsche publizisten schule). Mazhab ini khusus menyelidiki sifat-sifat Hukum Publik. Ini 5

menimbulkan pertanyaan, apakah sebabnya timbul aliran ini? Sebabnya timbul aliran ini adalah karena dalam Hukum Publik itu belum dijumpai susunan yang sempurna, seperti Hukum Privat yang sudah berkembang pesat. Sekarangn kita akan membicarakan perkembangan sebagai lawan dari Hukum Publik yaitu yang dinamakan Hukum Privat. Hukum Privat telah mengalami perkembangan yang lengkap, oleh karena itu tak ada keseimbangan antara Hukum Publik dengan Hukum Privat. Hukum Privat perkembangannya sudah lengkap karena pengaruh dari Hukum Romawi. Dan dalam Zaman Romawi ilmu Hukum perkembangannya mengalami kemajuan secara pesat. Hukum Romawi itu dalam perkembangannya sangat mempengaruhi Hukum Perdata. Zaman Romawi dimulai dan diakhiri dengan kodifikasi. Dan kodifikasi yang pertama dari Romawi disebut kodifikasi 12 meja. Masing-masing meja meja membahas sesuatu hal yang khusus (pokok). Kodifikasi-kodifikasi ini memuat peraturan-peraturan tentang: o Hukum Perdata ; o Hukum Pidana ; dan o Hukum Acara. Kodifikasi ini tercapai kurang lebih pada tahun 450 Sebelum Masehi. Kodifikasi yang kedua yaitu terjadi di Romawi Timur dan merupakan kodifikasi yang terakhir, dan ini adalah merupakan usaha dari Kaisar Justinianus yang memerintah dari tahun 527 sampai tahun 565. Kodifikasi ini terkenal dengan nama Corpus Iuris Civilis dari Justinianus disebut juga Corpus Iuris Civilis Justiniani. Kodifikasi ini terutama dalam lapangan Hukum Perdata sangat penting artinya, karena susunannya yang sedemikian rupa. Dan kodifikasi Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang sekarang ini masih berlaku di Indonesia adalah diambil dari Corpus Iuris Civilis. Corpus Iuris Civilis dari Justinianus ini dibagi 4 buku, yang masing-masing buku mempunyai nama sendiri-sendiri, yaitu: Buku pertama bernama : Institutiones, Buku kedua bernama : Pandecta, Buku ketiga bernama : Codex dan Buku keempat bernama : Novellae. Dan masing-masing merupakan standar dari Hukum Romawi. Pada Zaman Romawi timbul peninjauan atau penerimaan kembali terhadap hukum yang lampau, yang disebut receptie, dan receptie ini mengalami empat phase, yaitu: I. Theoristische Receptie, II. Practische Receptie, III. Wetenschappelijke Receptie dan IV. Positieve Rechtelijke Receptie Theoritische Receptie mengalami perkembangannya pada masa Renaisance. Pertama-tama hukum Romawi pada saat itu sangat dipengaruhi oleh hokum gereja. Hukum gereja sangat berpengaruh dalam pemerintahan. Pada Zaman Renaisance ini orang ahli pikir atau sarjana-sarjana mulai menggali Hukum Romawi Kuno. Dan ini menyebabkan timbulnya mazhab di italia yang disebut Glossatoren dan Post Glossatoren. 6

