Anda di halaman 1dari 17

UNI EROPA DAN BREXIT

STUDI KASUS : IMPLIKASI BREXIT TERHADAP UNI EROPA DAN UK

Dosen Pembimbing : Wishnu Mahendra Wiswayana, S.IP, M.Si.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1 :

- Emeraldy Setya Chalik 205120400111036


- Kumara Ajeng 165120401111035
- Lana Shabrina 205120407111055
- Made Prya Paramawangsa 205120407111015
- Muhammad Azhari Anzar 195120407111061
- Muhammad Fajar Febriyawan 205120407111036
- Widelia Thalita Pancoro 205120400111053

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
2022
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Uni Eropa merupakan organisasi regional yang menjadi landasan kebijakan Eropa.
Organisasi ini merupakan asosiasi politik dan ekonomi dari 28 negara Eropa dengan kebijakan
ekonomi, sosial, dan keamanan yang sama. Uni Eropa memiliki tiga badan penting, yaitu
Parlemen Eropa yang dipilih langsung oleh warga negara Uni Eropa sebagai wakil mereka,
Dewan Persatuan yang merepresentasikan pemerintah negara-negara anggota, dan Komisi Eropa
yang mewakili Uni Eropa secara keseluruhan (Park dkk, 2020). Berbicara mengenai Uni Eropa,
ia tidak terlepas dari eksistensi UK selama ini karena UK memiliki peranan yang sangat besar
hingga kemudian memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa. Fenomena ini disebut dengan Brexit
atau British Exit dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020 silam dan tentunya berdampak terhadap
Uni Eropa dan United Kingdom (UK) itu sendiri. UK bergabung dengan Uni Eropa pada tahun
1973 yang menegaskan keanggotaannya dengan referendum pada tahun 1975. Sayangnya, saat
referendum tahun 2016, sekitar 52% dari penduduk UK yang berpartisipasi memilih untuk keluar
dari Uni Eropa (Caterina dan Blake, 2019). Hal ini didorong dengan hubungan antara UK dan
Uni Eropa yang selama ini kurang harmonis karena frustrasi atas hilangnya kedaulatan parlemen
yang tidak dibatasi, ketidakpuasan UK akan devolusi, dan terjadinya arus migrasi besar-besaran.
Penarikan setiap negara anggota dari Uni Eropa ini diatur dalam Pasal 50 Perjanjian Uni.
Menurut regulasi ini, setiap negara anggota Uni Eropa dapat memutuskan untuk menarik diri
sesuai dengan hukum konstitusionalnya. Sejak 1 Januari tahun lalu, hubungan antara UK dan
Uni Eropa didasarkan pada suatu kesepakatan yang dinamakan "Trade and Cooperation
Agreement" dan menandakan perubahan besar bagi warga negara, perusahaan, dan otoritas
publik di Uni Eropa dan UK. Keluarnya UK dari Uni Eropa ini menjadi perubahan politik yang
sangat penting dalam sejarah UK dan Uni Eropa sekaligus membawa pengaruh besar bagi kedua
pihak mengingat UK memiliki peranan yang signifikan dalam parlementer di Eropa. Posisi UK
yang kuat di Eropa membuat fenomena Brexit menjadi tantangan tersendiri bagi Uni Eropa
(Mustafa dkk, 2010). UK memiliki kekuatan militer terbesar di Uni Eropa, termasuk juga dalam
hal ekonomi dan merupakan pusat keuangan terpenting. Dalam hal ini, UK merupakan mitra
dagang yang memiliki peran besar, terutama melalui impor dan ekspornya dengan UE. Brexit
berpotensi mempengaruhi struktur kelembagaan Uni Eropa mengingat UK memiliki
perwakilannya di lembaga-lembaga Uni Eropa. Maka dari itu, Brexit kemudian menyebabkan
perubahan yang tak terhindarkan dalam integrasi Eropa. Di sisi lain, penarikan UK dari Uni
Eropa tentu juga berpengaruh terhadap UK. Industri dan kota bergantung pada pasar Eropa dan
pengaruh UK dibangun dengan menjadi anggota terkemuka dari institusi regional besar di dunia,
Uni Eropa. Uni Eropa termasuk entitas dengan power yang sangat besar sehingga sebagai negara
individu, bahkan negara-negara Eropa saling berjuang untuk mendapatkan posisi yang tinggi.
Bahkan, pada kuartal terakhir tahun 2021, Produk Domestik Bruto UK setelah penarikannya dari
Uni Eropa yaitu 5,2% lebih kecil, investasi 13,7% lebih rendah, dan perdagangan barang 13,6%
lebih rendah dari apa yang seharusnya terjadi jika UK tetap mempertahankan keanggotaannya di
Uni Eropa (Euronews.com, 2022).
Di dalam tulisan ini, kami berusaha memaparkan sekilas tentang Brexit dan dampaknya
terhadap Uni Eropa dan UK sendiri karena kami melihat bahwa Brexit adalah proyek pemerintah
UK terbesar dan berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya di Eropa. Keputusan UK ini dapat
menimbulkan rekonfigurasi ekonomi domestik, risiko menciptakan perpecahan sosial lebih
besar, serta membutuhkan penyesuaian politik pada hubungan antara eksekutif dan parlemen.
Pada akhirnya, setiap aspek pemerintahan terlibat dalam Brexit dan seluruh proyek berpotensi
mempengaruhi setiap rumah tangga dan setiap bisnis di seluruh UK.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana dampak Brexit (British Exit) pada Uni Eropa (UE) dan United Kingdom (UK)
sendiri?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui dampak Brexit (British Exit) pada Uni Eropa (UE) dan United Kingdom (UK)
sendiri.
1.4 Manfaat Penelitian
● Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca dalam
pengaplikasian teori yang diperoleh selama perkuliahan terutama berkenaan tentang
Brexit (British Exit) dan dampaknya terhadap UE dan UK.
● Manfaat Praktis
Adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan sekaligus
dapat digunakan peneliti dalam mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Regionalisme

