Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Brexit merupakan singkatan dari istilah “British Exit” yang dimaksudkan

sebagai kebijakan Inggris untuk melaksanakan referendum agar rakyatnya dapat

memutuskan apakah Inggris harus keluar atau tetap menjadi negara anggota Uni

Eropa. Referendum ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016 secara serentak

di keempat wilayah negara anggota Britania Raya, yaitu Inggris, Wales, Skotlandia,

dan Irlandia Utara yang dipimpin pelaksanaannya oleh mantan Perdana Menteri

Inggris, David Cameron. Sebelum memenangkan pemilu pada tahun 2010, dalam

masa kampanye David Cameron sebagai pemimpin Partai Konservatif mengangkat

isu penyelenggaraan referendum Inggris, melihat adanya unjuk rasa ketidakpuasan

yang terjangkit di masyrakat Inggris yang mengangkat kedaulatan negara ini di Uni

Eropa karena hal ini dipercaya merupakan kebijakan yang sesuai dengan prinsip

demokrasi dimana rakyat Inggris menjadi pemegang penuh hak politik di negara

tersebut.
Prinsip demokrasi inilah yang kemudian membawa isu referendum Inggris

menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Pasalnya kebijakan Inggris untuk keluar

dari Uni Eropa bukan hanya akan berdampak pada hubungan kedua pihak, melainkan

juga mempengaruhi negara-negara lain dalam skala internasional mengingat Inggris

merupakan salah satu negara maju dunia sehingga memiliki peran signifikan dalam

tatanan sistem politik dan ekonomi internasional.


Pengertian dari referendum ialah meminta pendapat rakyat secara langsung

mengenai hal-hal penting dan fundamental yang menyangkut masa depan dan nasib

1
rakyat di suatu wilayah.1 Referendum merupakan sebuah prinsip konstitusional

dimana rakyat diberikan hak bersuara dalam referendum. Hak suara dalam

referendum merupakan prinsip demokrasi dimana rakyat diberikan fasilitas dan

mekanisme untuk menyelesaikan masalah-masalah krusial yang menyangkut masa

depannya, seperti perubahan konstitusi, penggabungan dan pemisahan negara dengan

negara lainnya, dan lain-lain. Referendum Brexit mengadu dua suara masyarakat

yang berbeda, yaitu; masyarakat yang ingin tetap bersama Uni Eropa dan masyarakat

yang ingin Inggris mundur dari Uni Eropa. Jajak pendapat Referendum Brexit yang

dilakukan pada tahun 2016 dimenangkan oleh “Brexiteers” –sebutan untuk

masyarakat yang memilih Inggris mundur dari Uni Eropa. Inggris resmi mundur dari

blok ekonomi dan politik Uni Eropa.


Hubungan Inggris dengan Uni Eropa sudah terjalin jauh sebelum tanggal

resminya bergabung di Uni Eropa. Dalam sejarah, sejak abad ke-16 Inggris

merupakan negara yang berdaulat dan mandiri. Dengan kekuatan politik, ekonomi,

dan militernya, Inggris berhasil memperluas daerah kekuasaannya yang tergabung

dalam Imperium Britania. Namun kekuatan tersebut mulai berkurang akibat dampak

Perang Dunia II. Perang kemerdekaan dan dekolonisasi di kawasan Imperium

Britania setelah perang lambat laun memperlemah pengaruh Inggris di dunia.


Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, Luksemburg, dan Belanda mencetuskan

organisasi supranational di Eropa untuk tujuan perdamaian yang kini dikenal dengan

Uni Eropa. Mulai dari Perjanjian Paris hingga Perjanjian Lisbon, Uni Eropa

berkembang menjadi organisasi yang bertujuan ekonomi, keamanan, politik, dan lain-
1
Budiman Sudjatmiko. 1997. “Pokok-Pokok Pelayaaran Niaga”. Jakarta: Toko Gunung Agung.

2
lain yang membuat Inggris tertarik untuk bergabung. Berikut periode penting sejarah

Uni Eropa dan keanggotaan Inggris;


1. Tahun 1951: Perjanjian Paris membentuk sebuah komunitas batu bara

dan baja yang bernama European Coal and Steel Community (ECSC).

Komunitas ini didirikan oleh negara-negara Eropa yaitu Jerman Barat,

Prancis, Italia, Belgia, Luksemburg, dan Belanda. Dalam periode ini

Inggris belum tertarik untuk bergabung.


