Anda di halaman 1dari 41

Diabetes Melitus

DIMAS MUHAMMAD AKBAR 2008.031.0003 PRESENTASI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM DOKTER PEMBIMBING: DR. H. MUHAMMAD IQBAL, SP. PD

Anamnesis
Identitas
Nama Lengkap: Tn. Sardjono Jenis Kelamin: Laki-laki Usia: 76 tahun 7 bulan Alamat: Ketanggungan, Wirobrajan, Kodya Yogyakarta, DI Yogyakarta Tanggal Masuk: 11 Maret 2013

Keluhan Utama: Nyeri kepala, lemas tak mau makan selama 4 hari Keluhan Lain: mual, nafsu makan menurun, nyeri perut, berat badan turun, sering kesemutan di kaki, gatal-gatal daerah paha hingga selangkangan

Anamnesis (lanjutan)
Riwayat Penyakit Sekarang: OS mengaku nyeri kepala mbuyer sejak 4 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan sepanjang hari sehingga mengganggu aktivitas dan pola makan. OS sudah minum obat namun keluhan menetap. OS juga mengaku lemas, mual, nafsu makan menurun, tidak mau makan, berat badan dirasa menurun, sering kesemutan di kaki, gatal-gatal daerah paha hingga selangkangan. OS adalah penderita DM tipe II tak terkontrol sejak 2 tahun SMRS. Sebelum keluhan utama muncul, OS mengaku makan/minum banyak. Riwayat Penyakit Dahulu: DM tipe II sejak 2 tahun SMRS dengan obat rutin glimepiride dan diabex; HT, penyakit jantung, asma, dan alergi obat disangkal. Tahun 2011 pernah mondok atas indikasi disentri amuba dan vertigo.

Anamnesis & Pemeriksaan Fisik


Riwayat Penyakit Keluarga: Keluhan serupa seperti pasien disangkal; HT, DM, penyakit jantung, asma, alergi disangkal Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: tampak lemas, CM TD: 100/60 Nadi: 80 x/m Suhu: 36 C RR: 20x/m Pem. Kepala: SI (-/-); CA (-/-) Udem palpebral (-) Mukosa Basah (+)

Pemeriksaan Fisik
Lidah kotor (-) Tonsil hiperemis (-) Sianosis (-) Pem. Leher: Limfonodi bengkak (-) Tiroid membesar (-) JVP meningkat (-) Pem. Thorax: Inspeksi: Jejas (-), bentuk dan gerakan dada simetris, iktus kordis tak tampak Palpasi: Vocal Fremitus Normal, iktus kordis tak teraba Perkusi: Sonor Auskultasi: Suara paru vesikuler normal, suara jantung regular

Pemeriksaan Fisik & Penunjang


Pem. Abdomen: Inspeksi: Jejas (-), datar Auskultasi: Bising Usus (+) normal Palpasi: Supel (+), distensi (-), NTE (+), hepar dan lien tidak teraba Perkusi: Timpani Pem. Ekstrimitas: Udem (-) Akral hangat (+) Capillary refill < 3 detik (+) Lepuhan-lepuhan kecil yang mengelupas pada paha dan pantat (+) Rontgen Thorax: Cor dan pulmo dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium


Hematologi: AL: 6,5 (4-10 ribu/uL) Hitung Jenis Leukosit Eosinofil: 3 (0-5%) Basofil: 1 (0-1%) Netrofil: 84 (50-70%) Limfosit: 6 (25-40%) Monosit: 6 (2-8%) Hb: 14,0 (12-17 gr/dL) HMT: 42 (36-52%) MCV: 84,9 (80-100 fl) MCH: 27,6 (22-34 pg) MCHC: 32,5 (32-36 gr/dL) RDW: 14,6 (11,6-14,8%) AT: 299 (150-450 ribu/uL) LED: 23/65 (0-15 mm/jam)

AE: 4,74 (4,4-5,9 juta/uL)