Regionalisme didasari oleh perdamaian, keamanan dan pembangunan. Edward Mansfield


dan Helen Milner membagi pengertian regionalisme menjadi dua jenis. Pertama, regionalisme
didasarkan pada kedekatan geografis sebagai kerjasama atau koordinasi dalam bidang politik dan
ekonomi bagi negara-negara yang secara geografis berdekatan. Kedua, dilihat dari faktor non-
geografis, regionalisme dapat diartikan sebagai aktivitas government dan non-government berupa
peningkatan ekonomi maupun aktivitas politik antara negara-negara yang secara geografis tidak
berdekatan (Mansfield and Milner, 1999). Berdasarkan prinsipnya, terdapat tiga elemen utama
regionalisme yaitu sejarah pengalaman masalah bersama yang pernah dihadapi sekelompok
negara dalam lingkup geografis yang berdekatan dan mendorong terciptanya kesadaran identitas
maupun regional serta derajat interaksi antar negara. Begitu juga, adanya keterkaitan erat yang
timbul dari negara-negara tersebut atau disebut sebagai dimensi ruang dari interaksi yang
dilakukan. Elemen ketiga yaitu kebutuhan negara-negara menciptakan sebuah organisasi dalam
kerangka institusional dan legal yang mengatur maupun penyediaan wadah interaksi mereka di
dalam kawasan (Fawcett and Hurrel, 1995). Seperti halnya, Uni Eropa yang didalamnya terdapat
interaksi dari berbagai bidang yang disatukan pada adanya kesamaan sejarah maupun
kepentingan serta dalam pembentukannya memiliki kesamaan prinsip, yakni dengan
menggunakan konsep regionalisme.
Uni eropa dianggap sebagai salah satu contoh realisasi dari regionalisme di masa kini.
Dalam hal ini, regionalisme yang tercipta di Uni Eropa lebih terintegrasi dengan memiliki
berbagai karakter yang dimiliki oleh negara-negara merdeka, seperti lagu, bendera, mata uang,
kebangsaan, kebijakan luar negeri maupun kebijakan keamanan yang ditransaksikan dengan
negara lain. Dalam pergerakannya, Uni Eropa dijadikan sebagai sebuah strategi dalam
menghadapi arus globalisasi, dimana negara-negara anggota Uni Eropa akan mendorong Eropa
menjadi kawasan yang dinilai dapat mengendalikan globalisasi itu sendiri. Terdapat dua
pandangan mengenai proses globalisasi yang terjadi di Eropa. Pertama, dilihat dari pandangan
internal, Uni Eropa berperan sebagai aktor dominan yang diawali dengan kerjasama besi dan
baja dalam ESC sehingga membuat perekonomian antar negara Eropa semakin erat dan
terinterdependensi satu sama lain dalam proses globalisasi. Kedua, dilihat secara eksternal, Uni
Eropa merupakan salah satu aktor penting yang menjadi pendukung maupun percepatan jalannya
globalisasi baik di Eropa maupun menyebar ke seluruh dunia. Pemerintahan Uni Eropa berusaha
untuk mengekspor terutama pada lingkup geografisnya secara integrasi regional dan antar
regionalisme sebagai cara untuk mempromosikan pembangunan sosial-ekonomi serta
pemerintahan yang baik melalui kerjasama dan dialog yang telah berkembang menjadi salah satu
landasan politik luar negerinya (Borzel and Risse, 2009).
2.2 Kepentingan Nasional
United Kigdom sebagai sebuah negara yang besar dan berpengaruh di dunia memiliki
banyak karakteristik dan keunggulan dari berbagai macam sektor. Sebagaimana contoh bahasa
Inggris sampai saat ini telah menjadi bahasa internasional dan awal mula perkembangan pola
industrialisasi adalah dengan adanya Revolusi Industri sekitar 1870 an. United Kingdom sendiri
memiliki cakupan wilayah yang sangat luas meliputi: England, Wales, Skotlandia, dan Irlandia
Utara. Negara ini juga termasuk negara yang terkenal dengan imperialisme atau kolonialisasi
yang dilakukannya, seperti saat United Kingdom bersekutu dengan Belanda untuk melawan
negara Spanyol, pasca Revolusi Industri bahkan hampir dari keseluruhan benua yang ada di
dunia pernah didudukinya: Australia, Asia, Amerika, dan Afrika. Kemudian perlu dipahami juga
bahwa apa yang terdapat di Eropa terkait imperialisme atau kolonialisme tidak hanya dilakukan
oleh Inggris. Semenjak terdapat persaingan antara negara-negara besar di Perang Dunia satu dan
Perang Dunia dua, Inggris pun mengalami dampak yang besar dalam bidang perekonomian.
Pusat dari kemaritiman, perdagangan internasional, dan perbankan dunia sudah tidak lagi
didominasi Inggris karena ada saingan berat seperti Amerika Serikat, Jepang, Uni Soviet, dan
Jerman barat.
Modernisasi alat-alat produksi yang dimiliki Inggris haruslah bekerjasama dengan pihak
lain jikalau mau masuk pada tahapan yang lebih maju, pilihannya saat itu adalah bergabung
dengan masyarakat Eropa yang didahului dengan European Free Trade Area dan European
Economic Comunnity. Pada tahun 1973 United Kingdom resmi bergabung dengan European
Union untuk mengatasi permasalahan besar perekonomian. Sampai pada akhirnya karena
