Anda di halaman 1dari 17

NAMA : GILBERT IGNATIUS

NIM : 125120407111045

Judul : Analisis Kebijakan Luar Negeri Inggris pada masa kepemimpinan PM David

Cameron : Studi Kasus diadakannya referendum Brexit (British Exit) kedua menentukan

keanggotaan Inggris di Uni-Eropa.

Negara Inggris mempunyai nama resmi United Kingdom of Great Britain and Northern

Ireland. United Kingdom adalah sebuah negara kesatuan yang terdiri dari empat negara yang

masing-masing berdiri sendiri yaitu England, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.Negara ini

berbatasan dengan Scotlandia di sebelah utara dan Wales di sebelah barat, Laut Irlandia di barat

laut, Laut Keltik di sebelah barat daya, Laut Utara di sebelah timur dan Selat Inggris di sebelah

selatan. Secara geografis Selat Inggris inilah yang memisahkan wilayah Inggris dan daratan

Benua Eropa. Sistem Pemerintahan Inggris adalah gabungan dari parliamentary democracy

dengan constitutional monarch. Sehingga Inggris dipimpin oleh Ratu sebagai Kepala Negara

dan Prime Minister sebagai Kepala Pemerintahan.

Awalnya pada tahun 1950-an Uni Eropa masih sebatas komunitas kerjasama yang

berfokus pada kerjasama ekonomi kawasan. Proses integrasi Eropa bermula dari dibentuknya

European Coal and Steel Community dengan traktat yang ditandatangani oleh Belanda, Belgia,

Italia, Jerman, Luxemburg, dan Prancis pada tanggal 18 April 1951. Kerjasama ekonomi ini

awalnya hanya beranggotakan 6 negara.Kemudian para menteri luar negeri keenam negara

memutuskan untuk memperluas kerjasama tidak hanya pada biji besi dan baja tetapi keseluruh

bagian ekonomi dengan membentuk kerjasama lain yaitu European Atomic Energy Community

( Euratom ) dan European Economic Community yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari

1958. Pada tanggal 8 April 1965, European Coal and Steel Community , European Atomic

Energy Community, European Economic Community digabung menjadi satu yaitu European

Community. Seiring berjalannya waktu European Community semakin mengalami kemajuan

dalam intergrasi dan kebijakan sehingga pada tanggal 1 November 1993 dengan Perjanjian
Maastricht (Treaty on European Union) European Community dirubah menjadi European

Union.1

Dengan didirikannya ECSC, Industri Inggris sangat dirugikan karena tidak dapat

bersaing dengan Jerman,Perancis, dan Italia yang dapat dengan bebas bergerak diantara negara

anggota ECSC. Tahun 1961 Inggris menyampaikan permintaan untuk bergabung ke European

Community. Namun keinginan itu mendapat penolakan dari sejumlah negara Eropa, khususnya

Prancis. Permintaan Inggris ditolak dua kali oleh Charles de Gaulle yang menjabat sebagai

presiden pada saat itu. Setelah de Gaulle lengser dan digantikan Felix Gouin, tepatnya pada

1967, Inggris kembali melamar menjadi anggota European Community. Langkah Inggris

memuahkan hasil pada 1 Januari 1973 permohonan itu diterima dan Inggris resmi bergabung

dengan European Community2.

Dalam proses awal pembentukan Uni Eropa, sebenarnya Inggris memiliki beberapa

peluang untuk berpartisipasi, akan tetapi Inggris memutuskan untuk tidak mengambil bagian

dalam berdirinya Uni Eropa ( pada saat itu masih berbentuk European Community ). Pada

tanggal 18 April 1951 melalui The Treaty of Paris, The Schuman Plan diterima oleh Prancis,

Jerman, Italia, Belgia, Belanda, dan Luxemburg. European Coal and Steal Community resmi

berdiri pada tanggal 10 Agustus 1952 dengan deklarasi yang ditandatangani oleh 6 negara

tersebut. Tujuan Utama ECSC adalah penghapusan berbagai hambatan perdagangan dan

menciptakan pasar bersama.3

Pada awalnya Inggris menolak tawaran untuk membentuk European Coal and Steel

Community. Inggris lebih memprioritaskan hubungan bilateral dengan mantan koloninya yaitu

Amerika Serikat dan Uni Soviet4. Pada saat itu, Inggris menganggap ECSC tidak begitu

1
Edison Muclis,Integrasi menuju Uni Eropa,CSIS.Jakarta.1997.hal 550-555
2
Hansard. “European Community Parliamentary Debates”. House of Commons. 1975 hal. 1465-1480.
3
Ibid
4
Boyle C,.Loc.Cit

2
menguntungkan bagi Inggris yang sudah mempunyai ekonomi yang stabil dibanding negara

anggota ECSC. Terlebih karena tujuan didirikannya untuk membuat kerjasama antar negara

terkait konflik akibat perang dunia kedua guna mencegah konflik berkelanjutan antara Prancis

dan Jerman. Inggris tidak merasa diuntungkan dalam tujuan tersebut.

