Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada awalnya, Britania Raya bergabung dengan Uni Eropa dengan tujuan untuk mendapat akses ekonomi dan perdagangan yang lebih mudah. Penerapan customs union di Uni Eropa dipercaya dapat mengurangi transaction cost bagi negara yang tergabung. Pasca keikutsertaan di Uni Eropa, Britania Raya mendapatkan beberapa keuntungan, seperti melalui kebijakan agrikultur bersama yang ditujukan untuk melindungi sektor agrikultur. Akan tetapi, pasca keterlibatan tersebut, Britania Raya juga mengalami kerugian yang cukup signifikan. Sejak tahun 1973, Britania Raya telah mengalami defisit perdagangan dengan negara-negara anggota EEC dengan rata-rata 30 juta poundsterling per hari.1 Selain itu, pada tahun 2010, kontribusi kotor Britania Raya dalam anggaran Uni Eropa mencapai 14 miliar poundsterling. Padahal, Britania Raya hanya bisa menyimpan 7 miliar poundsterling setahun dengan seluruh pengeluaran pemerintah. Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan utama customs union yang dibuat untuk memberikan keuntungan ekonomi bagi negara anggotanya. Kenyataan yang berbanding terbalik dengan ekspektasi menimbulkan perdebatan mengenai keanggotaan Britania Raya di Uni Eropa. Survey yang dilakukan oleh ICM menunjukkan bahwa 51% masyarakat Britania Raya ingin keluar dari Uni Eropa, sedangkan 41% ingin tetap bergabung. 2 Anggota Parlemen Britania Raya dari Partai Konservatif Douglas Carswell menyatakan bahwa masyarakat Britania Raya kuatir apabila ekonomi semakin melemah dan nilai mata uang menurun, dan oleh karena itu setuju jika Britania Raya keluar dari Uni Eropa. Bertambahnya kerugian mendorong isu ini menjadi permasalahan yang cukup serius. Kasus ini menimbulkan ketertarikan tersendiri untuk mengkaji kembali dampak nyata yang diakibatkan oleh regionalisme yang membawa serta integrasi ekonomi dalam bentuk customs union di Uni Eropa terhadap perekonomian Britania Raya.

Tory MP Adam Afriyie tries to force early EU referendum, BBC, diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/uk-politics24417670 pada tanggal 8 Desember 2013. 2 Inggris dan Rencana Keluar dari Uni Eropa, Iran Indonesia Radio, diakses dari http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/inggris-dan-rencana-keluar-dari-uni-eropa pada tanggal 8 Desember 2013.

1.2 Pertanyaan Permasalahan Mengapa keanggotaan Britania Raya di Uni Eropa tidak memberikan keuntungan yang signifikan bagi Britania Raya?

1.3 Kerangka Konsep Makalah ini akan menggunakan dua konsep dalam menjelaskan perkembangan regionalisme dan aturan perdagangan di Uni Eropa, yaitu konsep regionalisme dan teori integrasi ekonomi dari Bela Balassa. Tidak ada satu definisi universal yang disepakati mengenai regionalisme. Joseph S. Nye mendefinisikan regionalisme internasional sebagai pembentukan asosiasi atau pengelompokan antar negara atas dasar kawasan. Martin Griffiths mendefinisikan regionalisme sebagai intensifikasi proses kerjasama politik dan/atau ekonomi antar negara dan aktor lain dalam wilayah geografis tertentu.3 Andrew Heywood mendefinisikan regionalisme sebagai sebuah proses dimana kawasan-kawasan geografis menjadi unit politik dan/atau unit ekonomi yang signifikan, menjadi sebuah dasar bagi kerjasama dan identitas bersama.4 Bentuk regionalisme mengikuti aspek kerjasama utama, baik ekonomi, keamanan, maupun politik.5 Mary Burfisher et. al. memberikan penjabaran mengenai dua versi dari regionalisme, yaitu old regionalism dan new regionalism. 6 Old regionalism yang mulai terbentuk pada tahun 1950an dan 1960an merupakan integrasi yang tidak menyeluruh dan hanya sebatas penurunan atau penghapusan hambatan dalam perdagangan barang. Sementara itu, new regionalism melibatkan banyak aspek-aspek integrasi menyeluruh, atau tercapainya persatuan ekonomi (dan moneter). 7 Dengan demikian, new regionalism melibatkan integrasi ekonomi, yang dijabarkan lebih lanjut oleh Balassa.

