Anda di halaman 1dari 20

Islam adalah agama yang mencintai kebersihan sehingga mengingatkan

bahayanya memiliki anjing, bahkan melarang memelihara anjing kecuali untuk


kepentingan penjagaan keamanan atau pertanian. Tidak sedikit nash hadits
yang menyatakan bahwa malaikat rahmat tidak akan memasuki rumah yang di
dalamnya terdapat anjing [1] dan pahala pemilik anjing akan susut atau
berkurang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda (yang artinya) : “


Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat anjing (2),
juga tidak memasuki rumah yang didalamnya terdapat gambar (patung)”
[Hadits sahih ditakhrij oleh Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i dan
Ibnu Majah yang semuanya dari Abu Thalhah Radhiyallahu ‘anhu. Lihat
Shahihul-Jami’ No. 7262]

Rasulullah bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya malaikat (rahmat) tidak


akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing” [Hadits sahih ditakhrij
oleh Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu.
Lihat pula Shahihul Jami’ No. 1962]

Rasulullah bersabda (yang artinya) : “ Sesungguhnya malaikat tidak akan


memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)”
[Hadits sahih ditakhrij oleh Ibnu Majah dan lihat Shahihul Jami’ No. 1961]

Ibnu Hajar (3) berkata : “Ungkapan malaikat tidak akan memasuki….”


menunjukkan malaikat secara umum (malaikat rahmat, malaikat hafazah, dan
malaikat lainnya)”. Tetapi, pendapat lain mengatakan : “Kecuali malaikat
hafazah, mereka tetap memasuki rumah setiap orang karena tugas mereka
adalah mendampingi manusia sehingga tidak pernah berpisah sedetikpun
dengan manusia. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ibnu Wadhdhah, Imam
Al-Khaththabi, dan yang lainnya.

Sementara itu, yang dimaksud dengan ungkapan rumah pada hadits di atas
adalah tempat tinggal seseorang, baik berupa rumah, gubuk, tenda, dan
sejenisnya. Sedangkan ungkapan anjing pada hadits tersebut mencakup semua
jenis anjing. Imam Qurthubi berkata : “Telah terjadi ikhtilaf di antara para
ulama tentang sebab-sebabnya malaikat rahmat tidak memasuki rumah yang
didalamnya terdapat anjing. Sebagian ulama mengatakan karena anjing itu
najis, yang lain mengatakan bahwa ada anjing yang diserupai oleh setan,
sedangkan yang lainnya mengatakan karena di tubuh anjing itu menempel
najis.

Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengadakan perjanjian dengan Jibril bahwa
Jibril akan datang. Ketika waktu pertemuan itu tiba, ternyata Jibril tidak datang.
Sambil melepaskan tongkat yang dipegangnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Allah tidak mungkin mengingkari janjinya, tetapi mengapa
Jibril belum datang ?” Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menoleh,
ternyata beliau melihat seekor anak anjing di bawah tempat tidur. “Kapan
anjing ini masuk ?” tanya beliau. Aku (Aisyah) menyahut : “Entahlah”. Setelah
anjing itu dikeluarkan, masuklah malaikat Jibril. “Mengapa engkau terlambat ?
tanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Jibril. Jibril menjawab:
“Karena tadi di rumahmu ada anjing. Ketahuilah, kami tidak akan memasuki
rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar (patung)” [Hadits Riwayat
Muslim].

Malaikat rahmat pun tidak akan mendampingi suatu kaum yang terdiri atas
orang-orang yang berteman dengan anjing. Abu Haurairah Radhiyallahu ‘anhu
mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya) : “ Malaikat tidak akan menemani kelompok manusia yang di tengah-
tengah mereka terdapat anjing”. [Hadits Riwayat Muslim]

Imam Nawawi mengomentari hadits tersebut : “Hadits di atas memberikan


petunjuk bahwa membawa anjing dan lonceng pada perjalanan merupakan
perbuatan yang dibenci dan malaikat tidak akan menemani perjalanan mereka.
Sedangkan yang dimaksud dengan malaikat adalah malaikat rahmat (yang suka
memintakan ampun) bukan malaikat hafazhah yang mencatat amal manusia.
[Lihat Syarah Shahih Muslim 14/94]

Sementara itu, mengenai hukum yang berkaitan dengan hasil jual beli anjing
(harga anjing), terdapat beberapa nash yang mengharamkan, diantaranya
adalah sebagai berikut. Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang hasil yang diperoleh dari
jual beli anjing, darah, dan usaha pelacuran [Hadits shahih ditakhrijkan oleh
Bukhari juga ditakhrijkan dalam Ahaditsul Buyu’ oleh Imam ay-Thayalisi, Imam
Ahmad, juga oleh Baihaqi. Dan lihat Shahihul Jami’ no. 6949].

Jabir Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam


telah melarang jual beli anjing dan kucing (4) Selain itu, Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang jual beli anjing, hasil kezaliman, dan upah dari hasil praktik
perdukunan [Hadits shahih ditakhrijkan oleh Bukhari, Muslim, Imam hadits
yang empat. Hadits ini juga ada dalam Shahihul Jami’ no. 6951].

Imam al-Baghawi berkata (5) : “Menurut mayoritas ulama, jual beli anjing itu
hukumnya haram sebagaimana upah dari hasil perdukunan (pertenungan), dan
pelacuran. Kaitannya dengan hal itu, Abi Hurairah berkata : “Semuanya itu
tergolong dalam penghasilan haram”
Didalam hadits-hatdis itu ada riwayat yang menceritakan bahwa beliau
Shallallahu ‘alaihi wasalam merobek tirai-tirai yang bergambar dan
memerintahkan menghapus gambar-gambar. Disamping itu beliau melaknat
tukang gambar dan menerangkan bahwa mereka termasuk orang-orang yang
paling keras mendapat siksa di hari kiamat.

Disini saya (Syaikh Bin Baz) akan menyampaikan secara global hadits-hadits
shohih mengenai permasalahan ini beserta keterangan ulamanya. Dan akan
saya jelaskan mana yang benar, Insya ALLAH Ta’ala.

Dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wasalam bersabda : ALLAH Ta’ala berfirman : Dan siapakah yang lebih dzalim
dari mereka yang akan membuat satu ciptaan seperti ciptaan-Ku, maka
hendaknya mereka menciptakan satu dzarrah, atau biji, atau gandum.” (Dalam
Shahihain, lafadz Riwayat Muslim).

Dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wasalam bersabda : “Sesungguhnya manusia yang paling keras disiksa di hari
Kiamat adalah para tukang gambar (mereka yang meniru ciptaan Allah)”.
(Shahihain – yakni dalam dua kitab Shahih Bukhari dan Muslim atau biasa
disebut muttafaqun ‘alaihi, red)

Dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wasalam bersabda : “Sesungguhnya orang yang membuat gambar-gambar ini
akan disiksa hari kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkanlah apa yang
telah kalian buat!’”. (Dalam Shahihain, lafadz Bukhari).