Secara teoritis Hukum Romawi diterima oleh mahasiswa-mahasiswa Italia sendiri kemudian setelah dipelajari dengan teliti tenyatalah Hukum Romawi lebih tinggi dari pada Hukum Eropa Barat lainnya. Kemudian setelah mereka menamatkan pelajaran mereka banyak yang mempelajari Hukum Romawi itu. Kenapa mereka mempelajari Hukum Romawi? Karena Hukum Romawi secara teori dipandang lebih tinggi daripada Hukum negaranya masing-masing. Ketika mereka lulus dan mendapat gelar doktor dalam Hukum Romawi, kembalilah mereka kenegri asalnya masing-masing, dengan menjabat sebagai hakim dan pejabat administrasi. Dengan melalui peraktek pengadilan dan administrasi maka seluruh Eropa Barat menerima dan meresapu Hukum Romawi. Inilah yang dinamakan Praktische receptie. Setelah Hukum Romawi merersap di masing-masing Negara, lalu diadakan penyelidikan dan didirikan Fakultas sendiri, sehingga para pemudapemuda tidak usah lagi pergi keluar negeri dan mereka dapat mempelajari Hukum di Negara masing-masing secara ilmiah. Ini dinamakan Wetenchappelijke Receptie. Ini mulai timbul sesudah adanya kodifikasi Napoleon yang dinamakan Code Civil Napoleon. Code Civil Napoleon ini mengenai Hukum perdata yang 90% (berasal dari Romawi). Kemudian hasil penyelidikan Wetenschappelijk Receptie dimasukan dan diletakan dalam Hukum Positif di Negara masingmasing. Dari Hukum Positif itu artinya: Hukum yang berlaku pada suatu tempat tertentu dan pada suatu waktu tertentu. Inilah yang dinamakan Positiverechtelijk Receptie. Yang penting bagi kita mengenai Receptie adalah bagaimana kita dapat mengetahui pengaruh Hukum Romawi sampai pada kita. Dengan Receptie itu hukum Romawi masuk ke dunia. Adapun Ilmu Negara menurut Mazhab Wina di Eropa Barat ini terjadi karena ada dari murid Jellinek yang tak sepaham dengan Jellinek bahkan ia mendirikan mazhab sendiri yang disebut Mazhab Wina (Austria) Yang dipimpin oleh Hans Kelsen. Jadi Hans Kelsen tak sepaham dengan pembagian Jelinek mengenai peninjauan Negara dari dua sudut. Menurut Hans Kelsen suatu ilu pengetahuan harus memiliki tiga syarat, yaitu: 1. Faktum der Wissenschaft (mempunyai lapangan ilmu pengetahuansendiri) 2. Emanent der Wissenschaft (mempunyai peninjauan sendiri) 3. Autonomie der Wissenschaft (mempunyai sifat khusus yang tersendiri) Hans Kelsen berpandangan bahwa sebenarnya Negara itu sama dengan hokum atu dengan kata lain Negara itu merupakan penjelmaan dari tata hokum, maka sifat satu-satunya dari peninjauan haruslah semata-mata Yuridissaja. Jadi tak perlu menurut Kelsen, peninjauan secara sosiologis! Selanjutnya Kelsen mengatakan bahwa pendapat dari Jellinek itu merupakan sincretismus atau campuran atau metode campur baur dan ini sebenarnya tidak sesuai dengan syarat-syarat yang dikehendaki Ilmu pengetahuan. Dan yang benar adalah metode monicus. Sekarang kita melihat kepada sebelum Jellinek. Sebelum Jellinek yaitu pada zaman D.P.S sudah ada peninjauan Negara secara yuridis. Apakah sama 7