3 4

Martin Griffiths, Encyclopedia of International Relations and Global Politics, 2005, hal. 723 Andrew Heywood, Chapter 20: Regionalism and Global Politics Notes, Global Politics, diakses dari http://www.palgrave.com/politics/global/students/chapternotes/chapter20.html pada 6 Desember 2013 5 ibid. 6 Mary E. Burfisher, Sherman Robinson, Karen Thierfelder, Regionalism: Old and New, Theory and Practice, Mei 2003, hal. 2 7 ibid., hal. 6

Bela Balassa mendefiniskan integrasi ekonomi sebagai sebuah proses sekaligus sebagai keadaan atau kondisi. Sebagai sebuah proses, integrasi ekonomi melibatkan langkahlangkah yang ditujukan untuk menghapuskan diskiriminasi antara unit-unit ekonomi yang dimiliki oleh negara-negara. Sebagai sebuah keadaan, integrasi ekonomi dapat

direpresentasikan melalui ketiadaan bentuk-bentuk diskriminasi antar perekonomian negara. Ada lima tahap integrasi ekonomi: preferential trading arrangement (PTA) free trade area (FTA) (PTA tanpa tarif internal) customs union (FTA + tarif eksternal bersama)

Pengurangan hambatan tarif antar negara yang berpartisipasi.

Penghapusan hambatan tarif antar negara yang berpartisipasi.

Penghapusan hambatan tarif antar negara yang berpartisipasi dan penerapan tarif eksternal bersama. common market

Customs union dengan arus bebas faktor produksi. economic union

Common market dengan kebijakan ekonomi bersama (common economic policy) total economic integration

Penyatuan kebijakan moneter, fiskal, sosial, dan kontrasiklikal; dan pendirian sebuah otoritas supranasional yang keputusannya mengikat.

Customs union merupakan salah satu bentuk integrasi ekonomi yang mendorong terjadinya trade creation atau pembentukan perdagangan baru. Terminologi ini dicetuskan oleh ekonom Jacob Viner pada tahun 1950. Kondisi integrasi ekonomi yang menghapuskan hambatan tarif antar negara yang berpartisipasi seperti dalam FTA dan customs union berpotensi membentuk perdagangan baru. Contohnya, ketika Negara A, Negara B dan Negara C membentuk customs union, maka hambatan tarif antar ketiga negara akan dihapuskan. Tarif terhadap barang-barang, misalnya mentega, akan dihapuskan. Penghapusan tarif akan memperlihatkan negara manakah yang paling efisien dalam memproduksi mentega, dan maka dari itu Negara B dan Negara C akan mengimpor mentega dari Negara A. Dengan demikian, customs union mendorong perdagangan baru akan komoditas mentega (trade creation).

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Regionalisme di Uni Eropa Pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC) melalui Treaty of Paris pada tahun 1951 merupakan bentuk kerjasama yang membuka jalan bagi unifikasi Eropa. ECSC mengintegrasikan produksi dan perdagangan besi, batu bara, dan baja di Belgia, Luksemburg. Belanda, Perancis, Jerman Barat, dan Italia. Pada tahun 1957, keenam negara tersebut menandatangani Treaty of Rome; membentuk European Economic Community (EEC) dan European Atomic Energy Community (EURATOM). Terbentuknya EEC mendatangkan customs union dan kerjasama ekonomi; yang kemudian mengarah kepada pembentukan pasar tunggal Eropa. Pada tahun 1967, EEC, ECSC, dan EURATOM digabungkan untuk membentuk European Community (EC), dengan satu set institusi: European Commission sebagai komisi tunggal; European Council sebagai dewan tunggal; dan European Parliament sebagai badan eksekutif. Terbentuknya badan tersebut menjadi salah satu indikator yang dapat menunjukan komitmen negara anggota dalam institusi. Pada tahun 1992, penandatanganan Treaty of Maastricht atau yang sering disebut sebagai Treaty on European Union kemudian membentuk Uni Eropa dan membawa bentukbentuk kerjasama baru. Traktat tersebut menetapkan tiga pilar Uni Eropa, yaitu pilar European Community (EC), pilar Common Foreign and Security Policy (CFSP), dan pilar European Court of Justice (ECJ).

2.2 Perkembangan Regionalisme Ekonomi di Uni Eropa Amy Verdun menyatakan bahwa perkembangan regionalisme ekonomi di Uni Eropa dapat dilihat melalui lima hal, yaitu 1) Treaty of Rome, 2) Werner Report, 3) European Monetary System, 4) Delors Report dan Maastricht Treaty, serta 5) pembentukan Economic and Monetary Union (EMU) pada tahun 1999 dan penggunaan mata uang euro. Aspek ekonomi dalam Treaty of Rome hanya sebatas pada koordinasi kebijakan ekonomi dan moneter, tanpa adanya pertimbangan untuk membentuk EMU. Treaty of Rome memang cukup ambisius dalam beberapa hal seperti pembentukan customs union dan kebijakan agrikultur bersama (common agricultural policy; CAP), akan tetapi hal-hal tersebut hanya mendasari pembentukan EEC dan bukan EMU. Meskipun demikian, kesuksesan CAP