Dari Abu Juhaifah Radiyallahu ‘anhu : “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi


wasalam telah melarang dari (memakan) hasil (jual beli) darah, anjing, usaha
pelacuran, dan (beliau) telah melaknat pemakan riba, yang menyerahkannya,
pembuat tato (gambar tubuh), yang meminta ditato serta tukang gambar.” (HR
Bukhari).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasalam bersabda : “Siapa yang membuat satu gambar di dunia, dia
dibebani (disuruh) untuk meniupkan ruh pada gambar itu dan ia bukan
peniupnya (tidak akan mampu meniup ruh untuk menghidupkan gambar tsb,
red)”. (Muttafaqun ‘alaihi).

Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu : “Semua tukang gambar di Neraka dan
dijarikan baginya setiap yang digambarnya satu jiwa (ruh) yang menyiksanya di
Jahannam. Ibnu Abbas berkata : “Jika kamu mesti mengerjakannya, maka
buatlah (gambar) pohon-pohon dan apa-apa yang tidak bernyawa (roh).” (HR
Muslim).

Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha, ia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam


masuk menuju saya dan saya menutup bilik dengan tirai tipis bergambar
(dalam riwayat lain : menggantungkan tirai tipis bergambar kuda bersayap…),
maka ketika beliau melihatnya dia merobeknya dan dengan wajah merah
padam, beliau bersabda : “Hai Aisyah, manusia yang paling keras disiksa di Hari
Kiamat adalah mereka yang meniru ciptaan ALLAH.” Kata Aisyah : “Maka kami
memotong-motongnya lalu menjadikannya satu atau dua bantal.” (Muttafaqun
‘alaihi).

Dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah, ia berkata : “Saya membeli sebuah
bantal bergambar. Maka ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam
melihatnya, beliau berdiri di pintu dan tidak masuk. Saya mengenal tanda
kemarahan pada wajah beliau. Saya berkata “ Ya Rasulullah, saya taubat
kepada ALLAH dan RasulNya, apa dosa saya ?” Beliau bersabda : “Ada apa
dengan bantal ini ?” Saya berkata : “Saya membelinya agar Anda duduk di
atasnya dan menyandarinya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam
bersabda : “Sesungguhnya pemilik (pembuat) gambar-gambar ini akan disiksa
di hari Kiamat, dan dikatakan kepada mereka, ‘Hidupkan apa yang telah kalian
buat!’ Dan sabdanya lagi : Sesungguhnya rumah yang didalamnya ada gambar-
gambar tidak akan dimasuki oleh malaikat.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasalam bersabda : “(Sesungguhnya kami para) Malikat tidak masuk rumah
yang didalamnya ada anjing dan gambar” (HR Bukhari & Muslim, dengan lafadz
Muslim). Dalam riwayat Ibnu Umar “(Sesungguhnya kami para) Malaikat tidak
masuk rumah yang didalamnya ada anjing dan gambar.”.

Dari Zaid bin Khalid dari Abi Talhah secara marfu’ : “Malaikat tidak akan masuk
rumah yang didalamnya ada anjing dan patung (gambar).” (HR Muslim).

Dari Abi al Hayyaj Al Asadi, ia berkata : Ali mengatakan pada saya : Maukah
kamu saya utus kepada apa yang saya pernah diutus oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam : yaitu “Jangan kau tinggalkan satu gambarpun,
melainkan kamu hapuskan dia dan tidak ada satu kuburpun yang menonjol
(dikejeng, red) melainkan kau ratakan dia.” (HR Muslim).

Dari Jabir Radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam


menyuruh Umar bin Khattab (waktu Fathu Mekkah) sedang beliau ketika itu di
Bath-ha’ agar mendatangi Ka’bah dan menghapus semua gambar didalamnya
dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak masuk sampai semua gambar telah
dihapus. (HR Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqi, Ibnu Hibban dan beliau
mensahihkannya).

Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha : “Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam


tidak pernah membiarkan dalam rumahnya sesuatu yang ada padanya SALIB-
SALIB melainkan beliau mematahkannya. “ (HR Bukhari). Dan Al Kasymihani
dengan lafadz “gambar-gambar”, dan Bukhari menerangkannya dengan bab
Naqdhi Shuwar dan menguraikan hadits tersebut

Imam Nasa’I meriwayatkan dengan lafadz : “Jibril minta izin kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasalam, beliau berkata : Masuklah. Kata Jibril : Bagaimana
saya akan masuk sedangkan dalam rumah Anda ada tirai brgambar ? Maka jika
Anda potong kepala-kepalanya, atau Anda jadikan hamparan yang dipijak
(dihinakan setelah dipotong, red – barulah Jibril akan masuk). Karena
sesungguhnya kami – para malaikat – tidak akan masuk ke rumah yang
didalamnya ada gambar-gambar.” (HR Abdur Razaq, Ahmad, Abu Dawud,
Tirmidzi dan beliau mengatakan Hasan Shahih dan Ibnu Hibban
mensahihkannya).

Dan masih banyak lagi hadits-hadits tentang masalah ini. Hadits-hadits ini
adalah dalil yang nyata tentang haramnya membuat gambar sesuatu yang
bernyawa dan termasuk dosa besar yang diancam dengan neraka bagi
penggambarnya. Hadits ini menunjukkan keumuman segala jenis gambar, baik
itu didinding, tirai, kemeja, kaca, kertas dan sebagainya, karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam tidak membedakannya, baik yang tiga dimensi atau
selainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam melaknat pembuatnya dan
mengabarkan paling keras disiksa di hari kiamat dan semuanya di Neraka.

Imam Al Hadifz Ibnu Hajar Al Atsqalani mengatakan : “Kata al Khaththabi : dan


gambar yang menghalangi masuknya malaikat ke dalam rumah adalah gambar
yang padanya terpenuhi hal-hal yang haram, yakni gambar-gambar yang
makhluk yang bernyawa, yang tidak terpotong kepalanya atau tidak dihinakan.
Dan bahwasanya dosa tukang gambar itu besar karena gambar-gambar itu ada
yang diibadahi selain ALLAH, selain gambar itu mudah menimbulkan fitnah
(bahaya) bagi yang memandangnya (gambar wanita, tokoh, ulama, red).”