2. Tahun 1957: Pada periode ini negara-negara Eropa yang tergabung

dalam Perjanjian Paris membuat perjanjian baru yaitu Perjanjian Roma

yang menyepakati pembentukan dua organisasi lanjutan yaitu

Komunitas Energi Atom Eropa (Euratom), dan Masyarakat Ekonomi

Eropa (EEC). Belum ada tambahan negara anggota baru pada periode

ini.
3. Tahun 1960: Inggris membentuk komunitas negara-negara Eropa

bernama Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) bersama Austria,

Denmark, Norwegia, Portugal, Swedia, dan Swiss.


4. Tahun 1961: Inggris mengajukan pelamaran pertama untuk bergabung

dengan EEC, di bawah Perdana Menteri Harold Macmillan dari Partai

Konservatif. Permohonan tersebut diveto oleh Presiden Prancis,

Charles de Gaulle pada tahun 1963.


5. Tahun 1965: Pada tahun ini Euratom, EEC dan ECSC digabungkan

menjadi satu badan yang disebut Komunitas Eropa (EC).

Penggabungan ini disepakati oleh negara-negara anggota dalam

Perjanjuan Penggabungan (Merger Treaty).

3
6. Tahun 1967: Inggris kembali mengajukan lamaran untuk bergabung

dengan Komunitas Eropa di bawah Perdana Menteri Harold Wilson

dari Partai Buruh namun lamaran tersebut masih diveto oleh Presiden

Prancis Charles de Gaulle.


7. Tahun 1973: Inggris kembali mengajukan lamaran kepada Komunitas

Eropa di bawah Perdana Menteri Edward Heath dari Partai

Konservatif. Kali ini lamaran tersebut diterima bersamaan dengan

negara lainnya yaitu Denmark dan Irlandia.


8. Tahun 1975: Referendum Brexit bukan referendum pertama di Inggris.

Tepatnya tanggal 5 Juni, Inggris mengadakan referendum untuk

mengkonfirmasi kelanjutan keanggotaannya dengan Komunitas Eropa.

Pada referendum ini, sebanyak 67% masyarakat Inggris memilih untuk

melanjutkan keanggotan Inggris dengan Komunitas Eropa.


9. Tahun 1985: Semua negara anggota Komunitas Eropa, kecuali Inggris,

menyepakati Perjanjian Schengen. Perjanjian ini menyepakati zona

tanpa batas di sebagian besar negara-negara anggota.


10. Tahun 1986: The Single European atau UU Eropa Tunggal disepakati.

Dalam UU ini terdapat rencana untuk menciptakan pasar tunggal pada

akhir tahun 1992.


11. Tahun 1992: Komunitas Eropa diganti menjadi Uni Eropa lewat

Perjanjian Maastricht. Perjanjian ini menyepakati kewarganegaraan

Uni Eropa bagi setiap warga negara anggota. Perjanjian ini juga

menyepakati mata uang Euro (dengan sistem bank sentral Eropa)

untuk setiap negara anggota. Meskipun Inggris ikut menandatangani

4
perjanjian ini, namun di tahun berikutnya Inggris memilih opt-out dari

beberapa poin perjanjian yang menjadi pertentangan di dalam negeri

Inggris. Kebijakan untuk menetapkan mata uang Euro di Uni Eropa,

serta meningkatnya keterlibatan Uni Eropa dalam menentukan

kebijakan regional dalam negeri yang tertuang dalam perjanjian ini

adalah poin utama penolakan rakyat Inggris terhadap Uni Eropa.


12. Tahun 1997 – 2001: Uni Eropa mengembangkan kebijakan keamanan

dan memulai proses pengembangan kebijakan ketenagakerjaan dan

perlindungan sosial lewat Perjanjian Amsterdam. Tahun 2001 Uni

Eropa juga membuat Perjanjian Nice yang mereformasi institusi Uni

Eropa dan memperkuat kerja sama dalam kebijakan pertahanan dan

peradilan.
13. Tahun 2007: Perjanjian Lisbon ditandatangani. Perjanjuan ini

memperluas kekuasaan Parlemen Eropa dan memperkuat Dewan

Eropa secara signifikan. Perjanjian ini yang meningkatkan keresahan

kaum Euroskeptis, terutama di Inggris karena perjanjian ini

memungkinkan Uni Eropa menentukan kebijakan dalam negeri

Inggris.
14. Tahun 2009: Eropa mengalami dampak krisis keuangan global yang

dikenal dengan Krisis Zona Eropa.


