Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Tidak bisa dipungkiri kualitas sumber daya manusia sangat mene ntukan keberhasilan pembangunan dan kemajuan sebuah bangsa. Pembangunan di Indon esia yang tengah berlangsung saat ini dihadapkan pada berbagai situasi global da n regional serta kondisi yang terjadi di tanah air baik secara politik, hukum, e konomi, sosial budaya dan lain-lain, termasuk adanya fenomena alam. Perkembangan global, regional dan nasional menunjukkan adanya kemajuan di bidang ilmu penget ahuan dan teknologi yang memberi manfaat sekaligus memberi dampak negatif. Fenom ena alam seperti kejadian gempa bumi dan tsunami, kekeringan dan kebakaran hutan merupakan bagian dari persoalan nasional yang memerlukan perhatian, khususnya y ang berkaitan dengan upaya penanggulangan dan pencegahannya. Pembangunan sumber daya manusia untuk mendukung upaya pembangunan nasional kini juga dihadapkan ber agam persoalan, seperti kondisi ekonomi nasional belum sepenuhnya pulih, daya be li masyarakat masih rendah, semakin bertambahnya angkatan kerja setiap tahun, ju mlah pengangguran cukup tinggi dan persaingan antar bangsa semakin ketat. Namun demikian, berdasarkan Index Pembangunan Masyarakat (HDI) dengan 3 indikator utam a (indikator kesehatan, tingkat pendidikan dan indikator ekonomi) menunjukkan ad anya kemajuan di bidang pembangunan nasional di kawasan Asia Tenggara. Data UNDP (2000) menunjukkan pencapaian pembangunan kesehatan tidak sama di semua negara. Nilai HDI sangat tinggi dicapai negara Singapura dan Brunei Darussalam. Indones ia mencapai nilai HDI medium bersama negara Malaysia, Thailand, Filipina, Sri La nka, Maldives, Myanmar, Chili dan India. Nilai HDI rendah diperoleh negara kambo ja, Laos, Bhutan, Nepal dan Bangladesh. B. Rumusan Masalah Terlihat bahwa pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia mela lui Departemen Pendidikan Nasional hingga saat masih memprioritaskan pada pendid ikan dasar dan menengah, misalnya kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah BOS lah Gratis dan Pendidikan Dasar Wajib 9 tahun. Pada pendidikan tinggi justru 1

, Seko

dirasakan semakin mahal dan mengarah pada komersialisasi pendidikan, baik pendid ikan tinggi negeri maupun swasta. Misalnya dengan kebijakan perubahan status beb erapa perguruan tinggi negeri, seperti UI, UGM, ITB dan lain-lain menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Sementara secara kualitas, di bandingkan dengan negar a-negara lain mutu pendidikan tinggi di Indonesia relatif masih di urutan bawah. Terlepas dari masalah tersebut, terdapat fenomena menarik dalam kurun waktu das awarsa terakhir ini, yaitu mengenai pendidikan tinggi, khususnya di bidang keseh atan. Sejarah perkembangan pendidikan di dunia kesehatan memang sejak awal didom inasi oleh upaya pengobatan sehingga banyak dikenal umumnya di bidang medis (ked okteran) dengan profesi-profesi medis dan paramedis, seperti dokter, perawat dan bidan. Sejalan dengan itu, banyak muncul pendidikan yang melahirkan profesi ter sebut. Di Indonesia cukup banyak di buka fakultas kedokteran di beberapa perguru an tinggi, akademi-akademi keperawatan dan kebidanan. Bidang kesehatan lain yang kemudian berkembang sangat pesat saat ini adalah bidang kesehatan masyarakat. P ada tahun 1996 hanya terdapat 5 perguruan tinggi negeri yang membuka fakultas ke sehatan masyarakat, yakni UI, UNAIR, UNDIP, USU dan UNHAS ditambah 2 perguruan t inggi swasta, yaitu perguruan tinggi Muhammadiyah di Aceh dan Jakarta. Dengan di gencarkannya paradigma baru pembangunan bidang kesehatan, yaitu paradigma sehat selanjutnya pada tahun 1997 hingga sekarang banyak sekali pendidikan tinggi kese hatan masyarakat dalam bentuk fakultas di bawah universitas maupun program studi di bawah fakultas ilmu-ilmu kesehatan, fakultas kesehatan masyarakat, fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan maupun sekolah-sekolah tinggi. Sejak tahun 2003 be rdiri Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTK MI) yang menghimpun berbagai pendidikan tinggi yang membuka program kesehatan ma syarakat dengan lulusan bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Data AIPTKM I (2005) memperlihatkan jumlah Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia sampai tahun 2005 melebihi 50 buah. Data kesehatan di Indonesia menunj ukkan adanya peningkatan angka harapan hidup (tahun 1990 = 64,3 tahun, pada tahu n 2000 mencapai 66 tahun), penurunan angka kematian bayi, penyakit endemis (caca r, polio, cacing dan lepra), munculnya kembali beberapa penyakit menular, penyak it infeksi akut dan kronis (HIV/AIDS, TB, Kanker, Diabetes, SARS, Flu Burung), k esenjangan cakupan imunisasi, gizi buruk, upaya-upaya Primary Health Care dan Mi llenium Development Index (perbaikan gizi, air bersih, 2