terdapat dinamika dalam integrasi United Kingdom dengan European Union terkait hak-hak,
kebijakan, dsb. Muncullah fenomena Brexit (Kultsum, 2018). Berdasarkan sedikit penjelasan
tentang bagaimana United Kingdom memutuskan bergabung dan keluar dari European diatas
sebenarnya menjelaskan kepada kita bahwa regionalisme, integrasi, dan interaksi yang terjadi
adalah sebuah sarana untuk memenuhi kebutuhan nasional atau mewujudkan kepentingan
nasional pihak-pihak yang terkait. Hal tersebut dilakukan oleh banyak motif seperti
memingkatkan keamanan dan ketertiban dari negara, perekonomiaan, isu lingkungan, dan masih
banyak yang lainnya.
Berdasarkan pandangan ilmuwan International Relations Morgenthau, dia mengatakan
bahwa kepentingan nasional akan mencakup dua hal, yang pertama tuntutan rasional dalam
rangka memenuhi kebutuah negara dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang sangat fleksibel.
Dalam pandangan mazhab realisme klasik bahwa kepentingan nasional erat dikaitkan sejauh
mana negara dapat meraih power (kekuasaan). Karena hanya dengan kepemilikan power negara
dapat mengkontrol berbagai macam hal baik di internal dan eksternal negaranya. Disisi lain
national interest dianggap sebagai sarana dan tujuan bagi negara dalam melakukan survival
dalam konteks politik internasional. Sebuah realita telah terjadi bahwa tiap-tiap negara akan
berusaha untuk mewujudkan national interestnya, sehingga mekanisme yang dapat ditempuh
antara lain adalah kerjasama internasional dalam segala bentuk. Akan tetapi satu hal yang
menjadi perhatian consensus atau kesepakatan internasional bersifat kondisonal beriringan
dengan sejauh mana national interest negaranya dapat dipenuhi dalam mekanisme tersebut
(TIDORE, DINAMIKA REFERENDUM INGGRIS DI UNI EROPA, 2017).
2.3 Euroscepticism
Pada tahun 2016 terdapat fenomena penting bagi United Kingdom yang terjadi, yaitu
kemenangan masyarakat Euroskeptis dengan terlaksananya sebuah referendum dalam rangka
penetapan apakah UK akan masih tetap berada di EU ataukah harus keluar. Pada beberapa
survey polling yang terjadi sebelum diadakannya referendum masih terdapat banyak kelompok
masyarakat UK yang menginginkan UK bertahan di EU. Akan tetapi saat referendum berjalan,
Brexit memenangkan referendum tersebut. Setidaknya dalam melihat kasus Brexit yang terjadi
karena referendum ada beberapa model analisa yang dapat kita gunakan. Pertama adalah Teori
Voting Behaviour, teori ini pada intinya adalah melihat sejauh mana voting yang dilakukan
dalam pemilu ataupun mekanisme lainnya itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sehingga
penguatan atas faktor-faktor yang ada dapat memperbesar kemungkinan dalam kemenagan
voting. Faktor pertama adalah model identifikasi partai: pada faktor ini aspek psikologi orang
dalam mengidentifikasi dan atas ketertarikannya terhadap suatu partai sangat dipertimbangkan,
kemudian keputusan sesorang dalam voting adalah bagian dari keberpihakan, yang lebih dari
hanya sekedar terpengaruh.
Faktor kedua model sosiologi: pada faktor ini melihat sejauh mana pilihan yang
dilakukan seseorang berlandaskan pada posisi berbagai macam sektor sosiologis tempat dia
berasal baik dari sisi kelas sosial, agama, gender, dsb. Keselarasan sosial menjadi penghubung
antara pemilih dengan kelompok tertentu. Faktor ketiga model pilihan rasional: faktor ini
menjelaskan bahwa prefrensi individu terhadap sebuah partai adalah bagian dari sarana
mewujudkan kepentingan pribadi dan voting sebagai saran mencapai tujuan . Faktor keempat
model ideology dominan: faktor ini menjelaskan pemilih akan bergantung pada interpretasi
kedudukannya atas ideideologyng membersamainya atau tersampaikan kepadanya baik melalui
media sosial, pendidikan, dst.
Kedua ada konsep strategi kampanye, dimana kemenangan sebuah mekanisme voting
juga dipengaruhi oleh bagaimana pihak-pihak yang bermain dalam kompetisi menerapkan
strategi kampanye. Strategi disini menjadi sebuah pendefinisian tujuan dan mengarahkan pihak
yang bermain untuk memahami pola-pola yang harus dilakukan dalam rangka memenangkan
kompetisi. Pondasi utama dalam strategi kampanye ini adalah memiliki target yang pasti dan
sebagai blue print ialah planning kampanye (Khairul Munzilin, 2017). Euroscepticism sendiri
sebenarnya lahir dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh organisasi supranasional ini
seperti kebijakan imigran. Kebijakan yang dikeluarkan dirasa lebih membuat kerugian yang
besar daripada keuntungan terhadap negara anggota. Beriringan dengan hal itu isu demokrasi
juga turut memainkan peran dalam fenomena Brexit (TIDORE, 2017).
BAB III
STUDI KASUS