Golongan darah: B

Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium


Imunologi: CRP: Negatif HBsAg: Negatif Kimia Klinik: GDS: 186 (70-140 mg/dl) HbA1c: 11,1 (4,8-5,9 %) Bilirubin total: 0,37 (0,1-1,2 mg/dl) Protein total: 5,8 (6,6-8,8 g/dl) Globulin: 2,2 (2,3-3,5 mg/dl) SGOT: 16 (<35 u/l) SGPT: 22 (<45 u/l) Ureum: 48 (18-55 mg/dl) Kreatinin: 1,1 (<1,3 mg/dl) Asam Urat: 7,9 (3,2-7 mg/dl) Kolesterol Total: 367 (<265 mg/dl) HDL/LDL: 37/197 (35-45/122-200)

Albumin: 3,6 (3,5-5,2 g/dl)

Trigliserid: 395 (<160 mg/dl)

Diagnosis & Terapi


Diagnosis Kerja Cephalgia dengan riwayat DM tipe 2; DD Vertigo Terapi: Glimepiride Tab 1 x 2 mg Metformin Tab 2 x 500 mg Apidra 3 x 8 UI (Insulin Glulisin) Betaserc Tab 3 x 8 mg (Betahistin) vertigo, pusing, gangguan keseimbangan Nexium Extra Inj 40 mg (Exomeprazole) dalam NaCl 100 ml tukak lambung & duodenum Tomit Extra Inj 1 ampul 10 mg/ 2ml (Metoclopramide) Mual muntah 40 % dextrose injection (400 mg dextrose monohydrate)

Follow Up
Tek. Darah Suhu Nadi GDS 12-03-2013 100/70 36,4 80x Jam 06: 145 Jam 17: 146 Jam 23: 61 13-03-2013 104/66 36,4 80x Jam 01: 97 Jam 06: 119 Jam 11: 68 Jam 17: 106 Jam 23: 123 14-03-2013 110/70 36,8 85x Jam 06: 103 Jam 11: 159 Jam 17: 73 Jam 23: 109 15-3-2013 130/90 36,5 85x Jam 06: 97

Keluhan

Pusing, Mual, Lemas Pusing, Mual, Gatal Pusing, Gatal

BLPL

Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005: Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Menurut WHO 1980: DM sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Prevalensi
World Health 2000 2030 Organization People People (WHO) With With memperkirakan, Ranking Country Country Diabetes Diabetes prevalensi global (Millions) (Millions) diabetes melitus tipe 2 akan 1 India 31,7 India 79,4 meningkat dari 2 China 20,8 China 42,3 171 juta orang 3 USA 17,7 USA 30,3 pada 2000 4 Indonesia 8,4 Indonesia 21,3 menjadi 366 juta 5 Japan 6,8 Pakistan 13,9 tahun 2030. 50% penderita DM di Indonesia sadar; 30% penderita DM melakukan pemeriksaan teratur

Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005: Diabetes Melitus Tipe 1

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 1


Disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. Pada saat diabetes melitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah: 1. Harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. 2. Keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat.

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 1


3. Insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi. 4. Perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing. 5. Perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun seluler. 6. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 2


DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM tipe II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik:
1. sekresi insulin abnormal dan, 2. resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui.

Patogenesis: Diabetes Melitus Tipe 2


Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa:
1. Glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. 2. Resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. 3. Resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.

Faktor Risiko
Usia > 45 tahun Berat badan lebih > 110% BB ideal atau IMT > 23 kg/m2 Hipertensi (> 140/90 mmHg) Riwayat DM dalam garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram

Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 150 mg/dl

Manifestasi Klinis
4P: Polifagi, Penurunan berat badan, Polidipsi, Poliuri; juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan gatal di kulit Kriteria diagnostik antara lain Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir, atau Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan standar WHO 1994, menggunakan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.