Akan tetapi pandangan politik luar negeri Inggris mulai berubah ketika Inggris berada pada

masa jabatan Perdana Menteri Harold Macmillan ( 1957 – 1963 ) setelah melihat adanya

keberhasilan ECSC. Pada tahun 1973 Inggris sedang terkena dampak krisis minyak yang

menyebabkan rendahnya pertumbuhan ekonomi di Inggris. Sedangkan disekitarnya,

keberhasilan ECSC terdengar sampai ke parlemen Inggris. Beberapa keberhasilan ECSC yang

menonjol adalah ECSC mampu menangani krisis minyak yang terjadi pada saat itu dengan

produksi baja meningkat empat kali lipat di negara anggota ECSC. Jika dibandingkan dengan

tahun 1950-an, ECSC juga meningkatkan kesejahteraan pekerja tambang5.

Seiring berjalannya waktu, Inggris mulai melihat Perancis dan Jerman berhasil

membangun pemulihan ekonomi negaranya pasca perang dan membentuk aliansi yang kuat

dengan negara anggota yang lain. Ditambah dengan berkembangnya European Coal and Steel

Community menjadi European Community, Inggris merasa semakin perlu berada dalam meja

kepemimpinan Eropa demi menancapkan pengaruhnya terhadap negara di Eropa. Awal

ketertarikan Inggris untuk bergabung adalah untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari

kerjasama ekonomi Eropa tersebut. Akan lebih menguntungkan bagi Inggris untuk masuk dan

menjalin hubungan ekonomi yang lebih leluasa apabila berada dalam satu hubungan kerjasama

ekonomi dengan beberapa negara anggota ECSC. Daripada Inggris membangun hubungan

bilateral dengan setiap negara diluar suatu komunitas.

5
“Treaty establishing the European Coal and Steel Community, ECSC Treaty”. (London: EUR-Lex. 2010).
Diakses pada 1 Maret 2017

3
Inggris kemudian menyadari PNB perkapita negara-negara yang tergabung dalam

European Community dengan PNB Inggris mempunyai perbedaan yang cukup jauh. Kondisi

tersebut yang kemudian melatarbelakangi keinginan Inggris untuk bergabung dengan

European Community Inggris menyampaikan permintaan untuk bergabung ke European

Community pertama kali pada tahun 1961.

Namun permintaan tersebut mendapat penolakan dari sejumlah negara Eropa

khususnya Prancis. Kemudian tahun 1963 Inggris kembali melamar dan ditolak kembali oleh

Charles de Gaule yang menjabat sebagai presiden Prancis pada saat itu. Alasan Charles de

Gaule menolak Inggris dua kali adalah ketakutan Prancis apabila Inggris akan menjadi musuh

dalam selimut bagi Eropa karna kedekatan Inggris dengan Amerika Serikat. Setelah Charles de

Gaule lengser, Inggris mengajukan permohonan kembali pada tahun 1967 pada masa

kepemimpinan Edward Heath dari Partai Konservatif. Akhirnya perjuangan Inggris

membuahkan hasil pada saat itu, permohonan Inggris diterima dan Inggris resmi bergabung

dengan European Community pada 1 Januari 1973 bersama dengan Denmark dan Irlandia.

Pasca bergabung kedalam Uni Eropa, ekonomi Inggris cenderung meningkat lebih

signifikan dibandingkan peningkatan sebelumnya (yang dilihat berdasarkan tingkat GDP dan

volume perdagangan bersama Uni Eropa.) Namun, dalam dua tahun pasca bergabung dengan

Uni Eropa, Inggris memutuskan untuk mempertimbangkan kembali status keanggotaannya

berdasarkan janji PM Harold Wilson yang menyatakan bahwa jika keanggotaan Inggris di EEC

tidak memberikan perubahan dalam masa enam bulan, maka sebuah referendum akan digelar.

Partai konservatif yang berkuasa di parlemen saat itu, mendapatkan banyak dukungan atas

keanggotaan Inggris dalam common market, namun banyak pula pejabat tinggi yang

4
menginginkan untuk keluar. Berdasarkan hasil suara yang diperoleh dalam referendum

tersebut, jumlah suara sebesar 67% memilih agar Inggris tetap menjadi bagian dari Uni Eropa6.