KIA, pemberantasan penyakit menular dan pencukupan obat esensial). Khusus di tem pat kerja atau industri muncul masalah-masalah kesehatan, diantaranya adalah seb agai dampak dari pemakaian bahan-bahan material berbahaya, proses produksi, limb ah dan sistem kerja atau lingkungan kerja yang tidak ergonomis selalu ada dalam bentuk gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja. Kita menghadapi tantangan pembangunan kesehatan berupa transisi demografi & epidemiologi, kecenderungan me ningkatnya penyakit degeneratif, penyakit pembuluh darah, penyakit jantung, peny akit akibat gizi yang kurang seimbang, masih kurangnya perilaku hidup sehat seba gian masyarakat, serta tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu , ancaman penyakit menular, HIV/AIDS serta dalam bentuk penyakit akibat kerja da n penyakit yang berhubungan dengan kerja/pekrjaan. Departemen Kesehatan telah me netapkan sasaran pembangunan kesehatan yang mencakup lingkungan sehat, perilaku sehat, pemberdayaan masyarakat, peningkatan upaya kesehatan, perbaikan gizi masy arakat, meningkatkan sumber daya kesehatan, pengawasan obat, makanan & bahan ber bahaya, peningkatan kebijakan & manajemen pembangunan kesehatan. Selain itu, Dep artemen Kesehatan secara khusus juga telah menetapkan upaya kesehatan di tempat kerja yang tercantum dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. C. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian di atas, tergambar adanya masalah-mas alah kesehatan yang ada saat ini dan upaya atau program pembangunan bidang keseh atan, khususnya di tempat kerja yang sedang dilakukan dan adanya kecenderungan p engembangan dengan pesat tenaga kesehatan, yaitu Sarjana Kesehatan Masyarakat. D alam tulisan ini diuraikan mengenai pentingnya pemberdayaan dan peran Sarjana Ke sehatan Masyarakat dalam upaya kesehatan, khususnya upaya kesehatan kerja. D. Tujuan Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan d an diharapkan bermanfaat bagi kita semua. BAB II 3