3.1 Sejarah Uni Eropa dan BREXIT

Uni Eropa merupakan bentuk Kerjasama regional yang dibentuk setelah perang dunia II
dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta integrasi politik di eropa. Bagaimana
Uni Eropa terbentuk berawal Ketika pada tahun 1950, Menteri luar negeri perancis pada saat itu,
Robert Schumann mengusulkan terbentuknya komunitas batu bara dan baja Eropa atau Europian
Coal and Steel Community (ECSC) yang dikeluarkan pada 9 mei 1950 dan disetujui oleh
beberapa negara eropa seperti belgia, Prancis, Jerman, Italia, Luksemburg, dan Belanda atau
biasa dikenal sebagai The Inner Six. Hingga pada tahun 1954, the inner six menandatangani
traktat roma dan membentuk Europian Economic Community yang memiliki tujuan sebagai
tempat untuk membentuk pasar Bersama. United Kingdom bergabung pada Europian Economic
Community 1973 bersama irlandia dan Denmark.(Darwis, 2019) Kemudian disusul oleh Yunani,
spanyol dan Portugal pada 1980an.
Pada tahun 1993, lebih tepatnya pada 1 november 1993, negara-negara anggota Europian
Economic Community bersepakat dalam perjanjian Maastricht sebagai awal mula terbentuknya
Uni Eropa. Perjanjian tersebut berisi tentang peradilan dan keamanan dalam negeri. Uni eropa
juga memiliki mata uang sendiri yang disebut Euro dan diresmikan pada tahun 2012 dan berlaku
bagi negara anggota Uni Eropa yang hingga sekarang, ada 19 negara yang memakai euro sebagai
mata uang mereka. Seiring berjalannya waktu, anggota Uni Eropa terus bertambah. Pada tahun
1995, Finlandia, Austria serta Swedia bergabung uni eropa hingga pada tahun 2004, 10 negara
sekaligus bergabung dengan Uni Eropa yaitu Polandia, Republik Ceko, Slovakia, Hungaria,
Slovenia, Estonia, Latvia dan Lithuania. Pada tahun 2007 Bulgaria dan Romania turut bergabung
dan di tahun 2013 kroasia bergabung menjadi anggota ke 28 uni eropa.
Pada 2016, muncul referendum United Kingdom untuk memilih meninggalkan Uni
Eropa atau tetap tinggal di Uni Eropa. Hasil Referendum menyebutkan 52% memilih untuk
meninggalkan uni Eropa, dan 48% memilih untuk tetap tinggal (Loade, 2020. Alasan mundurnya
UK dari Uni Eropa yang paling mencolok ialah perbedaan pendapat mengenai isu imigran. Uni
Eropa yang notabene membebaskan pasar seluruh eropa dan mendorong bebasnya imigran
bertentangan dengan pendapat United Kingdom yang beranggapan bahwa dengan adanya imgran
yang bebas untuk masuk, akan berpengaruh pada persaingan pekerja warga lokal dan
menimbulkan kenaikan tingkat pengangguran bagi warga United Kingdom (Anon, 2015).
Kelompok migran yang datang membawa beban ekonomi bagi United Kingdom dan berdampak
pada peningkatan beban pengeluaran negara dalam menyediakan pelayanan publik kepada
imigran pencari suaka yang meliputi pembiayaan awal, pemukiman, layanan Kesehatan hingga
makanan dan Pendidikan (Poddar, 2017). Selain itu, United Kingdom juga khawatir dengan
adanya ancaman kejahatan transnasional yang mungkin terjadi seperti perdagangan manusia
seperti penyakit menular xenophobia oleh migran yang masuk United Kingdom serta maraknya
isu kejahatan oleh ISIS yang mengancam wilayah Eropa serta AS (Anon, 2015).
Sejak United Kingdom resmi keluar dari Uni Eropa pada 31 Januari 2020, kedua pihak
telah berdiskusi tentang aturan baru kesepakatan tentang perdagangan dan hubungan mereka di
masa depan pasca-Brexit karena Uni Eropa merupakan mitra dagang bagi United Kingdom yang
paling dekat. Namun disisi lain, bagi pendukung Brexit, United Kingdom akan lebih bebas
memperluas mitra dagang ke seluruh dunia tanpa terikat oleh Uni Eropa. Keluarnya UK dari Uni
Eropa tentunya berpengaruh bagi kedua belah pihak. Karena akan muncul tatanan baru UK pasca