yang terjadi bersamaan dengan goyahnya sistem kurs tetap dalam sistem Bretton Woods semakin meningkatkan minat akan pembentukan EMU untuk melanggengkan CAP.8 Keinginan akan pembentukan EMU kemudian mendorong perdebatan antara ekonom dan monetaris. Negara-negara ekonom seperti Jerman dan Belanda berpendapat bahwa koordinasi kebijakan ekonomi (anggaran, kebijakan fiskal dan bahkan kebijakan pendapatan) seharusnya mendahului penerapan kebijakan moneter bersama. Sementara itu, negara-negara monetaris seperti Perancis, Belgia dan Luksemburg berpendapat bahwa kebijakan moneter bersama dapat mendahului, dan bahkan menimbulkan, koordinasi kebijakan ekonomi. Werner Report kemudian memberikan sebuah kompromi yang menyeimbangkan baik kebijakan ekonomi dan moneter sebagai langkah pertama yang harus diambil. Werner Report juga mencantumkan tiga tahapan proses guna mencapai EMU dalam kurun waktu sepuluh tahun.9 Selama tahun 1970an, rencana-rencana bagi pembentukan EMU tidak pernah terlaksana. Pada akhirnya, muncul European Monetary System (EMS) sebagai sebuah bentuk integrasi ekonomi dan moneter pada akhir tahun 1970an. EMS dapat dikatakan sebagai bentuk konsep EMU yang lebih lunak.10 EMS memiliki mekansime kurs yang disebut dengan Exchange Rate Mechanism (ERM). Pertemuan European Council pada Juni 1988 membentuk Committee for the Study of Economic and Monetary Union, yang dipimpin oleh Preisden dari European Commission, Jacques Delors beserta seluruh gubernur bank sentral European Community. Komite tersebut memberikan laporan yang selanjutnya disebut sebagai Delors Report pada tahun 1989. Delors Report mendefinisikan tujuan penyatuan moneter sebagai liberalisasi pergerakan modal secara menyeluruh, integrasi pasar uang secara menyeluruh, penukaran nilai mata uang yang tidak dapat dikembalikan, penetapan kurs yang tidak bisa dicabut, dan kemungkinan digantinya mata uang nasional dengan mata uang tunggal.11

8 9

Amy Verdun, Economic and Monetary Union, hal. 2 Phase 1: the Werner Report, European Commission, diakses dari http://ec.europa.eu/economy_finance/euro/emu/road/werner_report_en.htm, diakses pada 7 Desember 2013. 10 Amy Verdun, Economic and Monetary Union, hal. 3 11 Phase 3: the Delors Report, European Commission, diakses dari http://ec.europa.eu/economy_finance/euro/emu/road/delors_report_en.htmpada 7 Desember 2013.

Delors Report membagi tiga tahap dalam pencapaian EMU: Tahap 1 (1990-1994)

Menyelesaikan pasar tunggal dan menghapuskan hambatan dalam integrasi finansial lebih lanjut. Tahap 2 (1994-1999)

Menetapkan European Monetary Institute untuk memperkuat kerjasama bank sentral dan menyiapkan European System of Central Banks (ESCB). Merencanakan transisi kepada mata uang euro. Mendefinisikan kepemerintahan kawasan euro di masa depan (Stability and Growth Pact) Mencapai konvergensi ekonomi antar negara anggota. Tahap 3 (1999-sekarang)

Menetapkan kurs final dan transisi kepada mata uang euro. Menetapkan ECB dan ESCB dengan pembuatan kebijakan moneter yang indemenden. Mengimplementasikan peraturan anggaran yang mengikat bagi negara anggota.

Treaty on European Union menetapkan Maastricht convergence criteria, yaitu kriteria yang harus dipenuhi sebelum dapat menggunakan mata uang tunggal. Maastricht convergence criteria dirancang untuk memastikan bahwa ekonomi negara anggota telah cukup siap untuk menggunakan mata uang tunggal. Kriteria tersebut memberikan suatu indikator dasar atas stabilitas, keberlanjutan dan tingkat kepercayaan terhadap keuangan publik negara anggota yang mencerminkan konvergensi kebijakan ekonomi dan ketahanan terhadap guncangan ekonomi.12 Pada bulan Mei 1998, sebelas negara anggota (Belgia, Jerman, Spanyol, Perancis, Irlandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Austria, Portugal, Finlandia) telah memenuhi convergence criteria dan kemudian menjadi tergolong dalam gelombang pertama yang menggunakan euro sebagai mata uang tunggal. Pada tanggal 1 Januari 1999, mata uang euro mulai masuk ke dalam pasar dan Eurosystem yang terdiri dari ECB dan bank sentral negaranegara anggota Euro mengambil alih kewajiban penetapan kebijakan moneter di kawasan Euro.

12

Phase 4: Three stages to EMU, European Commission, diakses dari http://ec.europa.eu/economy_finance/euro/emu/road/three_stages_en.htm, pada tanggal 7 Desember 2013.