15. Tahun 2015: Pengungsi dan migran melakukan perjalanan ke Uni

Eropa untuk mencari suaka. Mayoritas pengungsi ini melarikan diri

dari konflik bersenjata di Timur Tengah.

5
Perkembangan Uni Eropa yang dulunya merupakan komunitas ekonomi yang

dibentuk untuk menjaga perdamaian di antara negara-negara Eropa menjadi

organisasi yang politis menambah keresahan kaum populis dan Euroskeptis di

kawasan Eropa. Bukan hanya tentang permasalahan krisis ekonomi dan krisis migran

yang dihadapi masyarakat Eropa, kebijakan Dewan dan Parlemen Uni Eropa dirasa

mulai mengganggu kedaulatan negara anggotanya. Hal ini diperburuk dengan

munculnya Perjanjian Lisbon yang memperkuat wewenang Dewan Eropa dan

memperluas kekuasaan Parlemen Eropa.


Pada pemilu di Inggris tahun 2015, Partai Konservatif yang dipimpin oleh

Perdana Menteri James Cameron memenangkan mayoritas suara. Sentimen anti-

Brussel atau yang dikenal dengan Euroskeptis meningkat tajam di seluruh Eropa.

Perpecahan politik di Inggris pun tak dapat dihindari. 2 Euroskeptis dan populisme

merupakan suatu pandangan politik yang secara ekstrim dapat diartikan sebagai

pandangan anti Uni Eropa. Euroskeptis berarti kritik terhadap Uni Eropa dan integrasi

Eropa. Mulai dari mereka yang menentang beberapa institusi dan kebijakan Uni

Eropa dan mencari reformasi dan menentang keanggotaan Uni Eropa secara langsung

dan menganggap kebijakan Uni Eropa tidak dapat diganggu gugat. Hal ini terkait

dengan pandangan populisme, yaitu sebuah pandangan politik yang menjunjung

tinggi kepentingan rakyat, bukan kepentingan elit politik. Populisme banyak

mengkritik kebijakan yang dibuat baik oleh pemerintah dalam negeri maupun oleh

Uni Eropa. Perjanjian yang disepakati di Uni Eropa tidak selalu didukung oleh semua
2
Foster, Peter. 2016. “It’s not just the Brits: Euroscepticismon the rise all across Europe, major survey
shows”, diakses pada tanggal 21 Januari 2020, https://www.telegraph.co.uk/news/2016/06/07/its-not-
just-the-brits-euroscepticism-on-the-rise-all-across-eur/

6
anggota Uni Eropa. Terkadang kebijakan yang dibuat menuai kritik dan protes dari

kalangan Euroskeptis. Di Inggris, kebangkitan Euroskeptis ditandai dengan

terbentuknya Partai Independen Inggris (United Kingdom Independence Party

-UKIP) tahun 1993. UKIP menjadi provokator gerakan anti-imigran dan Brexit.
Sejak dibentuk tahun 1993 oleh Nigel Farage, UKIP terus menguat sebagai

partai pendukung Euroskeptis di Inggris. Farage sangat gigih dalam memperjuangkan

padangan Euroskeptis dengan fokus yang luas terhadap isu ekonomi dan sosial serta

isu imigrasi. Pada tahun 2009, UKIP yang diwakili oleh Roger Helmer- telah

memenangkan 12 kursi dari 73 kursi di Parlemen Eropa, mengalahkan Partai Buruh.

Meskipun di Parlemen Inggris UKIP tidak dominan, namun pandangan Euroskeptis

mendapatkan dukungan dari Partai Konservatif dan Partai Buruh. Perpecahan politik

bukan hanya memperdalam perbedaan pendapat antara partai yang berkuasa dengan

oposisi, Euroskeptis sudah masuk ke dalam setiap partai yang memecah partai ke

dalam faksi-faksi. Untuk menyelesaikan perpecahan ini, Perdama Menteri David

Cameron menginisiasi referendum yang saat ini dikenal dengan sebutan Brexit.
Kemenangan Partai Konservatif pada pemilu tahun 2005 merupakan modal

besar PM Cameron pada saat menginisiasi jajak pendapat referendum Brexit. PM

Cameron tergabung dalam “remainers” –sebutan untuk masyarakat yang memilih

bertahan dengan Uni Eropa. PM Cameron berkampanye untuk memenangkan jajak

pendapat namun kenyataan yang sedang dihadapi di kawasan Uni Eropa tidak

mendukung kampanye tersebut. Ketika jajak pendapat referendum Brexit yang

dilakukan pada tanggal 23 Juni 2016, krisis migran di negara-negara Uni Eropa

7
membuat migrasi menjadi topik kemarahan politik di seluruh Eropa.3 Kaum

Euroskeptis dan Populis memanfaatkan krisis migran dimana banyak imigran yang

datang ke Inggris dan merampas kepentingan dan hak warga lokal di Inggris. Hal

tersebut dikampanyekan sebagai kesalahan Uni Eropa dalam mengurus imigrasi.