Brexit seperti kesepakatan dagang, pengaruh pound sterling, dan bagaimana aturan baru
mengenai Imigran.
BAB IV
ANALISIS KRITIS
Brexit atau Britain Exit merupakan sebuah julukan untuk UK yang keluar dari Uni Eropa
pada beberapa tahun lalu, tepatnya pada 1 Februari 2020. Proses penarikan UK ini dimulai
setelah referendum yang diadakan pada 23 Juni 2016 (Nasrudin, 2022). Meskipun penarikan UK
dari Uni Eropa terjadi pada 1 Februari 2020, Perjanjian Penarikan mulai berlaku sejak saat itu,
yang mengatur penarikan UK secara tertib dari UE dengan tetap mempertahankan penerapan
acquis communaitaire dalam hubungan mereka hingga 31 Desember 2020. Acquis
communaitaire sendiri digunakan dalam hukum Uni Eropa untuk merujuk pada keseluruhan
badan hukum Uni Eropa yang terakumulasi sejauh ini tidak hanya pada kejadian keluarnya UK
dari Uni Eropa. Istilah ini berasal dari bahasa Prancis: acquis artinya “yang telah diperoleh”, dan
communautaire berarti "dari komunitas. Mulai 1 Januari 2021, hubungan antara UK dan UE
didasarkan pada Perjanjian Perdagangan dan Kerjasama, sebuah perjanjian yang ambisius, tetapi
merupakan perubahan besar bagi warga negara, perusahaan, dan otoritas publik di kedua pihak
baik UE maupun UK. Brexit sendiri terjadi karena faktor kedaulatan, imigrasi, ekonomi dan
politik anti kemapanan, dan berbagai pengaruh lainnya. Yang akhirnya menghasilkan
referendum yang tidak terikat secara hukum atau tidak resmi, yang dari referendum tersebut
menghasilkan banyak voting yang mendukung untuk keluar dari Uni Eropa (KOMAHI, 2021).
Dampak dari keluarnya Brexit terhadap UE salah satunya yaitu kekuatan UE yang
mendukung integrasi menjadi melemah. Salah satu dampak dari Brexit tentunya juga akan sangat
berdampak terhadap ekonomi UE juga, dimana dari keluarnya UK, Uni Eropa akan kehilangan
ekonominya yang paling kuat dan akan bubar (Sicca, 2021). Selama masih menjabat sebagai
anggota Uni Eropa, Inggris sering memberikan sumbangan terhadap negara-negara berkembang
yang menjadi anggota Uni Eropa. Negara tersebut adalah Romania, Bulgaria, dan Kroasia.
Setelah UK memutuskan untuk melakukan brexit, negara-negara anggota lain terpaksa harus
menutupi kekurangan dana setelah UK tidak lagi berkontribusi terhadap perekonomian Uni
Eropa (Darwis, 2021). Inggris merupakan negara yang menjadi tujuan bagi para investor asing.
Hilangnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa, membuat investor di Uni Eropa mengalami
penurunan (London School of Economics, 2020). Menurut data UNCTAD, Inggris menjadi
destinasi penanaman modal asing dengan rata-rata mencapai US$56 miliar per tahun pada
periode 2010-2014 sedangkan negara Uni Eropa lainnya hanya berjumlah kurang dari ini.
Negara-negara Uni Eropa yang sebelumnya melakukan peminjaman dana ke Uni Eropa
terpaksa harus mengembalikan dana yang diterima karena keluarnya UK mempengaruhi
perekonomian di Uni Eropa. Oleh sebab itu untuk menstabilkan arus ekonomi Uni Eropa selama
masa transisi, hal tersebut harus dilakukan. Selain itu, negara Uni Eropa lain terpaksa harus
mengisi dana yang sebelumnya diisi oleh UK (Stohkeir,2020). Hubungan ekonomi UK dan Uni
Eropa juga mengalami hambatan di masa transisinya. Hal ini akan terus terjadi sampai kedua
pihak dapat menandatangani perjanjian baru di masa mendatang.
Warga Imigran menjadi kelompok yang paling menderita jika UK keluar dari Uni Eropa.
Hal ini akan mempengaruhi kebijakan UK terhadap imigran. Jumlah imigran di Inggris pada
tahun 2015 adalah 333 ribu orang dan bertambah 100 ribu setiap tahunnya sejak 1998. Karena
adanya referendum, para imigran ini terancam untuk dideportasi. Selain itu, pekerja imigran di