PEMBAHASAN A. Perkembangan Dan Kompetensi SKM Melihat perkembangan bidang keilmuan kesehata n masyarakat di Indonesia tidak terlepaskan dari sejarah berdirinya Fakultas Kes ehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI). Jurusan bagian kesehatan masya rakat Fakultas Kedokteran UI merupakan cikal bakal lahirnya FKM UI. Pada tanggal 1 juli 1965 di UI dibuka program pascasarjana berupa Master of Public Health de ngan lulusan bergelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Jadi, SKM pada saat itu meru pakan lulusan program pascasarjana atau setara dengan MPH (Master of Public Heal th) di luar negeri. Baru pada tahun 1972 berdiri FKM UI. Tahun 1985 dan tahun 19 90 diselenggarakan pertemuan antara UI, UNAIR, UNDIP, UNHAS dan USU membahas pen gembangan fakultas/keilmuan kesehatan masyarakat. Seperti digambarkan di awal ba hwa semenjak tahun 1996 sampai dengan tahun 2006 pendidikan tinggi yang mengelol a bidang kesehatan masyarakat sehingga meluluskan SKM mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Kita bisa melihat begitu marak bediri Sekolah Tinggi Ilmu Kesehat an (STIKes) di berbagai daerah. Secara keilmuan, bidang keilmuan kesehatan masya rakat merupakan bagian dari bidang ilmu kesehatan disamping kedokteran, kedokter an gigi dan keperawatan. Profesi dokter, dokter gigi ataupun perawat sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat luas. Sedangkan Sarjana Kesehatan Masyarakat sebag ian besar masyarakat umum belum mengenal peran dan kedudukannya dala upaya pemba ngunan bidang kesehatan. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa seorang SKM mempu nyai keterampilan medis (dalam pengobatan) seperti tenaga medis/paramedis lain, misalnya bisa menyuntik atau mengobati. Sebagian lain SKM hanya diidentikkan den gan tenaga penyuluh. Termasuk bagi para pengelola fasilitas kesehatan juga belum terlalu memberi tempat pada SKM sehingga rumah sakit-rumah sakit misalnya masih jarang merekrut tenaga SKM. Sejalan dengan upaya pemerintah dalam pembangunan k esehatan yang menekankan upaya-upaya promotif, protektif dan preventif di sampin g kuratif dan rehabilitatif, maka tenaga SKM semakin banyak menempati berbagai i nstitusi baik negeri maupun swasta dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan, seperti Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, LSM Kese hatan, 4

industri dan lain-lain. Struktur pendidikan bidang ilmu kesehatan masyarakat dap at dikategorikan menjadi 4, yaitu program doktor, program magister, program pend idikan sarjana kesehatan masyarakat dan program diploma (Husin, 2003). Konsep Pr ogram Pendidikan SKM telah memiliki arah pengembangan dan landasan akademik prof esional yang mencakup paradigma kesehatan masyarakat, misi kesehatan masyarakat, tujuan pendidikan SKM, orientasi pendidikan tinggi kesehatan masyarakat dan kel ompok ilmu dalam program SKM. SKM memiliki kemampuan profesional dan spesifik bi dang kesehatan masyarakat, yaitu: 1) Menetapkan diagnosis kesehatan masyarakat/k omunikasi yang intinya mengenali, merumuskan, dan menyusun prioritas masalah kes ehatan masyarakat. 2) Mengembangkan program penanganan masalah kesehatan masyara kat yang bersifat promotif dan preventif. 3) Bertindak sebagai manajer madya yan g dapat berfungsi sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti. 4) Melaku kan pendekatan masyarakat. 5) Bekerja dalam tim multidisipliner (Konsorsium ilmu Kesehatan, 1998). Di samping kemampuan di atas, SKM memiliki kompetensi/keduduk an berupa wawasan pembangunan yang luas, kemampuan kemitraan, kerja sama lintas sektor, advokasi promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, kepribadian kepemimp inan, sistematika berfikir baik, pemahaman paradigma sehat dengan segala implika sinya, community base oriented, kemampuan menunjang otonomi/desentralisasi, kemampuan menjadi gelandang upaya kesehatan, berdiri sama tinggi/duduk sama rendah dengan dokter, dokter gigi, perawat di Puskesmas dan kemampuan membawa program kesehata n yang dapat mengantar setiap penduduk ke sehat produktif. Seorang SKM juga diha rapkan aktif dalam gerakan menyehatkan masyarakat/bangsa, memberdayakan masyarak at/bangsa, membangun, menyebarluaskan serta memanfaatkan ilmu kesehatan masyarak at ( agent of formal knowledge ), membangun berbagai model, upaya atau gerakan pemberday aan masyarakat/pembangunan kesehatan masyarakat, menjadi pakar dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat dan tempat berbagai pihak/masyarakat bertanya/berkonsultas i (AIPTKMI, 2003). Masjkuri (2003) 5

