Anda di halaman 1dari 8

SEJARAH PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Perdagangan internasional menghubungkan satu Negara dengan negara lain sehingga meningkatkan saling ketergantungan diantara mereka suatu kondisi yang menguntungkan tetapi sekaligus juga merupakan sumber ketegangan antara negara dengan berbagai kelompok di dalam negara tersebut. Kontroversi akibat perdagangan internasional muncul akibat keinginan negara untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan tetapi dengan membatasi akibat politik dan ekonomi yang merugikan masyarakatnya. Dampak ekonomis perdagangan internasional umumnya diakui tetapi perdagangan juga selalu bersifat politis.

Sejarah Awal Perdagangan Internasional (1860-1945) Sebelum tahun 1860 atau pada abad ke-16 hingga 18, negara-negara eropa secara agresif berusaha menciptakan surplus perdagangan sebagai sumber penciptaan kekayaan bagi negara. Hal tersebut dilakukan dengan meningkatan pendirian industri dalam negeri dan membatasi impor. Ditambah lagi dengan terdapatnya sumber daya alam yang melimpah berupa emas, perak, dan logam mulia lainnya yang ada di wilayah jajahan negara-negara eropa tersebut. Kekayaan yang melimpah tersebut selanjutnya seringkali dipakai untuk membiayai banyak peperangan yang mereka ikuti, baik peperangan antara negara eropa sendiri maupun peperangan di tempat lain.

Pemikiran Ekonomi Merkantilisme Aliran ini timbul pada masa ketika perdagangan antar negara semakin berkembang pesat. Kalau di masa sebelumnya masyarakat dapat mencukupi kebutuhannya dengan dengan memproduksi sendiri, pada masa merkantilisme ini berkembang paham bahwa jika sebuah negara hendak maju, maka negara tersebut harus melakukan perdagangan dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas dan perak yang diterima merupakan sumber kekayaan negara. Berdasarkan pandangan baru kaum merkantilisme yang berkembang pesat pada zaman itu, banyak negara Eropa yang membangun perekonomiannya dengan upaya ekspor ke negara lain, dan sedapat mungkin mengurangi impor. Paham yang di anut kaum merkantilisme adalah sebagai berikut: 1. surplus perdagangan suatu negara merupakan tanda kekayaan negara tersebut 2. pemilikan logam mulia berarti pemilikan kekayaan

3. dalam suatu transaksi perdagangan, akan ada pihak yang mendapat keuntungan dan ada pihak yang menderita kerugian. Hubungan dinamik antara kekayaan dan kekuasaan adalah sebuah hal yang jamak terjadi pada masa itu yang mana kemudian hal tersebut menjadi sebuah landasan bagi teori perdagangan kaum merkantilis. Dengan demikian Negara pada masa itu adalah aktor utama yang secara aktif dan rasional mengatur ekonomi demi meningkatkan perekonomian negara. Oleh karena itulah masa-masa tersebut kemudian sering disebut sebagai zaman merkantilisme klasik. Zaman merkantilisme klasik berakhir pada abad ke-19 yang ditandai dengan adanya karya-karya tulis Adam Smith dan beberapa tokoh ekonomi politik lainnya yang mengkritik pandangan kaum merkantilis. Adam Smith dan David Ricardo pada masa itu mengusulkan teori perdagangann liberal yang kemudian selama lebih dari seratus tahun mendominasi kebijakan negara Inggris pada waktu itu. Adam Smith juga mempromotori adanya laissez-passer (membiarkan) atau perdagangan bebas yang artinya negara-negara harus bebas memproduksi barang dan memperdagangkannya, dan pada waktu yang sama bebas mengimpor barang-barang yang mereka inginkan atau yang mampu mereka beli, tanpa adanya campur tangan pemerintah. Hasil pemikiran Smith dan Ricardo mengenai perdagangan mulai mendominasi pemikiran Inggris tentang perdagangan yang ditandai dengan adanya pembatalan the Corn Laws pada 1848 dan menerapkan suatu kebijakan perdagangan bebas. Kebijakan tersebut, tidak hanya memiliki efek dalam negeri, tetapi juga efek luar yang ditandai dengan keberadaan gerakan perdagangan bebas yang terjadi di eropa daratan, tepatnya di negara Perancis. Dimana hal tersebut pada akhirnya berujung dengan adanya perjanjian CobdenChevalier (The Cobden-Chevalier Treaty) pada 1860 yang menghasilkan pembukaan pasar bebas negara Perancis. Praktek perdagangan liberal kemudian tidak hanya terjadi di Ingggris dan Perancis, tetapi juga telah menyebar ke banyak negara-negara eropa pada masa itu. Secara umum dari tahun 1830 hingga 1870 negara-negara eropa banyak menerapkan kebijakan perdagangan bebas. Pada periode itu pula, Inggris menjadi negara yang dominan dalam hal ekonomi. Dimana hal tersebut disebabkan oleh perang Napoleon pada awal abad ke-19 yang membuat kapabilitas manufaktur negara tersebut tetap stabil dan semakin membuat perekonomian Inggris pasca perang tersebut menjadi semakin kuat. Hal tersebut membuat Inggris menjadi pemimpin negara kreditor terbesar di dunia. Pada periode tersebut komitmen dan penerapan kebijakan perdagangan bebas oleh negara-negara eropa terjadi secara besar-besaran dan mengalami sebuah penurunan drastis
2