Komplikasi: Penyulit Akut


Ketoasidosis diabetik (KAD), suatu keadaan terdapatnya defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan) sehingga menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun sehingga terjadilah glukoneogenesis dari lemak dan protein yang akan mengakibatkan end product berupa benda keton yang bersifat asam. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3 rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.

Komplikasi: Penyulit Akut


Koma Hiperosmolar Non Ketotik, ditandai oleh penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari 600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350 mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau DM tipe 2 karena pada keadaan ini pasien akan jatuh ke dalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darahnya masih cukup untuk mencegah lipolisis. Hipoglikemia, ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak ringan: lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium simpatik, gejala adrenergik yaitu keringat dingin pada muka, bibir, gemetar, dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala neuroglikopenik: pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa kejang.

Komplikasi: Penyulit Menahun


Mikroangiopati Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis Retinopati Diabetik

Nefropati Diabetik, ditandai dengan albuminuria menetap > 300 mg/24 jam. Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi kerusakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.

Komplikasi: Penyulit Menahun


Neuropati diabetik, yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana/tahun. Makroangiopati

Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak, kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayat keluarga PJK atau DM.
Pembuluh darah tepi

Penatalaksanaan: Edukasi & Terapi Gizi


Tujuan: mencegah komplikasi akut dan kronik; meningkatkan kualitas hidup Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus: A. Edukasi B. Terapi gizi medis, pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan: 1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl Kadar HbA1c < 7%

Penatalaksanaan: Edukasi & Terapi Gizi


2. Tekanan darah < 130/80 3. Profil lipid: Kolesterol LDL <100 mg/dl Kolesterol HDL >40 mg/dl Trigliserida <150 mg/dl 4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 24,9 Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 6070%, Lemak 20-25%, dan Protein 10-15%. Menentukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.

Penatalaksanaan: Edukasi & Terapi Gizi


Kebutuhan Basal Laki-laki = BB ideal (kg) x 30 kalori Wanita = BB ideal (kg) x 25 kalori Koreksi: Umur 40-59 th 60-69 >70% : -5% : -10% : -20 Aktivitas Istirahat : +10% Aktivitas ringan : +20% Aktivitas sedang : +30% Aktivitas berat Berat Badan (BMI) Kegemukan Kurus : - 20-30% : +20-30% : +50%

Stress Metabolik

: + 10-30%

Penatalaksanaan: Latihan Jasmani


Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang 30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

C. Latihan Jasmani, sangat dianjurkan karena mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah. Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini akan menurunkan kadar gula darah. 5-10 menit pertama: glikogen akan dipecah menjadi glukosa
10-40 menit berikutnya: kebutuhan otot akan glukosa akan meningkat 7-20x. Lemak juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40% > 40 menit: makin banyak lemak dipecah 75-90% .

Penatalaksanaan: Latihan Jasmani


Semua latihan memenuhi program CRIPE: Continous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance.
Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan sampai sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis


Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Obat Hipoglikemik Oral (OHO) 1. Insulin Secretagogue a. Sulfonilurea: meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya glibenklamid. b. Glinid: bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia. Contohnya: repaglinid, nateglinid.

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis


2. Insulin Sensitizers Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat. Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak. 3. Glukoneogenesis Inhibitor Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis


4. Inhibitor absorbsi glukosa glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi Hal-hal yang harus diperhatikan: OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal. Sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan. Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama. Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis


Insulin Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non lanjut usia, uyaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar, adanya infeksi (stress), dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari. Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak mau menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat diperlukan bantuan dari keluarganya

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis


Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin)

Penatalaksanaan: Intervensi Farmakologis


Insulin diperlukan dalam keadaan: penurunan berat badan yang cepat; hiperglikemia yang berat disertai ketosis, asidosis laktat, hiperosmolar non ketotik; ketoasidosis diabetik; gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal; stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke); kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan; gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat; kontraindikasi atau alergi OHO. Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap. Kombinasi yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang diberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit kemudian dilakukan evaluasi. Bila kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, OHO dihentikan dan diberikan insulin.