mengelompokkan peran SKM menjadi 4, yaitu leader (baik dalam organisasi formal m aupun nonformal), ilmuwan (berfikir logis, curious, analits), agen pembaharu (ce pat tanggap dan proaktif terhadap permasalahan) dan sebagai pengelola program ti ngkat menengah (middle level manager). Ditambahkan mengenai kompetensi SKM yang dibutuhkann adalah kemampuan untuk memantau status kesehatan untuk mengidentifik asi masalah yang ada di masyarakat, kemampuan untuk menetukan diagnosis dan meny elidiki health hazard dan health risk di masyarakat, kemampuan untuk menyampaika n isu kesehatan, mendidik dan memberdayakan masyarakat untuk mengatasinya, kemam puan untuk membangun kemitraan dan menggerakkan masyarakat untuk mengatasi masal ah kesehatan, kemampuan untuk mengembangkan kebijakan dan rencana yang mendukung upaya kesehatan dan kemampuan untuk menjaga diberlakukannya peraturan dan perun dangan yang melindungi kesehatan. Selain kompetensi yang bersifat generalis, SKM sesuai dengan tuntutan pengguna atau pasar juga berkembang kearah adanya sebuah khususan atau peminatan. sesuai dengan fragmentasi ilmu kesehatan masyarakat ya ng meliputi 7 bidang (Husin, 2003), maka umumnya dapat dikembangkan pula 7 pemin atan di bidang kesehatan masyarakat, yaitu epidemiologi, biostatistika, pendidik an kesehatan, kesehatan lingkungan, gizi kesehatan masyarakat, administrasi dan kebijakan kesehatan, kesehatan kerja. Dari 7 bidang peminatan yang ada, peminata n kesehatan kerja (biasanya ditambahkan dengan keselamatan karena sangat terkait sehingga menjadi kesehatan dan keselamatan kerja, disingkat K3) saat ini dirasa kan mengalami perkembangan pesat dikarenakan K3 merupakan salah satu aspek penti ng dalam mendukung keberlangsungan proses produksi, sebagai tuntutan pasar dan b erkembangnya industrialisasi. Peluang pasar kerja da peminat K3 juga cenderung l ebih banyak. Kondisi ini sangat strategis untuk melihat peran SKM dalam upaya ke sehatan kerja. SKM peminatan K3 memiliki kemampuan profesional untuk mengidentif kasi dan memecahkan masalah kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan dan kesela matan kerja, menganalisa permasalahan K3, melakukan fasilitasi dan mengembangkan program-program K3. Kompetensi SKM peminatan K3 yang diharapkan adalah memiliki pola pikir integratif, dapat menguasai dan mengembangkan konsep-konsep dasar se rta pengetahuan praktis bidang K3 dan dapat mengembangkan budaya K3 di tempat ke rja dengan pendekatan nilai budaya, humanisme dan psikososial serta diarahkan un tuk menuju berbagai profesi, misalnya sebagai safety/health specialist, 6

