Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Skripsi ini bertujuan untuk melihat apa yang bisa menjadi penyebab dan
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bangsa Skotlandia untuk mendukung
tuntutan pemisahan wilayah Skotlandia dari United Kingdom (UK)1 yang diajukan
oleh Partai Nasional Skotlandia (SNP). UK adalah salah satu negara multi bangsa
karena terdapat lebih dari satu identitas kebangsaan, yaitu bangsa Inggris
(English), bangsa Skotlandia (Scottish), bangsa Wales (Welsh), dan bangsa
Irlandia (Irish); yang terbagi sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Meskipun
berbeda secara budaya maupun wilayah, keempat bangsa tersebut adalah warga
negara UK yang mendapatkan hak dan kewajiban yang sama. Pemerintah UK—
berpusat di London yang berada di wilayah bangsa Inggris dan adalah bangsa
yang paling dominan—bersikap hati-hati memperlakukan ketiga bangsa di
wilayah lain dengan memberikan kebijakan yang akomodatif untuk memberikan
kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan budaya yang merupakan bagian
dari identitas kebangsaan mereka, seperti misalnya memperbolehkan masing-
masing bangsa memiliki liga sepakbola yang terpisah atau juga dalam bidang
politik, pemerintah pusat juga membentuk pemerintahan daerah2 yang memiliki
kewenangan tertentu terhadap daerahnya sendiri.

1
UK adalah United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland sesudah wilayah Irlandia
merdeka pada tahun 1949 sedangkan Britania Raya adalah sebutan untuk wilayah Britania yang
terdiri dari Skotlandia, Inggris, dan Wales. Inggris yang dimaksud dalam skripsi ini adalah England
di Bahasa Inggris sedangkan untuk menyebut negara Inggris secara keseluruhan akan tetap
menggunakan ‘UK’ seperti di Bahasa Inggris.
2
Dibentuknya Scottish Office sebagai substate institution pada 1885 dan kemudian pada tahun
1964, dibentuk Welsh Office. Sedangkan untuk Irlandia Utara, baru dibentuk Northern Ireland
Office pada 1972 menggantikan Northern Ireland Assembly yang sudah ada sejak 1922 dengan
mengikuti kerangka kerja yang sama dengan Scottish Office (Mitchell, 2006: 156-157).

1
Perbedaan identitas-identitas ini disebabkan oleh sejarah UK yang
sebelumnya merupakan kerajaan-kerajaan yang terpisah dan hingga kemudian
kerajaan Skotlandia bergabung dengan kerajaan Inggris yang merupakan kerajaan
yang paling besar dan kuat saat itu, melalui kesepakatan Acts of Union pada tahun
1707 dan sekaligus menandakan terbentuknya wilayah Britania Raya.
Sebelumnya, Wales bergabung dengan kerajaan Inggris pada tahun 1536 dan
sesudah Irlandia bergabung pada tahun 1801 maka resmi terbentuk United
Kingdom of Great Britain and Ireland. Meskipun tergabung dalam satu negara,
identitas masing-masing bangsa masih terjaga dengan baik karena sudah
mengakar kuat pada wilayahnya. Dibandingkan dua bangsa lain, bangsa
Skotlandia lah yang paling berkembang karena dipengaruhi oleh sikap pemerintah
UK yang membebaskan wilayah Skotlandia untuk memiliki pemerintahan daerah,
sistem pendidikan dan gereja yang terpisah dari wilayah Inggris (Fusaro, 1979:
363).
Pada pemilihan umum Parlemen Skotlandia tahun 2011, Scottish National
Party (SNP) yang merupakan partai nasionalis berhasil meraih kursi mayoritas di
Parlemen Skotlandia dan memenangkan suara terbanyak sehingga SNP menjadi
partai pemerintah Skotlandia. Dari kemenangan itulah, SNP mengajukan untuk
mengadakan referendum untuk menentukan pemisahan diri Skotlandia dari UK
yang menurut rencana akan dilaksanakan pada 18 September 2014 (Carrell, 21
Maret 2013). Usulan pemisahan diri yang diajukan oleh Pemerintah Skotlandia ini
mengundang berbagai respon dari masyarakat, pemerintah UK, maupun dari
partai lain. Pemerintah UK, meskipun kurang menyetujui ide pemisahan diri ini,
tetap memberikan kesempatan bagi Skotlandia untuk mengadakan referendum.
Berdasarkan hasil polling yang dilakukan oleh TNS BMRB pada April 2013
memperlihatkan dukungan terhadap UK sebesar 51% sedangkan yang mendukung
perpisahan Skotlandia hanya sebesar 30% dan sisa 19% masih belum memutuskan
(Carrell, 23 April 2013).
Skripsi ini akan membahas mengenai alasan mengapa bangsa Skotlandia
ingin memisahkan diri melalui diadakannya referendum yang memutuskan masa
depan Skotlandia. Namun skripsi ini akan fokus untuk melihat faktor apa saja
2
yang bisa mempengaruhi pertimbangan masyarakat untuk mendukung perpisahan
Skotlandia dengan melihat pengaruh dari fakta-fakta sejarah dan juga faktor
ekonomi yang kemudian dapat mendorong peningkatan dukungan pada upaya
pemisahan diri melalui referendum untuk menjadikan Skotlandia sebagai negara
independen setelah 300 tahun lebih bergabung dengan UK.