Momentum ini yang kemudian dimanfaatkan kaum Euroskeptis dalam kampanyenya.

Sebaran hasil jajak pendapat referendum Brexit dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 1. Hasil Pemilihan Umum Referendum Brexit. Sumber: The New York Times

Pada gambar tersebut dapat dilihat mayoritas masyarakat Inggris memilih

untuk meninggalkan Uni Eropa.4 Jika hasil jajak pendapat tersebut dirinci, maka

terdapat dua negara bagian Inggris yang mayoritas suaranya memilih untuk

melanjutkan keanggotaan di Uni Eropa. Dua negara bagian tersebut adalah Skotlandia

dan Irlandia Utara. PM Cameron mengumumkan pengunduran dirinya sehari setelah

hasil jajak pendapat diumumkan. Alasan pengunduran dirinya sebagian besar

3
Mueller, Benjamin. “What is Brexit? A Simple Guide to Why It Matters and What Happens Next?”
diakses tangggal 12 Januari 2020, https://www.nytimes.com/interactive/2019/world/europe/what-is-
brexit.html
4
Ibid.

8
disebabkan oleh kegagalannya mempertahankan keanggotaan Inggris bertahan di Uni

Eropa.5
Skotlandia dan Irlandia Utara merupakan dua negara terakhir yang bergabung

dengan persemakmuran Inggris (Britania Raya) atau yang dikenal juga dengan

sebutan British Empire. Baik Skotlandia maupun Irlandia Utara merupakan negara

bagian yang bergejolak. Skotlandia telah menuntut referendum untuk berdaulat dan

keluar dari pemerintahan Inggris. Namun sudah ditolak oleh pemerintahan Inggris.

Begitu pula dengan Irlandia Utara yang merupakan pecahan Republik Irlandia,

dikuatirkan akan meminta hal yang sama dengan Skotlandia. Sejak dulu Inggris

selalu menjadi kekuatan politik yang dominan sehingga sering terjadi ketegangan.

Inggris menyatukan semua negara melalui penaklukan dan persatuan politik dan

diplomasi yang diterangkan sebagai berikut:


a. 1530 – 1540. Wales resmi menjadi bagian dari Kerajaan Inggris pada periode

ini. Pada abad ke-13 penaklukan Wales bersamaan dengan Skotlandia, namun

Kerajaan Inggris gagal menaklukkan Skotlandia.


b. 1701. Ratu Inggris, Ratu Elizabeth I mangkat pada tahun 1603 maka

sepupunya Raja James VI dari Skotlandia merupakan pewaris tahta

selanjutnya, namanya kemudian berganti menadi Raja James I dari Inggris.

Mempimpin dua kerajaan berbeda, Inggris dan Skotlandia. Kerajaan Inggris

dan Skotlandia membentuk Inggris pada tahun 1707 oleh Ratu Anne.
c. 1801. George III, keturunan Raja James I dari Inggris yang mewarisi tahta

lewat UU “Crown of Ireland 1542” membentuk Kerajaan Inggris dari Inggris

5
The Week. “Brexit: the pros and cons” diakses tanggal 13 Januari 2020,
https://www.theweek.co.uk/brexit-0

9
dan Irlandia. Namun antara tahun 1919 – 1921 terjadi perang yang dilakukan

oleh kelompok tentara republikanIrlandia yang menginginkan kemerdekaan

dari Kerajaan Inggris.Perang akhirnya usai dengan pemisahan kawasan

Irlandia Utara yang bergabung dengan Inggris, dan Irlandia Selatan yang saat

ini merupakan Republik Irlandia.6


Karena Brexit, dominasi kekuatan politik Inggris pun terganggu. Selain telah

memecah belah partai dalam parlemen di dalam negeri, menyebabkan perpecahan

suara dalam masyarakat, Brexit juga berdampak pada meningkatnya liberalisme.

Brexit memicu kembali keinginan Skotlandia untuk merdeka atau lepas dari Inggris,

meskipun referendum untuk itu telah diajukan dan ditolak pada tahun 2014.

