Anda di halaman 1dari 16

Analisis gas darah 1.

ASIDOSISRESPIRATORIK PHturunPCO2naik Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam. Penyebab : Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat.Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti: Emfisema Bronkitis kronis Pneumonia berat Edema pulmoner Asma Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan.seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan 2.ASIDOSISMETABOLIK PHturunHCO3turun Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma. Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3 kelompok utama: Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol (alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirin pun dapat menyebabkan asidosis metabolik. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah satu diantaranyaadalahdiabetesmelitustipeI. Jika diabetes tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat dibentuk dari metabolisme gula. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normalpun bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam. Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal) Ketoasidosis diabetikum Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat) Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol, paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran pencernaan karena diare, ileostomi atau kolostomi 3.ALKALIOSISRESPIRATORIK PHnaikPCO2turun Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah. Penyebab :

Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis respiratorik adalah: rasa nyeri sirosis hati kadar oksigen darah yang rendah demam overdosisaspirin. Pengobatan : Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar karbondioksida setelah penderita menghirup kembali karbondioksida yang dihembuskannya. Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik, sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan serangan alkalosis respiratorik.

4.ALKALIOSISMETABOLIK PHnaikHCO3naik Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat. Penyebab :Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak asam.Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan perut). Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahanbahansepertisodabikarbonat. Selain itu alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam basa darah.Penyebab utama akalosis metabolik: 1.Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat) 2. Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung 3. Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau akibat penggunaan kortikosteroid).

1. pCO2 PCO2merupakan ukuran tekanan parsial CO2dalam darah. PCO2menunjukkankondisi ventilasi. Semakin cepat dan dalam klien bernapas, semakin banyak CO2 yang dikeluarkan dan PCO2 pun akan turun. PCO2 dalam darah dan CSF rupakan stimulusutama bagi pusat pernapasan di otak. Apabila PCO2 naik, maka pernapasan akanterstimulasi. Jika PCO2naik terlalu tinggi dan paruparu tidak dapat mengkompensasinya, maka akan terjadi koma. Nilai normal PCO2 dalam arteri adalah35-45 mmHg, sedangkan dalam vena adalah 40-50 mmHg.

2. pO2 Tekanan parsial oksigen, PO2, secara tidak langsung menunjukkan nilai O2dalamdarah. PO2menunjukkan tekanan oksigne yang larut dalam plasma. PO2jugamerupakana salah satu indicator untuk mengetahui keefektifan terapi oksigen.

3. pH pH merupakan logaritma negative dari kosentrasi ion hydrogen di dalam darah. pH secara terbalik menunjukkan konsentrasi ion hydrogen. Oleh karena itu, ketikakonsentrasi ion hydrogen menurun, pH akan naik, begitu pula sebaliknya. pH normal pada darah arteri orang dewasa adalah 7,35 sampai 7,45. Dan 7,31 hingga 7,41 pada vena

4. SO2

aturasi oksigen (SaO2), adalah presentasi ikatan hemoglobin (Hb) denganoksigen. Pada lansia nilai SaO2ialah 95%. Sedangkan pada orang dewasa 95% sampai100%. Berikut merupakan nilai normal untuk analisa gas darah arteri dan nilai abnormaldalam gangguan keseimbangan asam-basa yang tidak terkompensasi

5. HCO3 HCO3-(asam bikarbonat). HCO3-dalahukuran dari komponen metabolic dari keseimbangan asam-basa dan diatur oleh ginjal.Dalam ketoasidosis diabetic, HCO3-menurun karena digunakan untuk menetralisir asam-asam diabetic dalam plasma. Nilai normal dari HCO3-dalam darah adalah 21-28mEq/L.

DIABETES MELITUS Pendahuluan Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. 1,2 DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai. 3 Penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease).1,2,3 Prevalensi DM sulit ditentukan karena standar penetapan diagnosisnya berbeda-beda. Berdasarkan kriteria American Diabetes Association (ADA), sekitar 10,2 juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang tidak terdiagnosis sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia >15 tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar 6,1%.4 Pemeriksaan laboratorium bagi penderita DM diperlukan untuk menegakkan diagnosis serta memonitor Tx dan timbulnya komplikasi spesifik akibat penyakit. Dengan demikian, perkembangan penyakit bisa dimonitor dan dapat mencegah komplikasi.1,5,6 Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui jenis pemeriksaan pada penderita DM. Klasifikasi dan Patogenesis Diabetes Melitus DM adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah. 1,2,3 Menurut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjuran ADA 1997, DM bisa diklasifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.2,3,4 Diabetes Tipe 1 DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel b pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa.2,3 Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria untuk klasifikasi. 2 Diabetes Tipe 2 DM tipe 2 merupakan 90% dari kaaus DM yang dulu dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan perifer ( insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasiinsulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin relatif.2,3 Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini, yang umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.2 DM Dalam Kehamilan DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil gagal mempertahankaneuglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang. 2 Diabetes Tipe Lain Subkelas DM di mana individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushings, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik (Downs, Klinefelters).2 Pemeriksaan Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/ post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).1,2,3,4,5,7 Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadapglutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk

memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul. 2 Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi Cpeptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.2 Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6--12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15--20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.2,3,4 Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu. 2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM. Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.1,2,8,9 Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.2,8 Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) 3,4,7 Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.1,7 Pemeriksaan HbA1C HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.1,2,10,11 Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.2,10 Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi. 10 Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini. 2 Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2 Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC. 2,10 Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi nonglycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.10 Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi 2,3,4,5,7,10,11 Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.4 Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.2,3,4,6,7 Pemeriksaan Mikroalbuminuria Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan).1,2,3,4,5,6,7,12,13,1,15,16 Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.4

Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.15 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (20--200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.17 Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria.4,5,7,18 Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).21 Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM.3 Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA ( Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain. Kesimpulan DM adalah kelainan metabolisme karbohidrat yang merupakan kelainan endokrin terbanyak.. Di Indonesia, prevalensi DM sebesar 1,5--2,3% penduduk usia > 15 tahun, bahkan di Manado didapatkan prevalensi DM sebesar 6,1%. Penderita DM mempunyai risiko komplikasi yang spesifik, yaitu retinopati, gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis, stroke, gangren, ataupun penyakit arteria koronaria. Pemeriksaan laboratorium DM: menegakkan Dx serta memonitor Tx dan timbulnya komplikasi. Pemeriksaan Dx: kadar gula darah puasa dan 2 jam PP, TTGO (lihat konsensus PERKENI 1998 ). Pemeriksaan monitor Tx: kadar glukosa puasa, 2 jam PP dan HbA1C, serta urinalisa rutin. Pemeriksaan yang mendeteksi kelainan nefropati dini: mikroalbuminuria (masih reversibel), dan yang rutin adalah serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis: profil lipid (kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol/LDL-C, high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum), serta mikroalbuminuria. Pemeriksaan adanya komplikasi lain: darah dan urinalisa rutin (adanya infeksi), kultur urine maupun darah, elektrolit serta analisa gas darah, keton /aceton urine, asam laktat darah, insulin darah, dan lain-lain. Gagal Ginjal Hubungan ginjal dan sirkulasi Salah satu hasil metabolisme yang akan dibuang oleh ginjal yaitu ureum dan kreatinin adalah sebagai indikator derajat kesehatan pada ginjal Dan apabila keduanya meningkat, hal ini menunjukkan fungsi ginjal tidak baik Jika jika tekanan darah meningkat, maka filtrasi meningkat, sehinga kencing meningkat/ poliuria Jika ekanan darah menurun, maka filtrasi menurun sehingga kencing sedikit/ poli uria sampai anuria Syok yang terjadi sebagian besar karena sistem hypovolemik, mengakibatkan tekana darah menurun. Apabila kondisi ini berlangsung lama, maka mengakibatkan kerusakan ginjal yang disebut gagal ginjal. Jika mendadak disebut Gagal ginjal akut, jika menetap dsb kronik dan terminal dsb gagal ginjal terminal artinya ginjal tidak bisa lagi mengukur homeostasis. Gagal Ginjal Akut (GGA) Adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah. Gagal ginjal akut dibedakan menjadi GGA prarenal, GGA renal, GGA pasca renal. GGA prarenal Disebabkan karena gangguan diluar renal, biasanya karena syok hypovolemik, misalnya terjadi pada: Dehidrasi berat dapat menyebabkan GGA dan diare, jika tidak segera diatasi diare akan sembuh teapi ginjal menjadi rusak Perdarahan: darah yang keluar banyak mengakibatkan volume darah menurun, sehingga terjadi syok akibatnya terjadi GGA Gagal jantung: jantung tidak dapat memenuhi kebutuhan aliran darah sehingga darah yang mengalir ke ginjal sedikit Sepsis yang menyebabkan shock

GGA renal Disebabkan akibat kerusakan dalam ginjal itu sendiri, misalnya myelonephritis, glomerulonephritis, intoksikasi, penyakit lupus. GGA pasca renal Misalnya obstruksi saluran kemih, tumor, batu saluran kemih. Gejala GGA Badan lemah, sakit kepala, sesak napas (kusmaul), pucat, edema, produksi urin kurang, haematuria, kejang Selain itu gejala penyakit yang dapat mengakibatkan GGA yaitu syock dan infeksi saluran kemih (ISK) Selain tanda tanda diatas, pemeriksaan Ht sangat serat hubungannya dengan ginjal Tanda-tanda overload volume darah: edema paru, gagal jantung, perdarahan saluran pencernaan, penurunan keasadaran Pemeriksaan penunjang Urin: proteinuria, haematuria, leukosituria Darah: anemia, trombositopenia, kadar ureum & kreatinin meningkat karena tidak dapat dibuang, asido sis metabolik Gagal Ginjal Kronik (GGK) Terjadi penurunan fungsi ginjal sehingga kadar kreatinin serum lebih dari 2 kali nilai normal, minimal lamanya 3 bulan Gagal Ginjal Terminal (GGT) Suatu keadaan kadar kreatinin serum melebihi 4 kali nilai normal, minimal selama 2 bulan Keadaan penderita hidup tanpa tempat pengganti ginjal Gejala klinis: adanya riwayat penyakit ginjal, infeksi saluran kemih Gejala tidak spesifik: sakit kepala, lelah, letargi, gangguan pertumbuhan, anorexia, muntah, jumlah urin berkurang, edema Pada anak tampak pucat, lemah, gangguan kesadaran, Tekanan darah meningkat, nafas cepat, edema Dalam jangka panjang dapat terjadi gangguan pertumbuhan, gangguan perdarahan, dan gangguan jantung Kadar ureum dan kreatinin 2 x nilai normal Pada urin terjadi haematuria, proteinuria, leukosit + Ureum dan Kreatinin taken from : http://ekkyfajarfranasaputra.wordpress.com/ Muncul keinginan untuk posting berkaitan dengan ureum dan kreatinin karena terdapat seorang pasien saya di tempat praktek dengan kadar ureum dan kreatinin yang diatas normal, tetapi pada hasil pemeriksaan USG ginjal tidak tampak gangguan yang berarti. Awal pasien itu masuk adalah menderita Hipetensi, tapi setelah ,melihat hasil pemeriksaan laboratoriumnya yang memberikan nilai ureum dan kreatinin yang tinggi, muncul fikiran, apakah pasien ini menderita gangguan ginjal atau tidak. 1. PENGERTIAN Beberapa pengertian tentang ureum dan kreatinin: Ureum adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindah amonianya di dalam hati dan mencapai ginjal, dan diekskresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 20 mg 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. (http://kus-pratiknyo.blogspot.com/2009/10/sistema-urinaria.html ) Kreatinin merupakan produk sisa dari perombakan kreatin fosfat yang terjadi di otot. Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal. Kadar kreatinin pada pria max 1,6 kalau sudah melebihi 1,7 harus hati-hati. Jangan-jangan nanti memerlukan cuci darah http://id.wikipedia.org/wiki/Kreatinin Kreatinin: hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot. Kreatinin adalah produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin (kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal. Pada pria, normalnya 0,6 1,2 mg/dl. Di atas rentang itu salah satunya mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal. Tetapi kami rasa angka 1,3 mg/dl masih tergolong normal, walaupun Anda sebaiknya mulai waspada. http://mediasehat.com/tanyajawab499 2. BATAS NORMAL Batas normal ureum : 20 40 mg/dl Batas normal kreatinin : 0,5 1,5 mg/dl http://tanyuri.wordpress.com/2008/12/09/cerita-dari-setetes-darah/ 3. TUJUAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dapat menjadi acuan untuk mengetahui adanya Gagal ginjal akut (GGA) yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) kecepatan penyaringan ginjal, disertai dengan penumpukan sisa metabolisme ginjal (ureum dan kreatinin). http://www.klikdokter.com/illness/detail/151 Penyakit Gagal Ginjal: Penyebab dan Gejalanya <!murtaqicomunity> Ginjal merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi fital bagi manusia. Gijal merupakan organ ekskresi yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya

bersama dengan air dalam bentuk urin. Pada manusia normal, terdapat sepasang ginjal yang terletak dibelakang perut, atau abdomen. Ginjal tersebut terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran 11 cm dan ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc fitrat glomerular per menitnya. Laju glomerular inilah yang sering dipakai untuk melakukan tes terhdap fungsi ginjal. Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. Penyebab Gagal Ginjal Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang di dedrita oleh tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya : Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension) Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus) Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor, penyempitan/striktur) Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik Menderita penyakit kanker (cancer) Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease) Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis. Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah: Kehilangan carian banyak yang mendadak (muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan Amiloidosis. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya. Dalam dunia kedokteran dikenal dua macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik. Tanda dan Gejala Penyakit Gagal Ginjal Adapun tanda dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing merah/darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah/Eritrosit, Sel Darah Putih/Lekosit, Bakteri. Sedangkan tanda dan gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara lain: Lemas, tidak ada tenaga, nafsu makan kurang, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal, sesak napas, pucat/anemi. Segera priksakan diri ke dokter apabila menemui gejala-gejala yang mengarah pada kelainan fungsi ginjal. Penanganan yang cepat dan tepat adakn memperkecil resiko terkena penyakit ginjal tersebut. a. Urin Warna : secara ubnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen, warna urin kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin Volume urin: biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam bahkan tidak ada urin (anuria) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat Osmolatas : kurang dari 350 m0sm/ kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan resiko urin / serum sering 1:1 Protein: derajat tinggi proteinuria (3-41) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada Klirens kreatinin: mungkin agak menurun Natrium : lebih besar dari 40 mEg / l karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium b. Darah HT: menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 -8 gr/ dl BUN/ kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/ dl diduga tahap akhir SDM: menurun difersiensi, eritopoitin GDA: asidosis metabolic, ph kurang dari 7,2 Protrein (albumin:) menurun Natrium serum: rendah Kalium : meningkat Magnesium : meningkat Kalsium: menurun c. Osmolalitas Serum lebih dari 285 mOsm/ kg d. Pelogram Letrograd Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter e. Ultrasonografi ginjal Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa kista obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas f. Endoskopi ginjal, nefroskopi

Untuk menentukan pulvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkutan tumor selektif g. Anteriogram ginjal Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstra vaskuler masa h. EKG Ketidak seimbangan elektrolit dan asam basa Seseorang yang memiliki penyakit ginjal kronik, dapat memiliki stadium yang be rbeda. Klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju fltrasi glomerulus. Stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah, ujar Endang . Pembagian klasifikasi adalah sebagai berikut : Pasien yang memiliki GFR >90, tetapi memiliki fungsi ginjal yang normal, namun berada pada stadium dengan risiko meningkat. Sedangkan GFR>90 namun terdapat kerusakan ginjal atau proteinuria, fungsi ginjal memang masih normal, tapi penyakit ginjal kronik sudah berada pada stadium 1. GFR dengan nilai 60-89, fungsi ginjal akan mengalami penurunan ringan dan penyakit berada pada stadium 2. Sedangkan stadium 3, jika GFR berada pada nilai 30-59 dan fungsi ginjal mengalami penurunan sedang. Stadium 4, ginjal mengalami penurunan berat dengan nilai GFR 15-29. Dan pasien dinyatakan gagal ginjal terminal jika GFR kurang dari 15. (Gambar 1) Gambar 1. NIlai GFR dan klasifikasi stadium penyakit ginjal kronik Sumber : www.kidney.org Endang mengatakan, Nilai GFR merupakan parameter terbaik ukuran fungsi ginjal. Nilai ini dihitung dengan rumus CockcroftGault atau MDRD (modification of diet in renal disease) sebagai berikut : (140-Umur) x Berat Badan Cockcroft-Gault : Klirens Kreatinin = ------------------------------- x (0,85, jika wanita) (ml/menit) 72 x Kreatinin Serum MDRD : Laju Filtrasi Glomerulus = 186 x (Kreatinin Serum) -1,154 x (Umur) -0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210, jika kulit hitam)

Jalan Panjang Penyakit Ginjal Perjalanan penyakit ginjal kronik biasanya perlahan dan tidak dirasakan oleh pasien. Pada sebagian besar pasien, diagnosis ditegakkan berdasarkan pengkajian klinik yang lengkap dengan memperhatikan faktor etiologi. Klasifikasi diagnosis dapat dilihat pada table 1. Biopsi ginjal dilakukan pada pasien yang diagnosisnya hanya dapat ditegakkan dengan biopsi ginjal, atau jika h asil biopsi tersebut akan merubah baik pengobatan maupun prognosis, ujar Endang. Penyakit Penyakit Ginjal Diabetik Penyakit Ginjal Non-diabetik Tipe Utama (Contoh) Diabetes Type 1 dan 2 -Penyakit Glomeruler (penyakit otoimun, infeksi sistemik, neoplasia) -Penyakit Vaskuler (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati) -Penyakit Tubulointerstisial (infeksi saluran kemih, batu, obstruksi, toksisitas obat) -Penyakit Kistik (Penyakit Ginjal Polikistik) Rejeksi Kronik, Toksisitas Obat, Penyakit Rekuren, Glomerulopati Transplan

Penyakit Ginjal Transplant

Anamnesis yang teliti sangat membantu dalam upaya menegakkan diagnosis yang tepat. Di samping itu, pengkajian klinik juga sangat bergantung pada hasil pemeriksaan penunjang. Maka, Endang pun menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti kadar kreatinin serum untuk menghitung laju filtrasi glomerulus, rasio protein, atau albumin terhadap kreatinin dalam urin. Urin yang digunakan sebaiknya urin pertama pagi hari atau urin sewaktu pemeriksaan sediment urin atau dipstickuntuk melihat adanya sel darah merah dan putih. Sleian itu, pemeriksaan pencitraan ginjal seperti ultrasonografi, dan pemeriksaan kadar elektrolit serum yaitu natrium, kalium, klorida, dan bikarbonat juga perlu dilakukan. Selain menetapkan diagnosis, Endang menyatakan perlunya penilaian adanya penyakit penyerta, derajat penyakit dengan menilai fungsi ginjal, komplikasi dan risiko penurunan fungsi ginjal serta risiko penyakit kardiovaskular.

Maka, pengelolaan penyakit ginjal kronik juga harus meliputi terapi terhadap penyakit penyebab, pengobatan penyakit penyerta, upaya penghambatan penurunan fungsi ginjal, pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler, pencegahan dan pengobatan komplikasi yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal, serta persiapan mengahadapi gagal ginjal. JANTUNG