Imam An Nawawi mengatakan dalam Syarah Muslim : “Sahabat kami dan para
Ulama selain mereka mengatakan bahwa haramnya membuat gambar hewan
adalah sekeras-keras pengharamaan. Ini termasuk dosa besar karena
ancamannya juga amat besar, sama saja apakah dibuat untuk dihinakan atau
tidak. Bahkan membuatnya jelas sekali haram karena meniru ciptaan ALLAH.
Sama saja apakah itu dilukis pada pakaian, permadani, mata uang, bejana,
dinding atau lainnya. Adapun menggambar pepohonan dan sesuatu yang tidak
bernyawa, tidak apa-apa. Inilah hakikat hukum menggambar. Sedangkan
gambar makhluq bernyawa, jika digantung / ditempel di dinding, di sorban dan
tindakan yang tidak termasuk menghinakannya, maka jelas hal itu terlarang.
Sebaliknya bila dibentangkan dan dipijak sebagai alas kaki atau sebagai
sandaran (setelah dipotong kepalanya, red) maka tidaklah haram dan tidak ada
bedanya apakah gambar tsb berjasad (punya bayangan/3 dimensi) atau tidak.
Ini adalah kesimpulan mahdzab kami dalam masalah ini yang semakna dengan
perkataan jumhur Ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in, dan orang yang
sesudah mereka (Tabi’ut Tabi’in). Ini juga pendapat Imam Ats Tsauri, Malik Bin
Anas dan Abu Hanifah serta ulama lainnya.

Dalam hadits-hadits itu tampak jelas tidak ada perbedaan apakah yang
diharamkan itu gambar tiga dimensi atau bukan, dilukis di atas kertas atau di
tirai dan sebagainya. Bahkan tidak ada perbedaan apakah itu gambar tokoh,
ulama atau pembesar.

Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha ia berkata : “Saya biasa bermain boneka di sisi
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam dan saya punya beberapa orang teman yang
bermain bersama saya. Maka jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam masuk,
mereka menutupinya dari beliau lalu berjalan sembunyi-sembunyi dan bermain
bersama saya.” (HR Bukhari Kitab Al Adab Bab Al Inbisaath ilaa an Naas, Fath
10/526 dan Muslim kitab Fadhail Ash Shahabah Bab fii Fadhail Aisyah, An
Nawawi 15/203 dan 204).

Al Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari tentang hadits ini “ Hadits ini
dijadikan dalil bolehnya boneka dan mainan untuk bermain (mendidik) anak
perempuan, dan sebagai pengkhususan dari keumuman larangan mengambil
gambar. Iyadl juga menetapkan yang demikian dan ia menukil dari jumhur,
bahwasanya mereka membolehkan boneka atau mainan ini untuk melatih dan
mendidik anak-anak perempuan agar mengenal bagaimana mengatur rumah-
tangga dan merawat anak-anak nantinya. Dan sebagian ulama menyatakan ini
mansukh (telah dibatalkan). Ibnu Bathal cenderung pada pendapat ini dan ia
menceritakan dari Abi Zaid dari Malik. Tetapi dari sini pula Ad-Daudy
merajihkan bahwa hadits Aisyah (diatas) mansukh. Sedang Ibnu Hibban dan
Nasa’I membolehkan namun tidak membatasi untuk anak-anak kecil walaupun
padanya ada perbincangan.
Al Baihaqi mengatakan setelah mentakhrij hadits-hadits tersebut : Telah tsabit
(tetap) larangan tentang mengambil gambar. Maka kemungkinan rukhsah bagi
Aisyah terjadi sebelum pengharaman. Ibnul jauzi menetapkan yg demikian
juga, sehingga beliau berkata : “Dan Abu Dawud dan An Nasa’I dari sisi lain dari
Aisyah (ia berkata) : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam datang dari perang
Tabuk (Khaibar) {lalu menyebut hadits beliau merobek tirai yang terpancang di
pintunya{ Kemudia Aisyah melanjutkan, lalu beliau menyingkap sisi tirai di atas
mainan Aisyah dan Beliau bersabda : “Apa ini hai Aisyah ?”. Saya
menjawab :”Boneka perempuan saya”. Beliau melihat kuda-kudaan bersayap
yang dalam keadaan terikat, lalu bersabda : “Apakah ini ?” Saya katakan :
“Kuda bersayap dua. Tidakkah Anda mendengar bahwa Sulaiman ‘alaihis salam
mempunyai kuda yang bersayap ? Beliaupun tertawa.”.

Al Khathabi berkata : Dalam hadits ini menunjukkan mainan untuk anak-anak


perempuan tidaklah seperti semua gambar yang datang ancaman, hanya saja
beliau memberikan keringanan bagi Aisyah karena pada waktu itu Aisyah belum
dewasa.”

Al Hafidz berkata : Penetapan dengan dalil ini ada perbincangan, akan tetapi
kemungkinannya adalah karena Aisyah waktu peristiwa perang Khaibar berusia
14 tahun dan waktu peristiwa perang Tabuk sudah baligh. Dengan demikian, ini
menguatkan riwayat yang mengatakan hal itu terjadi pada peristiwa Khaibar
dan mengumpulkannya dengan pendapat Al Khathabi.

(Syaikh Bin Baz) Oleh karena itu, jika hal ini telah dipagami, maka
meninggalkan gambar-gambar (boneka) itu adalah lebih selamat karena
padanya ada perkara yang meragukan. Mungkin penetapan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasalam bagi Asiyah itu sebelum munculnya perintah beliau
untuk menghapus gambar-gambar. Dengan begitu hadits Aisyah ini menjadi
mansukh dengan datangnya larangan dan perintah penghapusan gambar itu,
kecuali yang terpotong kepalanya atau dihinakan, sebagaimana madzab Al
baihaqi, Ibnul Jauzi dan Ibnu Bathal. Dan mungkin juga ini dikhususkan dari
pelarangan itu (sebagaimana pendapat jumhur) untuk kemaslahatan
pendidikan. Ini karena permainan itu merupakan bentuk penghinaan atas
gambar (boneka). Jadi kemungkinan ini maka lebih aman untuk
meninggalkannya, sebagaimana pengamalan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasalam dari Al Hasan bin Ali bin Abu Thalib Radiyallahu ‘anhu :” Tinggalkan
apa yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu.” (HR Ahmad 1/200,
Disahihkan oleh Ahmad Syakir dalam tahqiqnya terhadap Musnadz 3/169, Ath
Thayalisi hal 163 no 1178 dan AL Albani mensahihkan dalam jamius Shaghir
3372 dan 3373, pent).

Demikian juga dalam hadits berikut ini dari Nu’man bin Basyir Radiyallahu ‘anhu
secara marfu’ “ Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Dan diantara
keduanya ada perkara-perkara sybhat yang kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya, maka siapa yang menjaga diri dari syubhat, maka dia telah
membersihkan Dien dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh kepada yang
haram, seperti penggembala sedang menggembalakan ternaknya di sekitar
tempat yang di pagar (terlarang), hampir-hampir ia terjatuh padanya.” (HR
Bukhari dan Muslim)
Hukum Gambar dan Patung dalam Islam

 HUKUM GAMBAR DAN PATUNG DALAM ISLAM


Hj.Nurhaj Syarifah,S.Ag.