1.2. Rumusan Masalah


Dari pemaparan mengenai latar belakang masalah yang terjadi dapat ditarik
rumusan masalah utama “Mengapa muncul tuntutan dari bangsa Skotlandia
untuk memisahkan diri dari UK?” namun pembahasan akan lebih fokus untuk
menjawab variabel yang lebih spesifik yaitu “Apa yang bisa memengaruhi
dukungan masyarakat Skotlandia terhadap upaya pemisahan diri melalui
referendum di tahun 2014?”

1.3. Tujuan Penelitian


Menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perpisahan
suatu bangsa dari negara maju, khususnya UK
Menganalisis apa saja yang dapat mempengaruhi peningkatan dukungan
bangsa Skotlandia untuk memisahkan diri
Melihat dinamika hubungan Skotlandia dan pemerintah UK
Melihat perkembangan nasionalisme bangsa Skotlandia di UK

1.4. Landasan Konseptual


Untuk menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat
dilihat beberapa konsep yang dijelaskan oleh beberapa ahli mengenai penyebab
dari munculnya tuntutan dari sebuah bangsa untuk memisahkan diri dari suatu
negara. Menanggapi permasalahan yang berkaitan dengan hubungan etnokultural,
Will Kymlica (2000) mengatakan bahwa sampai sekarang belum ada konsep-
konsep ataupun prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan serta
membandingkan permasalahan etnokultural yang terjadi di negara-negara Barat
dan negara-negara berkembang. Kymlica (2000: 183) juga menjelaskan bahwa
3
sebenarnya di negara-negara Barat sendiri tidak memiliki kebijakan serupa untuk
menghadapi permasalahan etnokultural, adanya perbedaan tersebut menyulitkan
untuk membuat konsep yang sama untuk mengelola keberagaman etnis yang ada
dan dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbandingan. John Breuilly
(1993) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi suatu bangsa di
negara-negara Barat untuk memisahkan diri juga berbeda satu sama lain.
Kymlica (2000:185) menjelaskan beberapa negara Barat dengan
multibangsa berusaha untuk membentuk dan menyebarkan satu kebudayaan
umum untuk berlaku di dalam wilayahnya, hal ini disebut dengan ‘societal
culture’ yang ia jelaskan sebagai budaya yang ada dalam suatu teritori dan fokus
pada penggunaan bahasa yang sama—dalam hal ini bahasa kelompok
mayoritas—dan digunakan di berbagai institusi sehingga mendorong kelompok
identitas lain yang tergabung dalam negara tersebut untuk lebih banyak
menggunakan bahasa mayoritas untuk diterima di tengah masyarakat. Kymlica
berpendapat yang dilakukan oleh negara-negara Barat adalah nation building
dengan memaksa kelompok identitas lain untuk menggunakan kebudayaan
mayoritas agar bisa mengakses hak-hak sebagai warga negara, hal itu tentu tidak
sesuai dengan netralitas yang seharusnya dijunjung tinggi prinsip demokrasi