dengan peninjauan Kelsen yang peninjaunya secara yuridis juga? Walaupun samasama yuridis akan tetapi tarafnya berlainan! Sekarang kita dapat lihat sedikit tentang peninjauan secara yuridis dari aliran D.P.S Aliran D.P.S berpandangan bahwa hukum itu sebenarnya hanya perintah dari pada Negara tak lebih dan tak kurang. Jadi kalau kita bandingkan antara Negara dengan hukum dari aliran D.P.S maka Negara lebih tinggi daripada hukum. Sedangkan menurut Hans Kelsen Negara itu sama dengan hukum., karena Negara itu merupakan penjelmaan dari tata hukum. Sekarang kita tinjau dari norm yang kita kenal 1. Norm biasa berbentuk pemerintah, misalnya tak boleh membunuh, harus berbuat ini itu dan segalanya. 2. Ada juga Norm dalam bentuk lain yaitu bentuk sebenarnya daripada Norm, yang terutama kita jumpai dalam lapangan keagamaan dan kesusilaan misalnya jangan membunuh, jangan mencuri dan sebagainya. 3. Bentuk yang ketiga biasa kita sebutkan dengan nama Hyphotetisch Oordeel, artinya suatu bentuk dari pada hukum dimana untuk dapat berlakunya tak tergantung dari orang yang menerimanya asal saja syaratsyarat atau unsure-unsur itu terpenuhi, maka berlakulah hukum itu. Kemudian ada tiga teori berlakunya hukum yang kita kenal: a. Berlakunya hukum secara yuridis. Sesuatu hukum asal dibuat, jadi dinyatakan oleh orang yang berwenang, dia berlaku, menjadi hukum dan ini yang tepat sekali menurut Kelsen. b. Berlakunya hukum secar sosiologis c. Berlakunya hukum secara Filosofis. Apabila Hukum itu berlaku semata-mata secara yuridis, maka mungkin tak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, atau tak memenuhi unsure-unsur keadilan. Sebagai contoh dalam zaman penjajahan dulu kita jumpai Agrarische wet atau undang-undang Agraria. Dan Agrarische wet ini sama sekali tidak berlaku di sumatera. Tidak diberlakukan oleh karena tidak memenuhi syarat sosiologis. Walaupun secara yuridis sah di buat oleh pembuat undang-undang pada waktu itu. Kalau menurut kelsen ini haruslah berlaku sebagai Hukum, kalaupun undang-undang Agraria ini di pakai di Sumatera, maka akan terjadi pemberontakan. Contoh lainnya yaitu di Bali hukum mengenai pembakaran janda. Apabila di India kita jumpai seorang suami yang meninggal maka sang istri turut menceburkan diri berjibaku melompat kedalam pembakaran mayat sang suami. Hal ini secara yuridis diterima oleh rakyat Karena sesuai dengan kepercayaan mereka. Juga secara yuridis dapat diterima, akan tetapi secara filosofis atau menurut perasaan keadilan pada umumnya tidak dapat diterima. Menurut kelsen suatu hukum harus dapat dikembalikan pada hukum yang lebih tinggi menurut perasaan wewenangnya. Demikian selanjutnya, sehingga kita jumpai Tingkatan Hukum. Misalnya: dari hukum yang rendah (peraturan kotapraja) terus meningkat pada hukum yang lebih tinggi (peraturan propinsi) dan terus sampai hukum yang menjadi dasar dari pada hukum yang berlaku yang disebut Grund Norm atau Norma Dasar Dari Segala Hukum yang Berlaku. 8