Inggris juga akan terancam keberadaannya karena sebanyak 1,2 juta pekerja imigran Inggris
berasal dari Eropa Timur. Selain itu referendum yang terjadi memunculkan kembali isu
euroscepticism setelah partai konservatif inggris yang memiliki paham anti-eropa, anti-imigran
berhasil melaksanakan referendum. Hal ini akan mengganggu integrasi kawasan di Uni Eropa
karena berpotensi memancing kelompok-kelompok yang sepemikiran melakukan hal yang sama
di negaranya.
Namun di sisi lain, UK sendiri juga menerima dampak yang diakibatkan tindakannya
sendiri. Dampak yang diterima UK dari terjadinya Brexit terdiri dari berbagai lingkup atau segi,
yaitu seperti pertumbuhan ekonomi, pekerjaan, dan perdagangan. Adanya referendum yang
membuat UK keluar dari Uni Eropa sangat berdampak dari berbagai sektor yang ada. Dimulai
dari sektor pekerjaan yang dimana Inggris harus merekonstruksi ulang kebijakan mereka dalam
memilih pekerja. Hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas di Inggris karena banyak
pekerja migran yang bekerja sebagai buruh di Inggris. Kehilangan pekerja migran di Inggris akan
sangat berdampak pada pergerakan barang dan jasa yang ada di negara tersebut.
Nilai mata uang Inggris akan terbang bebas setelah diberlakukannya Brexit. Hal ini sudah
terlihat saat isu Brexit mulai berkembang yang dimana mata uang Inggris sudah mengalami
pelemahan. Hal ini menunjukkan bagaimana pandangan ekonomi melihat jika Brexit akan
menghambat pertumbuhan ekonomi yang ada. Penyusutan poundsterling sejak pemilihan Brexit
sudah menyebabkan meningkatnya inflasi sebanyak 1,7% (Breinlich, 2017). Karena nilai mata
uang yang melemah, nilai produksi barang juga akan ikut naik.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya Brexit adalah dalam pergerakan warga negara
UK. warga negara yang ingin tinggal ke wilayah Uni Eropa selama lebih dari 90 hari dan dalam
jangka waktu 180 hari sekarang harus menggunakan visa. Hal ini tentu saja akan membatasi
pergerakan masyarakat yang ada. Warga UK tidak bisa bergerak bebas seperti saat sebelum
Brexit terjadi. (BBC News Indonesia, 2021)
Di sektor Investasi Asing, Inggris adalah penerima FDI terbesar di antara negara-negara
maju yang ada. Dua per lima atau sebanyak 42,6% (per Januari) investasi asing di Inggris berasal
dari negara Uni Eropa lainnya. Belanda merupakan investor Uni Eropa terbesar di Inggris
walaupun sebagian investasinya memiliki kemungkinan bukan berasal dari negara tersebut (The
Guardian, 2017). Hal ini kemudian menjadi penegas bahwa Uni Eropa berperan penting dalam
meningkatkan pertumbuhan Investasi Asing di Inggris. Hal ini tidak terlepas dari keuntungan-
keuntungan yang diterima Inggris selama menjadi anggota Uni Eropa. Keuntungannya adalah
gerakan modal bebas, mempermudah investor dari negara anggota Uni Eropa untuk berinvestasi
di Inggris, Kemampuan pasar tunggal yang dimiliki Uni Eropa membuat Inggris menjadi
platform ekspor yang menarik bagi perusahaan multinasional karena pasar tunggal yang dimiliki
Uni Eropa membuat biaya koordinasinya seperti pemindahan pegawai semakin kecil. Karena
tidak adanya keistimewaan ini lagi, Inggris berpotensi kehilangan daya tarik sebagai negara
tujuan investasi.
Hal lain yang ditimbulkan adalah pergerakan bebas warga inggris dan negara-negara Uni
Eropa sudah selesai. Hal ini setelah Inggris mengganti sistem imigrasinya dengan poin-poin
tertentu yang akan menentukan bagaimana orang-orang Uni Eropa dapat tinggal dan bekerja di
Inggris. Poin-poinnya dimulai dari aplikasi visa, aturan untuk pekerja, hingga pelajar
internasional. Hal ini juga berlaku bagi warga Uni Eropa yang ingin pindah ke Inggris. (Home