Setelah bergabungnya Inggris ke European Community, 2 tahun setelahnya yaitu pada

5 Juni 1975 Inggris mengadakan referendum apakah mereka akan tetap bergabung atau keluar

dari keanggotaan European Community. Hubungan Inggris dan Uni Eropa mengalami

ketegangan selama 10 tahun belakangan ini. Sehingga membangkitkan desakan dari dalam

masyarakat Inggris untuk keluar dari Uni Eropa. Munculnya partai United Kingdom

Independence Party dan Vote Leave sebagai pendorong tuntutan untuk mengadakan

referendum agar Inggris keluar berhasil menggiring referendum dengan hasil keputusan

mayoritas warga Inggris yang memilih untuk keluar dari Uni Eropa. Pada tahun 1975 Inggris

mengadakan referendum pertama yang menghasilkan keputusan untuk melanjutkan

keanggotaannya. Disusul dengan referendum kedua yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juni

2016 yang berujung dengan 51,9% suara rakyat Inggris untuk keluar dari keanggotaan Uni

Eropa7.

Referendum brexit sendiri bermula ketika PM David Cameron dalam pidatonya tahun

2013 menjanjikan bahwa ia akan menggelar referendum jika dirinya terpilih kembali dalam

pemilu berikutnya. Selanjutnya terjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat umum

maupun elit politik terhadap opini penarikan diri Inggris dari Uni Eropa. Dalam pro dan kontra

tersebut, terjadi perang kampanye yang dilakukan oleh pendukung brexit

maupun kubu anti brexit. Dalam hal ini pemerintah Inggris mengeluarkan dana sebesar 9 juta

pounsterling untuk mencetak brosur kampanye agar masyarakat Inggris memilih remain.

Selain itu, Perdana Menteri David Cameron yang berada pada kubu remain menekankan

6
Prasetyo, Z. “Selasar Politik”. (28juli 2016).www.selasarpolitik.com/politik/brexit-mengingatkembali-
referendum-1975 .
7
Beddoes,Z.M,”The Brexit Brief: our guide to Britain’s EU Referendum,”The Economist(Juni,2016),hal.5

5
kepada masyarakat bahwa brexit akan membawa kegelapan pada masa depan Inggris. Hal ini

diperkuat dengan analisis menteri keuangan Inggris George Osbone yang menunjukkan bahwa

setelah dua tahun pasca brexit, Inggris akan mengalami tekanan ekonomi berupa penurunan

GDP sebesar 3,6%, inflasi akan meningkat sebesar 2,3%, tingkat pengangguran akan

meningkat sebesar 1,6 % dengan jumlah 520.000 jiwa. Upah rata-rata akan menurun sebesar

2,8%, bisnis properti akan menurun sebesar 10%, nilai poundstering menurun sebesar 12%.

Berdasarkan datadata tersebut, Osbone ingin mennjukkan bahwa ekonomi Inggris akan

mengalami keterpurukan jika masyarakat memilih leave dari Uni Eropa. Sementara, kubu pro

brexit yang direpresentasikan oleh mantan walikota Inggris Boris Johnson, menyatakan bahwa

dengan brexit Inggris dapat mengendalikan mata uang nasional, memperoleh kekuatan sebagai

negara mandiri, dan memiliki masa depan ekonomi. Pada dasarnya kubu pro brexit selalu

menekankan pada keuntungan yang diperoleh Inggris, sementara kubu anti brexit memiliki

pendapat sebaliknya.

Belakangan ini “Brexit” menjadi suatu istilah yang sangat populer belakangan ini,

Referendum ini sangat fenomenal dalam beberapa bulan ini. Anggota UE lain sangat

mencemaskan hal tersebut karena ditakutkan implikasi yang dihasilkan bisa sangat luas dan

dalam jangka yang panjang8. Sebagian besar negara Anggota UE mengharapkan agar Inggris

tetap berada didalam UE, sebagian lagi menyiapkan strategi darurat, dan sebagian lagi

menyiapkan tindakan balasan, jika Inggris keluar. “Brexit” sendiri merupakan akronim dari

Britain Exit, yang bermakna keluarnya Inggris dari integritasi UE yang terdiri dari 28 negara9.

“Brexit” digunakan untuk mengkritik dan menyudutkan Brussels, Belgia, markas UE yang

dinilai selama ini menggerogoti Inggris dengan beban-beban regulasinya10. Puncak dari

8
“Brexit” dan Gejolak Pasar Global, KOMPAS, 15 Juni 2016
9
http://internasional.kompas.com/read/2017/06/23/18300061/hari.ini.dalam.sejarah.rakyat.inggris.pilih.kelua
r.dari.uni.eropa diakses pada tanggal 01 November 2017 pukul 23.13
10
“Inggris Tentukan Masa Depan,” Koran Sindo, 23 Juni 2016: 1.