pasca depresi pada 1870 yang ditandai dengan kebijakan penaikan tariff oleh AustriaHungaria, yang kemudian diikuti oleh Italia pada 1878, Jerman dan Perancis pada 1879 dengan kebijakan proteksionismenya. Hingga akhir abad tersebut hanya Inggris yang terus konsisten menerapkan kebijakan perdagangan bebas. Depresi pada 1870 juga membuat suatu periode panjang proteksionisme yang terjadi hinnga pasca perang dunia kedua. Pada awal abad ke-20 nasionalisme berkembang dengan sangat pesat. Fenomena tersebut ditandai dengan pecahnya perang dunia pertama pada 1914 hingga 1917. Dimana pada masa perang tersebut, proteksionisme menjadi sebuah trend dan merupakan respon terhadap kondisi perekonomian pada akhir abad ke-19. Perang yang terus menerus berkelanjutan pada masa itu juga memiliki pengaruh kuat terhadap mentalitas negara- negara eropa. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam kebijakan ekonomi realis, peperangan merupakan suatu bentuk awal merkantilisme dan akhir bilatrealisme. Peperangan juga merupakan sebuah ekspresi atas nasionalisme kebijakan ekonomi. Fenomena penerapan kebijakan proteksionisme sebagian besar Negara pada masa itu mendapatkan beberapa perlawanan oleh kaum liberal yang terwujud dalam konferensi ekonomi dunia (World Economic Conference) pada 1927 dan 1933. Yang mana kedua konferensi tersebut belum cukup mampu atau dapat dikatakan gagal dalam upayanya untuk menciptakan kondisi system perdagangan dunia kea rah yang lebih baik. Akan tetapi kegagalan dua konferansi awal tersebut tidak menyurutkan upaya kaum liberal untuk menciptakan system perdagangan dunia yang ideal. Keberadaan dua konferensi ekonomi dunia tadi menjadi sebuah pijakan awal dalam upaya penciptaan system perdagangan dunia yang ideal yang terwujud dengan adanya pertemuan-pertemuan dan perjanjian- perjanjian perdagangan yang dilakukan selanjutnya. Pada awal 1930-an Amerika Serikat tampil sebagai negara pemasar terbesar di dunia. Fenomena tersebut diakibatkan oleh semakin kuatnya perekonomian domestic negara itu pasca perang dunia pertama, serta meningkatnya hubungan komersial Amerika Serikat dalam system internasional pada waktu itu. Pada waktu yang sama pula terjadi malaise yang berdampak pada merajarelanya proteksionisme perdagangan ditengah merosotnya

