Anda di halaman 1dari 6

Rencana Penulisan Untuk Mata Kuliah Colloqium

Denia Ghaisani Awanis


1106016941
-----------------------------------------------------------------------------------------------------Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Euroscepticism di Kawasan
Britania Raya
Latar Belakang
Inggris senantiasa mengalami pro dan kontra mengenai posisi keanggotaan
nya di Uni Eropa. Perdebatan mengenai partisipasi Inggris di dalam integrasi Eropa
sudah berlangsung sejak ECSC ( European Coal and Steel Community) dibentuk.
Pemerintah Inggris menolak tawaran integrasi Eropa karena akan bertolak belakang
dengan prinsip nasionalisme yang dimiliki oleh Inggris dan menganggap tujuan ECSC
terlalu utopis1. Inggris masih enggan untuk bergabung dalam integrasi Eropa ketika
ECSC mengembangkan kerjasama ekonomi mereka melalui pembentukan EEC.
Inggris tidak mau berada dalam EEC karena beberapa alasan. Inggris khawatir akan
hilangnya otonomi politik dan ekonomi yang selalu menyertai dalam suatu proses
integrasi ekonomi. Inggris menyadari bahwa integrasi ekonomi akan menghalangi
pencapaian kepentingan nasional dan mengurangi kontrol negara di bidang domestik 2.
Sejak awal Pemerintah Inggris memang sudah bersikap skeptis dan lebih memilih
untuk membentuk EFTA (European Free Trade Association) bersama dengan Austria,
Denmark, Norwegia, Portugal, Swedia dan Swiss. Asosiasi dagang dari 7 negara ini
dibentuk untuk memblokade pengaruh ekonomi dan dagang yang disebabkan oleh
integrasi ekonomi EEC3. Namun karena tidak ada manfaat yang signifikan dari
kerjasama EFTA, maka pemerintah Inggris segera mempertimbangkan untuk
mengajukan aplikasi keanggotaan kepada EEC.
Dalam proses bergabungnya Inggris dengan EEC, melalui serangkaian
negosiasi yang alot. Pemerintah Inggris tidak sepenuhnya ingin bergabung dengan
1

Juliet Lodge. Britain and the EEC: Exit,Voice or Loyalty? Cooperation and Conflict. Sage
Publications. hal. 200
2
Amandine Crespy & Nicolas Verschueren. From Euroscepticism to Resistance to European
Integration: An Interdisciplinary Perspective. Perspectives on European Politics and Society.
Vol.10 no.3. September 2009. Routledge. hal. 382
3
Chris Gifford. The Making of Eurosceptic Britain: Identity and Economy in a Post Imperial
State. Ashgate Publishing:England. page 45.