Demikian pula yang terjadi di Irlandia Utara. Isu perbatasan dengan Republik Irlandia

dan letak Irlandia Utara yang merupakan jalur penting dalam pasar tunggal Eropa

menambah polemik yang menimbukan masalah baru bagi Inggris. Jika Irlandia Utara

dan Republik Irlandia berada dalam tekanan, hal tersebut dapat membahayakan

proses perdamaian dan keuntungan ekonomi dari perdamaian tersebut, serta

kemungkinan bersatunya Irlandia Utara dengan Republik Irlandia. Munculnya

kembali tuntutan referendum kemerdekaan Skotlandia dan keresahan warga Irlandia

Utara mengenai perbatasan dan perdamaian tersebut mempersulit penyelesaian

konstitusional Inggris dengan Uni Eropa, terutama mengenai “deal” Brexit tentang

perbatasan Irlandia Utara.7 Sedangkan untuk dampaknya di luar Inggris, Hassan dkk.
6
Little, Becky. 2019. “How Scotland, Wales, and Northern Ireland Became a Part of the U.K.”,
diakses pada tanggal 21 Januari 2020, https://www.history.com/news/united-kingdom-scotland-
northern-ireland-wales
7
Foster, Peter. 2017. “How will Brexit affect Scotland and Northern Ireland?”. Diakses tanggal 21
Januari 2020, https://www.telegraph.co.uk/news/0/how-would-brexit-affect-northern-ireland-and-

10
menjelaskan bahwa kemungkinan yang terjadi secara global adalah perusahaan-

perusahaan akan mengurangi investasi dan perekrutan karyawan karena

ketidakpastian perubahan kebijakan terkait hal tersebut. Untuk itu resolusi yang cepat

dari ketidakpastian selama proses hingga pasca-Brexit sangat diperlukan untuk

meminimalkan efek berbahaya pada perekonomian.8


Brexiteers yang sebagian besar merupakan kaum Euroskeptis berhasil dengan

misi mereka untuk keluar dari Uni Eropa. Beberapa alasan yang mendasari

pendukung Brexit yaitu:


a. Uni Eropa bukan layaknya blok regional lain seperti NAFTA atau

ASEAN. Uni Eropa bukan semata-mata blok dengan pasar dagang

yang bebas. Uni Eropa membuat undang-undang untuk para

anggotanya. Misalnya dalam menangani sebuah konflik, antara

undang-undang parlementer Inggrisdan keputusan lembaga Uni Eropa,

maka keputusan Uni Eropa lah yang diutamakan. Supremasi hukum

ini, yang tidak ditentang selama negosiasi ulang, adalah dasar untuk

penggabungan politik negara-negara anggota. Uni Eropa telah

memperoleh secara satu per satu, atribut dan perangkap kebangsaan

sepertiPresiden dan menteri luar negeri, kewarganegaraan dan paspor,

kekuatan pembuat perjanjian, sistem peradilan pidana, konstitusi

scotland/
8
Hassan, Tarek Alexander, Stephen Hollande, Laurence van Lent, and Ahmad Tahoun. 2020. “THE
GLOBAL IMPACT OF BREXIT UNCERTAINTY”. Cambridge: National Bureau of Economic
Research.

11
tertulis, bendera dan lagu kebangsaan. Hal-hal inilah yang tidak

disetujui oleh “Leavers”- sebutan untuk pro-Brexit.9


b. Uni Eropa bukan wilayah perdagangan bebas, melainkan serikat

kepabeanan. Wilayah perdagangan bebas menghilangkan hambatan

antara anggota dan cenderung membuat peserta lebih kaya. Sedangkan

serikat kepabeanan, sebaliknya, mendirikan hambatan tarif umum di

sekitar anggotanya. Hannan beranggapan bahwa sejak awal Uni Eropa

pada Masyarakat Ekonomi Eropa memprioritaskan politik di bidang

ekonomi dan memilih serikat kepabeanan sebagai sarana untuk serikat

politik. Inggris adalah satu dari dua dari ke-28 negara anggota yang

menjual lebih banyak ke seluruh dunia daripada ke Uni Eropa.