Office & UK Visas and Immigration, 2020). Selain itu, aturan belanja bebas atau duty free
shopping yang sebelumnya dihilangkan sekarang diberlakukan kembali setelah Brexit terjadi.
Didalamnya menjelaskan bahwa warna yang kembali ke Inggris dari Uni Eropa diberikan
kebebasan untuk membawa beberapa barang hingga 42 liter bir, 18 liter anggur, 4 liter minuman
beralkohol, dan 200 batang rokok. Mereka yang membawa barang sesuai aturan yang tersedia
tidak akan dikenakan pajak. (HM Treasury, 2020)
Kepolisian di Inggris mengalami kerugian setelah Brexit terjadi karena mereka
kehilangan akses penting yang dimiliki oleh Uni Eropa. Akses ini sangat membantu kepolisian
karena akses data yang dimiliki Uni Eropa sangatlah lengkap dimulai dari catatan kriminal, sidik
jari, hingga buronan internasional. Kepolisian sekarang akan sedikit terhambat dalam
penanganan permasalahan yang terjadi. Dari segi pertumbuhan ekonomi UK mengalami
penurunan seperti yang dialami UE, Jelas bahwa UK dari tindakannya yang disebut Brexit ini dia
telah menempatkan dirinya sendiri di posisi yang sulit dari segi ekonomi ke dalam situasi yang
sulit dimana dengan UK meninggalkan UE sama saja dia juga sudah meninggalkan pasar pusat.
Pemerintah Inggris memperkirakan bahwa Brexit akan menurunkan pertumbuhan UK selama 15
tahun. Ini mengasumsikan persyaratan perdagangan bebas saat ini tetapi membatasi imigrasi.
British Pound atau Pound Sterling turun dari $1,48 pada hari referendum menjadi $1,36 pada
hari berikutnya baik di EU maupun UK. Itu membantu ekspor tetapi meningkatkan harga impor.
Sedangkan dari segi lapangan pekerjaan atau tenaga kerja, Brexit merugikan pekerja muda UK.
Jerman diproyeksikan akan mengalami kekurangan tenaga kerja sebanyak 3 juta pekerja
terampil. Pekerjaan tersebut tidak akan tersedia dengan mudah bagi pekerja UK setelah Brexit.
Pengusaha kesulitan menemukan pelamar. Salah satu alasannya adalah pekerja kelahiran UE
meninggalkan UK, jumlah mereka turun 95% pada tahun 2017. Sedangkan dari segi
perdagangan, UK harus menegosiasikan perjanjian perdagangan baru dengan negara-negara di
luar UE, yang telah memiliki lebih dari 45 perjanjian perdagangan dengan lebih dari 70 negara
lain, dimana hal ini akan menjadi peluang yang cukup kecil untuk negara lain menerima
perjanjian tersebut. Selain itu seperti yang dibahas pada bagian pertumbuhan ekonomi dimana
nilai impor akan meningkat dimana jika dari dalam negeri banyak tuntutan barang dari luar
negeri hal tersebut juga akan menjadi beban bagi UK(Amadeo, 2022).
Selain itu, dari segi politik antara EU dan UK dimulai dengan adanya Referendum Brexit
yang banyak menjadi perbincangan yang mana akan dilaksanakan saat itu pada hari kamis 23
Juni 2016. Dari partai politik yang ada seperti Partai Buruh, SNP, Plaid Cymru dan Lib Dems
mendukung Inggris untuk tetap bergabung kedalam EU, dan di masyarakat juga terdapat dua
kubu antara tetap bertahan dan keluar dari EU. Hasil yang didapatkan sejumlah 48,2% memilih
untuk tetap bergabung dan 51,9% memilih keluar dari keanggotaan EU. Dampak dari adanya
perpecahan politik di inggris mengakibatkan adanya anggota parlemen inggris dari dari Partai
Buruh, Jo Cox, tewas ditembak oleh orang yang menganggapnya menghambat kebebasan inggris
karena Cox menyerukan agar inggris tetap di dalam keanggotaan EU (The Guardian, 2016).
Dengan adanya penembakan tersebut juga menjadikan tingkat keamanan di Inggris melemah
dimana mereka kehilangan akses penting yang dimiliki ketika berada di dalam EU dan
menyebabkan terlambat dalam mengidentifikasi pelaku-pelaku kejahatan di Inggris.
DAFTAR PUSTAKA