integrasi yang dicetuskan oleh EEC, namun Inggris hanya menginginkan terbukanya
akses ekonomi kedalam institusi tersebut agar dapat mengurangi transaction cost
antar negara dikawasan Eropa 4. Hal inilah yang menjadi dilema bagi Inggris. Disatu
sisi, Inggris ingin bergabung dengan institusi EEC yang ide nya diajukan oleh PM
Inggris saat itu yaitu Harold Macmillan. Di sisi lain, Inggris mengingkari tujuan
utama dari pembentukan EEC tersebut yaitu integrasi Eropa karena khawatir
kedaulatan negara nya akan hilang akibat integrasi tersebut.
Tindakan Macmillan yang ingin Inggris terlibat secara proaktif dalam
kerjasama ekonomi antar kawasan memberikan dampak terhadap disparitas yang
mulai muncul di dalam tubuh Partai Konservatif di parlemen. Kedaulatan dan
interdependensi Inggris menjadi alasan utama kelompok kontra. Parlemen
menganggap tindakan Macmillan ini akan membawa kekacauan bagi kepentingan
nasional dan kedaulatan Inggris5. Namun, pada akhirnya Macmillan berhasil
mendapatkan dukungan parlemen untuk merealisasikan ide keanggotaan Inggris di
EEC.
Keberhasilan Macmillan untuk merealisasikan kebijakan keanggotaan EEC ini
ternyata bukan jalan akhir bagi Inggris untuk menjadi negara yang positif dalam
pembentukan integrasi Eropa. Seiring berjalannya waktu, kontroversi keanggotaan
Inggris di Uni Eropa tidak kunjung usai. Sejak akhir dekade 80-an, Margaret Thatcer
memegang kursi Perdana Menteri Inggris. Thatcer berasal dari Partai Konservatif
yang memiliki kerangka pemikiran Eurosceptic yang sangat kuat6. Mereka
membanggakan Inggris sebagai the one and only ,dan kawasan paling ekslusif di
Eropa. Menurut Thatcer, Inggris tidak pantas tunduk pada sebuah peraturan Uni
Eropa, karena Inggris sejak dulu merupakan sebuah negara yang bangga dengan
menunjukan secara terang-terangan rasa etnosentrisme nya7. Kepempimpinan Thatcer
dilanjutkan oleh penerusnya John Major yang sama sama memiliki paham
Euroscepticism, sehingga pandangan dan sikap Inggris terhadap penyatuan integrasi
Eropa tidak berubah. Sikap skeptis Inggris terhadap Eropa mulai perlahan lahan
4

Miriam Schriefers. Pros and Cons: Great Britain in the EU. diakses dalam
http://www.thenewfederalist.eu/Pros-and-Cons-Great-Britain-in-the-EU,03604 pada
19 Oktober 2014. pukul 10.51 pm.
5

Juliet Lodge. Britain and the EEC: Exit,Voice or Loyalty? Cooperation and Conflict. Sage
Publications. hal. 201
6

Chris Gifford. Eurosceptic Thatcerism dalam The Making of Eurosceptic Britain:


Identity and Economy in a Post-Imperial State. Ashgate Publishing. England. 2008.
hal. 83
7
ibid. hal. 87

memudar di masa pemerintahan Tony Blair. Eurosceptic yang tadinya sangat kuat
perlahan digantikan oleh

renegosiasi kebijakan yang dilakukan demi mengatasi

kontroversi keanggotaan Inggris di Uni Eropa. Bahkan PM Inggris saat ini, David
Cameron juga sampai melakukan referendum yang menentukan keberlangsungan
keanggotaan Inggris dalam Uni Eropa. Sejumlah kampanye pemerintah yang
bertujuan untuk mendorong partisipasi masyarakat Inggris dalam referendum
keanggotaan Inggris di EU pun dilakukan. Hal ini dilakukan karena menurut polling
yang dapat terlihat dari hasil Survey yang dilakukan oleh The Guardian pada Juni
2014, bahwa sebanyak 48% rakyat Inggris bersikap antipati menolak penggunaan
Euro, dan 37% yang akan bersikap setuju jika pemerintah Inggris mengadakan
referendum.8. The Guardian mengatakan bahwa keinginan masyarakat agar Inggris
keluar dari Uni Eropa terbilang besar. bahkan walaupun PM Inggris David Cameron
mengatakan akan melakukan renegoisasi, namun tidak terjadi penambahan dukungan
yang cukup signifikan terhadap keanggotaan Inggris di uni Eropa. Kampanye tersebut
dilakukan sebagai upaya untuk mempengaruhi stereotype masyarakat agar mereka
mendukung keberlanjutan keanggotaan Inggris di EU.
Kubu pro Eropa pun secara aktif menyerukan arti penting keanggotan EU bagi
Inggris melalui pendekatan dalam konteks manfaat ekonomi. Menurut kubu pro
Eropa, keanggotaan Uni Eropa juga dapat dimanfaatkan sebagai langkah awal dari
upaya penetrasi nilai dan perspektif Inggris ke dalam jantung Eropa. Sehingga Inggris
bisa mempertahankan kedaulatan nya sebagai negara besar di kawasan Eropa.
Walaupun di kubu kontra, kubu Eurosceptic tetap mengusung masalah
kedaulatan dan nasionalisme untuk mempengaruhi persepsi masyarakat. Kontroversi
mengenai integrasi Inggris diantara kubu pro dan kontra di Inggris kembali
memuncak ketika Uni Eropa mengajukan penggunaan mata uang bersama (single
currency) yaitu penggunaan Euro dan Penggunaan Visa Bersama,Schengen. Inggris
menolak untuk mengadopsi euro karena merosotnya kondisi ekonomi Inggris setelah
bergabung dengan ERM (Exchange Rate Mechanism). Yang dikhawatirkan Inggris
dengan adanya mata uang bersama adalah jika Euro berhasil menggeser posisi
Poundsterling di kancah mata uang dunia. Rakyat Inggris tidak ingin mengganti posisi
Poundsterling yang sudah digunakan selama ribuan tahun oleh rakyat Inggris karena
8