liberal yang dijunjung negara-negara Barat.
Dari pemaksaan satu kebudayaan mayoritas tersebut dapat berujung pada
munculnya tuntutan dari kelompok minoritas untuk memisahkan diri karena
mereka tidak mendapat hak-hak yang sama sebagai warga negara dengan
kelompok lain. Seperti yang terjadi di Kanada dengan bangsa Quebec; mayoritas
orang Kanada berbahasa Inggris karena wilayah mereka adalah bekas jajahan
Inggris, namun salah satu negara bagian di Kanada yaitu Quebec merupakan
bekas jajahan Perancis dan menggunakan bahasa Perancis sebagai bahasa utama
sehingga ketika Kanada terbentuk muncul perbedaan penggunaan bahasa. Pada
awalnya pemerintah Kanada menetapkan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi
Kanada dan digunakan di berbagai instusi pemerintah maupun sistem pendidikan.
Namun ketika perlawanan dari Quebec yang menyatakan sebagai bangsa yang
terpisah karena perbedaan bahasa dan budaya, menuntut pemisahan diri dari
4
Kanada, Pemerintah Kanada menawarkan hak khusus di wilayah Quebec dengan
memperbolehkan penggunaan bahasa Perancis sebagai bahasa resmi di Quebec
untuk digunakan dalam pendidikan, media, institusi pemerintahan, dan kehidupan
sehari-hari sehingga kini ada dua bahasa nasional di Kanada, yaitu bahasa Inggris
dan bahasa Perancis. Perubahan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
Kanada tersebut selain untuk mempertahankan integrasi negaranya juga untuk
menguatkan rasa cinta bangsa Quebec terhadap negara Kanada sendiri sebagai
warga negara yang haknya diakomodasi oleh pemerintah. Kanada sebagai contoh
kasus dapat juga memperlihatkan bagaimana negara-negara Barat menghadapi
tuntutan dari kelompok minoritas yang cenderung mengakomodasi tuntutan itu
daripada melakukan tindakan represif (Kymlica 2000: 189). Dengan cara itu
kelompok-kelompok minoritas menjadi lebih loyal terhadap negara selain untuk
menghindari konflik yang berakhir pada kekerasan.
Pada beberapa kasus, meskipun pemerintah sudah mengakomodasi
kepentingan-kepentingan bangsa-bangsa yang ada di dalam wilayahnya, seperti
tuntutan untuk otonomi daerah dan federalisme, hal itu tidak menjamin
berkurangnya gerakan-gerakan nasionalis yang menuntut untuk memisahkan diri.
Beberapa ahli menjelaskan munculnya gerakan-gerakan nasionalis disebabkan
oleh marginalisasi ekonomi yang merugikan bagi suatu kelompok. Pada awal
perkembangan industri, hanya kelompok tertentu yang mendapatkan keuntungan
sehingga kelompok atau daerah lain yang tidak mendapatkan keuntungan
melakukan pemberontakan dan ingin memisahkan diri. Oleh karena alasan
marginalisasi tersebut, beberapa ahli berpendapat bahwa dengan modernisasi dan