konsultan, auditor dan profesi lain di bidang K3. Dilihat dari isi mata ajaran, kompetensi SKM peminatan K3 mencakup: 1. Mampu memahami konsep umum, peran, fung si, strategi sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja secara integrative . 2. Memiliki wawasan dan pemahaman mengenai pendekatan perilaku organisasi dala m konteks keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Mampu memahami peran sentral promo si kesehatan pekerja dalam pelayanan kesehatan kerja untuk optimalisasi kesehata n pekerja, kapasitas kerja dan kualitas kehidupan. 4. Memahami prinsip dasar pen gukuran kinerja keselamatan dan kesehatan kerja. 5. Memahami esensi dasar keilmu an keselamatan dan kesehatan kerja guna pengembangan secara aplikatif. 6. Mampu memahami sumber-sumber, bentuk dan sifat hasil dari lingkungan kerja, metoda-met oda sampling, nilai ambang batas, manajemen industri dan toksikologi pengendalia n di lingkungan kerja. 7. Mampu memahami tentang prinsip-prinsip, teknik dan pen erapan unsur-unsur manajemen risiko dan pencegahan kerugian di industri, identif ikasi bahaya, analisis probabilitas, penakaran risiko, kriteria risiko, pengenda lian risiko dan manajemen risiko. 8. Mampu memahami tentang keterkaitan antara p sikologi dengan kesehatan pekerja, dasar-dasar psikologi industri, dan teknik da sar perubahan perilaku pekerja di dalam industri (tempat kerja). 9. Mampu memaha mi definisi, teori terjadinya kebakaran, (fire chearn, fire chenitry, ignition, flame spread, fire hazard. Pemodelan ledakan dan kebakaran untuk ruang terbuka d an tertutup, metoda identifikasi kebakaran, rekayasa pengendalian kebakaran anal isis risiko. 10. Mampu memahami mengenai ruang lingkup sistem pengelolaan kesela matan dan kesehatan kerja, elemen-elemen pengelolaan kesehatan dan keselamatan k erja, metoda implementasi audit. 7

11. Mampu memahami mengenai ruang lingkup sistem manajemen kesehatan dan keselam atan kerja. Dibahas elemen-elemen manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, jug a metoda implementasi audit. 12. Mampu memahami mengenai upaya penyerasian peker jaan/kondisi kerja terhadap pekerja, prinsip-prinsip dasar ergonomi dan aplikasi nya bagi keselamatan dan keseahatan kerja. 13. Mampu memahami mengenai pengertia n hukum dan perundang-undangan, proses pembuatan dan penerapan. Dibahas juga lat ar belakang serta berbagai hambatan penerapan hukum dan perundang-undangan keseh atan kerja. 14. Mampu memahami mengenai prinsip-prinsip dan metoda penelitian ma salah kesehatan kerja dengan pendekatan epidemiologi. Hubungan pekerjaan dan kes ehatan, persyaratan, pengukuran, disain studi serta berbagai persyaratanmetodolo gi. Mampu memahami tentang konsep, metoda dan program analisis risiko keselamata n kerja, analisis pemaparan yang merupakan bagian dari analisis risiko kesehatan kerja. 15. Mampu memahami dan melakukan studi di industri/institusi/rumah sakit dan LSM, untuk mendapatkan gambaran/implementasi program keselamatan dam keseha tan kerja di industri/institusi, baik dalam aspek organisasi manajemen maupun da lam perencanaan, implementasi, evaluasi dan monitoring. B. Upaya Kesehatan Kerja ILO dan WHO (1995) menyatakan Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental dan sosial y ang setinggitingginya bagi pekerja disemua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehat an; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau j abatannya. Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus utama Kesehatan Kerja, yaitu : 8

1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas kerja. 2) Perbai kan lingkungan kerja dan pekerjaan yang mendukung keselamatan dan kesehatan. 3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya kerja kearah yang mendukung kesehatan d an keselamatan di tempat kerja, juga meningkatkan suasana sosial yang positif da n operasi yang lancar serta meningkatkan produktivitas perusahaan. Departemen Ke sehatan telah menetapkan upaya khusus kesehatan kerja sebagai bagian dari pemban gunan bidang kesehatan yang sejak tahun 1998 dicanangkan dengan paradigma sehat. Pencanangan paradigma sehat ini sejalan dengan pembangunan berwawasan lingkunga n serta pengembangan tenaga kesehatan Sarjana Kesehatan Masyarakat. Bidang keseh atan kerja mempunyai implikasi luas baik secara mikro maupun makro. Potensi munc ulnya berbagai penyakit akibat kerja yang daiami pekerja akan merugikan perusaha an dari segi biaya kesehatan, absen kerja yang pada ujungnya mengganggu produkti vitas kerja. Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan risiko ba haya di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman dalam bekerja. Dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 pasal 23 dinyatakan bahwa kesehatan kerja disele nggarakan agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang o ptimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja. Dalam Permenaker No. 3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok kesehatan kerja antara lain : 1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja. 2. Pembinaan dan p engawasan terhadap lingkungan kerja. 3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sa nitasi. 4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan kerja. 5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindun g diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja. 9

6. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus. 7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap pe rmasalahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja. 8. Pembinaan dan penga wasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja. 9. Pembinaan dan pengawa san terhadap lingkungan kerja. 10. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitas i. 11. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan kesehatan kerja. 12. Memberikan nas ehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung d iri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja. 13. M emberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja kepada pengurus. 14. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi terkait terhadap perma salahan yang berhubungan dengan aspek kesehatan kerja. Pada beberapa sektor indu stri formal berskala menengah dan besar pada umumnya pelaksanaan kesehatan kerja sudah cukup baik yang dilakukan secara terintegrasi dalam suatu kesisteman yang dikenal dengan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). Untuk u saha-usaha informal dan indsutri-industri kecil, Departemen Kesehatan maupun Dep artemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sudah melakukan upaya kesehatan kerja, mis alnya dalam bentuk pembinaan dan pelatihan-pelatihan serta penyusunan berbagai p edoman pelaksanaan kesehatan kerja. Namun, diakui upaya yang telah dilakukan bel um bisa menyentuh/menjangkau seluruh usaha informal dan industri kecil yang juml ahnya cukup besar. Selain adanya persoalan keterbatasan sumber daya manusia atau petugas dan kesadaran para pengelola usaha dalam memperhatikan kesehatan kerja. 10

C. Peran SKM Dalam Kesehatan Kerja Peran SKM dalam berbagai bentuk upaya kesehat an masyarakat, diantaranya adalah sebagai pelaksana lapangan, pendidikan, penyul uhan kesehatan masyarakat, pembangunan model, pengelolaan kesehatan masyarakat, pengelola dan pengendali upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan kerja sebag ai bagian dari upaya kesehatan masyarakat seperti diuraikan di atas dapat dilaku kan melalui berbagai upaya atau program-program. Untuk melaksanakan upaya terseb ut dibutuhkan sejumlah profesi, seperti dokter, perawat, ahli higiene kerja, ahl i toksikologi, ahli ergonomi, ahli epidemiologi dan ahli keselamatan (Harrington & Gill, 2005). SKM peminatan K3 khususnya dapat diberdayakan dan dikembangkan u ntuk menempati profesi seperti ahli higiene kerja, ergonomi dan ahli keselamatan . Dilihat dari tugas pokok kesehatan kerja dan bentuk pengendalian bahaya keseha tan, tenaga SKM mempunyai kompetensi yang sangat sesuai karena tenaga SKM diranc ang untuk melakukan tugas pokok atau upayaupaya yang bersifat promosi, perlindun gan dan pencegahan. Selain itu kemampuan sebagai leader, pengelola program dihar apkan akan lebih mengoptimalkan upaya kesehatan kerja. Jumlah institusi pendidik an tinggi yang menghasilkan SKM saat ini sangat banyak. Potensi ini akan sangat berarti ketika kita melihat kenyataan bahwa di Indonesia jumlah angkatan kerja a dalah terbesar nomor 4 di dunia, yaitu berjumlah sekitar 152 juta jiwa (Survey B PS 2003, untuk penduduk di atas 15 tahun) dan jumlah industri yang cukup besar s ekitar 102.000 perusahaan. Selain di perusahaan, SKM dengan kompetensi bidang K3 juga diperlukan di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menjalank an fungsinya membuat regulasi, melakukan supervisi, bimbingan dan evaluasi. Dala m rangka pemberdayaan masyarakat bidang K3, SKM juga dapat memainkan peran di LS M-LSM bidang kesehatan yang tentunya dapat membuat program intervensi kesehatan di tempat kerja. Hal penting untuk dicatat adalah pentingnya pemberdayaan potens i tenaga SKM sesuai kompetensinya untuk dapat menjadi pelaksana upaya kesehatan kerja baik bekerja langsung di perusahaan, ditempatkan di instansi pemerintah ma upun bergerak melaui LSM-LSM. Kebijakan kesehatan kerja yang telah dikeluarkan p emerintah harus didukung oleh jejaring terkait. Disamping pemerintah itu sendiri , juga oleh para pengusaha atau pelaku usaha dan para 11