6
negosiasi keanggotaan Inggris di UE muncul pada tanggal 22 Januari 2013 sebagai janji

kampanye PM David Cameron dari Partai Konservatif11.

Referendum ini dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 2016 di 4 kawasan yang terdiri dari

Inggris, Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara yang pelaksanaanya dipimpin oleh mantan

Perdana Menteri Inggris, David Cameron12, kebijakan ini merupakan janji yang dikatakan

David Cameron pada saat kampanye pada tahun 2015 karena David Cameron mempercayai

bahwa referendum ini merupakan kebijakan yang sesuai dengan prisnsip demokrasi dimana

rakyat Inggris menjadi pemegang penuh hak politik di negara tersebut.13 Setelah keputusan

brexit diumumkan, Perdana menteri David Cameron disaat yang sama juga mengumumkan

pengunduran dirinya yang berlangsung pada bulan Oktober 2016. Sejak opini brexit muncul

ditengah publik, Cameron dikenal sebagai pihak yang memimpin kampanye agar Inggris tetap

bersama dengan Uni Eropa. Dalam pengunduran dirinya Cameron mengatakan,

“I will do everything I can as prime minister to steady the ship over the coming weeks and

months, but I do not think it would be right for me to try to be the captain the streers our country

to its next destination14.”

Sebagian warga negara Inggris menginginkan keluar dari Uni Eropa, namun

setengahnya menyatakan ingin terus tergabung bersama Uni Eropa dimana hasil saat ini

sebelum referendum masih berimbang. Pada tahun 2015 Inggris merupakan negara kontributor

anggaran terbesar ketiga setelah Jerman dan Perancis dengan jumlah pembayaran sebesar 17,8

11
Gross, Jenny and Jason Douglas, ”Immigration Unease in UK Animates ‘Brexit’ Vote,” The Wall Street Journal,
June 17-19, 2016.
12
BBC News, „EU Referendum: BBC Forecasts UK votes to leave‟, www.bbc.com/news/uk-politics-36615028,
diakses pada tanggal 22 September 2017,pukul 21.00
13
Ian Bond, Sophia Besch, “Europe After Brexit: Unleashed or Undone?”, 2016,
https://www.cer.org.uk/sites/default/files/pb_euafterBrexit_15april16.pdf, diakses pada tanggal 23
September 2017,pukul 13.00.
14
http://internasional.kompas.com/read/2017/06/23/18300061/hari.ini.dalam.sejarah.rakyat.inggris.pilih.kelu
ar.dari.uni.eropa diakses pada tanggal 23 September 2017,pukul 13.00

7
miliyar sehingga setiap orang di Inggris harus menyumbang sebesar 200 Euro dalam

anggaran Uni Eropa. Dalam konteks ini, iuran Inggris kepada Uni Eropa jauh lebih

besar dibandingkan dengan anggaran dalam negeri yang hanya berjumlah 9

miliyar Euro per tahun. Disamping itu, besarnya jumlah iuran yang dibayarkan

Inggris tidak sebanding dengan penerimaan yang diperoleh kembali, hal ini terlihat

dalam data parlemen Inggris yang menunjukkan bahwa iuran bersih (setelah dipotong rebate)

yang diberikan Inggris sejak di tahun 2010 rata-rata sebesar 12-14 miliyar Euro, sedangkan

penerimaan menunjukkan bahwa Inggris hanya menerima rata-rata sebesar 3-4,6 milyar Euro.

Dengan adanya ketimpangan dalam hal kontribusi dan penerimaan anggaran ini, Inggris

merasa terbebani dengan iuran yang harus dibayarkan pada Uni Eropa Banyaknya tuntutan dari

Inggris membuat Uni Eropa terlalu berat untuk mengabulkannya15.

Kebijakan yang menjadi pertimbangan lain yang membuat Inggris keluar dari Uni

Eropa salah satunya adalah “Open Door Immigration Policy” yang mengharuskan Inggris

membuka keamanan perbatasannya kepada para imigran dan pengungsi agar dapat dengan

bebas masuk dan menetap di negaranya16. Uni Eropa meyakini kebijakan tersebut didasarkan

atas asas kemanusiaan dan untuk kepentingan bersama negara-negar Eropa, kebijakan tersebut

membuat Inggris kehilangan kontrol terhadap perbatasannya sehingga terjadi peningkatan arus

imigran yang cukup signifikan17 .