Tata Hukum menurut kelsen tidak terdiri dari hukum yang bersimpang siur, tapi ada sangkut pautnya, ada tingkatannya dan dapat di kembalikan dari yang rendah sampai yang tinggi. Hingga sampai pada Grund Norm tadi. Jadi dalam suatu Negara dasar tata hukum yang berlaku adalah undang-undang dasarnya. Kelsen mengatakan Negara sama dengan hukum. Karena Negara itu menurut kelsen merupakan penjelmaan dari Tata Hukum dan untuk Tata Hukum harus diadakan tingkatan hukum. Hukum yang lebih rendah dapat dikembalikan ke hukum yng lebih tinggi dan ke yang tertinggi sehingga dengan demikian kita menjumpai apa yang dinamakan Stufenbouw Des Recht. Sekarang kita lihat apakah faham kelsen iitu untuk 100% benar, bahwa negar itu sam dengan hukum. Dalam hal ini kita harus melihat faham dari seorang sarjana terkenal bernama Herman Heller, berpendapat bahwa apabila kita berpegangan pada ajaran Kelsen maka Ilmu Negara ini sebenarnya terlalu abstrak, tidak konkrit, seolah-olah tidak ada sangkut pautnya dengan Negara, sehingga Heller mengatakan bahwa paham Kelsen itu sebagai Ilmu Negara tanpa Negara atau bahasa Jermannya disebutkan dengan nama Staatslehre Ohne Staat. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua ketentuan undangundang itu terdapat pada undang-undang dasar. Ajaran Kelsen mendapat kritukan dari seorang sarjana yang bernama Nelson. Ia mengatakan bahwa ajaran hukum daripada Kelsen ini sebenarnya terlampau menyampinngkan keadilan sehingga kita jumpai Rechtslehre Ohne Recht. Akan tetapi bagaimanapun juga peninjauan yuridis dari Kelsen ini ada manfaatnya bagi kita dalam pembentukan Stufenbouw tadi. Penamaan dari ajaran ini sebenarnya bukan dari Kelsen sendiri, tetapi dari seorang sarjana yang bernama Adolf Merkel, yamg menamakan ajaran ini sebagai Stufenbouw des Recht. Seorang sarjana lain yang bernama Mr. Kisch mengemukakan Stufenbouw yang agak jelas. Menurut Kisch bahwa Stufenbouw itu ada tiga timgkat: o Yang tertinggi dinamakan Abstracte Norm. o Generale Norm atau Tussen Norm. o Concrete Norm atau Casus Norm. 1. Jadi norma yang konkret adalah norm yang ada dalam masyarakat, itu berdasarkan Tussen Norm! jadi segala hukum yang berlaku dalam masyarakat itulah yang merupakan norm. 2. Generale norm, yang terdapat kitab-kitab hukum, undang-undang dan lain-lain pelaksanaannya tidak persis seperti yang tertulis dalam undangundang itu. Misalnya dalam undang-undang ditentukan bahwa orang membunuh dihukum dengan 20 tahun, akan tetapi dalam pelaksanaannya hanya 18 tahun dan sebagainya. 3. Abstrak norm itulah yang menjadi tujuan hukum, yang menjadi asasasas hukum misalnya keadilan. Bagaimanakah kita dapat mencapai keadilan itu? Untuk ini kita harus khususkan dan kita harus melihat keadilan apa dulu. Dalam Hukum Pidana, yaitu: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam lapangan perdata yaitu ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil. Tingkatan ini lebih tegas dari pada yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.

Citra Hukum Kategori Hukum

TINGKATAN HUKUM MENURUT ADOLF MERKER 0100090000037800000002001c00000000000400000003010800050000000b0 200000000050000000c029404bd07040000002e0118001c000000fb02100007 Pengertian-pengertian Hukum 0000000000bc02000000000102022253797374656d0004bd07000066130f0a9 c5c110004ee833918e323000c020000040000002d0100000400000002010100 Tata Hukum 1c000000fb02c4ff0000000000009001000000000440001254696d6573204e65 7720526f6d616e0000000000000000000000000000000000040000002d01010 0050000000902000000020d000000320a360000000100040000000000bc0792 0420941b00040000002d010000030000000000 Jadi Tata Hukum itu harus ada pengertian-pengertian hukum dan pengertian-pengertian hukum ini dapat digolongkan pada yang lebih tinggi yaitu Kategori Hukum dan akhirnya sampai pada Cita Hukum. Jadi kita lihat bahwa Adolf Merkel memulai dari bawah sampai ke tingkat yang lebih tinggi lalu terus pada tingkatan yang tertinggi. Cara ini disebut Abstraksi atau Induktif yaitu dari suatu yang khusus lalu kita meningkat pada yang pokok. Dengan jalan Absrtaksi Adolf Merkel sampai pada cita hukum. Sekarang kita lihat apakah abstraksi ini? Abstraksi adalah cara berfikir secara yuridis yang kita harus ketahui! Radbruch, mengatakan bahwa tugas ahli hukum untuk bisa melaksanakan hukum harus dipergunakan 3 cara yaitu: o Interpretasi/ penafsiran, o Kontruksi, o Sistematik. o Mengenai macam-macam interpretasi ini akan kita dapat dalam pengantar Ilmu Hukum. o Konstruksi adalah suatu cara apabila Hukum itu hendak kita laksanakan pertama-tama kita harus pakai penafsiran, tapi mungkin penafsiran itu tidak cukup dan barulah kita laksanakan dengan konstruksi. Mengenai konstruksi ini ada dua cara: 1. Abstraksi, 2. Determinasi Abstraksi dapat kita rumuskan sebagai berikut: Melepaskan sifat-sifat yang khusus untuk bisa meningkatkan dari suatu yang khusus ke suatu yang umum. Misalnya jual beli, adalah sesuatu yang khusus; kemudian kita jumpai suatu cara yang lain yang juga khusus, misalnya melepaskan suatu barang dengan cara menghibahkan, menghadiahkan, mewariskan dan sebagainya, intinya sama antara jual beli dengan menghadiahkan dan lain-lain yaitu melepaskan suatu barang atau benda. Mengenai pengertianpengertian Hukum: untuk sampai keatas kita tidak cukup hanya dengan Abstraksi saja, kita harus kritis, serta analisis sehingga terdapat dua paham: paham tersebut adalah: 1. Monisme 2. Dualisme Scholten mengatakan, bahwa dengan cara abstraksi kita tak mungkin sampai kepada cita-cita Hukum, dengan hanya melihat kepada tata hukum saja tidak mungkin pula. Menurut scholten harus dengan cara dualistis. Jadi paham dari schilten dualistis. 10