PENDAHULUAN
Islam mengharamkan patung di dalam rumah seorang muslim. Yang dimaksud adalah
gambar tiga dimensi yang tidak mudah rusak (bukan boneka atau benda-benda mainan yang
tidak diagungkan). Patung-patung yang berada di rumah itu menjadi sebab larinya malaikat
darinya, padahal malaikat adalah lambang keridhaan dan rahmat Allah Saw. Rasulullah Saw
bersabda:
‫لتقعد عليها وتوسدها فقال رسول هللا‬
‫ق عليه‬55‫ متف‬. ‫ة‬55‫ه المالئك‬55‫ور ال تدخل‬55‫ه الص‬55‫ذي في‬55‫بيت ال‬55‫إن ال‬ : ‫ال‬55‫أحيوا ما خلقتم ثم ق‬
Artinya : “Sesungguhnya malaikat tidak masuk ke rumah yang ada patung-patungnya.”
(HR. Bukhari Muslim)

Para ulama mengatakan, “Malaikat tidak mau masuk ke rumah yang ada patungnya karena
pemiliknya menyerupai orang-orang kafir. Mereka memakai dan mengagungkan gambar-gambar
di rumahnya. Karena itulah malaikat tidak senang kepadanya. Mereka enggan masuk ke
rumahnya dan lari darinya.”
Para ulama mengatakan bahwa penyebab terhalanginya mereka memasuki rumah yang di
dalamnya terdapat gambar makhluk bernyawa adalah karena itu merupakan perbuatan maksiat
yang sangat keji yang terdapat penyerupaan terhadap ciptaan Allah dan sebagian gambar-gambar
itu diibadahi selain kepada Allah Ta’ala. Islam juga mengharamkan seorang muslim bekerja
dalam sektor tersebut. 

 
Islam menyeru untuk seluruh umat manusia agar beribadah kepada Allah saja, dan
menghindarkannya dari penyembahan kepada selain Allah seperti para wali dan orang sholeh
yang dilukiskan dalam patung dan arca-arca. Ajakan seperti ini sudah lama terjadi sejak Allah
mengutus Rasul-rasulnya untuk memberikan petunjuk kepada manusia.
Firmannya :
‫ولقد بعثنا في كل أمة رسوال أن اعبدوا هللا واجتنبوا الطاغوت‬
Artinya :“Sesunguhnya kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (yang berseru) sembahlah
Allah dan tinggalkan thaghut itu.” (An Nahl : 36).

PEMBAHASAN
Hukum Memasang Gambar Makhluk Bernyawa
Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa hukum dari gambar-gambar dan lukisan-
lukisan seni yang dilukis di lembaran-lembaran seperti kertas, pakaian, gordin, dinding, lantai,
uang dan sebagainya adalah tidak jelas, kecuali setelah kita ketahui gambar itu sendiri untuk
tujuan apa? Dimana dia diletakkan? Bagaimana dia dibuat? Dan apa tujuan pelukisnya?
Rasulullah Saw bersabda: “Yang dimaksud gambar makhluk bernyawa itu adalah
kepalanya, maka jika telah dipotong kepalanya, maka tidak dikatakan gambar makhluk
bernyawa.” Hadits ini pada sanad Ibnu Abbas adalah shahih, sampai kepadanya secara mauquf.
Apabila lukisan seni itu untuk sesuatu yang disembah selain Allah—seperti Al Masih
bagi orang-orang Nasrani dan sapi bagi orang-orang Hindu—dan sebagainya, maka orang yang
melukisnya dengan maksud dan tujuan seperti ini tidak lain adalah kafir yang menyebarkan
kekafiran dan kesesatan, dan hal ini berlaku baginya ancaman yang keras dari Rasulullah saw:
Artinya :”Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat ialah para
pelukis” (HR.Muslim)

Ath Thabari mengatakan bahwa yang dimaksud di sini adalah orang yang melukis sesuatu yang
disembah selain Allah sedang dia mengetahui dan sengaja. Dengan demikian menjadi kafir.
Adapun orang yang melukis dengan tidak bermaksud seperti itu maka dia telah melakukan
dosa dengan sebab menggambar itu saja.” Hal yang hampir sama adalah orang yang
menggambar sesuatu yang tidak disembah, tetapi bermaksud menandingi ciptaan Allah, yakni
dia beranggapan bahwa dia dapat membuat dan menciptakan model terbaru sebagaimana Allah
swt. Maka dengan tujuan seperti ini berarti dia telah keluar dari tujuan agama tauhid,
sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi, ”Siapakah yang lebih zhalim daripada orang
yang hendak menciptakan seperti ciptaan-Ku? Oleh karena itu cobalah dia membuat biji atau
atom.”
Diantara seni gambar yang diharamkan ialah melukis atau menggambar orang yang
disucikan dalam konteks keagamaan atau diagung-agungkan secara keduniaan :
1. Gambar para nabi, malaikat dan orang-orang shaleh seperti Nabi Ibrahim, Ishaq, Maryam dan
lainnya.
2. Gambar para raja, pemimpin, seniman, hal ini lebih kecil dosanya dari yang pertama. Namun
dosanya menjadi lebih besar jika yang dilukisnya adalah orang kafir, zhalim atau fasiq.
Adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan yang tidak bernyawa, seperti : tumbuhan,
pohon, laut, kapal, gunung, matahari, bulan, bintang dan sebagainya maka tidaklah berdosa bagi
orang yang menggambar atau melukisnya.
Apabila ia adalah gambar-gambar bernyawa namun tidak untuk disucikan, diagungkan atau
menandingi ciptaan Allah—sebatas untuk keindahan saja—maka ini tidak diharamkan. Dan
tentang hal ini terdapat dalam sejumlah hadits shahih.
Imam Muslim meriwayatkan didalam shahih-nya dari Busr bin Said dari Zaid bin Khalid dari
Abu Thalhah bahwa Rasulullah saw bersabda, ”Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk
kedalam rumah yang didalamnya terdapat lukisan.”
Busr berkata, ”Sesudah itu Zaid jatuh sakit, lalu kami menjenguknya. Tiba-tiba di
pintunya terdapat gordin yang ada lukisannya. Lantas aku bertanya kepada Ubaidillah bin al
Khaulani, anak tiri Maimunah, Istri Rasulullah saw (yang sedang bersama Zaid),’Bukankah Zaid
telah memberitahukan kepada kita tentang gambar pada hari pertama ?’ Ubaidilah menjawab,
’Apakah engkau tidak mendengar ketika dia berkata, ’Kecuali lukisan pada kain.”
Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Utbah bahwa dia pernah menjenguk Abu
Thalhah al Anshari, lalu didapatkannya Sahl bin Hanif (seorang sahabat yang lain) sedang berada
di sisinya. Kemudian Abu Thalhah meminta untuk melepas kain hamparan (seprei) yang ada
diabawahnya karena ada gambarnya. Kemudian Sahl bertanya kepadanya, ”Mengapa engkau
lepas?’ dia menjawab,’karena ada gambarnya. Sedangkan Nabi saw bersabda mengenai hal ini
sebagaimana engkau telah mengetahuinya.’ Sahl berkata,’Bukankah beliau yang bersabda,
’Kecuali lukisan yang ada pada kain?’ Abu Thalhah menjawab,’Ya, tapi dengan melepas seprei
ini hatiku lebih senang.” Tirmidzi berkata, ”Ini adalah hadits hasan shahih.”
Kedua hadits ini menunjukkan bahwa yang diharamkan adalah gambar yang berbodi atau
biasa disebut dengan patung. Adapun gambar-gambar atau lukisan-lukisan di papan, pakaian,
lantai, tembok dan sebagainya maka tidak terdapat nash yang shahih dan sharih (jelas dan tegas)
yang mengharamkannya.
Memang ada beberapa hadits shahih dimana Rasulullah saw hanya menunjukkan
ketidaksenangannya saja terhadap gambar semacam ini karena menyerupai gaya hidup orang
yang suka bermewah-mewahan dan gemar dengan sesuatu yang rendah nilainya, seperti hadits
yang diceritakan oleh Aisyah bahwa Rasulullah saw keluar dalam salah satu peperangan, lalu
saya membuat gordin (yang ada gambarnya) lantas saya tutupkan pada pintu. Ketika beliau
datang dan melihat gordin, saya melihat tanda kebencian di wajah beliau, lantas beliau melepas
gordin itu dan kain itu disobek atau dipotongnya seraya berkata,”Sesungguhnya Allah tidak
menyuruh kita mengenakan pakaian pada batu dan tanah.’ Aisyah berkata,’Lalu kami potong dan
kami buat dua buah bantal, dan kami isi dengan sabut, dan beliau tidak mencela tindakan saya
tersebut.”
Al Bukhari berkata bahwa: Ali bin ‘Abdillah telah memberikan hadits kepada kami, ia berkata :
Aku telah mendengar Abdurrahman bin Qasim berkata : Aku mendengar dari bapakku, dia
mengatakan “Aku mendengar ‘Aisyah berkata, “Rasulullah datang dari safar, maka aku telah
menutupi bilikku dengan kain tipis (tirai), aku lupa bahwa pada tirai itu terdapat gambar
makhluk bernyawa, tatkala Rsulullah melihatnya maka menyobeknya, kemudian Rasulullah Saw
bersabda :
‫ متفق عليه‬.)‫أشد الناس عذابا يوم القيامة الذين يضاهئون بخلق هللا (الرسام والمصورن يشابهون خلق هللا‬
Artinya: “Sesungguhnya di antara orang-orang yang paling berat siksaannya di hari kiamat
adalah orang-orang yang menandingi ciptaan Allah. “ (HR.Bukhari Muslim)