Pasar tunggal Eropa terdiri dari 28 negara anggota European Economic Area (EEA). Sementara EEA merupakan gabungan dari 25 negara anggota Uni Eropa dan 3 negara anggota European Free Trade Association (EFTA). Pasar tunggal Eropa menjamin empat pilar dasar kebebasan, yaitu kebebasan dalam perpindahan barang, manusia, jasa, dan modal, dan seluruh negara anggota EEA berada dibawah empat pilar tersebut. Akan tetapi, EFTA yang terdiri dari Islandia, Liechtenstein dan Norwegia tidak memiliki seluruh hak-hak yang dimiliki oleh negara anggota Uni Eropa, seperti akses terhadap badan pembuatan kebijakan Uni Eropa.

2.3 Dampak Keanggotaan Britania Raya Dalam Uni Eropa Keanggotaan Uni Eropa memberikan dampak tertentu bagi perekonomian negaranegara anggotanya, termasuk Britania Raya. Beberapa hal diantaranya adalah kebijakan pasar tunggal Eropa dan customs union Eropa. Selain itu, otoritas pembuatan kebijakan ada di tangan Uni Eropa, dan Britania Raya harus memberikan kontribusi terhadap anggaran Uni Eropa.

Pertama adalah dampak ekonomi keanggotaan Britania Raya terhadap perdagangan. Dalam perdagangan, keanggotaan Uni Eropa dapat dikatakan merugikan Britania Raya. Sejak tahun 1973 hingga 2007, Britania Raya telah mengalami defisit perdagangan sebesar -383.7 milyar. Pada tahun 2011, 57% dari ekspor Britania Raya adalah ke pasar non-Uni Eropa, sementara hanya 43% dari ekspor yang masuk ke pasar Uni Eropa. 13 Keberadaan customs union mewajibkan Britania Raya untuk mengenakan kebijakan tarif eksternal bersama, yang berkisar antara lima hingga sembilan persenjumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan tarif ekspor Britania Raya pada tahun 1920an. Dengan demikian, Britania Raya tentu mengalami kerugian karena harus mengenakan tarif ekspor Uni Eropa yang tinggi, sementara mayoritas ekspor Britania Raya adalah ke negara-negara non-Uni Eropa. Bandingkan dengan Belgia, dimana ekspor ke negara-negara non-Uni Eropa hanya sebesar 22% dari total ekspor.14 Beberapa kelebihan dari perekonomian Britania Raya adalah bahasa, zona waktu dan struktur ekonomi; yang turut berkontribusi kepada keunggulan komparatif Britania Raya dalam perdagangan jasa antar negara. Karena negosiasi perjanjian perdagangan dilakukan oleh Uni Eropa, maka Britania Raya tidak dapat merumuskan sebuah perjanjian perdagangan
13

Daniel Hannan, The EU is not a free trade area but a customs union: until we understand the difference, the debate about our membership is meaningless, The Telegraph, diakses dari http://blogs.telegraph.co.uk/news/danielhannan/100186074/ pada 8 Desember 2013. 14 ibid.

yang disesuaikan dengan keadaan domestik Britania Raya. Hal ini terjadi dalam pengecualian jasa audiovisual dalam, yang diakibatkan oleh tekanan dari Perancis yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasional.

Kedua adalah dampak keanggotaan Britania Raya dalam konteks kontribusi. Sebagai negara anggota Uni Eropa, Britania Raya harus memberikan kontribusi bagi anggaran Uni Eropa yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan kebijakan di tingkat Uni Eropa. Pada tahun 2012, Britania Raya berkontribusi sebesar 6.9 milyar poundsterling, yaitu sekitar 0.4% GDP.15 Sejak keikutsertaannya pada tahun 1973, Britania Raya merupakan kontributor utama dari anggaran Uni Eropa, dengan kontribusi kotor sebesar 401 milyar poundsterling, dan penerimaan sebesar 134 milyar poundsterling. 16 Berikut merupakan tabel kontribusi dan penerimaan Britania Raya dengan Uni Eropa.

Source: HM Treasury European Community Finances (various editions); OBR Economic and Fiscal Outlook, March 2012, Supplementary Fiscal Table 2.20

Sulit untuk menentukan secara pasti apakah Britania Raya mendapatkan keuntungan dari program-program Uni Eropa atau tidak. Secara teoritis, kebijakan-kebijakan seperti kebijakan agrikultur bersama mengacaukan harga pasar, dan bisa jadi membuat sektor
15

Gavin Thompson dan Daniel Harari, The economic impact of EU membership on the UK, House of Commons, hal. 23 16 ibid., hal. 24

agrikultur Britania Raya menjadi tidak kompetitif. Menurut Daniel Hannan, kebijakan agrikultur bersama menambahkan 1,200 poundsterling terhadap pengeluaran satu keluarga setiap tahunnya.17 Akan tetapi, sangat sulit untuk melacak apakah sektor agrikultur Britania Raya turut dilindungi oleh kebijakan agrikultur bersama Uni Eropa atau tidak. Berikut adalah penerimaan Britania Raya yang bersumber dari anggaran Uni Eropa.

