Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SOSIOLOGI Institusi Sosial: Politik dan Pemerintahan

Kelompok 4
Denia Ghaisani Awanis 1106016941 Adnan Taher 1106059991 Andreas Meiki S 1106058805 Universitas Indonesia 2011
1

BAB I PENDAHULUAN Istilah institusi berasal dari bahasa latin yakni instituere yang artinya adalah sesuatu yang diwujudkan atau ditubuhkan. Ini artinya bahwa institusi adalah satu corak kegiatan atau aktivitas manusia yang berwujud dan berterusan. Istilah ini begitu dikenal di kalangan sarjana sains politik, karena institusi menjadi pusat dari segala kegiatan manusia. Pemahaman mengenai institusi dipelopori oleh ahli sosiologi. Namun istilah ini diubah, disesuaikan dan digunakan oleh ahli sains politik untuk menjelaskan kegiatan politik. Dalam institusi dikenal berbagai macam institusi seperti institusi keluarga, pendidikan, agama, ekonomi dan politik (pemerintahan). Institusi keluarga dikenal berbagai pembedaan, yaitu antara keluarga yang yang bersistem konsanguinal dan keluarga yang bersistem konjugal, antara keluarga orientasi dan keluarga prokreasi, dan antara keluarga batih dan kelurga luas. Kita mengenal beberapa tipe keluarga luas, seperti joint family dan keluarga luas virilokal. Semua masyarakat mengenal berbagai aturan mengenai siapa yang boleh dan tidak boleh dinikah. Salah satu diantaranya ialah incest taboo (larangan hubungan sumbang), yang melarang hubungan pernikahan dengan keluarga yang sangat dekat.1 Institusi pendidikan dikaitkan dengan berbagai fungsi. Dalam kaitan ini ada ahli sosiologi yang membedakan antara fungsi manifes dan fungsi laten. Dalam institusi agama diartikan sebagai suatu institusi penting yang mengatur kehidupan manusia. Sama halnya dengan sosiologi ekonomi yang merupakan kajian sosiologis terhadap kompleksnya kegiatan yang melibatkan produksi, konsumsi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang bersifat langka. Institusi politik adalah wujud daripada proses-proses sosial, terutamanya yang mencoba mengatur susunan masyarakat. Sekaligus juga menggambarkan bahwa kepentingan kumpulan-kumpulan manusia tertentu senantiasa dijaga dan dipertahankan oleh mereka melalui proses penyertaan dan penglibatan politik. Institusi politik bukan saja mencorakkan

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi (Lembaga Penerbit FE UI, September 2000), hlm 61-62.

tingkah laku pemegang kuasa tetapi ia juga mempengaruhi bagaimana organisasi sosial dapat berinteraksi serta dapat bertindak mempertahankan kepentingan mereka. BAB II PEMBAHASAN Dalam sesuatu sistem pemerintahan terdapat tiga institusi politik yang utama yaitu badan legislatif, badan eksekutif dan badan kehakiman. Namun kita tidak boleh mensalah artikan kewujudan institusi politik lain yang juga memainkan peranan dalam perjalanan pemerintahan dalam sebuah negara. Antara lain adalah partai politik, birokrasi, tentara, kumpulan pendesak, kumpulan berkepentingan dan lain sebagainya. Membicarakan kepemimpinan tidaklah terlepas dari pembahasan mengenai kekuasaan dan wewenang, karena kedua unsur ini melekat pada diri seorang pemimpin dalam menjalankan perannya. Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain agar supaya mengikuti keinginan pemimpin yang memegang kekuasaan. Kata kunci kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi. Kewenangan (authority) adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau kelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan/legitimasi dari masyarakat. Beberapa wewenang menurut Max Weber yaitu 1. Wewenang Kharismatik, wewenang yang didasarkan pada kelebihan pribadi dalam bentuk penampilan seseorang tokoh yang memiliki kharisma/kelebihan, kemampuan khusus yang memberi daya pesona sehingga masyarakat mengakuinya sebagai pemimpin yang kharismatik. Wewenang ini tidak disadari secara aspek legal, namun cenderung bersifat irrasional. 2. Wewenang Tradisional, yaitu wewenang yang didasarkan pada ikatan primordial, keluargaan, kekuasaan, kedaerahan, adat dan agama. Penampilan pemimpin yang memiliki wewenang tradisional ini memiliki wewenang yang lebih tinggi dari kemampuan pribadinya. Wewenang tradisional bisa berubah dan hilang sesuai dengan perkembangan masyarakat. 3. Wewenang Legal Rasional, yaitu wewenang yang didasarkan pada kemampuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang sesuai dengan aturan perundang-undangan
3