Faktor predisposisi adalah faktor yang memperbesar risiko terjadinya PJK. Faktor-faktor predisposisi yaitu obesitas dengan indeks massa tubuh (IMT) > 25 kg/m, obesitas abdominal (lingkar pinggang > 94 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk perempuan; waist hip ratio > 0,9 untuk laki-laki dan > 0,8 untuk perempuan), aktivitas fisik kurang, riwayat keluarga dengan PJK pada usia muda (< 55 tahun untuk laki-laki dan < 65 tahun untuk perempuan), etnis tertentu, dan faktor psikososial. Faktor risiko kondisional berhubungan dengan peningkatan risiko PJK, walaupun efek kausatif secara independen masih belum terbukti secara meyakinkan. Faktor ini adalahkadar trigliserida serum yang tinggi, kadar homosistein serum yang tinggi, kadar lipoprotein (a) serum yang tinggi, kadar faktor protrombotik (misal fibinogen), dan penanda inflamasi (misal C-Reactive Protein). Diagnosis STEMI dan NSTEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa nyeri dada yang khas. Nyeri dada pada IMA biasanya berlangsung selama lebih dari 20 menit, retrosternal atau berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke rahang, punggung atau lengan kiri. Rasa nyeri ini dapat digambarkan oleh pasien sebagai perasaan seperti tertekan benda berat, diremas- remas, terbakar, atau ditusuk-tusuk. Kadangkala rasa nyeri ini dirasakan di daerah epigastrium, sehingga sering disalah interpretasikan sebagai dispepsia. Keluhan nyeri dada dapat disertai keluhan mual, muntah, keringat dingin, pusing, perasaan seperti melayang, dan pingsan. Pada penderita DM maupun orang tua seringkali keluhan nyeri dada tidak khas. Hal itulah yang sering menyebabkan IMA sering terlambat ditangani.Gambaran elektrokardiografi (EKG) adanya elevasi segmen ST 2 mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau 1 mm pada dua sadapan ekstremitas untuk STEMI. Sedangkan pada NSTEMI tidak terdapat peningkatan segmen ST. Perubahan EKG pada IMA meliputi hiperakut T, elevasi ST yang diikuti terbentuknya gelombang Q patologis, kembalinya segmen ST pada garis isoelektrik dan inversi gelombang T. Perubahan ini harus ditemui minimal pada dua sadapan yang berdekatan. Terbentuknya bundle branch block baru atau dianggap baru disertai nyeri dada yang khas juga kriteria diagnostik IMA. Enzim-enzim jantung yang digunakan sebagai penanda IMA adalah creatine kinase-myocardial band(CK-MB), troponin I, troponin T, creatine kinase (CK), aspartate amino transferase (AST), lactate dehydrogenase (LDH), dan mioglobin.Enzim jantung yang paling spesifik adalah troponin dan CK-MB. Kadar mioglobin serum meningkat segera setelah terjadi IMA, namun enzim ini tidak spesifik dan cepat menghilang. Kadar mioglobin dapat juga meningkat pada pasien dengan mialgia ataupun miositis. Pengukuran kadar enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial. Cara ini dapat menyingkirkan atau menegakkan diagnosis serta berguna untuk memperkirakan luasnya infark. Pemeriksaan enzim yang paling bermanfaat adalah troponin dan CK-MB. Kedua enzim ini mulai meningkat 4-8 jam setelah infark, sehingga pemeriksaan yang dilakukan terlalu dini dapat memberikan hasil yang negatif. Kadar CK-MB yang tinggi dapat bertahan hingga 8 hari, sedangkan troponin dapat bertahan hingga 14 hari. Kedua enzim ini berguna untuk diagnosis pasien yang datang terlambat. Pemeriksaan enzim ini sebaiknya dilakukan segera setelah pasien tiba di rumah sakit dan diulang 12-24 jam kemudian. Pada pasien dengan EKG normal dan enzim tidak meningkat pada pemeriksaan pertama, namun diduga kuat mengalami IMA. Pemeriksaan enzim kedua harus dilakukan 4-9 jam kemudian. Diagnosis IMA ditegakkan jika terdapat peningkatan enzim pada 2 pemeriksaan berturut-turut kadar troponin yang meningkat 20 kali dari nilai normal. Keadaan tersebut dapat menunjukkan kepastian diagnostik IMA hingga 99%. Diagnosis IMA berdasarkan CK-MB harus didasarkan atas peningkatan yang diikuti penurunan. Kadar enzim yang terus meningkat bukan diagnosis IMA. Pemeriksaan LDH dan AST jarang dilakukan karena sering memberikan hasil positif palsu. Peningkatan kadar enzim tersebut dapat terjadi juga pada penyakit otot rangka lainnya. Akan tetapi pada tempat dimana pemeriksaan enzim yang lebih spesifik tidak dapat dilakukan, kedua enzim tersebut masih dapat digunakan. Prinsip utama penatalaksanaan IMA adalah time is muscle. Semakin cepat melakukan penanganan baik nonmedikamentosa maupun medikamentosa pada pasien IMA maka otot jantung yang diselamatkan akan semakin banyak.