15
Vasbo, Sophie N. 2015. Economic Consequences of Brexit for The United Kingdom, Copenhagen University.
16
//www.cnnindonesia.com/internasional/20160624152859-134-140703/dampak-brexit-bagi-uni-eropa-dari-
ekonomi-hingga-imigrasi/ diakses pada tanggal 23 September 2017,pukul 13.00
17
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/06/160627_dunia_inggris_imigran diakses pada tanggal 23
September 2017,pukul 13.00

8
Gambar 1. Jumlah Imigran yang masuk ke inggris

Kebijakan Uni Eropa mengenai kebebasan perpindahan manusia di satu sisi memang

memberikan manfaat bagi Inggris dalam memudahkan arus mobilitas.Namun disisi lain

kebijakan tersebut membuka akses yang besar bagi masuknya pekerja imigran. Berdasarkan

data statistik nasional, sekitar 2.938.000 warga Uni Eropa tinggal di Inggris, jumlah ini

menempati 4,6% dari total populasi Inggris di tahun 201418.

Berasarkan data yang dirilis oleh CEP (Centre of Economic Performance)

menyatakan bahwa antara tahun 1995-2015 jumlah imigran di Inggris meningkat

tiga kali lipat dari 0,9 juta menjadi 3,3 juta jiwa. Hampir 70% imgran UE menyatakan bahwa

kedatangan mereka ke Inggris berhubungan dengan masalah pekerjaan. Besarnya arus imigran

di Inggris menyebabkan munculnya permasalahan sosial berupa persaingan dalam pasar tenaga

kerja. Berdasarkan data persentase tenaga imigran UE jauh lebih besar dibandingkan

tenaga kerja lokal dengan rentang sebesar 20% serta persentase distribusi pekerjaan diberikan

lebih besar kepada warga imigran baik imigran yang berasal dari UE maupun diluar UE,

sedangkan jumlah persentase lebih kecil diperoleh tenaga kerja lokal19.

18
Ibid
19
Ibid

9
Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran dalam hal konsekuensi ekonomis sehingga

harus segera diatasi. Melalui pertimbangan hal tersebut rakyat Inggris Raya yang percaya

bahwa mereka telah kehilangan hak suara sejak tahun 1975 dalam parlemen Uni Eropa,

memilih untuk lepas dari ikatan kewajibannya sebagai negara anggota Uni Eropa dan berusaha

memperoleh kembali kedaulatannya.20 Hal lain yang menjadi alasan Cameron mengeluarkan

janji politiknya adalah cara mantan Perdana Menteri Inggris tersebut untuk membendung

tekanan pergerakan “euroskeptis” yang semakin massif serta untuk mencegah bangkitnya

dukungan masyarakat terhadap partai UKIP (United Kingdom Independence Party) yang

selama ini memperjuangkan penarikan diri Inggris dari Uni Eropa21. Euroskeptisme merupakan

sebuah paham yang menginginkan pemutusan hubungan dengan Uni Eropa atau dapat diartikan

sebagai oposisi dalam proses integrasi politik Eropa.

Partai politik yang berpandangan euroskeptis biasanya cenderung memperhatikan

masalah-masalah seputar populasi dan imigran. Dalam hal ini, partai UKIP merupakan partai

berpandangan euroskeptis yang memiliki pendukung cukup besar di Inggris. Para pendukung

partai ini selalu mengkritisi keberadaan imigran yang dianggap tidak berguna bagi kemajuan

Inggris.Paham euroskeptisme terus berkembang di Inggris sebagai salah satu pilihan alternatif

bagi masyarakat yang kecewa terhadap kebijakan UE. Pada mulanya paham ini hanya memiliki

sedikit dukungan, namun seiring perkembangannya jumlah dukungan terus meningkat setiap

tahunnya. Berdasarkan data yang dihimpun oleh British social attitudes menunjukkan bahwa

pada tahun 1990-an hingga tahun 2000 suara anti Eropa masih cenderung stabil, namun

memasuki tahun 2006 hingga 2012 suara mereka meningkat tajam dari 15% menjadi 30%22.

20
www.cnnindonesia.com/internasional/20160621133252-134-139780/apa-yang-perlu-diketahui-soal-brexit/
diakses pada tanggal 23 September 2017,pukul 13.00
21
Jose Ignacio Torreblanca dan Mark Leonard, „The continent-wide rise of Euroscepticism‟, ECFR Policy
Memo, http://www.ecfr.eu/page/- /ECFR79_EUROSCEPTICISM_BRIEF_AW.pdf diakses pada tanggal 23
September 2017,pukul 13.24
22
Brexit All You Need to Know About UK leaving UE, http://bbc.com/news/uk-politics-3281088, diunduh
tanggal 23 September 2017.