British People Favour leaving the European Union, according to poll. diakses
dalam http://www.theguardian.com/politics/2014/jun/21/eu-referendum-majorityleave-opinium-observer-poll pada Minggu, 19 Oktober 2014.

Poundsterling sendiri telah memiliki porsi yang sangat kuat dari mata uang negara
apapun. Terbukti dengan nilainya yang masih melebihi dolar Amerika sekalipun.
Kondisi ini juga diyakini semakin memperkuat persepsi mengenai status Inggris
sebagai negara anggota Uni Eropa dengan basis euroscepticism terbesar.
Karakteristik Inggris yang cukup unik menjadi bagian menarik untuk
disertakan dalam kajian integrasi Eropa. Inggris sebagai negara anggota resmi Uni
Eropa mau tidak mau terlibat dalam proses perkembangan integrasi yang diupayakan
oleh Uni Eropa. Dengan kondisi Inggris yang eurosceptic seringkali menjadi
hambatan sehingga dalam beberapa kesempatan Inggris terlihat tidak melebur dalam
proses integrasi yang diupayakan oleh Uni Eropa. Inggris juga cenderung
mengingkari kebijakan yang telah dirumuskan oleh Uni Eropa. Oleh karenanya
muncul keinginan untuk meneliti apa sebenarnya Euroscepticism yang menyebabkan
Inggris dilema perihal integrasi Eropa dan keanggotaan nya di Uni Eropa.
Identifikasi Topik
Topik yang berusaha diangkat dalam penulisan ini adalah tentang
Euroscepticism yang muncul di kawasan Britania Raya khususnya di negara Inggris.
Secara lebih spesifik, tulisan ini akan mengkaji apa saja yang menyebabkan
Euroscepticism berkembang pesat di Inggris. Mengapa Inggris? Karena Inggris
merupakan pusat Eurosceptic paling besar dan paling signifikan di kawasan Eropa
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Goeffrey Evans dan Sarah Butt. yaitu:
"Euroscepticism has found a home in mainstream parties and its there, at Britain"9.
Permasalahan Spesifik
Pertanyaan panduan yang akan diangkat dalam penulisan Tugas Karya Akhir
ini adalah "Mengapa Inggris menjadi negara dengan pendukung Euroscepticism
paling tinggi di Eropa?".
Struktur Penulisan
Dari pertanyaan diatas, tulisan ini akan diawali dengan penjelasan definisi
Euroscepticism yang di tulis oleh Paul Taggart dan Aleks Sczcerbiak. Setelah itu
dilanjutkan oleh penelurusuran literatur mengenai faktor faktor apa saja yang menjadi
9