perkembangan ekonomi maka permasalahan yang muncul karena gerakan-gerakan
nasionalis yang menuntut untuk berpisah akan menghilang dengan sendirinya
(Kymlica, 2000: 184). Tetapi yang terjadi di Spanyol menunjukkan hal yang
berbeda. Wilayah Basque dan Catalan yang merupakan wilayah Spanyol yang
memiliki perekonomian yang makmur jika dibandingkan dengan wilayah Spanyol
lainnya, tetap memiliki gerakan nasionalis yang kuat. Hal yang terjadi di Spanyol
kemudian mematahkan anggapan bahwa modernisasi akan menghilangkan konflik
etnis atau meredakan gerakan-gerakan nasionalis (Medrano, 1994: 543). Adanya
5
diskriminasi kultural yang dilakukan oleh Francisco Franco pada tahun 1950-an
yang kemudian menyebabkan kuatnya identitas bangsa Basque dan Catalan
sebagai bangsa yang terpisah dari bangsa Spanyol hingga kemudian pada masa
demokrasi sekarang ini tuntutan untuk memisahkan diri dari kedua bangsa masih
kuat (lihat Medrano (1994) dan Tura (1989) untuk pembahasan lebih lanjut
mengenai kasus Basque dan Catalan di Spanyol).
Permasalahan berkaitan dengan kelompok nasionalis yang terjadi memang
berbeda-beda pada setiap negara karena latar belakang masalah terpengaruh dari
sejarah dan kondisi politik masing-masing. Oleh karena itu Tura (1989: 184)
berpendapat bahwa akan sulit untuk membentuk satu teori umum yang
menjelaskan penyebab munculnya nasionalisme identitas dan gerakan nasionalis
untuk memisahkan diri. Dalam bukunya Nationalism and National Integration,
Anthony Birch (2003) membahas bahwa setidaknya ada empat hal yang menjadi
justifikasi bagi sebuah kelompok nasionalis untuk memisahkan diri, yaitu:
a) penyatuan wilayah yang sebelumnya terjadi dilakukan secara paksa
menyebabkan orang-orang terus melakukan tindakan penolakan;
b) pemerintah pusat yang gagal untuk melindungi hak-hak dasar dan
keamanan warga negaranya;
c) sistem politik yang tidak berhasil untuk melindungi kepentingan politik
dan ekonomi yang ada;
d) pemerintah pusat gagal atau mengabaikan kepentingan kelompok
minoritas dan mengutamakan suara mayoritas.
Namun penjelasan Birch sekali lagi tidak dapat diterapkan pada semua kasus
tuntutan pemisahan diri yang diajukan oleh kelompok nasionalis. Allen Buchanan
(1991) menjelaskan mengenai Primary Right Theories, yang dijelaskan sebagai
“voluntary choice of members to form an independent state” meskipun tidak
mengalami diskriminasi atau ketidakadilan tetapi tentu ada penyebab ataupun
pendorong di balik tuntutan tersebut. Sedangkan Michael Hechter (1992)
menjelaskan pemisahan diri sebagai proses dari keputusan kolektif yang
berkelanjutan berdasar pada rational choice. Setidaknya ada empat proses yang
mendorong pemisahan diri sebagai tujuan akhir, yaitu:
6
Populasi
Regional