10
Walaupun referendum brexit sedianya telah digelar, namun langkah Inggris untuk

keluar dari mekanisme Uni Eropa masih sangat panjang. Berdasarkan traktat Lisbon

pasal 50, negara anggota yang melakukan penarikan diri harus memastikan

terbentuknya sejumlah perjanjian yang menandai hubungan baru antara negara yang

dimaksud dengan Uni Eropa. Dalam hal ini Inggris sebagai negara yang menarik diri

harus membentuk perjanjian-perjanjian dengan UE berupa: (1) Perjanjian penarikan

diri dari Uni Eropa; (2) Perjanjian hubungan baru bersama Uni Eropa; (3) Perjanjian

hubungan dagang baru dengan sejumlah negara non-UE (karena perjanjian UE

bersama negara ketiga akan dihentikan bagi Inggris). Masa pembentukan perjanjian

ini akan dibatasi selama dua tahun/ lebih sesuai dengan kesepakatan dewan

Eropa.

Berdasarkan skema penarikan diri Inggris dari UE, tahap pertama adalah

pengumuman kepada Uni Eropa sesuai ketentuan pasal 50 dari traktat UE dan

mengadakan pertemuan dengan 27 negara anggota UE lainnya. Tahap kedua adalah

Negosiasi antara Inggris dan Uni Eropa, pengajuan draft kesepakatan kepada dewan

Eropa, dimana draft tersebut harus diterima oleh lebih dari 20 negara anggota dengan

jumlah 65% dari total populasi, ratifikasi yang dilakukan oleh parlemen Eropa. Tahap

ketiga, ketika tidak ada perjanjian untuk memperpanjang negosiasi maka traktat UE

berhenti diterapkan pada Inggris. Tahap terakhir adalah Inggris meninggalkan UE

dengan mencabut undang-undang komunitas Eropa dan menggantinya dengan

perjanjian yang baru. Dalam proses ini, jika Inggris ingin kembali masuk Uni Eropa

maka harus mengajukan proposal sebagaimana negara lainnya.

11
Secara umum dapat dikatakan penyebab masyarakat memilih untuk keluar dapat dikerucutkan

menjadi tiga faktor23:

1. European Monetary Union

European Monetary Union adalah kebijakan ekonomi bersama dan aturan bagi negara

anggota untuk menggunakan mata uang tunggal (Euro) yang dipakai oleh seluruh negara

anggota. European Monetary Union merupakan bagian dari European Economic and

Monetary Union yang diuncurkan pada tahun 1992. Kebijakan ini pada awalnya merupakan

kebijakan ekonomi dan fiskal, kebijakan moneter secara umum yang mengikat semua

anggota Uni Eropa. Diawali dengan keputusan untuk membentuk Economic and Monetary

Union oleh Dewan Eropa pada perjanjian Maastricth.

Penggunaan Euro sebagai mata uang tunggal di Eropa dianggap sebagai hasil

kesusksesan European Economic and Monetary Union. Beberapa negara telah menempuh

integrasi lebih lanjut dengan mengadopsi Euro sebagai mata uang negara tersebut kecuali

Inggris dan Denmark. Inggris telah memilih keluar dari pengadopsian Euro sejak awal

dengan memilih “option out”. Ketika euro pertama kali dinobatkan sebagai mata uang

tunggal untuk Uni Eropa,Perdana Menteri Inggris saat itu,Tony Blair mengatakan bahwa

harus ada “5 tahapan tes” yang harus dilalui negaranya hingga negaranya mau mengadopsi

euro24.

Pemerintah Inggris tidak ingin melepaskan kontrol kebijakan suku bunga negaranya ke

Uni Eropa yang akan terjadi ketika suatu negara mengadopsi sistem Euro. Banyak yang

berpendapat apabila Inggris bergabung dengan Euro, Inggris akan mendapatkan pengaruh

23
Ian Bond, Sophia Besch, “Europe After Brexit: Unleashed or Undone?”, 2016,
https://www.cer.org.uk/sites/default/files/pb_euafterBrexit_15april16.pdf diakses pada tanggal 23 September
2017,pukul 14.00
24
Gerty Firlmnal,”Why doesn’t England use euro?,” http://www.investopedia.com/ask/answers/100314/why-
doesntengland-use-euro.asp (akses pada 2017).

12
ekonomi yang lebih mendalam diantara negara yang mengadopsi Euro. Akan tetapi Inggris

akan menyerahkan terlalu banyak kedaulatan negaranya untuk mengatur mata uang

negaranya. Harga yang dibayarkan Inggris dengan menyerahkan kekuasaan negaranya

untuk

mengatur sendiri mata uangnya tidak sepadan dengan keuntungan ekonomi yang

didapatkan Inggris apabila mengadopsi Euro. Jika Inggris bergabung untuk mengadopsi

Euro, maka Inggris akan kehilangan pengaruhnya mengurus urusan dalam negeri

negaranya yang merupakan hal terpenting sebagai tolok ukur kedaulatan suatu negara25.