Farmakoterapi terapi berupa oksigen maupun medikamentosa. Pemberiaan oksigen hanya diberikan jika terdapat hipoksemia dan pasien dengan sesak nafas. Pada kasus tanpa komplikasi, pemberian oksigen sebaiknya dibatasi pada hari pertama. Oksigen 2-4 l/menit biasanya cukup untuk mempertahankan saturasi oksigen di atas 95 %. Asam asetilsalisilat merupakan terapi standar yang harus diberikan pada semua pasien IMA dan harus diteruskan seumur hidup. Dosis awal 160-325 mg dan diteruskan dengan dosis pemeliharaan 75-325 mg/hari. Efek samping tersering pemakaian asam asetilsalisilat adalah gastritis. Oleh karena itu pasien tidak dapat menoleransi efek samping dan memiliki riwayat alergi dapat diberikan tiklopidin 2x250 mg atau clopidogrel dosis awal 300 mg diikuti dosis 75 mg/hari. Pemberian penyekat beta direkomendasikan pada semua pasien IMA. Penggunaan dimulai dari dosisi rendah yaitu 1,25 mg/hari kemudian dititrasi naik setelah 2-4 minggu dengan pengecekan tekanan darah dan tanda bradikardi.Penyekat beta dikontraindikasikan pada pasien bradikardia dengan denyut jantung < 60 x/menit, TD sistolik < 100 mmHg, bendungan paru atau terdengarnya rhonki pada area yang lebih luas dari basal, tanda hipoperfusi perifer, blok atrioventrikular, penyakit paru obstruksi kronik atau asma, dan penyakit vaskular perifer yang berat. Penyekat beta memiliki efek samping hipotensi, bradikardi, maupun memperparah CHF. ACE inhibitor diberikan sebaiknya sebelum 24 jam dengan tekanan darah stabil dan lebih dari 100 mmHg setelah terbukti IMA. ACE inhibitor dapat memperbaiki angka harapan hidup. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien yang mengalami stenosis bilateral ginjal, riwayat angioedema, serum creatinin > 2,5 mg/dl, stenosis aorta berat, serum kalium > 5,0 meq/dl. Penggunaan ACE inhibitor dapat menimbulkan efek samping batuk, hipotensi, hiperkalemia (khususnya pasien gangguan ginjal), dan dapat menimbulkan angioedema. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah misalkan 6,25 mg. Jika efeknya baik maka dosis ACE inhibitor dinaikkan bertahap setelah 2-4 minggu pemakaian. Setiap bulan dilakukan pengecekan kadar kalium dan fungsi ginjal pasien. Penggunaan nitrat secara rutin tidak terbukti memperbaiki angka harapan hidup, namun dapat dipertimbangkan pada pasien dengan nyeri dada berlanjut, gagal jantung, dan hipertensi.Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis aldosteron secara rutin. Obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan nyeri dada iskemik yang terus berlanjut walaupun telah mendapat nitrat dan beta blocker, atau bila ada komponen vasospasme pembuluh koroner yang menonjol. Heparin diindikasikan untuk pasien yang mendapatkan trombolitik dengan tissue plasminogen activator, angina pascainfark, pasien dengan STEMI yang tidak mendapat terapi fibrinolitik, dan pasien yang akan dilakukan PTCA. Antagonis reseptor glikoprotein IIb/IIIa penggunaan obat ini sedang diuji klinik sebagai terapi ajuvan trombolitik. Penggunaannya bersama PTCA terbukti memperbaiki harapan hidup.IMA dapat memberikan komplikasi seperti aritmia (takiaritmia, bradiaritmia), disfungsi ventrikel kiri, hipotensi, gagal jantung, syok kardiogenik, perikarditis dan lain-lain. Diagnostik yang cepat dan tatalaksana yang tepat merupakan kunci sukses dalam penatalaksanaan PJK. Salah satu yang berperan penting dalam menunjang diagnostik salah satunya adalah EKG (elektrokardiogram), dimana pemeriksaan penunjang ini selain dapat menggambarkan kelainan yang ada juga letak kelainan. EKG merupakan pemeriksaan penunjang yang murah, cepat, tersebar luas serta dapat dikerjakan oleh hampir semua tenaga medis. Penyakit Jantung Iskemik Penyebab kematian yang paling umum di dunia Barat adalah penyakit jantung iskemik, yang merupakan akibat dari insufisiensi aliran darah koroner. Penyebab berkurangnya aliran darah koroner ini disebabkan karena aterosklerosis. Aterosklerosis adalah suatu penyakit arteri berukuran besar dan sedang akibat terbentuknya lesi lemak yang disebut plak ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri. Sedangkan arteriosklerosisadalah istilah umum yang merujuk pada kekakuan dan penebalan pembuluh darah berukuran apa saja. Cikal bakal aterosklerosis dimulai dengan adanya kerusakan endotel vaskular. Hal ini selanjutnya meningkatkan paparan molekul adhesi pada sel endotel dan menurunkan kemampuan endotel tersebut untuk melepaskan nitric oxide dan zat lain yang membantu mencegah perlekatan makromolekul, trombosit, dan monosit pada endotel. Setelah kerusakan endotel vaskular terjadi, monosit dan lipid (kebanyakan berupa lipoprotein berdensitas rendah) yang beredar, mulai menumpuk di tempat yang mengalami kerusakan. Monosit melalui endotel, memasuki lapisan intima dinding pembuluh, dan berdiferensiasi menjadi makrofag, yang selanjutnya mencerna dan mengoksidasi tumpukan lipoprotein, sehingga penampilan makrofag menyerupai busa. Sel busa makrofag ini kemudian bersatu pada pembuluh darah dan membentuk fatty streak yang dapat dilihat. Dengan berjalannya waktu, fatty streak menjadi lebih besar dan bersatu, dan jaringan otot polos serta jaringan fibrosa di sekitarnya berproliferasi untuk membentuk plak yang makin lama makin besar. Makrofag juga melepaskan zat yang menimbulkan inflamasi dan proliferasi lebih lanjut dari jaringan fibrosa dan otot polos pada permukaan dalam dinding arteri.

Penimbunan lipid ditambah proliferasi sel dapat menjadi sangat besar sehingga plak menonjol ke dalam lumen arteri dan sangat mengurangi aliran darah, yang kadang-kadang menyumbat seluruh pembuluh darah. Terjadi pula sklerosis akibat penimbunan sejumlah besar jaringan ikat padat sehingga arteri menjadi kaku dan tidak lentur. Garam kalsium juga seringkali mengendap bersama kolesterol dan lipid lain dari plak, yang menimbulkan kalsifikasi arteri menjadi seperti saluran kaku sekeras tulang. Arteri kemudian kehilangan sebagian besar distensibilitasnya, dan karena daerah di dinding pembuluhnya berdegenerasi, pembuluh menjadi mudah robek. Pada tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah, dengan akibat pembentukan thrombus atau embolus, sehingga dapat menyumbat semua aliran darah di dalam arteri dengan tiba-tiba.1 Penyakit jantung iskemik atau penyakit jantung koroner dapat memberikan manifestasi klinis berupa2 :

Angina pektoris rasa nyeri dada dan sesak napas yang disebabkan gangguan suplai oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan otot jantung. Keadaan ini terutama terjadi pada saat latihan fisik atau adanya stres. Angina pektoris tidak stabil bila nyeri timbul untuk pertama kali, atau bila angina pektoris sudah ada sebelumnya namun menjadi lebih berat. Biasanya dicetuskan oleh faktor yang lebih ringan dibanding sebelumnya. Keadaan ini harus diwaspadai karena bisa berlanjut menjadi berat, bahkan menjadi infark miokard. Infark miokard kerusakan otot jantung akibat blokade arteri koroner yang terjadi secara total dan mendadak. Biasanya terjadi akibat ruptur plak aterosklerosis di dalam arteri koroner. Secara klinis ditandai dengan nyeri dada seperti pada angina pektoris, namun lebih berat dan berlangsung lebih lama sampai beberapa jam. Tidak seperti angina pektoris yang dicetuskan oleh latihan dan dapat hilang dengan pemakaian obat nitrat di bawah lidah, pada infark miokard biasanya terjadi tanpa dicetuskan oleh latihan dan tidak hilang dengan pemakaian nitrat. Biasanya disertai komplikasi seperti : gangguan irama jantung, renjatan jantung (syok kardiogenik), gagal jantung kiri, bahkan kematian mendadak (sudden death). Sindrom koroner akut spektrum klinis yang terjadi mulai dari angina pektoris tidak stabil sampai terjadi infark miokard akut.

Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Jantung Iskemik Infark Miokard (MCI / Myocardial Infarction)3 Pemeriksaan laboratorium membantu klinik melengkapi syarat-syarat diagnostik pada MCI terutama dalam stadium permulaan, dapat dibagi dalam 3 golongan : 1. 2. 3. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan enzim jantung Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari keadaan/penyakit lain yang sering menyertai MCI. Pada MCI terjadi mionekrosis, akibatnya pada pemeriksaan darah rutin terlihat kelainan sebagai berikut :

Jumlah leukosit dalam darah perifer meninggi dan sering disertai pergeseran ke kiri. Lambat laun jumlah leukosit menurun pada hari-hari berikutnya. Laju endap darah naik, yang pada hari-hari berikutnya lebih meningkat. Namun, kelainan ini tidak khas dan tidak selalu timbul. Pada pemeriksaan enzim terlihat :

SGOT dan CPK Enzim-enzim jantung yang bermanfaat dalam diagnosis dan pemantauan MCI di antaranya :