Kemudian `Aisyah berkata,”Lalu aku memotongnya menjadi sebuah atau dua buah bantal.
Para ulama tentang hadits mengenai penyobekan kain yang terdapat gambar makhluk bernyawa
dan dijadikan bantal-bantal dan hadits bahwa Rasulullah mau menggunakan bantal tersebut.
Karena ada kemungkinan  bahwa ‘Aisyah  ketika memotong tirai penutup tersebut persis pada
tengah-tengah gambar, sehingga gambar tersebut keluar dari bentuk aslinya (tidak berbentuk
makhluk hidup lagi).

Perkataan Ulama tentang haramnya patung dan gambar


Diriwayatkan dalam hadits bahwa malaikat jibril tidak mau memasuki rumah Rasulullah
Saw, karena ada patung di rumahnya. Pada hari berikutnya tidak mau masuk lagi hingga beliau
mengatakan, “Perintahkan agar patung itu dipotong hingga seperti pohon.” Atas dasar hadits itu,
sebagian ulama mengatakan bahwa patung yang diharamkan adalah patung yang utuh,
sedangkan apabila tubuhnya tidak lengkap, yang tidak lengkap itu tidak mungkin bisa
dibayangkan bisa hidup, maka boleh-boleh saja hukumnya mubah.
Dalil yang paling jelas mengenai patung sebagai gambar orang shalih adalah hadits
riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah :
‫) وقد أضلوا كثير‬23(‫ق َونَ ْسرًا‬ َ ‫َوقَالُوا اَل تَ َذر َُّن آلِهَتَ ُك ْم َواَل تَ َذر َُّن َو ًّدا َواَل ُس َواعًا َواَل يَ ُغ‬
َ ‫وث َويَعُو‬
Dan mereka berkata : “Dan jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan
kamu dan jangan pula meninggalkan “wadd, suwa, yaghuts, ya’uq dan nasr, dan sungguh
mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia.” (Surat Nuh : 23-24).

Kata Ibnu Abbas : “Itu semua adalah nama-nama orang shaleh dari kaum Nabi Nuh , ketika
mereka mati setan membisiki mereka agar membuat patung-patung mereka di tempat-tempat
duduk mereka dan memberi nama patung-patung itu dengan nama-nama mereka. Kaum itu
melaksanakannya. Pada waktu itu belum disembah, setelah mereka mati dan ilmu sudah
dilupakan, barulah patung-patung itu disembah orang.”
Kisah ini memberikan pengertian bahwa sebab penyembahan selain Allah, adalah patung-patung
pemimpin suatu kaum. Banyak orang yang beranggapan bahwa patung, gambar-gambar itu halal
karena pada saat ini tidak ada lagi yang menyembah patung.
Pendapat itu dapat dibantah sebagai berikut :
1.      Penyembahan patung masih ada pada saat ini, yaitu gambar Isa dan bunda Maryam di gereja-
gereja sehingga orang Kristen menundukkan kepala kepada salib. Banyak juga gambar Isa itu
dijual dengan harga tinggi untuk diagungkan, digantungkan di rumah-rumah dan sebagainya.
2.      Patung para pemimpin negara maju dalam materi tetapi mundur di bidang rohani, bila lewat di
depan patung membuka topinya sambil membungkukkan punggungnya seperti George
Washington di Amerika, patung Napoleon di prancis, patung Lenin dan Stalin di rusia dan lain-
lain.
Ide membuat patung ini menjalar ke negara-negara Arab. Mereka membuat patung di pinggir-
pinggir jalan meniru orang kafir dan patung-patung itu masih dipasang di negeri arab maupun di
negeri Islam lainnya.
Alangkah baiknya jika dana untuk membuat patung itu dipergunakan untuk membangun masjid,
sekolah, rumah sakit santunan sosial yang lebih bermanfaat.
3.      Patung-patung semacam itu lama-kelamaan akan disembah orang seperti yang terjadi di Eropa
dan Turki. Mereka sebenarnya telah ketularan warisan kaum Nabi Nuh yang mempelopori
pembuatan patung pamimpin-pemimpin mereka yang pada mulanya hanya sekedar kenang-
kenangan penghormatan kepada pemimpinnya yang akhirnya berubah mejadi sesembahan.