2. Common Foreign and Security Policy

Common Foreign and Security Policy adalah kesepakatan kebijakan luar negeri

anggota Uni Eropa yang mencakup isu keamanan dan aksi pertahanan berbentuk diplomasi

atau tindakan. Berdasarkan pada Perjanjian Maastricht bab V pasal J.1 kesepakatan dalam

kebijakan ini mengacu pada bagian tertentu dari hubungan luar negeri Uni

Eropa26.Kebijakan ini implementasi dari kebijakan luar negeri dan keamanan umum Uni

Eropa yang mencakup semua bidang kebijakan hubungan luar negeri dan keamanan.

Termasuk pada bidang perdagangan antar negara, kebijakan komersial, pendanaan untuk

negara ketiga, dll. CFSP memiliki tujuan untuk mengkoordinasikan kebijakan luar negeri

negara negara anggota. Badan yang berwenang dalam memimpin proses kebijakan ini

adalah High Representative for the Union for Foreign Affairs and Security Policy yang

dibentuk saat perjanjian Lisbon dibuat pada bulan desember 2009. High Representative

mewakili Dewan Eropa menjadi badan yang berkuasa dalam mengartikulasikan kebijakan

luar negeri yang telah disepakati. Proses pengambilan keputusan Common Foreign and

25
John Coles,”Euroseptical Reader : British influence and the Euro,”Palgrave Macmillan Journal ,no 2
(Juni,2001),hal 8-9.
26
Boyle, C. (2016). Just what is the UK problem with Europe? CNBC.

13
Security Policy membutuhkan suara bulat 28 negara anggota Uni Eropa. Setelah disetujui,

aspek-aspek tertentu dapat ditentukan lebih lanjut oleh suara mayoritas yang memenuhi

syarat.

Seiring berjalannya waktu, implementasi kebijakan ini tidak se-sederhana itu. High

Representative semakin mempunyai kekuatan untuk memutuskan, menentukan, dan

melaksanakan kebijakan luar negeri dan keamanan umum yang mencakup kepentingan

nasional semua anggota. Inggris menganggap kebijakan ini semakin mencampuri urusan

luar negeri suatu negara, yang tidak memerlukan campur tangan negara anggota lain dalam

memutuskan hal tersebut. Masing-masing negara mempertahankan kedaulatan dan

kebijakan luar negri mereka. Begitu pula Inggris, yang tidak ingin kehilangan kekuatan

(kedaulatan) mereka atas kebijakan luar negeri mereka seutuhnya. Inggris tidak ingin

kebijakannya terhambat oleh prosedur yang komplek dan dirasa tidak diperlukan27.

3. Open Border Policy

Selain kebijakan mata uang tunggal, Inggris juga tidak sejalan dengan kebijakan open

border policy yang dibuat oleh Uni Eropa. Di Uni Eropa, kebijakan ini dikenal dengan

Schengen Agreement yang dibuat pada tahun 1985. Ditandatangani pada tanggal 14 Juni

tahun 1985, dekat kota Schengen, Luksemburg, dengan lima dari sepuluh negara anggota

Uni Eropa (Belgia, Prancis, Jerman, Luksemburg, dan Belanda). Kesepakatan ini

dimaksudkan untuk menghapus secara bertahap pemeriksaan internal di perbatasan.

Schengen Area mewakili wilayah teritorial yang menjamin pergerakan bebas orang-orang

yang termasuk dalam wilayah negara anggota perjanjian tersebut. Negara yang

menandatangani perjanjian tersebut menghapuskan semua batas-batas internal sebagai

27
Steven Swinford,”Costs of EU membership outweigh benefits”,The Telegraph,diakses dari
http://www.telegraph.co.uk/news/newstopics/eureferendum/12072128/Costs-of-EU-membership-
outweighbenefits.html pada tanggal 26 Januari 2018

14
pengganti dari kebebasan eksternal tunggal. Kebebasan tersebut berkaitan dengan visa,

permintaan suaka, kontrol perbatasan dan juga kontrol keamanan wilayah Schengen Area28.