pekerja. Kebutuhan SDM bidang kesehatan kerja selain tenaga medis dan paramedis, seperti dokter dan perawat juga sangat dibutuhkan tenaga-tenaga yang mampu mela kukan upaya-upaya kesehatan kerja yang lebih bersifat peningkatan, perlindungan dan pencegahan, yaitu tenaga ini adalah SKM. Perkembangan pembangunan nasional b angsa Indonesia sekarang ini dihadapkan pada era otonomi dan desentralisasi. Titik berat yang menjadi perhati an baik masyarakat maupun pemerintah adalah bidang pendidikan dan kesehatan. Era globalisasi saat ini juga menuntut adanya kompetensi tenaga kerja dan pentingny a standarisasi serta sertifikasi. Trend fenomena ini sangat relevan dengan pemik iran dan implementasi peran SKM dalam upaya kesehatan kerja. Dapat digarisbawahi di sini mengenai peran SKM dalam upaya kesehatan kerja, kita dapat melihatnya d ari titik temu antara kompetensi yang dimiliki SKM khususnya peminatan K3 dengan tujuan dan tugas pokok kesehatan kerja dan standar upaya kesehatan kerja yang b iasa diterapkan di tempat kerja dalam bentuk Sistem Manajemen Kesehatan dan Kese lamatan Kerja. Kompetensi SKM sangat sesuai sebagai bagian dari profesi lain dal am upaya kesehatan kerja, yaitu sebagai pengelola program dan dapat melakukan fu ngsinya untuk melakukan/ mengkoordinasikan langkah-langkah identifikasi potensi bahaya kesehatan, penilaian bahaya kesehatan dan pengendalian melalui berbagai p rogram, pembinaan, pengawasan serta pendidikan dan pelatihan. 12

BAB III PENUTUP Kesimpulan dan Saran Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan akan arti pent inya tenaga SKM sesuai dengan kompetensinya sebagai sember daya handal dalam upa ya kesehatan kerja. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama lintas sektor al, khususnya dunia pendidikan, pelaku usaha, pemerintah dan para pekerja. Denga n demikian upaya kesehatan kerja menjadi penting sehingga produktivitas kerja me ningkat, kesehatan pekerja terlindungi dan pada gilirannya kesejahteraan masyara kat meningkat dan bangsa Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan. 13

DAFTAR PUSTAKA 1. Asosiasi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2003. La poran Rapat Kerja I. 2. Harrington, JM, Gill, FS, 2005. Buku Saku Kesehatan Kerj a. Alih Bahasa Sudjoko Kuswadji. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Husin, Ma rifin, 2 003. Peran dan Tanggungjawab Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat da lam Upaya Pembangunan Kesehatan MasyarakatBangsa. Konsorsium Ilmu Kesehatan Indo nesia. 4. Rahmat, Hapsara Habib, 2003. Situasi Kesehatan Global dan Regional ser ta Implikasinya terhadap Kurikulum Pendidikan Kesehatan Masyarakat. Makalah Loka karya Akademik Fikes Uhamka. 14

Anda mungkin juga menyukai