Contoh: Di bawah sendiri manusia, lebih keatas lagi mungkin sejenis dengan kera dan diatasnya lagi mungkin adalah binatang menyusui. Dan yang lebih tinggi lagi apa? Yaitu makhluk hidup. Makhluk hidup bisa juga binatang, tapi bisa juga ampibi. Determinasi sebaliknya, memperoleh sifat-sifat yang khusus untuk bisa meningkat dari ketentuan yang umum kepada yang khusus. Jadi dalam Stufenbouw ini jelas kita lihat caranya adalah monisme, seperti juga kelsen hanya pangkal haluannyanya lain. Kelsen berpangkal pada Grundnorm. Kemudian sampai pada tata hukum. Merckel mulai dari tata hukum dan dengan abtraksilah kita sampai pada cita-cita hukum. Jadi kita kembali pada peninjauan Ilmu Negara, menurut kelsen ini yang terlalu abstrak, tidak melihat kenyataan dari Negara itu. Peninjauan Kelsen ini oleh Hermann Heller dikatakan sebagai Staatslehre Ohne Staat atau Ilmu Negara tanpa Negara. Hermann Heller menolak Ilmu Negara dari Kelsen dan ia mengemukakan ilmu Negara yang lain. Obyek Ilmu Negara Ilmu Negara menganggap Negara sebagai obey-obyek penyelidikannya antara lain meliputi pertumbuhan, sifat hakit dan bentuk-bentuk Negara. Hukum tata Negara juga mengganggap Negara sebagai obyeknya, terutama tentang hubungan antara alat-alat perlengkapan Negara. Pembahasan dalam ilmu Negara menitik beratkan pada hal-hal yang bersifat umum dengan menganggap Negara sebagai gema (bentuk umum) dan mengesampingkan/mengabaikan sifat-sifat khusus dari Negara. Perbedaan antara hukum tata Negara dengan ilmu Negara ialah ilmu Negara menyelidiki atau membahas negara dalam teori-teori yang umum dengan mengesampingkan sifat-sifat khusus dari setiap Negara-negara sedangkan hukum Tata Negara (positif) menyelidiki atau membahas suatu system Hukum Tata Negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris. Hukum Tata Negara Belanda, dan sebagainya. Jadi Hukum Tata Negara menguraikan pertumbuhan, perkembangan dan susunan suatu sistem alat-alat perlengkapan negara tertentu, sedangkan Ilmu Negara mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat menyeluruh yaitu berupa pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok (kranenburg mempergunakan istilah pengertian-pengertian umum dan sifat-sifat umum) dari Negara secara umum. Dengan demikian Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoretis kepada Hukum Tata Neagara positif. Dan Hukum Tata Negara merupakan kongkretisasi daripada teori-teori Ilmu Negara. Jika dikatakan Hukum Tata Negara lebih bersifat praktis maka Ilmu Negara lebih bersifat teoritis. Naka dengan demikian Ilmu Negara dianggap sebagai Ilmu pengantar untuk mempelajari Hukum Tata Negara.

11

Anda mungkin juga menyukai