yang berlaku. Pemimpin dengan wewenang legal rasional ini dipilih dan diangkat melaluai aturan-aturan hukum, menjalankan kepemimpinannya menurut birokrasi.2 Analisis teori mengenai kekuasaan di masyarakat ada tiga yakni teori pluralis, teori power elit dan teori Marxist. Pada teori pluralis mencapai kekuasaan dengan melihat kekuasaan pada group-group. Dimana pada setiap group itu memiliki hak veto. Hak veto ini memiliki banyak keuntungan bagi setiap group-group itu sendiri. Dengan adanya hak veto ini mereka bisa memblokade atau membatasi kesuksesan kelompok-kelompok yang lain. Kelompok-kelompok lain ini kebebasannya dalam bertindak tidaklah bebas dan selalu dibatasi oleh hak veto group-group itu. Mereka tidak bisa leluasa memaparkan pendapat, karena kalau pun mereka mengeluarkan pendapat jika saja satu dari group-group penguasa itu tidak menyetujui maka pendapat yang mereka usulkan itu akan sia-sia saja.3 Konsep power elit berpacu pada teori sosial konflik, teori ini dikemukakan oleh C. Wright Mills (1956). Teori power elit ini memiliki beberapa anggota. Menurut Mills, kepala anggota-anggota dari power elit memiliki 3 bidang yang kuat di Amerika yakni bidang ekonomi, pemerintahan dan militer. Hanya orang-orang yang besar yang memiliki kekayaan dan kekuasaan saja yang bisa menjadi penguasa di negara itu selebihnya tidak bisa. Mereka yang memiliki kekuasaan dan kekayaan yang tinggi akan lebih leluasa dalam berpindah tempat dari bidang satu ke bidang yang lain. Misalnya presiden George W Bush, beliau memiliki kantor yang bisa disatukan dengan kabinet-kabinet yang dibuatnya. Teori ini kerap dilakukan di negara berkembang sekalipun di negara maju. Di negara berkembang teori ini lebih banyak digunakan, seperti di Indonesia. Mereka yang ingin menjadi penguasa haruslah memiliki modal yang besar dan rekan yang banyak untuk mendukung misinya. Teori ketiga adalah Teori Marxis yang mengacu pada analisis pengalaman politik dengan istilah operasi dalam sistem ekonomi masyarakat. Kekayaan tidak dapat dihitung dan justru melihat kebiasaan diantaranya institusi ekonomi. Dalam pemikiran Teori Marxis pemikiran negara bersatu sehingga menghasilkan politik demokrasi. Tetapi kekuasaan fokus hanya pada kekuasaan yang besar. Dalam teori ini secara garis besar lebih terkait dengan
2

Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, (Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Oktober 2010), hlm 59-65.
3

J.J. Machionis, Ch. 17: Politics and governance, hlm 448-450.