SGOT/AST kadarnya naik sekitar 6-8 jam setelah mulainya MCI dan umumnya mencapai kadar normal pada hari ke-5 (bila tidak ada penyulit). LDH kadarnya naik dalam waktu 24 jam setelah terjadinya MCI, mencapai kadar tertinggi pada hari ke-4 dan menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari. Isoenzim terpenting adalah HBDH (LDH 1). CK/CPK kadarnya naik sekitar 6 jam setelah berjangkitnya MCI dan pada kasus-kasus tanpa penyulit mencapai kadar tertinggi dalam waktu 24 jam untuk menjadi normal kembali dalam waktu 72-96 jam. Terdapat 3 isoenzim CK : MM (otot skelet), MB (miokardium merupakan 5-15% dari CPK total), dan BB (otak). CK-MB isoenzim CK yang spesifik untuk sel otot jantung, karena itu kenaikan aktivitas CK-MB lebih mencerminkan kerusakan otot jantung. Kadar CK-MB seperti CK (total) mulai naik 6 jam setelah mulainya MCI, mencapai kadar tertinggi lebih kurang 12 jam kemudian dan biasanya lebih cepat mencapai kadar normal daripada CPK, yaitu 12-48 jam. Sensitivitas

tes CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifitas agak rendah. Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis MCI dapat digunakan rasio antara CK-MB terhadap CK total. Apabila kadar CK-MB dalam serum melampaui 6-10% dari CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setelah onset penyakit maka diagnosis MCI dapat dianggap hampir pasti. Troponin dibedakan 3 tipe yaitu : C, I, dan T di mana I dan T lebih spesifik untuk otot jantung. Troponin adalah protein spesifik berasal dari miokard (otot jantung), kadarnya dalam darah naik bila terjadi kerusakan otot jantung. Kadar troponin dalam darah mulai naik dalam waktu 4 jam setelah permulaan MCI, selanjutnya meningkat terus dan dapat diukur sampai satu minggu. Tes troponin sebaiknya disertai dengan pemeriksaan lain seperti CK-MB, CK, CRP, hs-CRP, dan AST. Untuk pemeriksaan laboratorium lain yang digunakan dalam mencari keadaan/penyakit lain sebagai penyerta MCI di antaranya :

Gula darah postprandial atau bila perlu tes toleransi glukosa Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, HDL kolesterol, LDL kolesterol) Pemeriksaan faal ginjal bila ada hipertensi Dalam pemeriksaan profil lipid, harus diketahui terlebih dahulu istilah lipoprotein. Lipoprotein adalah kompleks dari lipid (fosfolipid, kolesterol, trigliserida) dan protein dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Lipid tak dapat larut dalam air, sehingga tugas lipoprotein adalah mengangkut lipid ini. Terdapat 4 lipoprotein : HDL (partikel paling kecil, komposisi protein paling banyak dan trigliserida paling sedikit), LDL (komposisi kolesterol paling banyak), VLDL, dan kilomikron (komposisi protein dan kolesterol paling sedikit, trigliserida paling banyak). Ternyata, di samping dari faktor risiko seperti hipertensi, DM, hiperkolesterolemia, dan merokok, fraksi-fraksi lipoprotein (kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL kolesterol) memegang peranan penting dalam risiko pembentukan proses aterosklerosis dan menyebabkan penyakit jantung koroner. Kilomikron mentransfer lemak dari usus dan tidak berpengaruh dalam proses aterosklerosis. Meningginya LDL dan VLDL akan meningkatkan proses aterosklerosis dan risiko penyakit jantung. Meningginya kadar HDL akan berbanding terbalik dengan risiko penyakit jantung koroner. Angina Pektoris Tidak Stabil Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai penanda paling penting dalam diagnosis Sindrom Koroner Akut (SKA). Menurut European Society of Cardiology (ESC) dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang. Marker yang lain seperti amioid A, interleukin-6 belum secara rutin dipakai dalam diagnosis SKA.4 Angina Pektoris Stabil Beberapa pemeriksaan lab yang diperlukan antara lain : hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi akut bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada cukup berat dan lama, seperti enzim CK/CKMB, hs-CRP, troponin.5 Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Jantung Reumatik Demam Reumatik (DR) adalah suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan ikat (Stollerman, 1972). Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi, dan sistem saraf pusat. Manifestasi klinis penyakit DR ini akibat kuman Streptococcus hemolyticus Lancefield grup Apada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu (Morehead, 1965). Sedangkan yang dimaksud dengan Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat DR, atau kelainan karditis reumatik (Taranta A dan Markowitz, 1981). 6 PJR banyak mengenai anak-anak usia 5-15 tahun dan jika anak yang sedang faringitis karena Streptococcus tidak ditangani dengan segera dapat menjadi faktor risiko. Patogenesis PJR meliputi tiga proses yaitu : infeksi langsung oleh Streptococcus grup A, efek toksik yang dikeluarkan dari produk ekstraseluler Streptococcus, dan disfungsi atau respon imun yang abnormal terhadap antigen somatik atau ekstraseluler yang diproduksi Streptococcus grup A. Pada tahun 1944, Jones menetapkan kriteria diagnosis atas dasar beberapa sifat dan gejala saja dari PJR. Namun setelah itu kriteria ini dimodifikasi oleh American Heart Association (AHA) pada tahun 1992, yang mengemukakan bahwa kriteria seseorang terdiagnosis PJR jika memiliki 2 kriteria mayor atau1 kriteria mayor + 2 kriteria minor, dan ditambah dengan data penunjang. Kriteria mayor meliputi : karditis (40-60%); polyarthritis migrans (75%) pada siku, pergelangan tangan dan kaki, dan lutut; sydenhams korea (<10%); nodul subkutaneus; eritema marginatum (<10%). Kriteria minor meliputi : secara klinis didapati suhu tinggi dan sakit sendi (arthralgia), pada EKG ditemukan perpanjangan interval PR, dan secara laboratorium ditemukan peningkatan laju endap darah, CRP, ASTO, dan jumlah leukosit. Data penunjang meliputi : kultur hapusan tenggorok positif (25-40%), peningkatan titer tes serologi ASTO (80%), kenaikan anti DNA-se B dan anti hyaluronidase (95%).7

Profil Lipid (Kadar lemak darah) Uji kolesterol atau disebut juga panel lipid atau profil lipid, mengukur kadar lemak (lipid) dalam darah. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan puasa mulai 12 jam sebelumnya (tidak makan atau minum, kecuali air putih). Setelah serangan jantung, pembedahan, infeksi, cedera atau kecelakaan, sebaiknya menunggu sedikitnya 2 bulan agar hasilnya lebih akurat.