1. Permasalahan
Identifikasi Grup Identifikasi Grup Identifikasi
yang Lemah yang Kuat Grup Regional

2. Permasalahan
Sedikitnya Aksi Banyaknya Aksi Aksi Kolektif
Kolektif Kolektif Regional

3. Penentu
Dukungan untuk Dukungan untuk Dukungan
Integrasi Memisahkan Diri Pemisahan Diri

4. Respon
Kuat: Tidak ada Lemah: Adanya
Negara Induk
pemisahan diri pemisahan diri

Gambar 1. Model Pemisahan Diri dari Hechter (1992)

Skripsi ini akan fokus pada proses ketiga yaitu mengenai dukungan
masyarakat oleh karena itu perlu dilihat faktor-faktor apa yang dapat
mempengaruhi dukungan masyarakat dalam upaya pemisahan diri suatu wilayah
dari negara induk sesudah proses satu dan dua terpenuhi.
Meningkatnya dukungan masyarakat untuk memisahkan diri dari negara
induk biasanya diterjemahkan juga sebagai menguatnya rasa nasionalisme
masyarakat. Dalam sistem negara demokratis, adanya partai politik nasionalis
yang memiliki tujuan pemisahan diri dibutuhkan sebagai aktor penting dalam
memperjuangkan wilayah yang merdeka oleh karena itu sangat penting bagi partai
nasionalis untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Jika masyarakat
mempercayai partai nasionalis maka akan lebih mudah bagi kaum nasionalis
untuk mengajukan rencana kepada pemerintah pusat mengenai tuntutan
pemisahan diri.
Peningkatan dukungan ini akan semakin terpengaruh apabila wilayah
tersebut tidak terlalu bergantung pada perekonomian negara induk karena ini
menunjukkan kemandirian wilayah tersebut dari hal yang paling penting yaitu
7
stabilitas perekonomian. Hal itu dapat juga didorong oleh penemuan sumber daya
di wilayah tersebut sehingga membuat perekonomian wilayah mereka maju dan
dapat berdiri sendiri. Menurut Birch (2003), penemuan sumber daya tersebut
dapat dikategorikan sebagai ‘eruptive factor’ yang mengubah pandangan
masyarakat terhadap situasi mereka selama ini dan memungkinkan mereka untuk
menuntut perubahan dalam hal ini misalnya pemisahan diri dari negara induk.
Ketergantungan terhadap perekenomian negara induk juga dapat dipengaruhi oleh
munculnya pasar alternatif lain sehingga pemasaran barang atau jasa yang
dihasilkan tidak terbatas pada negara induk saja. Adanya kedua poin tersebut akan
berpengaruh besar dalam mendorong kemandirian ekonomi wilayah tersebut jika
nantinya akan terpisah dan meyakinkan masyarakat bahwa mereka akan mampu
mengatur perekonomian wilayah mereka sendiri tanpa negara induk. Dalam
bukunya Political Integration and Disintergration in British Isles, Birch juga
berpendapat bahwa perkembangan organisasi ekonomi supranasional akan
berpengaruh pada wilayah yang ingin memisahkan diri karena melihat fakta
bahwa negara-negara kecil juga dapat menikmati keuntungan yang sama dengan
negara besar karena bantuan yang diberikan oleh organisasi tersebut (Hechter,
1978-1979: 179). Pernyataan tersebut akan menambah kepercayaan diri negara-
negara baru agar tidak khawatir mengenai posisi mereka di dunia internasional
sebagai negara yang baru merdeka dengan harapan mereka akan tetap
mendapatkan keuntungan yang sama meski mereka sudah terpisah dari negara
induk.
Faktor lain yang juga mendorong dukungan masyarakat untuk memisahkan
diri adalah adanya perubahan pandangan terhadap negara induk yang dapat
disebabkan oleh melemahnya perekonomian negara induk atau juga kekalahan
perang yang diderita oleh negara induk karena masyarakat akan terpengaruh
dengan perhitungan untung-rugi jika tetap bergabung atau apabila mereka
berpisah dengan negara induk. Seperti yang dikatakan Nairn, “regions are more
likely to promote nationalist movements when state membership no longer
presents advantages…….over-developed regions nationalist movements mobilize
population to push state reforms that will promote further regional development.”
8
(Medrano, 1994: 542). Perhitungan keuntungan ini juga memengaruhi basis
dukungan kelompok nasionalis, hal ini didasari oleh anggapan bahwa setiap orang
ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar oleh karena itu mereka akan
mendukung upaya pemisahan diri dengan jika mereka melihat harapan bahwa
dengan menjadi independen akan memperbesar kesempatan mereka untuk
memperbaiki perekonomian.
Dari penjabaran mengenai pendapat para ahli mengenai penyebab dan
pendorong suatu bangsa untuk memisahkan diri memang tidak selalu sama di tiap
kasus terlebih lagi ada perbedaan yang mendasar mengenai kasus yang terjadi di
negara-negara berkembang dan negara-negara maju karena akar identitas
nasionalisme yang terbentuk juga berbeda.