ekonomi. Jumlah uang yang sedikit yang dimiliki orang sedikit berkontribusi. Teori ini hampir mirip dengan teori model elit. Tetapi dalam teori ini lebih menekankan pada lembaga ekonomi. Kebiasaan institusi ekonomi jelas berperan dalam teori ini. Dalam kasus pilkada Provinsi Banten yang masih menyisakan sejumlah masalah. Calon kepala daerah yang kalah merasa ada keganjilan dalam rekapitulasi suara dan penetapan calon terpilih. Sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) pun digelar untuk menyelesaikannya. Sengketa pilkada Propinsi Banten digugat oleh tiga pasangan calon, Wahidin Halim- Irna Narulita, Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki dan bakal calon independen Dwi Jatmiko-Tjetjep Mulyadinata. Dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Ratu Atut Chosiyah pemenang pikada Propinsi Banten dituduh melakukan money politik. Pilkada Provinsi Banten menyisakan sejumlah masalah. Salah satunya adalah kecurangan pada pilkada Banten ada di nomor 1. Apa kecurangannya, banyak hal misalnya membagi-bagi uang, sembako, bahkan sajadah, kerudung sampai Al-quran, keterlibatan aparatur pemerintahan mengintimidasi pihak yang berseberangan, keberpihakan PNS secara masif, keberpihakan penyelenggara pemilu pilkada kepada salah satu pasangan calon, dan menemukan surat undangan pemilih dengan dilampirkan gambar pasangan calon. Calon kepala daerah yang kalah merasa ada keganjilan dalam rekapitulasi suara dan penetapan calon terpilih. Sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi, sidang yang dipimpin Ketua MK, Mahpud MD sempat diskors dan kembali dilanjutkan pukul 14.00 WIB. Sidang ini dihadiri warga Banten yang memenuhi halaman luar dan dalam gedung MK. Di hadapan majelis hakim saksi-saksi penggugat mengatakan pasangan nomor urut 1, Ratu Atut Chosiyah- Rano Karno melakukan money politik untuk memenangkan pilkada. Tanggal 21 Bulan September ada kunjungan kerja di lapangan bola Desa Pangkalan, Kabupaten Pandeglang. Waktu itu rombongan Ibu Atut melakukan kampanye secara besar-besaran dalam mengumpulkan masyarakat yang juga dihadiri olah pak camat, kapolsek dan Danramil serta para tokoh Ketua MUI dan tokoh masyarakat setempat. Waktu itu Ketua MUI dikasih uang lima juta. Kuasa hukum Atut-Rano, Artena Dahlan, membantah semua tudingan para penggugat dalam sidang lanjutan ini. Dalam kesempatan itu masa pendukung Wahidin Halim-Irna Narulita meminta Mahkamah Konstitusi bersikap adil dalam menangani sengketa pilkada
5

Banten. Sengketa pilkada Propinsi Banten digugat oleh tiga pasangan calon yakni Wahidin Halim- Irna Narulita, Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki dan bakal calon independen Dwi Jatmiko-Tjetjep Mulyadinata. Para penggugat keberatan dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU Banten karena menetapkan Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno sebagai pemenang. Rencana gugatan ke Mahkamah Konstit usi (MK) oleh dua pasang calon gubernur Banten yang kalah, dianggap mencederai pilihan rakyat. Angka kemenangan pasangan Atut-Rano yang hampir mencapai 50 persen, dinilai telah memiliki legitimasi yang tinggi. Partai Golkar, salah satu yang mengusung Atut-Rano, menilai kemenangan yang mencapai hampir 50 persen adalah fakta politik. Walau pengaduan ke MK adalah jalur yang sah, namun menurutnya tidak bisa dijadikan alasan untuk menggugat hasil itu. Politisi Golkar Tb. Ace Hasan Syadzili melalui rilis yang diterima Minggu (30/10/2011). Dia menjelaskan, demokrasi menghajatkan legitimasi yang besar. Ketika selisih suara begitu timpang, maka kekalahan harus diterima dengan lapang dada. Jangan sampai ketika ditemui sedikit masalah lalu diekspresikan secara berlebihan sehingga menutupi kenyataan amanah dan kepercayaan yang telah diberikan rakyat kepada Atut-Rano. Demokrasi itu pasti melahirkan yang menang dan kalah. Jangan sampai legitimasi dan kepercayaan yang telah diberikan rakyat Banten dicoreng oleh pihak yang tidak siap menerima kenyataan dalam demokrasi, ujarnya tegas. Masyarakat Banten, menurutnya telah menunjukkan kematangan dalam berdemokrasi. Terbukti proses pemilu pilkada Banten yang berjalan dengan sangat demokratis, terbuka, jujur, dan bebas dari praktek politik yang kotor. Masyarakat berpartisipasi aktif meluangkan waktu, pikiran, dan energinya dengan penuh antusias memilih mereka yang terbaik. Jangan proses demokrasi yang sudah berjalan baik dan lancar ini dicederai oleh ketidakpuasan pasangan yang kurang beruntung, ujarnya mengingatkan.4 Demi kebaikan Banten ke depan, mantan presiden mahasiswa UIN Jakarta ini menyarankan Atut-Rano merangkul pihak-pihak atau masyarakat yang aspirasinya selama ini tidak kepada Atut-Rano. Sementara yang kalah harus legowo karena inilah pilihan rakyat. Meski begitu, Ace tidak menampik bahwa setiap calon memiliki hak untuk melakukan
4