Inggrisselalu mendapat sanksi yang sangat buruk dari Tarif Eksternal

Bersama Uni Eropa. Tidak seperti Swiss, yang menikmati

perdagangan bebas dengan Uni Eropa pada saat yang sama dengan

melakukan perjanjian dengan China dan negara-negara berkembang

lainnya.
c. Respon Uni Eropa terhadap krisis migrasi, masalah keuangan, dan

masalah-masalah lainnya selalu terkesan sama yaitu “dengan integrasi

yang lebih dalam”.


d. Ketika Inggris bergabung pada tahun 1973, negara-negara yang

sekarang membentuk Uni Eropa menyumbang 36 persen dari ekonomi

dunia. Tahun lalu, jumlahnya menurun menjadi 17 persen. Jelas, laju


9
Hannan, Daniel. “The Six Best Reason to Vote Leave: Part of Spectator Brexit Debate Between
Matthew Parris and Daniel Hannan”, diakses tanggal 13 Januari 2020.
https://www.spectator.co.uk/2016/06/six-best-reasons-vote-leave/

12
pertumbuhan negara berkembang tumbuh lebih cepat daripada negara

maju, tetapi Uni Eropa juga telah secara luas dikalahkan oleh Amerika

Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Tidak sulit untuk

melihat alasannya: Uni Eropa lebih peduli dengan menjaga euro

sebagai alat untuk integrasi politik daripada dalam kesejahteraan kaum

miskin yang harus menggunakannya.


e. Jika keluar dari Uni Eropa, Inggris akan menjadi pasar ekspor tunggal

terbesar di regional Eropa. Namun, perlu dicatat bahwa Norwegia dan

Swiss berada di urutan pertama dan kedua dalam Indeks Kemakmuran

Legatum dan bahwa pemilih mereka menentang keanggotaan Uni

Eropa- Norwegia 79 persen dan Swiss 82 persen. Mereka berdagang

secara bebas dengan Uni Eropa, sementara dibebaskan dari (dalam

kasus Norwegia) sebagian besar atau (di Swiss) semua tindakan

hukumnya.
f. Suara yang penolak Brexit akan dianggap sebagai kepatuhan oleh Uni

Eropa. Jika hasilnya pemilu adalah tetap bergabung dengan Uni Eropa,

maka banyak ajuan perencanaan, yang saat ini sedang ditunda karena

masih dalam proses Brexit, akan ditolak atau digagalkan oleh Uni

Eropa dan itu merugikan Inggris.10


Meskipun suara yang didapat hanya 48 persen dari total pemilih, namun

pemilih yang pro-Uni Eropa memiliki alasan yang mendasari mereka untuk tetap

bertahan, yaitu:

10
Ibid.

13
a. Imigran. Pemilih yang pro-Uni Eropa beranggapan bahwa masalah

Imigran dapat diselesaikan dengan aturan yang tegas dari Uni Eropa

tentang darimana imigran tersebut berasal. Disamping itu, imigran

adalah sumber kebudayaan yang kaya bagi Inggris.11


b. Pekerjaan. Sebanyak 2,5juta orang bekerja karena kesepakatan dagang

dengan Uni Eropa. Dan setidaknya hampir 1 juta orang bekerja hanya

dari hubungan dengan Uni Eropa. Jika meninggalkan Uni Eropa,

diperkirakan akan terjadi sekitar 820.000 jumlah pengangguran.


c. Bisnis dan perdagangan. Hubungan dengan Uni Eropa mencakup

bisnis di dalam negeri. Sebanyak 50 persen pasar ekspor Inggris

bergantung pada pasar Uni Eropa. Bisnis juga dapat lebih mudah jika

bergabung dengan Uni Eropa. Pebisnis atau investor tidak harus

berhadapan dengan 28 aturan negara yang berbeda. Uni Eropa

menyederhanakan aturan dan proses tersebut sehingga pebisnis dapat

dengan mudah melakukan bisnisnya.


d. Ekonomi. Departemen keuangan Inggris telah memperkirakan bahwa

PDB akan turun enam persen dan harga rumah akan turun 18 persen

setelah Brexit, sementara tagihan belanja keluarga akan melonjak £

220 setahun. Ekonomi Inggris masih terlalu rapuh setelah resesi 2007

untuk mengatasi kejatuhan pasar saham pada periode ketidakpastian

setelah Brexit.