Geoffrey Evans & Sarah Butt. Explaining Change in British Public Opinion on the
European Union: Top Down or Bottom up? Palgrave Macmillan. 2007

pemicu Euroscepticism berkembang pesat di Inggris. Dalam hal ini, literatur yang
membahas tentang Euroscepticism di Inggris tidak hanya berasal dari isu identitas,
kedaulatan, atau bahkan inefektivitas Uni Eropa bagi Inggris. Namun, literatur yang
ada juga menunjukan bahwa Euroscepticism dapat dipengaruhi oleh eksistensi media,
role aktor politik serta proses decision making dalam suatu pemerintahan.
Tujuan dan Signifikansi Penulisan
Tulisan

ini

bertujuan

untuk

mengetahui

dan

memahami

konsep

Euroscepticism yang terjadi di kawasan Eropa khususnya Inggris dan mengapa


Inggris bisa menjadi basis terkuat Euroscepticism di kawasan Eropa.
Pada akhirnya, signifikansi tulisan ini diharapkan dapat menjelaskan faktorfaktor apa saja yang menyebabkan Euroscepticism di Inggris berkembang kuat di
Kawasan Eropa sedangkan kenyataan yang terjadi Inggris merupakan anggota resmi
Uni Eropa namun Inggris tidak mau mengikuti seluruh kebijakan yang dibentuk oleh
Uni Eropa. Hal ini merupakan suatu hal yang unik dalam studi ekonomi politik
internasional, karena pada umumnya suatu negara ikut bergabung dengan sebuah
institusi internasional, ingin menyamakan interest antar negara anggota institusi
tersebut demi tercapainya kerjasama positif dan menghilangkan transaction cost antar
negara di suatu institusi tersebut. Setiap negara yang comply dengan suatu institusi
akan berusaha untuk menaati setiap kebijakan yang dibentuk oleh insititusi tersebut.
Namun tidak demikian halnya dengan Inggris. Inggris merupakan anggota resmi Uni
Eropa, namun memiliki skeptisme yang tinggi terhadap integrasi Uni Eropa. Dengan
demikian, fenomena Euroscepticism di Inggris ini menjadi signifikan untuk diteliti
karena merupakan gejala anomali dari apa yang di teorisasikan oleh perspektif
institusi internasional.
Pengorganisasian Literatur
Pada awal penulisan, literatur yang ada akan membahas tentang definisi dari
Scepticsim lalu dilanjutkan dengan apa itu definisi konsep Euroscepticism. Literatur
tersebut akan menghasilkan keyword yang sering muncul dari beberapa literatur yang
berisikan definisi Euroscepticism tersebut. Pengorganisasian selanjutnya adalah
literatur

yang

membahas

tentang

faktor

faktor

pendukung

terbentuknya

Euroscepticism di Inggris. Dimulai dari literatur yang selalu muncul di jurnal-jurnal


terkemuka, yaitu literatur mengenai love-hate relationship Uni Eropa dan Inggris

yaitu tentang inefektivitas Uni Eropa bagi Inggris khususnya dalam masalah
perekonomian, lalu literatur tentang Inggris dalam menjaga kedaulatan dan identitas
nasionalnya, bahkan sampai kepada literatur yang masih jarang dibahas oleh para
scholars namun mulai di perhitungkan yaitu eksistensi media dan role of actor politic.
Dari literatur-literatur tersebut akan dibandingkan satu sama lain. Persebaran literatur
mengenai euroscepticism akan lebih banyak bermain di ranah isu apa? tentang
etnosentrisme kah atau inefektivitas Uni Eropa? Lalu, apakah aktor politik dan proses
decision making oleh para aktor politik misalnya oleh Perdana Menteri berperan besar
dalam pembentukan skeptis terhadap integrasi Eropa tersebut. Selanjutnya, akan
diklasifikasikan Euroscepticsm banyak terjadi ditingkat unit analisis apa? negara kah
atau ditingka tindividu. Terakhir, signifikansi apa yang dihasilkan oleh media dan
opini publik dalam pembentukan euroscepticism di Inggris. Penting dalam hal
penulisan ini untuk tidak mengabaikan aspek sosial budaya seperti peran media,
karena tidak dipungkiri saat ini, media berperan besar dalam konstruksi opini publik.

Anda mungkin juga menyukai