Source: HM Treasury Consolidated statement on the use of EU funds in the UK for year ended 31 Mar 2009 ; ONS mid-year population estimates

Tabel tersebut menunjukkan bahwa bagian dari Britania Raya seperti Wales dan Irlandia Utara tergolong sebagai penerima yang cukup besar dari anggaran Uni Eropa, sementara Inggris dan Skotlandia merupakan penyumbang terbesar. Persebaran yang demikian membuat estimasi keuntungan dan kerugian dari keanggotaan Britania Raya di Uni Eropa semakin sulit.

Ketiga adalah dampak keanggotaan Britania Raya dalam hal foreign direct investment (FDI). Dalam aspek foreign direct investment (FDI), dampak keanggotaan Britania Raya dalam Uni Eropa sulit untuk ditentukan. Pada tahun 2011, FDI yang masuk ke Britania Rata merupakan yang terbesar kedua di dunia, dengan nilai sebesar US$ 1.2 triliun.18 Pada tahun 2013, Britania Raya dinilai sebagai tempat yang paling menarik bagi investasi di Uni Eropa dalam European Attractiveness Survey yang dilakukan oleh Ernst and Young. Ketertarikan ini bisa datang dari dua hal. Pertama, keputusan bagi investasi didorong oleh faktor-faktor seperti integritas sistem hukum Britania Raya, ketersediaan keahlian dan jasa tertentu, dan
17

Daniel Hannan, Ten reasons to leave the EU, The Telegraph, diakses dari http://blogs.telegraph.co.uk/news/danielhannan/100020456/ten-reasons-to-leave-the-eu/ pada 8 Desember 2013. 18 Gavin Thompson dan Daniel Harari, The economic impact of EU membership on the UK, House of Commons, hal. 30

10

penggunaan bahasa Inggris. Kedua, akibat dari keanggotaan Uni Eropa, negara-negara yang berinvestasi di Britania Raya memiliki akses terhadap pasar dari 27 negara anggota EEA lainnya tanpa dikenai tarif.19

Secara garis besar, sulit untuk menentukan apakah perekonomian Britania Raya mengalami keuntungan atau kerugian yang disebabkan oleh keanggotaan Uni Eropa. Beberapa sektor diindikasikan mengalami kerugian, dan hal ini tentu berlawanan dengan teori regionalisme dan integrasi ekonomi yang, melalui penghapusan tarif, four freedoms dan sebagainya, semestinya mendorong dan menguntungkan perekonomian Britania Raya. Kebijakan-kebijakan seperti kebijakan agrikultur bersama yang awalnya dicanangkan untuk melindungi sektor agrikultur malah terkesan membebani. Satu hal yang pasti, akan ada harga yang harus dibayar apabila Britania Raya memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, menjadi EFTA maupun keluar sepenuhnya. Salah satunya adalah hilangnya akses langsung terhadap badan pembuat kebijakan Uni Eropahak yang hanya dimiliki oleh negara anggota Uni Eropa. Selain itu, akan timbul policy gap atau kekosongan kebijakan, seperti dalam sektor agrikultur yang saat ini diatur oleh Uni Eropa. Keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa juga membawa resiko-resiko baru, seperti pengenaan tarif dari Uni Eropa, maupun kemungkinan terkena kebijakan anti-dumping dari Uni Eropa.

2.4 Alternatif yang dimiliki Britania Raya bila terlepas dari keanggotaan Uni Eropa Apabila Britania Raya memang memutuskan untuk mengakhiri keanggotannya di Uni Eropa, Britania Raya masih memiliki beberapa opsi lain yang dapat dijalani. Opsi-opsi ini merupakan cara agar Britania Raya tetap mendapatkan keuntungan, terutama dalam bidang ekonomi, melalui perjanjian perdagangan yang dapat dibuat. Mekanisme free trade agreement (FTA) yang ada di Uni Eropa memungkinkan bagi negara-negara yang tidak tergabung dalam Uni Eropa untuk ada dalam perjanjian tersebut. Terdapat dua FTA yang ada sebagai alternatif Britania Raya, yaitu European Free Trade Area (EFTA) dan European Economic Area (EEA).