Berbeda dengan beberapa negara di Uni Eropa yang pada akhirnya bergabung dengan

Schuman Area, hanya Inggris dan Irlandia yang masih menyatakan ketidak setujuan

mereka. Inggris dan Irlandia lebih memilih untuk mengadakan perjanjian area Common

Travel Area diantara keduanya. Hal ini dikarenakan Irlandia dan Irlandia Utara berbagi satu

daratan wilayah29.Menurut data dari Fullfact.org tahun 2015 sekitar 3,2 milliar orang yang

tinggal di Inggris adalah imigran Eropa. Sekitar 5% dari populasi Inggris. Dari angka 3,2

milliar orang tersebut, sekitar 2,3 milliar imigran yang bekerja atau untuk tujuan bekerja.

Inggris menjadi penerima imigran terbesar kedua setelah Jerman yang mempunyai 9,3%

imigran dari total seluruh imigran Eropa. Sebanyak 5,23 juta imigran diprediksi membanjiri

Inggris sampai tahun 203030.

Secara jelasnya Kebijakan Open Border Policy Uni Eropa tersebut yang mengharuskan

para anggotanya berbagi beban mengatasi pengungsi yang mengalir ke daratan Eropa

sebagai akibat dari krisis Suriah31. Secara otomatis memaksa Inggris untuk membuka pintu

untuk menampung pengungsi tersebut. Hal utama yang diterapkan dari Perjanjian

Schengen adalah menghapuskan pemeriksaan perbatasan diantara negara-negara yang

berpartisipasi. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mempermudah dan

mempercepat pergerakan orang dan jasa. Inggris dapat memilih untuk tidak bergabung

dengan sistem Schengen dan memilih status “opt-out” dengan merujuk pada aturan

protocol di perjanjian Amsterdam32. Konsekuensi dari pilihan option-out Inggris dari

28
EU Law and Publication,(Agustus,2015),diakses dari
http://eurlex.europa.eu/legalcontent/EN/TXT/?uri=uriserv%3Al33020 pada tanggal 11 November 2017
29
Steve Peers,”The UK and The Schengen System,”KING’s College London Analysis,3 Desember,2015,hal 2.
30
EU Immigration to the UK”,Fullfact.org,diakses dari https://fullfact.org/immigration/eu-migration-and-uk/
pada tanggal 11November 2017
31
Ibid
32
Steve Peers,Loc.Cit.

15
Schengen Area, Inggris masih bisa menentukan orang orang yang berhak masuk Inggris

atau tidak dengan memeriksa orang - orang yang datang dari seluruh Uni Eropa. Inggris

tetap mengakui dan melindungi warga anggota Uni Eropa lain dan anggota keluarga mereka

sesuai dengan aturan Uni Eropa terkait dengan kebebasan pergerakan orang. Namun,

masuk keluarnya warga lain ke atau keluar dari Inggris dikendalikan oleh hukum Inggris33.

Yang berarti, Inggris masih memiliki kekuatan ekstra untuk menguasai dan mengontrol

perbatasan negaranya sendiri.

Peristiwa Brexit ini merupakan yang pertama kalinya terjadi sepanjang sejarah terbentuknya

Uni Eropa sehingga tidak ada pihak yang dapat memastikan seperti apakah hubungan antara

Inggris dengan Uni Eropa kedepannya. Namun apabila Inggris terbukti berhasil tanpa Uni

Eropa, maka dapat dipastikan bahwa negara Uni Eropa lain akan semakin menyoroti

kelemahan organisasi supranasional tersebut sehingga berpotensi menjadi awal keruntuhan

integrasi regional yang telah dibangun bertahun-tahun di kawasan Eropa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang sudah dijelaskan diatas adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah, Mengapa Inggris membuat kebijakan Brexit terkait keluarnya Inggris dari

Uni Eropa?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian mengenai kebijakan pemerintah Inggris yang memutuskan keluar dari

Uni Eropa adalah :

1. Mengetahui alasan dibuatnya perumusan kebijakan luar negeri Inggris terkait keluarnya

Inggris dari Uni Eropa

33
Ibid

16
1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat yang berguana dalam segi akademis

maupun segi praktis, seperti :

 Segi Akademis

1. Sebagai bahan kajian dalam mebangun pemikiran dan pengembangan Ilmu

Hubungan Internasional.

2. Memberi sumbangan informasi bagi peneliti berikutnya bagi yang hendak

melakukan penelitian serupa

3. Sebagai bakal wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan

kemampuan berpikir dan belajar menganalisis permasalahan yang ada.

4. Memperoleh pengetahuan yang lebih lengkap dan terstruktur mengenai pokok

permasalahan yang hendak diteliti.

5. Sebagai salah satu syarat untuk kelulusan mahasiswa.

 Segi Praktis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan sumbangan pemikiran atau

masukan bagi pembaca agar lebih mengetahui mengenai penelitian yang hendak

diteliti.

17

Anda mungkin juga menyukai