http://www.detiknews.com / Kemenangan Atut -Rano di Pilkada Banten digugat lawan-lawannya.

gugatan ke MK sebagaimana dijamin konstitusi. Tapi saya mempunyai keyakinan bahwa gugatan tersebut tidak memiliki legitimasi yang kuat karena rakyat Banten sendiri telah memberikan kepercayaan yang begitu besar kepada Atut-Rano, katanya. Dari hasil tersebut pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno meraih 49,64 persen suara sah. Di urutan kedua ditempati oleh Wahidn Halim dan Irna Narulita dengan perolehan 38,93 persen suara sah. Sementara pasangan Jazuli Juwaini dan Makmun Muzakki, menempati urutan terakhir dengan perolehan 11,42 persen. Pasangan Ratu Atut dan Rano Karno berhasil memenangkan pilkada Provinsi Banten di Kota dan Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Lebak, serta Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Pasangan ini hanya kalah di Kota Tangerang. Kelompok kita menganalisis bahwa kasus pemilu pilkada pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano karno menang karena adanya sumber kekayaan dan kewenangan yang peranannya cukup besar. Dalam kasus ini jika kita kaitkan dengan konsep, jelas berkaitan satu sama lain. Dalam teori plural dimana hak veto juga berperan. Terbukti dengan adanya surat undangan pemilih yang diberikan kepada para pegawai PNS. Sehingga pegawai PNS setuju atau tidak setuju harus mau menerima dan menyetujui apa yang menjadi kehendak Ratu Atut Chosiyah. Jika tidak maka yang akan terjadi adalah jabatan mereka akan dicabut dan kalau pun tidak dicabut maka gaji mereka akan ditunda dan dipersulit dalam menjalankan tugas kepegawaian mereka. Jadi mau tidak mau harus setuju dengan keinginan Ratu Atut Chosiyah. Teori model elit berkaitan erat dengan adanya kekuasaan penuh dan didukung dengan modal kekayaan yang dimiliki oleh setiap penguasa. Dalam kasus ini teori model elit berkaitan dengan kasus pasangan Ratu Atut Chosiyah. Dimana Ratu Atut Choisiyah memberikan sumbangan kepada rakyat berupa uang, sajadah, mukena, dan lain sebagainya untuk menarik perhatian rakyat. Walaupun kekayaannya nanti akan terkuras setidaknya nanti jika dia telah menjadi gubernur maka kekayaan dia akan balik. Dalam teori ini kekayaan sangat besar peranannya karena dengan adanya kekayaan kita bisa melakukan sesuatu hal yang kita inginkan walaupun kadang kalanya sering bertentangan dengan nilai dan norma. Teori Marxis jika kita kaitkan dengan kasus pasangan Ratu Atut dan Rano Karno, tidak terlalu berkaitan. Ada bagian satu sisi memperlihatkan bagian keterkaitannya misalnya mereka melakukan kebiasaan mendatangi penduduk atau
7