EFTA merupakan perjanjian perdagangan bebas regional dan bukan merupakan customs union seperti yang diterapkan bagi anggota-anggota Uni Eropa. Masing-masing
19

Gavin Thompson dan Daniel Harari, The economic impact of EU membership on the UK, House of Commons, hal. 31

11

negara dapat menentukan tarif impornya sendiri berbeda dengan negara Uni Eropa yang lain.20 Mekanisme yang diterapkan di dalam EFTA pun memungkinkan negara-negara yang tergabung di dalamnya untuk membuat perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain secara independen. Bila Britania Raya kembali lagi untuk bergabung di dalam EFTA, Britania Raya akan lebih mampu mendapatkan fleksibilitas-fleksibilitas perdagangan yang tidak akan mereka dapat bila tetap menjadi anggota Uni Eropa. Dan hal ini tentu saja relevan dengan kondisi dan kebutuhan Britania Raya dalam bidang ekonomi, terutama perdagangan. Hal ini disebabkan seperti telah sebelumnya dijelaskan bahwa dalam 40 tahun partisipasinya dalam pasar tunggal Uni Eropa, Britania Raya hanya sembilan kali mengalami surplus.21 Dan dalam hal cost and benefit analysis Britania Raya jelas harus menemukan jalan keluar pragmatis untuk mengakhiri rentetan defisit balance of payment-nya tersebut.

Alternatif berikutnya yang dimiliki Britania Raya adalah keluar dari Uni Eropa dan bergabung di dalam EEA. Perbedaan EFTA dan EEA adalah adanya law engagement yang berlaku bagi negara-negara yang tergabung di dalamnya.22 Perlu dicatat bahwa suatu negara harus menjadi anggota EFTA sebelum dapat menjadi anggota EEA. Pada bagian kecil, terdapat suatu kerugian apabila Britania Raya keluar dari Uni Eropa namun tetap tergabung di dalam EEA. Salah satu penyebab Britania Raya memiliki konsiderasi untuk meninggalkan Uni Eropa adalah bagaimana regulasi dan hukum yang berlaku di Uni Eropa tidak sesuai dengan national interest yang dimiliki Britania Raya. Dengan tergabung dalam EEA, regulasi mengenai jam kerja di Uni Eropa yang tidak sesuai dengan keinginan Britania Raya harus tetap dilaksanakan di wilayah Britania Raya. Akan tetapi, di balik hal itu sebenarnya terdapat keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh oleh Britania Raya. Keuntungan pertama adalah pastinya dana kontribusi yang diberikan Britania Raya pada Uni Eropa akan turun drastis. Apabila tergabung pada EEA saja Britania Raya tidak perlu memberi kontribusi pada: Common Agriculture and Fisheries Policy (CAP/CFP), customs union, Common Trade Policy, Common Foreign and Security Policy, Justice and Home Affairs, dan EMU. Keuntungan berikutnya adalah kecepatan ratifikasi perjanjian karena terdapat ikatan hukum di dalam EEA, dan kebebasan yang dapat dirasakan Britania Raya untuk membuat perjanjian perdagangan bebas yang sesuai dengan national interest-nya.23
20 21

Vaughne Miller, Leaving the EU (London: House of Commons Library, 2013), hal. 17 Gerard Batten, How Much Does the European Union Cost Britain (London: Bruges Group, 2008), hal 27-28 22 Vaughne Miller, Op. Cit, hal. 19 23 David Charter, Au Revoir, Europe: What If Britain Left the EU? (London: Biteback Publishing Ltd, 2012), hal. 13

12

Selain EFTA dan EEA, Britania Raya juga memiliki alternatif dengan merujuk pada salah satu negara yang berada di kawasan Eropa namun tidak tergabung di dalam Uni Eropa, yaitu Swiss. Swiss pada kenyataannya hanya tergabung perjanjian perdagangan bilateral dengan Uni Eropa walaupun mendapat hak-hak seperti negara-negara yang tergabung dalam EEA.24 Hubungan yang dimiliki oleh Uni Eropa dan Swiss tergambar melalui 72 perjanjian bilateral yang mereka buat. Hubungan intensif yang dimiliki keduanya inilah yang membuat Swiss mendapatkan hak-hak seperti negara yang tergabung dalam EEA. Bila dilihat dari sisi Britania Raya, bukan hal yang tidak mungkin hal serupa juga akan diberlakukan oleh Uni Eropa bila Britania Raya mengundurkan diri.

Source: Centre for European Reform (2012) Outsiders on the inside: Swiss and Norwegian lessons for the UK

