Anda di halaman 1dari 2

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007 : Hal.

235- 238

I S S N . 1 6 9 3 - 2 5 8 7

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007

236

Jurnal Oftalmologi Indonesia

JOI

LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION

JOI

LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION IN LIMBAL STEM CELL DEFICIENCY AFTER STEVEN JOHNSON SYNDROME
Limbal stem cell ini dapat dirusak oleh beberapa mekanisme, seperti trauma kimia atau termis, penyakit-penyakit inflamasi seperti Steven-Johnson Syndrome dan cicatricial pemphigoid. Pada situasi ini, epitel kornea menjadi rusak dan permukaan kornea diinvasi oleh konjungtiva.2 Epitel kornea mempunyai ciri cepat memperbaiki diri. Proses ini penting untuk menjaga struktur konstan dari sel epitel kornea. Gangguan pada kapasitas memperbaiki diri dari epitel kornea menghasilkan gambaran klinis defisiensi limbal stem cell. Gambaran defisiensi limbal stem cell adalah adanya sel goblet pada permukaan kornea. Gambaran histologi menunjukkan epitel yang ireguler dengan ketebalan bervariasi yang berisi berbagai macam sel yang dapat diwarnai dengan alcian biru dan PAS.3 Manifestasi klinis dari defisiensi limbal stem cell dapat dibagi berdasarkan keparahannya. Defisiensi limbal stem cell sebagian ditandai dengan adanya variasi derajat dari konjungtivalisasi perifer dimana visual aksis masih ditutupi oleh epitel kornea. Sedangkan defisiensi limbal stem cell total dicirikan dengan konjungtivalisasi pada seluruh permukaan kornea.3 Penatalaksanaan dari penyakit permukaan mata berat telah mengalami banyak kemajuan. Sebelumnya, pasien dengan penyakit permukaan mata berat mempunyai prognosis buruk. Dengan pemahaman tentang limbal stem cell belakangan ini, terjadi kemajuan dalam penatalaksanaan penyakit permukaan mata berat. Ada beberapa macam pelaksanaan transplantasi limbal stem cell berdasarkan donor dan jaringan yang digunakan. Jaringan donor untuk pencangkokan epitel dapat berasal dari dirinya sendiri (autograft) atau bukan dirinya sendiri (allograft). Autograft diambil dari mata yang sama atau mata jiran. Pada defisiensi limbus unilateral dengan atau tanpa disertai hilangnya konjungtiva, dapat digunakan conjunctival limbal autograft (CLAU). Prosedur ini memberikan keuntungan pada penderita bila pada mata terdapat konjungtiva dan limbus yang sehat. Defisiensi sel induk limbus unilateral kebanyakan terjadi setelah trauma kimia pada satu mata, dapat juga terjadi akibat dari neoplasia intraepitel atau setelah tindakan pembedahan pada mata.4,5,6 Hilangnya sel induk limbus secara bilateral dapat terjadi pada sindroma Steven-Johnson, aniridia, pemfigoid sikatrikal, atau pada keratopati akibat lensa kontak. Pada kelainan bilateral direkomendasikan untuk menggunakan prosedur living-related allograft. atau cadaveric allograft. Jika memungkinkan dipilih allograft dari donor yang cocok dengan penderita dalam hal golongan darah ABO dan HLA. Tindakan pembedahannya identik dengan C L AU , te ta p i te rd a p a t re s i ko p e n o l a ka n pencangkokan, sehingga diperlukan imunosupresi sistemik.4,5,6 TATALAKSANA KASUS Seorang perempuan, 42 tahun datang ke RS Dr. Soetomo Surabaya dengan keluhan kedua mata kabur. Kedua mata kabur terutama dirasakan sejak 24 tahun yang lalu setelah penderita terkena penyakit kulit dan semakin lama semakin kabur. Kedua mata dirasakan sering keluar air mata, kadang ngeres seperti kena debu, dan nyeri tertusuk bulu mata. Kedua mata juga sering merah dan bengkak pada kelopak mata terutama kelopak mata atas. Didapatkan riwayat penderita pernah opname di ruang kulit 24 tahun yang lalu (tahun 1983) setelah disuntik dokter karena panas. Saat itu menurut penderita seluruh badan, bibir, dan kelopak mata mengelupas semua. Menurut penderita, dokter kulit saat itu mengatakan bahwa penderita menderita penyakit kulit yang disebabkan reaksi alergi yang berat. Kedua mata penderita pernah dioperasi 4 kali, menurut penderita yang tiga kali untuk melepaskan perlengketannya dan yang terakhir untuk membuka kelopak mata atas karena bulu mata yang selalu menusuk mata kira-kira 1 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan didapatkan visus ODS 1/60 proyeksi iluminasi bisa segala arah. Dari segmen anterior didapatkan ektropion pada palpebra superior kanan dan trichiasis pada palpebra superior kedua mata. Simblefaron pada konjungtiva superior dan inferior, konjungtivalisasi serta neovaskularisasi pada kornea kedua mata. Hal ini sesuai dengan defisiensi limbal stem cell dikarenakan Steven Johnson Syndrome pada kedua mata dan direncanakan akan dilakukan transplantasi limbal stem cell pada mata kanan oleh karena prognosisnya lebih baik dibanding mata kiri.