4.      Rasululloh Shalallahu 'alaihi wassalam sungguh telah memerintahkan Ali bin Abi Tholib dengan
sabdanya :
‫ رواه مسلم‬.‫ال تدع تمثاال إال طمسته وال قبرا مشرفا إال سويته‬
Artinya :“Jangan kau biarkan patung-patung itu sebelum kau hancurkan dan jangan pula kau
tinggalkan kuburan yang menggunduk tinggi sebelum kau ratakan.” (riwayat Muslim).

Al Hafidz mengatakan : “Kata Al Khathabi : ‘Dan gambar yang menghalangi masuknya


(malaikat) ke dalam rumah adalah gambar yang padanya terpenuhi hal-hal yang haram yakni
gambar-gambar yang bernyawa yang tidak terpotong kepalanya atau tidak yang diibadahi di
samping Allah, selain gambar itu mudah menimbulkan fitnah bagi yang memandangnya.”
Imam An Nawawi mengatakan (dalam syarah Muslim): “ Sahabat-sahabat Kamidan para ulama
selain mereka mengatakan bahwa haramnya membuat gambar hewan adalah sekeras-kerasnya
pengharaman. Ini termasuk dosa besar karena ancamannya juga amat besar, sama saja apakah
dibuat untuk dihinakan atau tidak. Bahkan membuatnya jelas sekali haram karena meniru ciptaan
Allah. Sama saja apakah itu dilukis pada pakaian, permadani, mata uang, dinding dan lainnya.
Adapun menggambar pepohonan dan sesuatu yang tidak bernyawa, tidak diharamkan. Inilah
hakekat hukum menggambar. Sedangkan gambar hewan (yang bernyawa), jika digantung
(ditempel) di dinding, sorban dan apa-apa yang tidak termasuk tindakan menghinakannya, maka
jelas itu haram. Sebaliknya bila dibentangkan dan dipijak sebagai alas kaki atau sebagai sandaran
dan sebagainya, maka tidaklah haram (sampai ia katakan) dan tidak ada bedanya dalam hal ini
apakah berjasad (bayangan/tiga dimensi) atau tidak.
Sebagian salaf ada yang mengatakan bahwa pelarangan itu. Jika ia (gambar) mempunyai
bayangan sedangkan selain itu tidak apa-apa. Ini adalah madzab yang batil, sebab sesungguhnya
tirai yang diingkari Nabi Muhammad Saw itu ada gambarnya (yang tidak diragukan lagi bahwa
itu tercela) dan gambar yang di tirai itu ada gambarnya (yang tidak diragukan lagi bahwa itu
tercela) dan gambar di tirai itu bukanlah gambar yang ada ‘bayangan’ (tiga dimensi).
Berkata Syaikh bin Baz: “Bagi yang memperhatikan hadits-hadits tersebut akan (melihat) jelas
keumuman haramnya gambar (dan membuatnya) tanpa kecuali.”

Hikmah diharamkannya
Patung                                                                                                                 Islam tidak
mengharamkan sesuatu kecuali ada bahaya yang mengancam agama, akhlak dan harta manusia.
Orang Islam yang sejati adalah yang tanpa reserve menerima perintah Allah dan Rasulnya
meskipun belum mengerti sebab atau alasan perintah Allah tersebut.
Agama melarang patung dan gambar karena banyak mendatangkan bahaya seperti :
1.      Dalam agama dan aqidah
Patung dan gambar merusak aqidah orang banyak seperti orang Kristen menyembah
patung Isa dan bunda Maryam serta salib. Orang Eropa dan Rusia menyembah patung pemimpin
mereka, menghormati dan mengagungkannya. Orang-orang Islam telah meniru orang eropa
membuat patung pemimpin mereka baik di negeri Islam Arab maupun bukan Arab.
Para Ahli tariqat dan tasawwuf kemudian membuat pula gambar guru-guru mereka yang
diletakkan di muka mereka pada waktu shalat dengan maksud menerima bantuan kepada patung
atau gambar untuk mengkhusyu’kan shalatnya.
Demikian pula yang diperbuat oleh para pencinta nyanyian. Mereka menggantungkan gambar
para penyanyi untuk diagungkan. Begitu pula para penyiar radio pada waktu perang dengan
yahudi tahun 1967 berteriak :
“maju terus ke depan, penari fulan dan fulanah bersamamu,” seharusnya ia berseru : “Maju terus,
Allah bersamamu.”
Karena itu maka tentara Arab kalah total, sebab Allah tidak membantu mereka. Demikian juga
penari-penyanyi yang mereka sebut-sebut pun tidak kunjung memberikan bantuan apapun.
Harapanku semoga bangsa Arab mengambil pelajaran dari kakalahan ini dan segera bertaubat
agar Allah menolong mereka.
2.      Adapun bahaya gambar dalam merusak akhlak generasi muda sangat nyata.
Di jalan-jalan utama terpampang gambar-gambar penari telanjang yang memang sangat
digandrungi oleh mereka, sehingga dengan sembunyi atau terang-terangan mereka berbuat keji
yang merusak akhlak mereka. Mereka sudah tidak lagi mau memikirkan agama dan negara, jiwa
kesucian, kehormatan dan jihad sudah luntur dari jiwa mereka.
Demikianlah gambar-gambar itu menghias poster-poster, majalah dan surat kabar, buku iklan
bahkan di pakaian pun gambar porno itu sudah dipasang orang, belum lagi apa yang disebut blue
film.
Ada lagi model karikatur yang memperjelek gambar makhluk Allah dengan hidung panjang,
kuping lebar dan sebagainya, padahal Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling
bagus.
3.      Adapun secara material
Bahaya gambar sudah jelas dan tidak perlu dalil lagi. Patung-patung itu dibuat dengan biaya
mahal sampai jutaan rupiah, dan banyak orang membelinya untuk digantung di dinding rumah,
demikian pula lukisan-lukidan orang tua yang telah meninggal dibuat dengan biaya yang tidak
sedikit, yang apabila disedekahkan dengan niat agar pahalanya sampai kepada almarhum akan
lebih bermanfaat baginya.
Yang lebih jelek lagi adalah gambar seorang laki-laki bersama isterinya waktu malam
perkawinan dipasang di rumah agar orang melihatnya. Ini seakan-akan isterinya itu bukan
miliknya sendiri tetapi milik setiap orang yang melihat.