24

Vaughne Miller, Op. Cit., hal. 20

13

Perbandingan selanjutnya akan dilakukan dalam konteks kontribusi yang harus diberikan Britania Raya pada Uni Eropa apabila tetap menjadi anggota Uni Eropa, bergabung di dalam EEA, ataupun menjalankan alternatif seperti yang dilakukan Swiss. Seperti telah disampaikan sebelumnya, salah satu keluhan parlemen Britania Raya adalah bagaimana kontribusi yang harus diberikan oleh pemerintah Britania Raya pada Uni Eropa terlampau tinggi dibandingkan dengan keuntungan-keuntungan yang didapat oleh Britania Raya saat tergabung di Uni Eropa. Kontribusi dalam Uni Eropa harus diberikan oleh negara anggota mencakup kebijakan-kebijakan Uni Eropa baik dalam bidang ekonomi, pertahanan, maupun sosial. Common Agriculture and Fisheries Policy (CAP/CFP), Customs Union, Common Trade Policy, Common Foreign and Security Policy, Justice and Home Affairs, dan EMU adalah beberapa kebijakan yang memerlukan kontribusi tetap anggota agar tetap berjalan. Negara-negara anggota EFTA berkontribusi terhadap anggaran Uni Eropa melalui dua cara, yaitu 1) memberikan bantuan dana untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi di EEA melalui EEA grants dan/atau Norway grants; dan 2) berkontribusi terhadap pembiayaan program-program Uni Eropa secara proporsional dengan kontribusi mereka terhadap GPD Uni Eropa.25 EEA grants diberikan oleh ketiga anggota EFTA, sementara Norway grants diberikan oleh Norwegia. Sebagian besar kontribusi EEA datang dari Norwegia, dengan jumlah 524 juta poundsterling pada tahun 2011. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan kontribusi Britania Raya sebagai anggota Uni Eropa yang mencapai 8.1 milyar poundsterling pada tahun 2011, maka keanggotaan Britania Raya tergolong merugikan. Besar beban ini belum lagi ditambah dengan ketidakbebasan Britania Raya dalam perencanaan perjanjian perdagangan dengan negara-negara di luar Uni Eropa karena perjanjian mengikat di dalam Uni Eropa. Apabila Britania Raya berkontribusi sebagai anggota EEA sepert Norwegia, maka akan menurunkan jumlah kontribusi Britania Raya terhadap anggaran Uni Eropa sebesar 17%. Perbandingan lebih ekstrim akan terlihat pada pengeluaran yang diberikan oleh Swiss. Menurut data yang ada, kontribusi Swiss hanyalah 420 juta poundsterling atau 53 poundssterling per kapita.
26

Pemerintah Britania Raya dapat menurunkan budget

kontribusinya sampai 60% apabila keluar dari Uni Eropa dan mengimplementasikan mekanisme yang serupa dengan Swiss. Dan hitungan ini belum termasuk dengan kebebasan

25

Gavin Thompson dan Daniel Harari, The economic impact of EU membership on the UK, House of Commons, hal. 25 26 ibid.

14

Britania Raya dari regulasi mengikat Uni Eropa dalam berbagai bidang yang bertolak belakang.

2.5 Halangan Politik Keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa Bila memang Britania Raya tidak menyatakan pengunduran dirinya dari Uni Eropa, makalah ini mengidetifikasi terdapat tekanan eksternal yang menyebabkan hal tersebut. Secara lebih khusus, alasan ini bukanlah alasan yang bersifat ekonomi, seperti perdagangan ataupun investasi, tapi lebih ke arah aspek politik. Hubungan trans-Atlantik yang dimiliki Britania Raya dan Uni Eropa dengan Amerika Serikat diidentifikasi sebagai salah satu tekanan kuat yang menyebabkan Britania Raya sulit untuk menarik dari dari Uni Eropa. Amerika Serikat memiliki kepentingan yang signifikan dengan Eropa. Hubungan baik yang telah dibangun sejak pasca-Perang Dunia diteruskan dengan membentuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) untuk tujuan keamanan. Negara-negara Eropa yang pada akhirnya terintegrasi di dalam Uni Eropa membawa angin positif bagi Amerika Serikat. Hal ini disebabkan intergrasi Eropa membuat Eropa menjadi satu kesatuan dan akan lebih mudah bagi Amerika Serikat untuk bekerja sama dengan adanya unifikasi beberapa aktor ini. Hal ini tercermin dari pernyataan Asisten Menteri Luar Negeri AS, Philip Gordon yang mengatakan: We benefit when the EU is unified, speaking with a single voice and focused on our shared interests around the world and in Europe. The more the European Union is focused on its internal debates, the less its able to be our unified partner abroad.27

Adanya two pillars kebijakan luar negeri AS menyebabkan AS harus memiliki dua partner di kawasan Eropa.28 Dan Britania Raya merupakan salah satu dari dua pilar partner AS tersebut. Kedua pilar ini berguna untuk tetap mengontrol stabilitas kawasan dibawah supervisi AS. Realitas terbaru yang terjadi di antara Eropa dan AS adalah bagaimana hubungan keduanya mulai renggang akibat adanya perbedaan nilai di antara keduanya.29 Untuk tetap menjaga agar hubungan kedua tetap dapat dijaga, AS sangat membutuhkan pilar-pilarnya ini untuk tetap menjaga dinamika yang terjadi. Dapat dibayangkan apa yang terjadi bila salah satu pilar yang sedang dibutuhkan AS ini, Britania Raya, hilang dari Uni Eropa. Dengan
27 28

Vaughne Miller, Op. Cit., hal. 11 Michael C. Williams, Culture and Security: Symbolic Power and the Politics of International Security (New York: Routledge, 2007), hal 92 29 Robert J. Lieber, Europe: Symbolic Reactions and Common Threats dalam The American Era. Power and Strategy for 21st Century (Cambridge: Cambridge University Press, 2005), hal. 63