Delfitri Lutfi, Ismi Zuhria, Ratna Doemilah, Eddyanto


Department of Ophthalmology, Medical Faculty Airlangga University - Dr. Soetomo Hospital, Surabaya

ABSTRACT Objective: To report a case of limbal stem transplantation in limbal stem cell deficiency patient after Steven Johnson Syndrome. Method: Case report. A 42 years old female came to outpatient clinic with blurred vision in her both eyes. The patient actually have had blurred vision after she suffered from Steven Johnson Syndrome (SJS) 24 years ago. She also complained about tearing, pain and sandy feeling in her eyes. She already underwent symblepharectomy and repair enteropion in both eyes one year ago. Examination revealed visual acuity one meter finger counting in both eyes. There was ectropion in her right eye. There were also trichiasis, symblepharon, and corneal conjunctivalization with neovascularization in both eyes. All of these sign due to limbal stem cell deficiency. The patient underwent limbal stem cell transplantation in her right eye with donor from her son. Result: Two weeks after transplantation, visual acuity in her right eye was 5/40. After six weeks follow up visual acuity became 5/20, corneal conjunctivalization dissapeared, and cornea became clearer than before. Conclusion: Limbal stem cell deficiency in patient after Steven Johnson Syndrome with conjunctivalization can be corrected with limbal stem cell transplantation. Keywords: corneal conjunctivalization, limbal stem cell deficiency, limbal stem cell transplantation, Steven Johnson Syndrome.

Correspondence: Delfitri Lutfi, c/o.: Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakuktas Kedokteran Unair/RSU

PENDAHULUAN Steven Johnson Syndrome sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda terutama wanita. Demam, nyeri otot, gejala traktus respirasi atas dan bawah terjadi segera saat onset. Pada membran mukosa mata, bibir, dan genetalia akan terjadi lesi berupa berupa "bulla dengan pembentukan membran atau pseudomembran. Komplikasi lanjut pada membran mukosa mata karena pembentukan jaringan sikatrik sehingga menyebabkan conjunctival

shrinkage, trikiasis, dan defisiensi air mata.1 Pada kornea terutama pada fase lanjut dapat terjadi epitheliopathy kronis, defek epitel yang tidak sembuh, pembentukan pannus fibrovaskular, sikatrik subepitelial dan neovaskularisasi stroma, sikatrik dan penipisan kornea.2 Secara anatomis permukaan luar kornea mata dilapisi oleh epitel yang penting untuk menjaga kejernihannya. Sel progenitor epitel kornea yang menjaga epitel berada pada sisi basal dari limbus.

1 235

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007

237

Jurnal Oftalmologi Indonesia Vol. 5, No. 3, Desember 2007

238

LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION

JOI

LIMBAL STEM CELL TRANSPLANTATION

JOI

Transplantasi limbal stem cell dengan donor berasal dari anak kandung penderita oleh karena kedua mata penderita menderita kondisi yang sama. Tehnik transplantasi limbal stem cell pada penderita ini yaitu awalnya dilakukan pengambilan jaringan donor, dimulai dari konjungtiva ke anterior. Sisi konjungtiva ditandai dengan gentian violet. Setelah itu persiapan mata resipien. Dilakukan limbal peritomy 360 diikuti dengan reseksi konjungtiva dan reseksi tambahan seluas 3 jam pada jam 12 dan 6. Oleh karena pada penderita ini didapatkan simblefaron pada konjungtiva palpebra superior kanan yang berat sehingga limbal peritomy dilakukan pada jam 9 dan 6. Kemudian jaringan fibrosa subkonjungtiva dibersihkan. Setelah itu membuang konjungtivalisasi, epitel kornea abnormal, dan pannus fibrovaskular. Dilakukan pemindahan jaringan donor ke resipien dan dijahit secara multiple interrupted dengan nylon 10.0. Setelah operasi diberikan tetes mata topikal tanpa pengawet kombinasi antibiotik dan steroid pada donor dan resipien. Diberikan juga tetes mata suplemen air mata tanpa pengawet pada resipien. Dilakukan bebat mata kanan pada resipien hingga 1 minggu setelah operasi.

limbal peritomy 360 diikuti dengan reseksi konjungtiva dan reseksi tambahan seluas 3 jam pada jam 12 dan 6. (C) Jaringan fibrosa subkonjungtiva dibersihkan. (D) Membuang epitel kornea abnormal dan pannus fibrovaskular. (E) Pemindahan jaringan donor ke resipien dan dijahit secara multiple interrupted

lingkungan yang stabil untuk limbal stem cell yang ditransplantasikan.2 Pada pasien ini setelah diikuti selama enam minggu terjadi perbaikan visus menjadi 5/20 dengan kondisi kornea lebih jernih dan tidak didapatkan konjungtivalisasi. KESIMPULAN Pada pasien ini terjadi perbaikan yang bermakna terutama pada visus dan kondisi kornea pada mata yang mendapatkan transplantasi limbal stem cell. Transplantasi limbal stem cell dapat dilakukan pada pasien yang menderita defisiensi limbal stem cell yang diakibatkan Steven Johnson Syndrome.