Amadeo, K. (2022, Januari 24). What Was Brexit, and How Did It Impact the UK, the

EU, and the US? Retrieved Oktober 25, 2022, from The Balance:

https://www.thebalancemoney.com/brexit-consequences-4062999

Anon. “Map Of Europe refugee Crisis 2015” House of commons, migration crisis.hal 12

BBC News Indonesia. (2021, January 1). Brexit: Era baru Inggris setelah resmi meninggalkan

Uni Eropa. BBC. Retrieved October 26, 2022, from

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55505028

Borzel, T.A. & Risse, T. (2009). Diffusing (inter-) regionalism : The EU as a Model of Regional

Integration (KFG Working Paper Series). Berlin: Freie University Berlin.

Darwis, D., Howay, T. (2021). Keluarnya Britania Raya dari Keanggotaan Uni Eropa dan
Implikasinya Bagi Perekonomian.

Fawcett, L., & Hurrel, A. (1995). Regionalism In World Politics : Regional Organization and

International Order. Oxford: Oxford University Press.

HM Treasury. (2020, September 11). Duty Free extended to the EU from January 2021.

GOV.UK. Retrieved October 26, 2022, from https://www.gov.uk/government/news/duty-

free-extended-to-the-eu-from-january-2021

Home Office & UK Visas and Immigration. (2020, January 28). New immigration

system: what you need to know. GOV.UK. Retrieved October 26, 2022, from

https://www.gov.uk/guidance/new-immigration-system-what-you-need-to-know

KOMAHI. (2021, Agustus 24). MENGENAL BREXIT OLEH INGGRIS. Retrieved

Oktober 25, 2022, from HI-Cle: https://komahi.uai.ac.id/mengenal-brexit-oleh-inggris/

Loade Muhamad Fathun. “REFERENDUM BREXIT UNI EROPA: SEBAGAI PILIHAN


RASIONAL KEBIJAKAN LUAR NEGERI PERSATUAN KERAJAAN” Jurnal
Dinamika Global Vol. 5 No. 1, Juni 2020.

London School of Economics. (2020). Foreign investors love Britain - but Brexit would end the
Party. Summer: CentrePiece Magazine
Mansfield, E. D., & Milner, H. V. (1999). The New Wave Regionalism. International
Organization, 589-627.

Moschieri, C., & Blake, D. J. (2019). The organizational implications of Brexit. Journal of
Organization Design, 8(1), 1-9.

Mustafa, G., Hussain, M., & Aslam, M. A. (2020). Political and Economic Impacts of Brexit on
European Union. Liberal Arts and Social Sciences International Journal (LASSIJ), 4(2),
11-23.

Nasrudin, A. (2022, April 13). Brexit: Definisi, Alasan, dan Dampaknya. Retrieved Oktober 25,
2022, from Cerdasco: https://cerdasco.com/brexit/

Park, D., Castillejos‐Petalcorin, C., & Kim, J. (2020). Analysis of Brexit and its policy lessons
for Asian integration. Asian‐Pacific Economic Literature, 34(2), 20-38.

Sari, A. P. (2016, Juni 24). Dampak Brexit bagi Uni Eropa, dari Ekonomi hingga Imigrasi.
Retrieved Oktober 25, 2022, from CNN Indonesia:
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160624152859-134-140703/dampak-
brexit-bagi-uni-eropa-dari-ekonomi-hingga-imigrasi

Sampson, T. (2020). Higher inflation, lower wages and decreasing output : Brexit is starting to
negatively affect the UK economy. LSE.

Sicca, S. P. (2021, Januari 1). Pasca-Brexit Ini Dia Sejumlah Dampak Era Baru Hubungan
Inggris-UE. Retrieved Oktober 25, 2022, from Kompas.com:
https://www.kompas.com/global/read/2021/01/01/154248070/pasca-brexit-ini-dia-
sejumlah-dampak-era-baru-hubungan-inggris-ue?page=all

Stohkelr, W. (2020). Economic Impact on European Union after Brexit

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160624152859-134-140703/dampak-brexit-bagi-
uni-eropa-dari-ekonomi-hingga-imigrasi

The Guardian. 16 Juni 2016. Labour MP Jo Cox dies after being shot and stabbed.
https://www.theguardian.com/uk-news/2016/jun/16/labour-mp-jo-cox-shot-in-west-yorkshire .
diakses pada 26 Oktober 2022.

The Guardian. (25 Juli 2017). Netherlands and UK are biggest channels for corporate tax
avoidance
Https://www.theguaridan.com/world/2017/jul/25/netherlands-and-ukare-biggest-
channels-for-corporate-tax-avoidance. Diakses pada 26 Oktober 2022
Tidore, M. D. (2017). Dinamika Referendum Inggris di Uni Eropa, Studi Kasus: Referendum
Brexit. Universitas Hasanuddin.

Fidya, F. K. (2018). DINAMIKA INGGRIS DAN UNI EROPA: INTEGRASI HINGGA BREXIT
(1973-2016) (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).

Munzilin, K., & Muhammad, A. (2017). Brexit: Eurosceptic Victory In British Referendum In
Term Of Britain Membership Of European Union. ARISTO, 5(1), 1-21.

Anda mungkin juga menyukai