Patung dan gambar menurut Al Qur’an


Al Qur’an secara tegas dan dengan bahasa yang sangat jelas berbicara tentang patung pada tiga
surat Al Qur’an, yakni :
1.      Dalam Surat Al Anbiyaa’ : 58 diuraikan tentang patung-patung yang disembah oleh ayah nabi
Ibrahim dan kaumnya. Nabi Ibrahim a.s. tidak menghancurkan berhala yang terbesar pada saat
berhala  itu difungsikan untuk satu tujuan yang benar.
Artinya : “ Maka dia (Ibrahim) menghancurkan (berhala-berhala itu) berkeping-keping kecuali
yang terbesar (induknya) agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.” (Surat Al
Anbiyaa’ : 58)

2.      Dalam Surat Saba’: 13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Nabi
Sulaiman disebutkan bahwa patung-patung itu terbuat dari kaca, marmer dan tembaga yang
konon menampilkan para ulama dan nabi-nabi terdahulu. Patung-patung tersebut karena tidak
disembah maka ketrampilan membuatnya serta pemilikannya dinilai sebagai bagian dari
anugerah Ilahi.
Artinya :“(Para jin) itu bekerja untuk sulaiman sesuai dengan apa yang
dikehendakinya.” ( Surat Saba : 13)

3.      Dalam Surat Ali Imran : 49 diuraikan mu’jizat nabi Isa a.s. antara lain adalah menciptakan
patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah ditiupnya kreasinya itu menjadi burung yang
sebenarnya atas izin Allah. Di sini, karena keekhawatiran kepada penyembahan berhala atau
karena faktor syirik tidak ditemukan, maka Allah membenarkan pembuatan patung burung oleh
nabi Isa a.s.
ِ ‫ون طَ ْيرًا بِإِ ْذ ِن هَّللا‬
ُ ‫ين َكهَ ْيئَ ِة الطَّي ِْر فَأ َ ْنفُ ُخ فِي ِه فَيَ ُك‬ ُ ُ‫أَنِّي أَ ْخل‬
ِ ِّ‫ق لَ ُك ْم ِم َن الط‬
Artinya :“Aku membuat untuk kamu dari tanah (sesuatu) berentuk seperti burung kemudian aku
meniupnya, maka ia menjadi seekor burung seizin Allah.”(Surat  Al Imran :49)

4.      Dalam Surat Al A’raaf : 74 diuraikan tentang kaum nabi Shaleh terkenal dengan keahlian
mereka memahat serta ahli dalam bidan membuat relief-relief yang mereka buat begitu indah
bagaikan sesuatu yang hidup menghiasi gunung-gunung tempat tinggal mereka.
Artinya : “Dan ingatlah ketika Dia menjadikan kamu khalifah-khalifah setelah kaum ‘Ad dan
menempatkan kamu di bumi. Di tempat yang datar kamu dirikan istana-istana dan di bukit-bukit
kamu pahat menjadi rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
membuat kerusakan di bumi.” (Surat Al A’raaf : 74)

Islam tentang seni pahat atau patung dalam tafsir al Misbah menafsirkan ayat-ayat yang
berbicara tentang patung-patung Nabi Sulaiman menegaskan bahwa Islam mengharamkan
patung karena sangat tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang demikian
mendarah daging dalam jiwa orang-orang Arab serta orang-orang selain mereka ketika itu.
Sebagian besar berhala adalah patung-patung, maka Islam mengharamkannya karena alasan
tersebut bukan karena dalam patung terdapat keburukan tetapi karena patung itu dijadikan sarana
bagi kemusyrikan. Atas dasar inilah hendaknya dipahami hadits-hadits yang melarang
menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup.
Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang
dibenarkan agama, mengabdikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, mengembangkan dan
memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah nabi mendukung tidak
menentangnya karena ketika itu telah menjadi salahsatu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada
manusia.

Gambar dan Patung yang diperbolehkan


1. Gambar dan lukisan pohon, binatang matahari, bulan, gunung, batu, laut, sungai, tempat-
tempat suci seperti masjid, Ka’bah yang tidak memuat gambar orang dan binatang, pemandangan
yang indah. Dalilnya adalah kata Ibnu Abbas Radiyallahu 'anhu :
‫ رواه البخاري‬.‫ الشجر وما ال نفس له‬5‫إن كنت ال بد فاعال فاصنع‬
Arinya :“Apabila anda harus membuat gambar, gambarlah pohon atau sesuatu yang tidak
ada   nyawanya.” (riwayat Bukhari).
2. Foto yang dipasang di kartu pengenal seperti paspor, SIM, dan lain-lain yang mengharuskan
adanya foto. Semuanya itu dibolehkan karena darurat (keperluan yang tidak bisa ditinggalkan).
3. Foto pembunuh, pencuri, penjahat agar mereka dapat ditangkap untuk dihukum.
4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain sebangsa boneka berupa anak kecil
yang dipakaikan baju dan sebagainya dengan maksud untuk mendidik anak perempuan rasa
kasih sayang terhadap anak kecil. Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata :
‫كنت ألعب بالبنات عند النبي‬ r. ‫رواه البخاري‬
Artinya“Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi r.”
(riwayat Bukhari).
Imam Syaukani mengatakan, hadits ini adalah dalil dibolehkannya anak-anak kecil bermain
boneka patung. Mainan anak kecil berupa boneka, ada yang berbentuk harimau, kucing, panda
atau binatang lainnya. Boneka patung ini akan segera rusak karena dipakai sebagai mainan
mereka. Yang semisal dengan permainan anak-anak itu adalah patung-patung kue yang tidak
lama kemudian akan segera dimakan.
Tidak boleh membeli mainan negara asing untuk anak-anak, terutama mainan yang membuka
aurat sebab anak-anak akan menirunya yang berakibat merusak akhlak serta pemborosan dengan
membelanjakan kekayaan untuk negara asing dan negara yahudi.
5. Diperbolehkan gambar yang dipotong kepalanya sehingga tidak menggambarkan makhluk
bernyawa lagi seperti benda mati.
Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah Saw mengenai gambar :
“Perintahkanlah orang untuk memotong kepala gambar itu, dan perintahkanlah untuk
memotong kain penutup (yang ada gambarnya) supaya dijadikan dua bantal yang dapat
diduduki.” (shahih, riwayat Abu Daud).