perdagangan internasional. Antara tahun 1930 hingga 1933 perdagangan di seluruh dunia mengalami kemerosotan sampai pada 54%. Akibatnya berbagai hambatan perdagangan diterapkan oleh AS dan negara-negara lain di dunia. Pada dekade yang sama terdapat dua event yang selanjutnya menjadi tonggak awal system perdagangan global. Dua event tersebut meliputi undang-undang Smoth-Hawley (The Smoth-Hawley Act) pada 1930 yang membahas persoalan tariff. Dimana persoalan tersebut
3

dalam perkembangannya menjadi isu pokok dalam pemilihan presiden tahun 1932, yang akhirnya dimenangkan oleh Presiden terpilih Franklin D. Roosevelt. Roosevelt selanjutnya mengangkat Cordell Hull sebagai sekretaris negara. Cordell Hull adalah seseorang yang memiliki pandangan bahwa pasar bebas adalah sesuatu yang ideal dalam system perdagangan global. Selain itu ia juga mempunyai penilaian bahwa jika negara- negara melakukan kerjasama dalam menurunkan hambatan tariff, maka hal tersebut akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menggantikan perang sebagai cara untuk menyelesaikan pertiakaian internasional. Dan dalam perkembangannya Hull dan beberapa koleganya bekerjasama dengan kongres untuk meninjau kembali legislasi tariff terbaru. Dan dua tahun kemudian, yaitu pada 1934 legilasi tersebut ditetapkan dalam undangundang yang bernama Reciprocal Trade Agreements Act (RTAA), yang juga merupakan event kedua dalam decade tersebut. Reciprocal Agreements Act (RTAA) selanjutnya menjadi sebuah gambaran revolusi dalam negeri Amerika Serikat dan pada perkembangannya juga memberikan efek pada kebijakan perdagangan internasional. Dimana RTAA sendiri juga merupakan sebuah upaya pemerintah Amerika Serikat pada waktu itu untuk memperbaiki perekonomian Amerika Serikat dari malaise. Elemen penting dalam RTAA ialah bahwa presiden mempunyai kewenangan untuk menurunkan atau menaikkan tariff hingga 50 persen dari level Smooth-Hawley dalam proses negosiasi perdagangan dengan Negara lain. Pemerintah Amerika Serikat kemudian melanjutkan menjalankan RTAA tersebut bersama dengan negara-negara lain sebagai penyikapan terhadap kondisi ekonomi pada 1934 dan sesudahnya. Pada 1939 Amerika Serikat menyepakati dua puluh satu persetujuan yang membuat reduksi mengenai bea cukai. Semua persetujuan itu dijadikan satu dalam MFN (Most Favoured Nation). Persetujuan RTAA dalam perkembangannya menjadi sebuah kesuksesan, meskipun menambah perlambatan perdagangan internasional, akan tetapi nilai terbesar dari keberhasilan program tersebut ialah bahwa RTAA telah memberikan tambahan pengalaman dalam perdagangan liberal yang kemudian akan menjadi semakin lengkap setelah berakhirnya perang dunia kedua. Singkatnya, keberadaan RTAA merupakan sebuah tonggak awal munculnya kembali system perdagangan liberal yang pernah ada sebelumnya.

Sistem Perdagangan Pasca Perang Dunia II Setahun sebelum berakhirnya perang dunia kedua atau pada tahun 1944, para pemimpin sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Inggris mengadakan konferensi di
4

Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat. Secara umum konferensi tersebut membahas upaya-upaya penciptaan suatu tata moneter baru yang bisa mencegah munculnya kembali kondisi ekonomi yang memburuk pada tahun 1920-an dan 1930-an. Yang mana hal tersebut dianggap sebagai penyebab penting perang dunia kedua. Berkaitan dengan permasalahan tersebut pada 1947 Amerika Serikat mempromosikan penciptaan organisasi perdagangan dunia atau ITO (International Trade Organization) yang akan berfungsi mengawasi penerapan aturan perdagangan bebas baru yang diberlakukan pada berbagai kebijakan proteksionis seperti tariff, subsidi, dan semacamnya. Akan tetapi organisasi tersebut tidak berhasil diciptakan karena adanya koalisi kelompok kepentingan proteksionis dalam kongres Amerika Serikat yang berhasil memaksa pemerintah AS untuk menarik diri dari perjanjian itu. Atas kegagalan tersebut, presiden Harry Truman pada tahun yang sama kemudian memajukan usulan alternative berupa pembentukan struktur sementara bagi perundingan perdagangan multilateral, yang dikenal dengan the General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Tahun 1948, GATT resmi menjadi organisasi utama yang bertanggung jawab mendorong liberalisasi perdagangan internasional. Dimana GATT mempunyai aturan-aturan yang dijadikan satu dalam sebuah peraturan umum yang terdiri dari 35 artikel. GATT mempromosikan liberalisasi perdagangan melalui serangkaian perundingan multilateral, yang disebut putaran GATT, dimana bangsa-bangsa pedagang utama dunia diharapkan bersepakat untuk mengurangi hambatan proteksionis mereka masing-masing sebagai imbalan atas kebebasan memasuki pasar ekonomi bangsa lain. GATT mempromosikan prinsip resiprositas yang terkenal dengan sebutan MFN (Most Favored Nation) trade status dimana ketika suatu negara memberi negara lain keuntungan dalam bentuk penurunan tariff bagi impor negara tersebut, maka ia harus memberikan keuntungan yang sama kepada semua negara. Tetapi ada beberapa negara yang tidak begitu saja memberikan keistimewaan itu kepada mitra dagangnya. GATT juga membolehkan pengecualian dari aturan main perdagangan umum untuk barang dan jasa tertentu, termasuk produk pertanian dan kuota untuk menangani ketimpangan neraca pembayaran. Keanggotaan GATT secara teoretis terbuka untuk setiap bangsa. Tetapi hingga saat ini sebagian negara komunis masih enggan bergabung dalam GATT karena negara-negara komunis tersebut berpandangan bahwa GATT merupakan bentuk imperialisme barat.

Dalam GATT terdapat beberapa putaran terkenal yang pernah dijalankan yang meliputi putaran Kennedy (1962-1967) yang berhasil menyepakati penurunan tariff atas barang-barang non-pertanian dari negara-negara yang berpartisipasi, sampai kira-kira 35 persen, secara menyeluruh. Dalam upaya meningkatkan perdagangannya, AS sendiri menurunkan tingkat bea cukai atas impor non-pertanian sampai kira-kira 65 persen. Putaran Tokyo pada (1973-1979) yang berhasil menurunkan tingkat tariff untuk produk industry ke tingkat rata-rata 9 persen dan menghasilkan aturan main atau kode-kode yang mengatur berbagai jenis perdagangan yang diskriminatif, termasuk pemberian subsidi ekspor, pengenaan countervailing duties, dumping, praktek belanja pemerintah, dan penilaian douane dan persyaratan perizinan. Dalam putaran Tokyo juga diberlakukan aturan main khusus bagi perdagangan dengan negara-negara berkembang.

Putaran Uruguay dan Terbentuknya WTO Putaran terakhir dalam GATT adalah putaran Uruguay. Putaran ini menjadi lebih terkenal diantara putaran-putaran yang lainnya karena beberapa hal. Pertama, seperti halnya putaran Tokyo, putaran Uruguay mencoba menangani sejumlah isu perdagangan yang muncul akibat saling ketergantungan ekonomi, semakin bervariasinya jenis barang dan jasa yang diperdagangkan, dan cara-cara yang lebih canggih untuk melindungi produk dan jasa. Putaran Uruguay bertujuan mengurangi hambatan terhadap bidang-bidang