15

kondisi yang ada ini, AS pasti akan terus memberikan tekanan pada Britania Raya untuk tetap berada di Uni Eropa. Britania Raya memainkan peran penting dalam keharmonisan hubungan luar negeri AS-Eropa. Jerman, sebagai pilar AS yang lain juga mengeluarkan statement serupa agar Britania Raya tetap berada di Uni Eropa. Hal ini tercermin dari pernyataan Menteri Pertahanan Jerman, Thomas DeMaiziere, yang mengatakan bahwa keluarnya Britania Raya dapat melemahkan NATO dan memperkecil pengaruh Britania Raya sendiri di Eropa, serta melemahkan kerjasama pro-Atlantik nya dengan AS dalam masalah-masalah ekonomi dan pertahanan.30

30

Tim L. Oliver, Why an In-Out Referendum Won't Settle the European Question in British Politics (SWP Comments 2013/C 14, May 2013), hal. 6

16

BAB III KESIMPULAN

Keanggotaan Britania Raya dalam Uni Eropa memang disinyalir membawa kerugian ekonomi. Britania Raya merupakan salah satu kontributor utama dalam anggaran Uni Eropa, sementara perdagangan Britania Raya sendiri merugi akibat keanggotaan tersebut. Alasanalasan ekonomi ini semakin mendorong perdebatan agar Britania Raya keluar dari Uni Eropa. Akan tetapi, secara praktis regionalisme bukan semata-mata mengenai integrasi ekonomi, melainkan juga integrasi politik. Hengkangnya Britania Raya dari Uni Eropa akan mengubah tatanan dunia internasional yang ada sekarang, dan perubahan tersebut tidak sepenuhnya menguntungkan. Dengan demikian, kelanjutan keanggotaan Britania Raya dalam Uni Eropa perlu memperhitungkan baik aspek ekonomi dan politik sekaligus, dan dampaknya bagi kepentingan nasional Britania Raya secara menyeluruh.

17

DAFTAR PUSTAKA

Buku Charter, David. Au Revoir, Europe: What If Britain Left the EU? (London: Biteback Publishing Ltd., 2012) Williams, Michael C. Culture and Security: Symbolic Power and the Politics of International Security. (New York: Routledge, 2007) Griffiths, Martin. Encyclopedia of International Relations and Global Politics. 2005 Batten, Gerard. How Much Does the European Union Cost Britain. (London: Bruges Group, 2008) Miller, Vaughne. Leaving the EU. (London: House of Commons Library, 2013)

Jurnal Amy Verdun, Economic and Monetary Union Robert J. Lieber, Europe: Symbolic Reactions and Common Threats dalam The American Era. Power and Strategy for 21st Century (Cambridge: Cambridge University Press, 2005) Gavin Thompson dan Daniel Harari, The economic impact of EU membership on the UK, House of Commons. Mary E. Burfisher, Sherman Robinson, Karen Thierfelder, Regionalism: Old and New, Theory and Practice, Mei 2003 Tim L. Oliver, Why an In-Out Referendum Won't Settle the European Question in British Politics (SWP Comments 2013/C 14, May 2013)

18

Website Inggris dan Rencana Keluar dari Uni Eropa, Iran Indonesia Radio, diakses dari http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/inggris-dan-rencana-keluardari-uni-eropa pada tanggal 8 Desember 2013. Andrew Heywood, Chapter 20: Regionalism and Global Politics Notes, Global Politics, diakses dari http://www.palgrave.com/politics/global/students/chapternotes/chapter20.html pada 6 Desember 2013 Phase 1: the Werner Report, European Commission, diakses dari http://ec.europa.eu/economy_finance/euro/emu/road/werner_report_en.htm, diakses pada 7 Desember 2013. Phase 3: the Delors Report, European Commission, diakses dari http://ec.europa.eu/economy_finance/euro/emu/road/delors_report_en.htmpada 7 Desember 2013. Phase 4: Three stages to EMU, European Commission, diakses dari http://ec.europa.eu/economy_finance/euro/emu/road/three_stages_en.htm, pada tanggal 7 Desember 2013. Daniel Hannan, The EU is not a free trade area but a customs union: until we understand the difference, the debate about our membership is meaningless, The Telegraph, diakses dari http://blogs.telegraph.co.uk/news/danielhannan/100186074/ pada 8 Desember 2013. Daniel Hannan, Ten reasons to leave the EU, The Telegraph, diakses dari http://blogs.telegraph.co.uk/news/danielhannan/100020456/ten-reasons-to-leave-the-eu/ pada 8 Desember 2013. Tory MP Adam Afriyie tries to force early EU referendum, BBC, diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/uk-politics-24417670 pada tanggal 8 Desember 2013.

19

Anda mungkin juga menyukai