Anda di halaman 1dari 7

Dampak Brexit Terhadap Perekenomian Inggris

Dosen Pengampu: Nucke Widiowati Kusumo Projo S.Si, M.Sc, Ph.D

Kelas: 1ST7

Disusun oleh:

M. Aflah Hidayatullah (NIM: 211911043)

Shodaidah Ika Mardani (NIM: 211910722)

Politeknik Statistika STIS

Jalan Otto Iskandardinata Nomor 64C 14, RT 1/RW 4, Bidara Cina, Kecamatan
Jatinegara, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta
Dampak Brexit Terhadap Perekenomian Inggris

Brexit merupakan dari gabungan kata British dan Exit adalah pengunduran diri Inggris
dari Uni Eropa. Setelah referendum yang diadakan pada Juni 2016 oleh David Cameron, 51,9%
dari masyarakat Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa.Pada bulan Maret 2017,
pemerintahan Inggris mulai melakukan proses pengunduran diri dari Uni Eropa dengan
menggunakan Article 50, yaitu sebuah pasal dalam perjanjian Uni Eropa yang mengatur proses
keluarnya suatu negara dari Uni Eropa. Hal ini merupakan yang pertama dalam sejarah Uni
Eropa. Inggris dalam Uni Eropa dianggap sebagai anggota yang cukup dominan, dilihat
daripada peran Inggris cukup besar dalam melakukan banyak hal, terutama dalam mengatur
perundang-undangan. Bahasa Inggris punmenjadi salah satu bahasa utama diplomatik dalam
Uni Eropa. Setelah melalui debat yang panjang di Parlemen, pada tanggal 29 Maret 2017
Inggris mengundurkan diri dari Uni Eropa secara resmi, walaupun pada waktu tersebut hanya
merupakan formalitas karena pengunduran suatu negara yang sudah sangat terikat dengan Uni
Eropa merupakan suatu masalah diplomatik yang sangat sukar.Salah satu bagian yang menjadi
masalah yang sukar dalam tahun 2017 ialah pengunduran diri Inggris dari perjanjian bea masuk
(customs union) dan single market di Uni Eropa.

Perjanjian single market yang merupakan salah satu keuntungan terbesar untuk
bergabung dengan Uni Eropa, adalah perjanjian yang mencakup empat aspek kebebasan, yaitu
kebebasan berpindah untuk tenaga kerja, modal, barang, serta jasa. Semua negara yang ada
dalam single market memiliki kebebasan penuh untuk mengekspor barang, jasa, tenaga kerja,
serta modal ke negara manapun yang tercakup di dalam perjanjian ini. Namun, negara tersebut
juga tidak boleh melakukan halangan dalam bentuk apapun terhadap hal-hal serupa dari negara
lain. Dengan kebebasan berpindah untuk tenaga kerja, maka setiap warga negara yang tinggal di
Uni Eropa memiliki kebebasan untuk bekerja di negara Uni Eropa manapun juga.Kebebasan
yang kedua dan ketiga adalah kebebasan untuk barang dan jasa, dimana aksi impor dan ekspor
menjadi sangat bebas dan tidak dibatasi. Dengan peraturan single market ini, maka negara tidak
boleh mengenakan tarif atau mengeluarkan peraturan-peraturan yang menghambat ekspor dan
import antar negara.Kebebasan yang keempat adalah kebebasan untuk modal,dimana setiap
negara dapat menanamkan modal di negara manapun, tanpa restriksi atau larangan apapun.

Salah satu keuntungan terbesar dari customs union adalah dalam mengatur bea masuk
ke dalam Uni Eropa, negosiasi tidak dilakukan antar negara, tetapi negosiasi dilakukan dengan
keseluruhan dari Uni Eropa. Hal ini merupakan menguntungkan bagi seluruh anggota Uni Eropa,
terutama negara-negara yang kecil dengan perekonomian yang kecil, karena negosiasi untuk
perjanjian dagang maupun perjanjian ekonomi lainnya tidak dilakukan oleh negara-negara
tersendiri dengan daya tawar yang lebih kecil, tetapi dilakukan oleh keseluruhan Uni Eropa,
yang memiliki negara-negara anggota dengan daya tawar yang besar seperti Jerman dan
Perancis, sehingga daya tawar untuk negosiasi apapun menjadi jauh lebih besar.

Pada tahun 2018, terdapat isu masalah Irlandia, dimana Irlandia adalah negara tetangga
Inggris, dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa maka kembali diperlukan penjagaan
perbatasan antara Inggris dengan Irlandia. Hal ini tidak disukai oleh kedua belah negara, namun
merupakan sesuatu hal yang yang sangat perlu diputuskan dalam perjanjian ini. Sebelum
mengundurkan diri dari Uni Eropa, sudah banyak warga Irlandia yang tinggal di Irlandia bekerja
di wilayah Inggris, maupun sebaliknya, dan ini merupakan suatu kesibukan yang sangat besar
bila diperlukan pemeriksaan paspor setiap hari untuk para pekerja ini.