1.5. Hipotesis
Munculnya tuntutan dari pemerintah Skotlandia untuk memisahkan diri dari
UK melalui referendum tahun 2014 disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat
terhadap kinerja pemerintah dalam mengelola kepentingan ekonomi masyarakat
Skotlandia sehingga kekayaan sumber daya yang dimiliki Skotlandia tidak
dirasakan oleh masyarakat Skotlandia sendiri dan sebaliknya mengalir ke
wilayah-wilayah lain. Hal inilah yang mendorong munculnya tuntutan-tuntutan
awal untuk mengatur wilayah mereka sendiri terpisah dari pemerintah nasional.
Kemampuan ekonomi Skotlandia juga mempengaruhi pertimbangan masyarakat
untuk mendukung pemisahan diri; Skotlandia yang kaya akan sumber daya
dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi negara independen maka dari
kekayaan sumber daya dan pemasukan pajak Skotlandia tersebut dapat seluruhnya
digunakan untuk kepentingan Skotlandia yang diatur oleh pemerintah Skotlandia
independen dan tidak lagi tergantung pada kebijakan pemerintah UK.

1.6.Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif
dengan menggunakan studi pustaka sebagai desain pengumpulan data. Sumber
data akan berasal dari buku-buku, serta jurnal, dan artikel-artikel dari situs-situs
9
online yang dapat dipercaya. Data dan informasi yang sudah dikumpulkan akan
dianalisis menggunakan metode kualitatif untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Teknik pengolahan yang akan digunakan berdasarkan Satori dan Komariah (2009:
96-97) adalah dengan reduksi data, display data, dan analisis data. Dalam reduksi
data, penulis akan memilah-milah data yang sesuai dengan fokus penelitian dan
kemudian data-data tersebut akan dikategorikan untuk memudahkan penulis
melihat hubungan dan pola dari data yang tersedia dalam proses display data.
Terakhir dalam analisis data, penulis akan mengurai data mengacu pada landasan
konseptual sehingga hasil penelitian tampak lebih jelas dan menerangkan pokok
permasalahan yang diangkat dan kemudian dapat ditarik kesimpulan untuk
menjawab pertanyaan penelitian.

1.7.Kerangka Penulisan
Pada bagian pertama skripsi ini, akan dibahas mengenai latar belakang
permasalahan antara bangsa Skotlandia dan UK, serta fokus permasalahan yang
akan diangkat dalam pembahasan skripsi ini. Bab kedua akan membahas
mengenai sejarah singkat antara Skotlandia dan UK sebelum adanya devolusi di
Skotlandia untuk melihat bagaimana hubungan keduanya pada masa-masa awal.
Melalui latar belakang sejarah ini juga dapat dilihat bagaimana identitas
Skotlandia berkembang menjadi rasa nasionalisme kemudian disalurkan dalam
saluran-saluran politik sebagai salah satu perwujudan dari aksi kolektif bangsa
Skot. Selanjutnya, pada bab ketiga akan berisi tentang analisis penyebab
munculnya upaya pemisahan diri dari bangsa Skotlandia sejak tercapainya
devolusi hingga rencana referendum muncul. Analisis juga akan dilakukan untuk
melihat faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi dukungan masyarakat
terhadap Skotlandia yang independen. Bab empat sebagai bagian penutup akan
menyajikan kesimpulan yang berupa rangkuman dari isi bab-bab sebelumnya
untuk menjawab rumusan masalah dan juga membuktikan hipotesis.

10

Anda mungkin juga menyukai