perdagangan baru, yaitu perdagangan jasa (seperti asuransi), hak milik intelektual (seperti perangkat lunak computer), dan investasi. Amerika Serkat memiliki keunggulan komparatif dalam bidang- bidang ini dan berusaha membuatnya bias memasuki pasar di seluruh dunia. Isu kedua dalam putaran Uruguay adalah proteksi perdagangan untuk produk pertanian. Perdagangan produk pertanian sejak lama tidak dikenai peraturan GATT terutama karena isu tersebut secara politis sangatlah sensitive. Begitu putaran tersebut berlangsung, perdagangan pertanian menjadi salah satu butir utama perundinga yang berkali-kali membuat perundingan GATT tersebut macet. Perjanjian final mengenai perdagangan produk pertanian dicapai pada jam terakhir sebelum November 1993. Terakhir, isu ketiga, Putaran Uruguay menjadi istimewa karena ada upaya untuk melibatkan negara-negara sedang berkembang (NSB) dalam system perdagangan internasional dan dalam proses perundingan perdagangan. Dengan menjanjikan imbalan pembukaan ekonomi nasional mereka, NSB mengajukan tuntutan agar pasar negara industry maju (NIM) lebih terbuka bagi ekspor barang dasar, produk setengah jadi maupun produk jadinya ke NSB.
6

Setelah sempat macet selama dua kali, hasil perundingan GATT Putaran Uruguay itu akhirnya disepakati pada akhir 1994 dan berlaku pada awal 1995. Para pendukung perjanjian itu menyatakan bahwa perjanjian tertulis dalam dokumen 22.000 halaman itu akan menghasilkan penurunan sepertiga tariff perdagangan dunia dalam waktu enam tahun. Perjanjian final juga meliputi kebijakan perlindungan terhadap hak milikintelektual yang berkaitan dengan perdagangan (Trade-Related Intellectual Property Rights atau TRIP) dan pembebasan proses investasi dari pembatasan (Trade Related Investment Measures atau TRIM). Kebijakan TRIP bertujuan melindungi hak cipta, paten, dan merek dagang dari pelanggaran yang sering terjadi, seperti pembajakan. Sedangkan TRIM dimaksudkan untuk menghapuskan berbagai hambatan yang selama ini dikenakan pada investasi asing, seperti persyaratan yang muncul dari gagasan nasionalisme-ekonomi. Selain itu putaran Uruguay juga menghasilkan pembentukan organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization atau WTO). WTO yang berkantor di Jenewa, Swiss, dirancang untuk bisa mengembangkan prosedur penyelesaian sengketa yang lebih efektif termasuk kemungkinan penerapan sanksi apabila keputusannya diabaikan daripada mekanisme penyelesaian sengketa yang dimiliki GATT sebelumnya. Mekanisme WTO untuk menyelesaikan perselisihan terdiri dari satu panel ahli yang tidak memihak-mihak yang dipilih oleh dewan penyelesaian sengketa. Setiap negara anggota WTO memiliki satu suara, dan dengan demikian WTO diharapkan akan terhindar dari kemacetan akibat kekuatan veto negara-negara yang lebih kaya dan kuat, seperti halnya Dewan Keamanan PBB. Selain berfungsi sebagai organisasi perdagangan multilateral, WTO juga mempunyai peran dalam memperkenalkan atau memajukan perjanjian-perjanjian dalam hal finansial dan pelayanan telekomunikasi serta perdagangan dalam hal produk teknologi informasi. Bagi banyak ekonom liberal, WTO merupakan suatu ikhtiar multinasional untuk menggalakkan perdagangan bebas, kalau bukan mengelola perdagangan internasional, tanpa memerlukan suatu hegemon yang memaksakan ketertiban dalam system perdagangan internasional. Sedangkan para pengkritiknya memusatkan perhatian pada wewenang WTO untuk membuat peraturan dan pada banyak peraturan yang diawasinya.

DAFTAR PUSTAKA

EVOLUSI SISTEM PERDAGANGAN INTERNASIONAL 1 dan 2 Hafidwonderkid.wordpress.com/2012/12/13/evolusi-sistem-perdagangan-internasional-1/ Hafidwonderkid.wordpress.com/2012/12/13/evolusi-sistem-perdagangan-internasional-2/

Anda mungkin juga menyukai