11
Lindsay-Watson, George. “10 Reasons to Vote Remain in the EU Referendum”, diakses pada tanggal
13 Januari 2020. https://metro.co.uk/2016/06/22/10-reasons-to-vote-remain-in-the-eu-referendum-
5955501/

14
e. Birokrasi. Ada produk kebijakan Uni Eropa yang dibutuhkan Inggris

yang tak pernah dibuat oleh pejabat Inggris. Kebijakan yang

membantu rakyat Inggris karena standar “red tape” atau birokrasi yang

dibuat oleh Uni Eropa.


f. Hak Asasi. Gaji yang setara untuk pria dan wanita diabadikan dalam

undang-undang Uni Eropa, termasuk cuti yang dibayar minimal 20

hari dan hak-hak ibu hamil untuk cuti yang memadai selama proses

kehamilannya. Itu adalah undang-undang progresif Uni Eropa, seperti

juga larangan diskriminasi atas usia, ras, atau orientasi seksual,

membayar cuti untuk merawat seorang anak yang sakit dan

perlindungan bagi pekerja paruh waktu.12


g. Keamanan. Eropa berperang selama ratusan tahun. Butuh kemenangan

pada 1945 setelah kematian lebih dari 60 juta orang di Perang Dunia II

untuk benua itu mencapai perdamaian, sebuah periode damai

terpanjang yang terpanjang di Eropa dalam sejarah. Salah satu alasan

utama untuk ini adalah karena sekarang perekonomian anggota Uni

Eropa saling terkait, dengan itu tentunya perang sangat tidak mungkin

terjadi.
h. Liburan. Di seluruh Eropa, rakyat Inggris dapat menikmati biaya

roaming ponsel yang lebih rendah, biaya kartu kredit yang lebih

rendah, penerbangan yang lebih murah dan kompensasi yang tepat

12
Ibid

15
ketika penerbangan ditunda atau dibatalkan berkat negosiasi Uni

Eropa. Ini tidak akan terjadi jika Inggris sendirian.


i. Manfaatnya juga terlihat di universitas-universitas Inggris. Inggris

adalah penerima manfaat terbesar kedua dari dana penelitian Uni

Eropa, dan dengan pengurangan pendidikan tinggi, pemerintah

mengharapkan dana tersebut menjadi sumber pendapatan vital bagi

universitas di Inggris.13
Meskipun hasil pemilu sudah didapat, namun perdebatan dan negosiasi

tentang apa yang akan dan harus terjadi selanjutnya merupakan permasalahan pelik

yang belum terselesaikan hingga kini. Untuk membatalkan perjanjian integrasi

ekonomi yang sudah terjadi lebih dari 40 tahun bukanlah hal yang mudah dilakukan.

Setelah kemunduran David Cameron, Theresa May melanjutkan misi Brexit namun

dia gagal. “Deal” atau perjanjian penarikan yang dibuatnya dengan Uni Eropa tidak

mendapat dukungan dari dalam negeri.14 PM May beranggapan Brexit sebagai

"kehendak rakyat" secara umum. Ia mengabaikan perbedaan pandangan rakyat

Inggris tentang Brexit. Selain tidak peka terhadap dampak Brexit di Irlandia Utara,

PM May juga gagal memberikan pemikiran serius tentang konsekuensi potensial

Brexit bagi tatanan konstitusional dan kesatuan wilayah Inggris.


PM May melakukan banyak negosiasi dengan Uni Eropa tentang kesepakatan

penarikan Brexit. Kesepakatan tersebut disetujui kedua belah pihak namun tidak

mendapat dukungan dari parlemen Inggris. Dengan kegagalannya tersebut PM May

13
Ibid
14
Barber, Tony. 2019. “Theresa May’s Brexit Legacy is A Bitterly Divided UK”, diakses pada tanggal
13 Janauri 2020, https://www.ft.com/content/ac7f8e26-a6f1-11e9-984c-fac8325aaa04

16
pun turun dari jabatannya yang kemudian digantikan oleh Boris Johnson dari Partai

Konservatif. Terkait Brexit, PM Johnson mengemukakan akan menyelesaikannya

secapatnya baik dengan kesepakatan penarikan maupun dengan tanpa kesepakatan

penarikan. Namun, risiko yang ditimbulkan jika Brexit tanpa kesepakatan akan

menyebabkan kekacauan dalam negeri dan akan berakibat buruk bagi karir politiknya

sebab jadwal pemilu yang sudah dekat. Kekacauan ekonomi, politik, dan sosial

bukanlah hal yang baik bagi popularitasnya. Oleh karena itu negosiasi kesepakatan

pun dilakukan dengan Uni Eropa. Kesepakatan tersebut hampir sama dengan hasil

kesepakatan Theresa May, namun terdapat perbedaan pada masalah perbatasan

Irlandia Utara. Kesepakatan tersebut kemudian diumumkan ke publik.