Kriteria Pengendalian DM
Baik Glukosa darah puasa (mg/dl) Glukosa darah 2 jam (mg/dl) HbA1c (%) Kolesterol total (mg/dl) LDL (mg/dl) tanpa PJK LDL (mg/dl) dengan PJK HDL (mg/dl) Trigeliserida (mg/dl) tanpa PJK Trigliserida (mg/dl) dengan PJK BMI (IMT) wanita (kg/m2) BMI (IMT) pria (kg/m2) Tekanan darah (mmHg) 80-109 110-159 4-5,9 <200 <130 <100 >45 <200 <150 18,5-22,9 20,0-24,9 <140/90 Sedang 110-139 160-199 6-8 200-239 130-159 100-129 35-45 200-249 150-199 23-25 25-27 140-160/90-95 Buruk >140 >200 >8 >240 >160 >130 <35 >250 >200 >25 atau <18,5 >27 atau <20,0 >160/95

Pencegahan
Pencegahan Primer; upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Pencegahan Sekunder; upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyuluhan ditujukan terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang Diabetes.

Pencegahan
Pencegahan Tersier; ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih melanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Pencegahan
Pencegahan Tersier; ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih melanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah 80-325 mg/hari untuk mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Hubungan DM Dengan Cephalgia


Hyperglycemic Headache; konsentrasi tinggi gula dalam darah adalah racun bagi saraf dan pembuluh darah. Nyeri kepala merupakan gejala awal dari hiperglikemia selain pandangan kabur, kelelahan, dan kebingungan. Dengan tidak adanya terapi insulin, hiperglikemia dapat menyebabkan penumpukan keton, yang merupakan produk limbah dalam darah dan urin, yang dapat menyebabkan koma dan kematian. Hypoglycemic Headache; Hipoglikemia adalah suatu kondisi serius karena gula adalah sumber utama energy untuk fungsi otak. Nyeri kepala tumpul adalah tanda awal dan umum dari hipoglikemia dan sering termasuk kumpulan gejala yang saling berhubungan seperti dizziness, pandangan kabur, berkeringat, tremor, dan kebingungan. Jika tidak dapat mengkonsumsi karbohidrat sederhana seperti buah, jus pasta, atau roti, hipoglikemia dapat menyebabkan kejang, kehilangan kesadaran, dan kematian.

Hubungan DM Dengan Cephalgia


Glaucoma Headache; Pada glaukoma, saraf optik rusak menyebabkan kebutaan progresif hingga ireversibel. Glaukoma sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan di dalam mata, yang dapat menyebabkan rasa sakit mata dan nyeri kepala. Glaukoma yang terkait dengan nyeri kepala sering menampilkan nyeri tajam dan menusuk di atas dan belakang mata dan kadang-kadang terdapat pandangan kabur bahkan hilang, fenomena visual seperti halo, mual, dan muntah. Neuropathic Headache; Otak mengandung banyak neuron, termasuk saraf kranial yang besar, yang dapat mengembangkan neuropati sebagai konsekuensi dari DM. Neuropati pada saraf tersebut menyebabkan nyeri kepala yang sangat berat.

Referensi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006; 1857. Persi. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup Berperan Besar Memicu Diabetes. 2008 diakses dari http: //pdpersi.co.id Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaannya. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006; 1906. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011 Foster DW. Diabetes Melitus. Dalam : Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie, A, editor. Volume 5. Jakarta: EGC, 2000; 2196. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2006. Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Jakarta. 2006 Waspadji S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1920 Gustavani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. Departemen Ilmu Panyakit Dalam FKUI; 2006; hal. 1873 Price, Sylvia Aderson. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses/Sylvia Anderson Price, Lorraine Mc Carty Wilson; alih bahasa, Brahm U. Pendit [et.al.] editor bahasa Indonesia. Jakarta; 2005; hal. 1259

Anda mungkin juga menyukai