Hukum Fotografi
Syeikh Yusuf al Qaradhawi menganggap bahwa fotografi merupakan hal baru dan belum ada
pada masa Rasulullah saw ataupun Ulama Salaf, lalu apakah bisa disamakan dengan hukum
menggambar dan melukis?
Pihak yang membatasi keharamannya pada gambar berbodi tidak mempermasalahkan fotografi
ini sama sekali, apalagi jika gambarnya tidak utuh. Akan tetapi pihak lain mempersoalkan,
apakah fotografi ini dapat dikiaskan dengan menggambar menggunakan kuas ? atau apakah illat
(alasan) yang ditetapkan beberapa hadits tentang akan disiksanya para pelukis—yaitu karena
hendak menandingi ciptaan Allah—itu dapat diberlakukan pada fotografi ? Sebagaimana
dikatakan oleh para ahli ushul fiqih, apabila illat-nya tidak ada maka ma’lul (yang dihukumi) pun
tidak ada.
Syeikh al Qaradhawi mengutip fatwa yang disampaikan Syeikh Bukhait, Mufti Mesir didalam
risalahnya yang menjawab tentang permasalahan ini dengan mengatakan bahwa pengambilan
fotografi—yakni menahan bayangan dengan menggunakan sarana yang sudah dikenal di
kalangan orang-orang yang berprofesi demikian—sama sekali tidak termasuk gambar yang
dilarang. Karena menggambar yang dilarang itu adalah mewujudkan dan menciptakan gambar
yang belum diwujudkan dan diciptakan sebelumnya, sehingga bisa menandingi makhluk ciptaan
Allah. Sedangkan tindakan ini tidak terdapat dalam pengambilan gambar melalui alat fotografi
(tustel) tersebut.
Demikianlah, meskipun ada orang yang cenderung bersikap ketat dalam semua masalah gambar,
dan membenci semua jenisnya, termasuk fotografi. Tetapi tidak diragukan lagi adanya rukhshah
(keringanan) pada gambar atau foto yang diperlukan dan untuk kemaslahatan, seperti foto kartu
jati diri, paspor, foto identitas dan lainnya yang tidak dimaksudkan untuk diagung-agungkan atau
dikhawatirkan merusak akidah. Karena kebutuhan terhadap foto-foto ini lebih besar dan lebih
penting daripada sekedar membuat lukisan pada kain yang dikecualikan Nabi saw.
Suatu hal yang tidak diragukan lagi adalah; bahwa semua persoalan-persoalan semua masalah
gambar dan menggambar yang dimaksud adalah gambar-gambar yang dipahat atau dilukis.
Adapun masalah gambar yang diambil dengan menggunakan sinar matahari atau yang kini
dikenal dengan nama fotografi, maka ini adalah malah baru yang belum pernah terjadi pada masa
atau zaman Rasulullah SAW dan ulama-ulama salaf, oleh karena itu, apakah hal ini dapat
dipersamakan dengan hadist-hadist yang membicarakan masalah melukis dan pelukisnya, seperti
dalam hal ini ada sebuah hadist yang menerangkan bahwa Jibril a.s. pernah minta ijin kepada
Rasulullah SAW. Untuk masuk rumahnya kemudian Nabi SAW. Berkata kepada Jibril a.s.:
“Masuklah! Tetapi,Jibril menjawab: Bagaimana saya masuk sedang di dalam rumahmu itu ada
gorden yang penuh gambar! Tetapi, kalau engkau tetap akan memakainya, maka putuskanlah
kepalanya atau potonglah untuk di buat bantal atau buatlah tikar.”(Riwayat Nasa’I dan Ibnu
Hibban)
Jibril pernah tidak mau masuk rumah Nabi SAW. Karena di depan pintu rumahnya ada patung,
hari berikutnya Jibril tetap tidak mau masuk sehingga ia mengatakan kepada Nabi
SAW.:  “Perintahkan untuk memotong kepala patung itu, sehingga menjadi seperti kepala
pohon”  (Riwayat Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban).
“Sesungguhnya orang yang paling berat siksanya nanti pada hari kiamat ialah orang-orang
yang menggambar” (Riwayat Muslim)
“Singkirkanlah gorden itu dariku karena gambar-gambarnya selalu tampak dalam
shalatku” (Riwayat Bukhari)
Terhadap orang yang membuat patung atau gambar Rasulullah pernah bersabda:
“Siapakah orang yang lebih berbuat zalim selain orang yang bekerja membuat seperti ciptaan-
Ku? Oleh Karena itu cobalah mereka membuat biji atau zarrah (Hadist qudsi. Riwayat Bukhari
dan Muslim)
Orang –orang yang berpendirian bahwa haramnya gambar adalah terbatas pada yang berjasad
(patung), maka foto bagi mereka bukan apa-apa, lebih-lebih kalau tidak sebadan penuh. Tetapi,
orang yang berependapat lain, apakah foto semacam ini dapat dikiasakan dengan gambar yang
dilukis dengan menggunakan kuas? Atau apakah barangkali illat (alasan) yang telah di tegaskan
dalam hadist masalah pelukis, diharamkannya melukisa lantaran menandingi ciptaan Allah –
tidak dapat diterapkan pada fotografi ini? sedangkan menurut ahli-ahli usul fiqih kalau illatnya
itu tidak ada, yang dihukum pun (ma’lulnya) tidak ada.
Jelasnya persoalan ini adalah seperti yan pernah difatwakan oleh syekh Muhammad Bukhait,
mufti Mesir, bahwa fotografi itu merupakan penahanan bayangan dengan suatu alat yang telah
dikenal dengan tehnik “Tustel” atau “Camera”. Cara ini sedikitpun tidak ada larangannya.
Larangan menggambar adalah mengadakan gambar yang semula tidak ada dan belum dibuat
sebelumnya yang bisa menandingi (makhluk) ciptaan Allah, sedang pengertian semacam ini
tidak terdapat pada gambar yang diambil dengan alat tustel.

KESIMPULAN
A. Jenis gambar yang sangat di haramkan adalah gambar yang disembah selain Allah,
seperti Isa al-Masih dalam agama Kristen. Gambar seperti ini dapat membuat pelukisnya kufur
kalau dia lakukan itu dengan penuh pengetahuan dan kesengajaan. Begitu juga dengan pembuat
patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara
apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut.
B. Termasuk juga berdosa orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tatapi bertujua
untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan dapat membuat model baru dan
membuat seperti pembuatan Allah. Hal ini dapat membuat kufur, hal ini, tergantung pada niat
pelukisnya sendiri.
C. Di bawah lagi termasuk patung-patung yang tidak disembah, tapi untuk diagung-
agungkan, seperti patung raja-raja, kepala Negara, atau para pemimpin yang dianggap keabadian
mereka itu dengan didirikan monument-monumen yang dibangun dilapangan-lapangan dan
sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu setengah badan atau sebadan penuh.
D. Di bawahnya lagi patung binatang-binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan
atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang terbuat dari bahan
makanan seperti manisan dan sebagainya.
E. Selanjutnya, ialah di papan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-
angungkan seperti gambar para penguasa, dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar itu
dipancangkan atau digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang zalim,
ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti meruntuhkan Islam.
F. Di bawah itu ialah gambar binatang yang tidak bermaksud untuk diagung-agungkan ,
tetapi dianggap sebagai suatu pemborosan, misalnya, gambar di dinding dan sebagainya. Ini
hanya termasuk yang dimakruhkan.
G. Adapun gambar pemandangan, misalnya, pepohonan, kurma, lautan, perahu, gunung, dan
sebagainya, tidak ada dosa sama sekali baik si pelukis atau yang menyimpannya, selama gambar
tersebut tidak menjauhkan pemilik nya dari ibadah dan pemborosan. Kalau sampai demikian,
maka hukumnya makruh.
H. Adapun fotografi pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objec yang
diharamkan, seperti disucikan oleh permiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara
keduniaan. Lebih-lebuh kalau yang disanjung itu orang-orang fasik, misalnya golongan
penyembah berhala, komunis, dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
I. Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya telah diubah dan
direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal.
Seperti gambar-gambar di lantai yang bias diinjak-injak oleh kaki dan sandal.

Anda mungkin juga menyukai