Kolesterol Total. Ini adalah jumlah total kandungan kolesterol darah anda. Kolesterol diproduksi oleh tubuh sendiri dan juga datang dari asupan makanan yang kita konsumsi (produk hewani). Kolesterol dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan kesehatan sel-sel tetapi level yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko sakit jantung. Idealnya total kolesterol harus <200 mg/dL atau <5.2 mmol/L. Kedua ukuran tersebut setara, hanya dinyatakan dalam satuan yang berbeda. Di Indonesia umumnya menggunakan satuan mg/dL. Faktor genetik juga berperan sebagai penentu kadar kolesterol, selain dari makanan yang dimakan. Low-density lipoprotein (LDL) alias si kolesterol jahat. Terlalu banyak LDL dalam darah menyebabkan akumulasi endapan lemak (plak) dalam arteri (proses aterosklerosis), sehingga aliran darah menyempit. Plak ini kadang-kadang bisa pecah dan menimbulkan masalah besar untuk jantung dan pembuluh darah. LDL ini adalah target utama dari berbagai obat penurun kolesterol. Target yang ingin kita capai : 1. 2. 3. <70 mg/dL untuk individu yang sudah memiliki penyakit kardiovaskularatau pasien yang berisiko sangat tinggi untuk terkena (misalnya : sindrom metabolik) 100 mg/dL untuk pasien risiko tinggi (misalnya : pasien dengan beberapa faktor risiko sekaligus) <130 mg/dL untuk individu yang berisiko rendah terkena PJK

High-density lipoprotein (HDL) seringkali disebut kolesterol baik karena membantu membawa pergi LDL dari aliran darah untuk disimpan sebagai cadangan di dalam sel, menjaga pembuluh darah tetap terbuka dan lancar. Idealnya level HDL harus diatas 40 mg/dL. Umumnya wanita memiliki level yang lebih tinggi daripada pria. Olahraga dapat membantu meningkatkan kadar HDL. Trigliserida (TG). Trigliserida adalah tipe lemak lain dalam darah.Level TG yang tinggi umumnya menunjukkan bahwa anda makan lebih banyak kalori daripada kalori yang dibakar untuk aktivitas, karena itu level TG biasanya tinggi pada pasien yang gemuk atau pasien diabetes. Makanan tinggi karbohidrat (gula sederhana) atau alkohol dapat menaikkan TG secara bermakna. Idealnya level trigliserida haruslah <150 mg/dL (1.7 mmol/L). American Heart Association (AHA) merekomendasikan bahwa level TG untuk kesehatan jantung optimal adalah 100 mg/dL (1.1 mmol/L).

B. Novel Risk Factors (Faktor Risiko Baru) Selain dari faktor risiko klasik seperti profil lipid, menurut penelitian mutakhir, ada beberapa substansi yang apabila kadarnya dalam darah berlebihan dapat berkontribusi sebagai faktor risiko. C-reactive protein (CRP) adalah suatu protein yang diproduksi oleh hati (liver) sebagai respons terhadap cedera atau infeksi (reaksi inflamasi). CRP adalah penanda adanya peradangan di suatu tempat pada tubuh. Bagaimanapun, tes CRP tidak dapat menujuk dengan pasti dimana lokasi peradangan tersebut berlangsung. Kita tahu bahwa peradangan memainkan peranan penting dalam proses aterosklerosis (penumpukan plak koroner). Jadi saat ini CRP adalahpemeriksaan pelengkap, bila hasilnya digabungkan dengan hasil lab darah lainnya, maka dokter akan memiliki gambaran kesehatan jantung yang lebih komplit. Menurut American Heart Association, hasil CRP dapat diinterpretasikan sebagai berikut : Risiko rendah (<1,0 mg/L), risiko sedang (1,0-3,0 mg/L), dan risiko tinggi (>3,0 mg/L). Rekomendasi saat ini : skrining CRP tidak dilakukan secara luas tetapi hanya untuk mereka yang sudah diketahui berisiko penyakit jantung. Obat penurun kolesterol statin dapat menurunkan level CRP dalam batas tertentu, tetapi tidak disarankan untuk mengkonsumsi statin semata untuk menurunkan CRP (harus ada gangguan lipid lainnya). Bila anda mengkuatirkan level CRP anda dan butuh info lebih lanjut, konsultasikan dengan kardiolog terdekat.

Fibrinogen adalah protein dalam darah yang membantu pembekuan darah (misalnya saat anda terluka), tetapi terlalu banyak fibrinogen dapat menyebabkan bekuan terbentuk dalam arteri (pembuluh darah kecil) yang penting seperti di otak, menyebabkan stroke atau di koroner, menyebabkan serangan jantung. Fibrinogen yang terlalu tinggi juga merupakan indikator aterosklerosis, dan menghambat penyembuhan cedera yang sudah ada sebelumnya di dinding arteri. Fibrinogen dapat ditambahkan dalam formulir pemeriksaan oleh dokter bila anda berisiko cukup tinggi terhadap penyakit jantung.

Merokok, kurang gerak, banyak minum alkohol atau minum pil estrogen (KB atauterapi hormonal) dapat menaikkan level fibrinogen. Level normal fibrinogen adalah antara 200 400 mg/L.

Homosistein adalah substansi yang digunakan oleh tubuh untuk membentuk protein dan untuk membangun serta mempertahankan jaringan tubuh. Namun, terlalu banyak homosistein dapat meningkatkan risiko stroke, risiko penyakit jantung tertentu, dan penyakit pembuluh darah tangan dan kaki (penyakit arteri perifer). Dokter mungkin akan memeriksa level homosistein bila ada mengalami masalahkardiovaskular, padahal, tidak memiliki salah satu pun dari faktor risikotradisional seperti merokok, kolesterol, diabetes, atau hipertensi. Dokter juga mungkin akan menyarankan skrining homosistein bila ada anggota keluarga anda yang menyandang penyakit jantung pada usia muda atau memiliki level homosistein yang tinggi. Level normal homosistein adalah antara 4,4-10,8 mol/L. Level homosistein dapat diturunkan bila anda menkonsumsi cukup asam folat dan vitamin B, yang berlimpah terkandung dalam sayuran berdaun hijau, atau suplemen. Hingga saat ini belum diketahui apakah menurunkan level homosistein benar-benar mampu menurunkan risiko kematian akibat penyakit jantung.

Lipoprotein (a) atau Lp(a) [baca: Lp little a], adalah subtipe dari kolesterol LDL. Kadarnya ditentukan oleh gen dan umumnya tidak terpengaruh oleh gaya hidup. Level Lp(a) yang tinggi merupakan tanda risiko penyakit jantung, walaupun tidak jelas berapa besar risiko yang timbul. Lp(a) mungkin akan diperiksa oleh dokter apabila anda masih terkena PJK walaupun level kolesterol standar lainnya normal atau bila anda punya riwayat keluarga yang berpenyakit jantung pada usia muda atau meninggal mendadak saat muda. Lp(a) juga harus diperiksa apabila LDL anda tidak berespon baik terhadap pengobatan. C. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Ada kalanya di unit gawat darurat atau poliklinik, suatu kondisi kegawatan harus ditegakkan dengan cepat, namun terkadang gejala klinis yang tampak pada pasien masih meragukan atau tidak jelas. Disinilah peranan pemeriksaan laboratorium sangat penting sebagai data penunjang diagnostik.