Setelah pengumuman rancangan kesepakatan tersebut pada Oktober 2019,

salah satu mitra politiknya, Partai Persatuan Demokratik Irlandia Utara, mengatakan

pihaknya tidak dapat mendukung proposal tersebut karena akan membelah kawasan

secara ekonomi dari bagian lain Inggris. Namun deal tersebut sudah disepakati. Di

sisi yang berlawanan, Partai Buruh sebagai oposisi mengecam usulan kesepakatan

yang diusulkan PM Johnson tersebut dan mengatakan pihaknya ingin menempatkan

kesepakatan tersebut pada pemungutan suara publik, memberikan masyarakat Inggris

kesempatan untuk memilih antara meninggalkan Uni Eropa dengan ketentuan usulan

Boris Johnson atau membatalkan Brexit.15


Pada Desember 2019 PM Johnson menghadapi pemilu dengan kesepakatan

penarikan Brexit yang dibuatnya dengan Uni Eropa. Partai Buruh cukup percaya diri

dapat memenangkan pemilu karena harapannya dia mendapatkan dukungan dari


15
Ibid. Op, Cit. Mueller

17
kaum nasionalis di Skotlandia dan Irlandia Utara. Namun, PM Johnson

memenangkan mayoritas suara, bahkan dari sebagian suara Partai Buruh. Pemilu

tersebut berhasil membentuk faksi dalam tubuh oposisi. Hal ini terkait dengan

kesepakatan penarikan Brexit yang telah dibuat dan tenggat waktu yang semakin

dekat, yaitu 31 Januari 2020.16

1.2. Pokok Masalah


Dalam referendum Brexit di tahun 2016, suara rakyat terpecah menjadi dua

yaitu kelompok pro Brexit (52%) dan kontra (48%) terhadap Brexit. Sampai dengan

saat ini kebijakan ini menjadi suatu tarik – ulur tanpa kepastian dan masyarakat

Inggrismenunggu putusan terakhir pada 31 Januari 2020 yang diberikan Uni Eropa

terhadap Inggris.Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka peneliti ingin

menjawab pertanyaan:
1. Mengapa Pemerintah Inggris keluar dari keanggotan Uni Eropa?
2. Apakah dampak kesepakatan penarikan Brexit terhadap Inggris dan

Uni Eropa?
3. Apakah masalah yang dihadapi selama masa transisi Brexit?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1.3.1. Tujuan Peneliatian
Adapun tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:
Untuk memberikan analisis deskriptif mengenai mengapa pemerintahan

Inggris mundur dari keanggotaan Uni Eropa dan apa pengaruhnya di dalam

dan di luar Inggris.

1.3.2. Kegunaan Penelitian


Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

16
Ibid. Op, Cit. Mueller

18
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang terpercaya serta

dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai peristiwa

mundurnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa sebagai suatu isu

pembelajaran atau kajian studi pada kasus sejenisnya.


b. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh pendidikan S1 pada

program studi ilmu hubungan internasional di Universitas Nasional.

1.4. Sistematika Penulisan


Sistematika adalah penjabaran secara singkat mengenai hal-hal yang akan

ditulis didalam skripsi. Pada umumnya, skripsi terdiri dari lima bab yang didalamnya

terdapat sub-sub bab yang menjabarkan fenomena dalam penelitian untuk selanjutnya

menjadi satu kesatuan sebagai pembahasan dari rumusan penelitian. Penyusunan

penelitian ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut:


a. Bagian pertama adalah bab pendahuluan. Di dalam bagian ini terdapat latar

belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode

penelitin dan sistematika penulisan.


b. Bagian kedua adalah tinjauan pustaka yang berisi kerangka teori dan konsep

yang akan digunakan dalam penelitian.


c. Bagian ketiga adalah gambaran mengenai implementasi kebijakan-kebijakan

yang terjadi di Uni Eropa serta ketidakstabilan situasi regional akan kekuatan

gerakan nasionalisme terhadap kepentingan Inggris.


d. Bagian keempat adalah penjabaran analisa mengenai penyebab mundurnya

Inggris dari keanggotannya di Uni Eropa dalam tekanan politik dan situasi

kepentingan nasional rakyat Inggris dalam referendum brexit di tahun 2016

dengan menggunakan teori dan konsep yang dijelaskan pada bab sebelumnya.

19
e. Bagian kelima merupakan bagian akhir sebagai kesimpulan dari hasil analisa

serta penjelasan untuk menjawab persoalan yang menjadi fokus masalah

dalam penelitian ini.

20

Anda mungkin juga menyukai