rakyat dalam melalukan tindakan ekonomi seperti memberikan uang. Namun yang ditekan dalam Teori Marxis adalah pada kebiasaan institusi ekonomi dalam bertindak. Dari ketiga teori diatas teori yang relevan dengan kasus pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno adalah teori model elit. Karena dalam teori ini yang ditekankan adalah kekayaan yang berlimpah dan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai sesuatu yang mereka inginkan. Jika mereka telah memiliki dua hal ini maka mereka akan lebih leluasa dalam bertindak apalagi menarik perhatian rakyat untuk memilih pasangan ini. Mereka akan mudah untuk dapat merebut hati rakyat apalagi rakyat sekarang dalam kondisi yang lemah. Maksudnya lemah dari segi ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Sebagai rakyat yang lemah mereka tidak bisa sesuka hati dalam bertindak karena adanya orang yang lebih berkuasa. Mereka harus taat serta patuh kepada penguasa yang notabennya memiliki kekayaan yang berlimpah dan kekuasaan yang tinggi. Dalam contohnya adalah pemberian uang, sembako, sajadah, dan lain sebagainya. Ini dapat membuktikan bahwa pemilihan gubernur Banten ini mengikuti teori model elit, kekayaan yang dimiliki Ratu Atut dan ketenaran yang dimiliki oleh Rano Karno membuat kemenangan pada kedua pasangan ketua dan wakil ketua gubernur Banten tersebut. Kemenangan ini dapat dilihat pula setelah Ratu Atut mengganndeng Rano Karno sebagai pasangannya, masyarakat lainnya memilih Ratu Atut dikarenakan ketenaran yang ada pada pasangan Ratu Atut itu sendiri yaitu Rano Karno. Dalam pemilihan ini masyarakat Banten sudah bersikap demokratis, terbuka, dan jujur, dalam pemilihan walaupun banyak yang terpaksa dalam memilih gubernur yang diakibatkan imbalan-imbalan seperti kaos, uang, sembako, sajadah dan yang lainnya. Pemikiran masyarakat belum terlalu terbuka karena mereka lebih mementingkan desakandesakan dari luar dan imbalan-imbalan yang menurutnya baik. Terutama pada masyarakat yang kurang mampu, mereka lebih suka dengan pemberian dari kampanye tersebut. Padahal mereka tidak memikirkan bagaimana kondisi Banten selanjutnya nanti. Sungguh miris kondisi negara kita ini. Disinilah peran generasi muda yang bermoral, berpendidikan dan bertingkah laku yang baik dibutuhkan demi Indonesia yang lebih baik ke depannya. BAB III KESIMPULAN
8

Institusi politik adalah perwujudan daripada proses-proses sosial terutama yang mengatur susunan masyarakat. Sekaligus ini juga menggambarkan bahwa kepentingan kumpulan-kumpulan manusia tertentu senantiasa dijaga dan dipertahankan oleh mereka melalui proses penyertaan dan penglibatan politik. Institusi politik bukan saja menggambarkan tingkah laku pemegang kuasa tetapi ia juga mempengaruhi bagaimana organisasi sosial dapat berinteraksi serta dapat bertindak mempertahankan kepentingan mereka. Kekuasaan (power) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain agar supaya mengikuti keinginan pemimpin yang memegang kekuasaan. Kata kunci kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi. Kewenangan (authority) adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau kelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan/legitimasi dari masyarakat. Beberapa wewenang menurut Max Weber yaitu wewenang kharismatik, wewenang yang didasarkan pada kelebihan pribadi dalam bentuk penampilan seseorang tokoh yang memiliki kharisma/kelebihan. Kedua, wewenang tradisional, yaitu wewenang yang didasarkan pada ikatan primordial, keluargaan, kekuasaan, kedaerahan, adat dan agama. Ketiga, wewenang legal rasional, yaitu wewenang yang didasarkan pada kemampuan dan kecakapan yang dimiliki seseorang sesuai dengan aturanm perundang-undangan yang berlaku. Pemimpin dengan wewenang legal rasional ini dipilih dan diangkat melaluai aturanaturan hukum, menjalankan kepemimpinannya menurut birokrasi. Pada teori pluralis mencapai kekuasaan dengan melihat kekuasaan pada group-group. Dimana pada setiap group itu memiliki hak veto. Hak veto ini memiliki banyak keuntungan bagi setiap group-group itu sendiri. Dengan adanya hak veto ini mereka bisa memblokade atau membatasi kesuksesan kelompok-kelompok yang lain. Kelompok-kelompok lain ini kebebasannya untuk bertindak tidak bebas dan selalu dibatasi oleh hak veto group-group itu. Konsep power elit berpacu pada teori sosial konflik, teori ini dikemukakan oleh C. Wright Mills (1956). Teori power elit ini memiliki beberapa anggota. Menurut Mills, kepala anggota-anggota dari power elit memiliki 3 bidang yang kuat di Amerika yakni bidang ekonomi, pemerintahan dan militer. Hanya orang-orang yang besar yang memiliki kekayaan dan kekuasaan lah yang bisa menjadi penguasa di negara itu. Mereka yang memiliki
9