Natriuretic peptides: Selain sebagai organ pompa mekanik, saat ini jantung juga diketahui memiliki fungsi sebagai organ endokrin (penghasil hormon). Bila jantung mengalami regangan karena overload cairan (gagal jantung) maka jantung dan pembuluh darah akan mengeluarkan hormon BNP (B-type natriuretic peptide) yang fungsinya membantu mengeluarkan cairan dari urin. Level BNP dapat diukur dari sampel darah. Salah satu kegunaan paling penting dari BNP adalah untuk membedakan apakah suatu kondisi sesak nafas disebabkan oleh gagal jantung (dimana levelnya akan meningkat) ataukah penyebab lain seperti paru-paru .Nilai normal bervariasi sesuai jenis kelamin dan usia. Untuk pasien yang sudah kena gagal jantung, BNP dapat dipakai untuk memonitor keberhasilan pengobatan,dengan membandingkan naik turunnya level BNP terhadap level baseline awal. Variasi dari BNP yang lebih baru yaitu N-terminal proBNP diduga lebih akurat dan saat ini cukup sering kami gunakan di Pusat Jantung Nasional. Enzim Jantung: Apabila terjadi serangan jantung, dimana pembuluh koroner tersumbat secara total akibat pecahnya plak koroner yang menghalangi aliran darah, seiring waktu berlalu akan terjadi kerusakan sel otot jantung yang semakin luas. Sel otot jantung (miokardium) yang rusak akan melepaskan beberapa enzim yang merupakan penanda bahwa infark sudah terjadi. Semakin tinggi level enzim jantung yang terdeteksi dalam aliran darah, artinya semakin besar area yang terkena. Creatinine kinase (CK), Creatinine kinase muscle brain (CKMB), dan troponin adalah beberapa biomarker yang sering dipakai. Dari kombinasi pemeriksaan beberapa enzim sekaligus, dokter dapat memperkirakan onset kapan serangan jantung tersebut mulai terjadi dan menentukan penanganan yang paling tepat. Beberapa kondisi seperti cedera otot (habis dikerok) atau gagal ginjal dapat mengacaukan interpretasi hasil laboratorium ini, karena itu selalu harus diasosiasikan dengan kondisi klinis tiap pasien. HEPAR

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN IMAGING 1. Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah obat.

Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif, diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah). Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.

2. USG menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan biopsi. 3. Imaging radionuklida (radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer. 4. Skening hati merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati. 5. Koleskintigrafi menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari kandung empedu ( kolesistitis). 6. CT scan bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus (tersebar), seperti perlemakan hati ( fatty liver) dan jaringan hati yang menebal secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan. 7. MRI memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan. Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih lama dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit, menyebabkan beberapa penderita mengalamiklaustrofobia (takut akan tempat sempit). 8. Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita. 9. Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati. 10. Kolangiografi operatif menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran empedu. 11. BIOPSI HATI Suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi lebih sering diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke hati. Sebelum dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita. Skening ultrasonik atau CT bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh jaringan hati diambil. Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani rawat nap. Setelah diperoleh contoh jaringan, penderita dianjurkan untuk tidak segera meninggalkan rumah sakit (minimal selama 3-4 jam), karena prosedur ini memiliki resiko terjadinya komplikasi: - Hati bisa mengalami robekan dan bisa terjadi perdarahan ke dalam perut - Empedu bisa mengalami kebocoran ke dalam perut, menyebabkan peradangan selaput perut ( peritonitis). Pada sekitar 2% penderita, komplikasi ini bisa menyebabkan masalah yang serius dan 1 dari 10.000 orang, meninggal setelah menjalani prosedur ini. Setelah biopsi hati sering timbul nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang menjalar ke bahu kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat pereda nyeri). Foto rontgen sederhana sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur.

Pada biopsi hati transvenosa, sebuah kateter dimasukkan kedalam suatu vena leher, menuju ke jantung dan ditempatkan ke dalam vena hepatik yang berasal dari hati. Jarum kateter kemudian dimasukkan melalui dinding vena kedalam hati. Dibandingkan dengan biopsi hatiperkutaneus, tehnik ini tidak terlalu mencederai hati, dan bahkan bisa digunakan pada seseorang yang mudah mengalami perdarahan.

TES FUNGSI HATI Pemeriksaan fungsi hati dilakukan terhadap contoh darah. Sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim atau bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di hati. Pemeriksaan Untuk Mengukur Hasil Pemeriksaan Menunjukkan

Alkalin Fosfatase

Enzim yang dihasilkan di dalam hati, tulang & plasenta; yg dilepaskan ke hati bila terjadi cedera atau pada Penyumbatan saluran empedu, cedera hati & aktivitas normal tertentu, mis. pertumbuhan tulang atau beberapa kanker kehamilan Enzim yang dihasilkan di hati, yang dilepaskan ke dalam darah jika sel hati mengalami luka Enzim yang dilepaskan ke dalam darah jika hati, jantung, otot atau otak mengalami luka Komponen dari cairan pencernaan (empedu) yang dihasilkan oleh hati Enzim yg dihasilkan oleh hati, pankreas & ginjal; dilepaskan ke dalam darah hika organ-organ tsb mengalami luka Enzim yg dilepaskan ke dalam darah jika organ tertentu mengalami luka Enzim yg hanya terdapat di hati; dilepaskan ke dalam darah jika hati mengalami cedera Protein yg dihasilkan oleh hati & secara normal dilepaskan ke dalam darah; salah satu fungsinya adalah menahan cairan dalam pembuluh darah Protein yg dihasilkan oleh hati janin dan buah zakar (testis) Antibodi untuk melawan mitokondria, merupakan komponen sel sebelah dalam Waktu yg diperlukan darah untuk membeku (pembekuan memerlukan vit. K & bahan-bahan yg dibuat oleh hati Luka pada sel hati (mis. hepatitis)

Alanin Transaminase (ALT) Aspartat Transaminase (AST) Bilirubin Gamma-glutamil Transpeptidase Laktik Dehidrogenase 5-nukleotidase

Luka di hati, jantung, otot atau otak Penyumbatan aliran empedu, kerusakan hati, pemecahan sel darah merah yg berlebihan Kerusakan organ, keracunan obat, penyalahgunaan alkohol, penyakit pankreas Kerusakan hati, jantung, paru-paru atau otak & pemecahan sel darah merah yg berlebihan Penyumbatan saluran empedu atau gangguan aliran empedu

Albumin

Kerusakan hati

Alfa-fetoprotein Antibodi Mitokondrial Waktu Protombin (Protombin Time)

Hepatitis berat atau kanker hati atau kanker testis Sirosis bilier primer & penyakit autoimun tertentu, mis. hepatitis menahun yang aktif

Anda mungkin juga menyukai