Hasil operasi setelah 2 minggu pada resipien didapatkan visus OD 5/40 dan tidak didapatkan keluhan mata ngeres. Pada donor jaringan di sekitar limbal telah terbentuk sempurna. Setelah dilakukan follow up pada resipien hingga 6 minggu setelah operasi visus OD menjadi 5/20 dengan kondisi segmen anterior tidak didapatkan konjungtivalisasi dan kornea menjadi lebih jernih. Kondisi pasien pada saat sebelum dan setelah operasi terlihat pada gambar 2, 3, dan 4

Gambar 4. 6 minggu setelah operasi

Gambar 2. Sebelum operasi A B C

Gambar 1. Tehnik living-related conjunctival limbal allograft. (A) Pengambilan jaringan donor, berapa mm dari limbus. Sisi konjungtiva ditandai dengan gentian violet. (B) Persiapan

Gambar 3. 2 minggu setelah operasi

DISKUSI Pada pasien ini terjadi defisienci limbal stem cell setelah Steven Johnson Syndrom yang dialami 24 tahun yang lalu. Kondisi mata kanan lebih baik dibandingkan mata kiri karena kelopak mata atas telah diperbaiki sehingga terjadi ektropion dan trikiasis tidak mengenai kornea lagi. Pada kasus ini dilakukan living-related allograft dengan donor berasal dari anak kandung penderita. Penatalaksanaan setelah operasi bertujuan untuk meminimalkan inflamasi dan menunjang epitelisasi pada mata donor dan resipien. Pada mata donor diberikan pemberian tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid untuk mempercepat epitelisasi yang dapat terjadi dalam beberapa hari. Pada mata resipien juga diberikan tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid tanpa pengawet 4 kali sehari selain untuk mempercepat epitelisasi juga meminimalkan reaksi inflamasi. Pada mata resipien, vaskularisasi pada graft penting untuk menunjang tumbuhnya limbal stem cell. Oleh karena itu, graft sebaiknya tidak bergerak karena kontak dengan kelopak mata. Sehingga perlu dilakukan bebat mata selama minimal 1 minggu untuk menjaga agar graft tetap lengket pada bola mata dan tidak berpindah tempat. Karena terjadi pengurangan produksi air mata sebelumnya, juga diberikan suplemen air mata tanpa pengawet pada resipien. Sehingga dalam follow up dua minggu setelah operasi telah didapatkan kemajuan visus dari sebelumnya 1/60 menjadi 5/40 dan tidak didapatkan keluhan mata ngeres. Pasien dengan penyakit autoimun aktif seperti Steven Johnson Syndrome mengalami inflamasi aktif kronis dalam waktu lama. Jenis inflamasi ini menyebabkan prognosis buruk pada pasien ini karena mata yang inflamasi tidak menyediakan

DAFTAR PUSTAKA 1. American Academy of Ophthalmology (AAO), 2006-2007. External Disease and Cornea. In (Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB, eds). Basic and Clinical Science Course. San Francisco: LEO, pp 216 - 219 2. Tauber J, 2002. Autoimmune Diseases Affecting the Ocular Surface. In (Edward JH, Mark JM, eds) Ocular Surface Disease: Medical and Surgical Management. New York: Springer-Verlag, pp 113 - 121 3. Kruse FE, 2002. Tsubota K, Tseng SCG, Nordlund ML, 2002. Clasification of Ocular Surface Disease. In (Edward JH, Mark JM, e d s ) Ocular Surface Disease: Medical and Surgical Management. New York: SpringerVerlag, pp 28 - 30. 4. Daya SM, Holland EJ, Mannis MJ, 2002. Living-Related Conjunctival Limbal Allograft. In (Edward JH, Mark JM, eds) Ocular Surface Disease: Medical and Surgical Management. New York: Springer-Verlag, pp 201 - 207. 5. Schwartz GS et al, 2002. Preoperative Staging of Disease Severity. In (Edward JH, Mark JM, e d s ) Ocular Surface Disease: Medical and Surgical Management. New York: SpringerVerlag, pp 158 166. 6. Tabin GC et al, 2002. Limbal Stem Cell Transplantation. In Corneal Transplantation. New Delhi: Jaypee, pp 235 - 244.

Anda mungkin juga menyukai