kekuasaan dan kekayaan yang tinggi lebih leluasa dalam berpindah tempat dari bidang satu ke bidang yang lain. Teori ketiga adalah Teori Marxis yang mengacu pada analisis pengalaman politik dengan istilah operasi dalam sistem ekonomi masyarakat. Kekayaan tidak dapat dihitung dan justru melihat kebiasaan diantaranya institusi ekonomi. Dalam pemikiran Teori Marxis pemikiran negara bersatu sehingga menghasilkan politik demokrasi. Tetapi kekuasaan fokus hanya pada kekuasaan yang besar. Dalam teori ini secara garis besar lebih terkait dengan ekonomi. Dari ketiga teori diatas teori yang relevan dengan kasus pasangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno adalah teori model elit. Karena dalam teori yang ditekankan adalah kekayaan yang berlimpah dan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai sesuatu yang mereka inginkan. Jika mereka telah memiliki dua hal ini maka mereka akan lebih leluasa dalam bertindak apalagi menarik perhatian rakyat untuk memiilih pasangan ini. Mereka akan mudah untuk dapat merebut hati rakyat apalagi rakyat sekarang dalam kondisi yang lemah. Maksudnya lemah dari segi ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Seperti contohnya adalah pemberian uang, sembako, sajadah, dan lain sebagainya. Ini dapat membuktikan bahwa pemilihan gubernur Banten ini mengikuti teori model elit, kekayaan yang dimiliki Ratu Atut dan ketenaran yang dimiliki oleh Rano Karno membuat kemenangan pada kedua pasangan ketua dan wakil ketua gubernur Banten tersebut. Kemenangan ini dapat dilihat pula setelah Ratu Atut mengganndeng Rano Karno sebagai pasangannya, masyarakat lainnya memilih Ratu Atut di karenakan ketenaran yang ada pada pasangan Ratu Atut itu sendiri yaitu Rano Karno. Pemikiran masyarakat belum terlalu terbuka karena mereka lebih mementingkan desakan dari luar dan imbalan-imbalan yang menurutnya baik. Padahal mereka tidak memikirkan bagaimana kondisi Banten selanjutnya nanti. Sungguh miris kondisi negara kita ini. Disinilah peran generasi muda yang bermoral, berpendidikan dan bertingkah laku yang baik dibutuhkan demi Indonesia yang lebih baik ke depannya. DAFTAR PUSTAKA

10

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FE UI, September 2000. Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Oktober 2010. J.J. Machionis, Ch. 17: Politics and governance, 2000.
http://www.detiknews.com / Kemenangan Atut -Rano di Pilkada Banten digugat lawan-lawannya . diakses 15 November 2011

11

Anda mungkin juga menyukai