Negosiasi terus berlangsung sejak tahun 2018 sampai tahun 2019 untuk begitu banyak
hal-hal teknis yang perlu diselesaikan. Pada bulan Maret 2019, Parlemen Inggris meminta
pemerintah untuk mengundurkan tanggal Brexit ke bulan April, lalu ke bulan Oktober, karena
Parlemen menimbang kesiapan pemerintah sangat minim untuk melakukan Brexit ini. Pada
bulan Juli 2019, karena usulannya terus menerus ditolak, Theresa May mengundurkan diri,
digantikan dengan Boris Johnson, yang juga merupakan salah satu pendukung terkuat Brexit
sejak masa-masa awal. Pada bulan 31 Oktober 2019, akhirnya tercapai kesepakatan untuk satu
bagian penting Brexit, tetapi dengan alasan untuk mempelajarinya lebih lanjut, kembali
Parlemen Inggris menolak untuk melakukan ratifikasi, sehingga kembali melewati batas
Oktober yang telah ditetapkan sebelumnya. Akan tetapi, pada bulan Desember 2019, pada saat
pemilihan umum kembali digelar di Inggris, partai Konservatif pendukung pemerintah
mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari rakyat, sehingga menguasai kembali Parlemen
Inggris, yang sangat memuluskan Boris Johnson untuk segera keluar dari Uni Eropa.

Tanggal 31 Januari 2020 merupakan tanggal dimana Inggris secara resmi akan keluar
dari Uni Eropa. Dalam hal negosiasi, begitu banyak hal yang belum disepakati namun melalui
suatu voting di Parlemen Uni Eropa pada 29 Januari, disepakati bahwa akan ada masa transisi
dimana seluruh peraturan yang lama masih akan tetap berlaku sementara negosiasi terus
berlangsung, dan diperkirakan periode transisi ini akan berlanjut sampai akhir tahun pada 31
Desember 2020. Sebelumnya, pada 23 Januari, Parlemen Inggris yang kini dikuasai oleh
pendukung pemerintah dan Boris Johnson telah meratifikasi perjanjian pengunduran diri
tersebut.

Berbagai masalah masih harus dihadapi oleh Inggris setelah Brexit tersebut.
Pengunduran diri Inggris dari Uni Eropa ini tentu saja memberikan beberapa dampak pada
sektor ekonomi, antara lain dampak pada kebutuhan konsumen, inflasi, dan dampak pada laju
pertumbuhan ekonomi Inggris hingga mendorong Inggris menuju resesi ekonomi.

Para ekonom memperkirakan Brexit akan membawa pengaruh buruk bagi Inggris, serta
juga 27 negara Uni Eropa lainnya. Diperkirakan akan terjadi penurunan pendapatan per kapita,
perdagangan, serta pendapatan rumah tangga, dalam kurun waktu dekat dan kurun waktu jauh.

Grafik 1. Kenaikan Harga Kebutuhan Konsumen


Sumber: VoxEU.org

Grafik tersebut menurupakansebuah studi dari Holger menunjukkan kenaikan harga-


harga untuk kebutuhan konsumen. Kenaikan mulai Juni 2016 tersebut sangat signifikan, bila
dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Dalam studi ini, diperkirakan peningkatan
dari pengeluaran rumah tangga untuk setiap kepala rumah tangga di Inggris mencapai £404
setiap tahunnya, atau sekitar 7.2 juta rupiah setiap tahunnya. Studi yang sama juga melansir data
bahwa terjadi inflasi yang sangat besar.
Grafik 2. Persentase Inflasi
Sumber: VoxEU.org

Pada kuartal II, untuk pertama kalinya ekonomi Inggris menyusut sejak 2012. Berikut
adalah grafik yang menunjukkan GDP oleh Office for National Statistic (ONS).

Grafik 3. Perubahan persentase GDP pada kuartal terakhir


Sumber: Office for National Statistic
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa GDP turun 0,2 persen pada kuartal
kedua. Penurunan tersebut menyusul kenaikan 0,5 persen dalam tiga bulan sebelumnya.

Penurunan ekonomi Inggris akibat Brexit bisa menjadi ancaman ekonomi menuju resesi,
hal ini bisa mengakibatkan efek domino secara global. Ekonomi Inggris sangat erat dengan
Jerman, Perancis dan italia yang secara sistematis diperkirakan bisa terbawa kemerosotan
ekonomi Inggris.

Beberapa ciri bahwa ekonomi Inggris terancam menuju resesi:


1. Pertumbuhan ekonomi terus merosot.
2. GBP terus melemah terhadap USD
3. Penjualan retail menurun sepanjang tahun 2019
4. Penciptaan lapangan kerja melemah.
5. Inflasi juga melemah.

Uraian komprehensif dan data di atas menunjukkan merosotnya kinerja ekonomi Inggris
dan cenderung suramnya prospek paska Brexit. Efek dominonya akan sangat terasa pada
ekonomi zona Eropa yang saat ini sedang berjuang menghadapi tekanan resesi kawasan.
Ditambah lagi kondisi perekenomian China yang sedang terpuruk dikarenakan oleh wabah virus
Corona, maka pelemahan ekonomi pada lokasi keuangan utama dunia ini akan berdampak juga
pada ekonomi global yang diwarnai ketidakpastian. Ekonomi global yang pada awalnya
memang sudah tidak stabil justru malah makin diperburuk paska pengesahan Brexit.
Daftar Pustaka

Kepri, Surya. 2019. “Brexit, Sejumlah Industri Manufaktur Berhenti Beroperasi”,


https://suryakepri.com/2019/08/09/brexit-sejumlah-industri-manufaktur-berhenti-
beroperasi/. (19/03/2020).

Sumbayak, Daniel. 2020. “Brexit: Inggris Resmi Keluar Uni Eropa, Masalah
Selanjutnya?”, https://www.vibiznews.com/2020/02/01/brexit-inggris-resmi-keluar-uni-
eropa-masalah-selanjutnya/. (19/03/2020).

Anda mungkin juga menyukai