Anda di halaman 1dari 8

KELENJAR PINEAL & PROSES PERSALINAN

S.F. Budi Hastuti1

Pendahuluan Homeostasis selalu dipertahankan oleh mahluk hidup, dijaga oleh sistem kontrol dan komunikasi, yaitu saraf dan hormon. Kelenjar pineal menghasilkan melatonin yang mampu mengendalikan, mengawasi, dan mengatur aktivitas biologis manusia termasuk aktivitas selama persalinan. Fungsi otak dalam memelihara homeostasis adalah mengadakan reaksi terhadap adanya stresor lingkungan, penyakit dan trauma. Jika berbagai perubahan saat persalinan dianggap sebagai stresor, pencapaian homeostasis akan terganggu. Persalinan merupakan proses parasimpatis yaitu kondisi yang perlu istirahat, ketenteraman, rasa aman, dan rasa percaya diri. Tanpa adanya peredaan selama persalinan, hal tersebut dapat menimbulkan gangguan kontraksi uterus, partus lama, yang dapat merugikan klien maupun pemberi asuhan selama persalinan.Kontraksi uterus merupakan refleks neuroendokrin, menyebabkan bayi turun, sehingga meregangkan serviks. Reseptor regangan di serviks mengirim impuls saraf ke sel-sel neuro-sekretori dalam hipotalamus, sehingga terjadi sekresi oksitosin. Oksitosin kemudian dibawa darah ke uterus yang akan menstimulasi miometrium lebih kuat. Ketika kontraksi sangat kuat, tubuh bayi makin meregangkan serviks sehingga menjadi lebih lebar. Regangan tersebut menghasilkan impuls saraf yang menstimulasi sekresi oksitosin lebih banyak. Demikian terjadi

terus menerus, sehingga pelebaran serviks makin lengkap. Dalam setiap tahap persalinan terjadi perubahan fisik dan psike (Olds et al, 2000). Banyak faktor yang mempengaruhi kejiwaan ibu saat bersalin. Ketika kontraksi uterus menimbulkan nyeri, ditambah rasa takut dan cemas akibat perubahan tersebut, tonus simpatis menjadi meningkat. Peningkatan tonus simpatis yang berlebihan mengakibatkan kegagalan kontraksi uterus sehingga partus tak maju dan suplai oksigen yang mengalir ke fetus terganggu. Menurut Kuczkowski (2004), stres ibu selama persalinan adalah respon psikologis kompleks yang dapat dipengaruhi berbagai f a k t o r, t e r m a s u k h a r a p a n , t i n g k a t pendidikan, kehebatan nyeri, lingkungan kamar bersalin dan adanya pemberi dukungan. Faktor psikososial terdiri dari persiapan fisik maupun mental melahirkan, nilai dan kepercayaan sosiobudaya, pengalaman melahirkan sebelumnya, dukungan orang yang bermakna dan status emosional. Kepercayaan beragama dan spiritual dapat mempengaruhi kepercayaan klien tentang penyebab penyakit, penyembuhan, dan pemilihan penyedia asuhan kesehatan (Blais et al., 2002). Kepercayaan tersebut dapat menjadi sumber kekuatan dan rasa nyaman klien yang sakit atau krisis atau menghadapi kematian. Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan penting bagi ibu bersalin. Olds et al. (2000) menyatakan bahwa faktor psikososial dan spiritual ibu merupakan faktor yang paling utama.

1. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Keperawatan

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

71

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

Saat persalinan ibu harus mampu menangani atau menanggulangi diri (melakukan coping) agar selama persalinan mereka tetap merasa aman. Sikap positif terhadap peristiwa persalinan membuat kadar endorfin tinggi dan peningkatan endorfin menguntungkan karena menurunkan sensitivitas nyeri. Selama proses persalinan, ibu yang tidak tahu peristiwa yang sedang dan akan terjadi dapat merasa takut, cemas, dan akan semakin takut bila nyeri makin hebat. Simkin et al. (2004) menjelaskan bahwa distokia dapat disebabkan emosi yang mendalam, biasanya akibat ketidaktahuan kondisi yang dialami. Kelenjar Pineal Salah satu organ yang sangat penting dalam otak ialah kelenjar pineal. Secara anatomis, kelenjar pineal sangat kecil, pada orang dewasa diameternya 1 mm. Letaknya di pusat otak (daerah hypophyse) dan berbentuk kerucut. Kelenjar pineal terbentuk dari sel-sel yang sangat peka cahaya ( photoreceptor cells ), sehingga dapat mengontrol aturan siklus tidur-bangun seseorang. Melatonindihasilkan oleh kelenjar pineal. Untuk memproduksi hormon melatonin, kelenjar pineal juga ditentukan oleh cahaya, suhu yang diterima, serta ketenteraman jiwa dan perutnya. Karena cuaca gelap, suhu rendah, pikiran tenang, dan perut kosong, selama tidur dalam tingkat produksi melatonin dalam tubuh meningkat dan mencapai pucaknya antara pukul 23.00 02.00. Kemudian jumlah melatonin tersebut turun secara dramatis saat hari menjelang fajar. Melatonin ini tidak dapat ditemukan dalam darah pada siang hari. Kelenjar pineal mulai berkembang sejak usia 3 bulan dan mencapai puncaknya pada usia 6 tahun. Selanjutnya ia terus menyusut (atropi) sehingga pada usia dewasa

kelenjar ini mengeras dan diameter tinggal 1 mm saja.Produksi melatonin ini juga berhubungan dengan umur. Pada usia kanakkanak, mereka memang suka bermain di tempat yang terang dan tidur dalam kamar yang terang, tetapi kehidupan emosional mereka masih rendah. Mereka tidak pernah stres dan jiwanya masih relatif tenang dibandingkan usia dewasa. Dengan demikian produksi melatonin tetap baik. Produksi melatonin ini mulai merosot setelah masa puber. Pada usia lanjut produksi melatonin ini demikian rendahnya, kecuali pada beberapa orang yang berhasil melakukan manuver-manuver tertentu yang membuat dirinya berada pada kondisi: 1)Hidup yang ihlas, tenteram atau tidak emosi, 2) Makan yang terkendali, tidak melampaui batas, dan sering puasa, 3)Terbebas dari sinar terang di malam hari. Kelenjar pineal dikenal sebagai kelenjar yang mempunyai banyak kelebihan dibandingkan kelenjar yang lain karena dapat mengeluarkan molekul endogin yang berfungsi mengendalikan hipotalamus, bioritmik, dan perlindungan terhadap radikal bebas.Pembebasan molekul ini dianggap sebagai halusinasi yang berasal dari pancaran saraf(hallucinogenic neurotransmitter),yang akan meningkat pada waktu tidur, meditasi (Islam: dzikir), dalam suatu keadaan tertentu, seperti halusinasi selama menjelang kematian, dan membayangkan sesuatu, seperti perencanaan suatu proyek pembangunan, dan lain-lain. Dua penelitian di Amerika telah menunjukkan bahwa cahaya yang terang pada malam hari akan mengurangi produksi melatonin. Keadaan ini menyebabkan terjadinya peningkatan produksi hormon estrogen pada perempuan sehingga akan meningkatkan insiden timbulnya kanker payudara di antara perempuan pekerja malam.Efek anti kanker ini dapat terjadi juga

72

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

karena hormon melatonin dapat mencegah terjadinya kerusakan DNA yang disebabkan oleh berbagai macam senyawa karsinogen sehingga mata rantai terjadinya kanker dapat dihentikan oleh hormon melatonin.Jika organ endokrin atau kelenjar-kelenjar lain melepaskan terlalu banyak hormon maka kelenjar pineal akan melepaskan melatonin untuk mengatasi kelebihan hormon tersebut. Penelitian lain pada orang-orang yang mengalami goncangan jiwa, sedih/stres, serta emosi dan marah menunjukkan bahwa tingkat produksi melatonin merosot tajam. Hal ini mengakibtkan terjadi peningkatan produksi serotonin. Kondisi serotonin yang berlebihan ini akan menimbulkan vasokontriksi dan penggumpalan darah. Dengan demikian aliran darah akan terganggu yang dapat berakibat terjdinya penyakit jantung koroner, bahkan stroke. Sebaliknya pada orang yang bisa melakukan kegiatan misalnya berdzikir, meditasi, sehingga hati menjadi tenteram, ia dapat membawa dirinya berada dalam keadaan spiritual tertinggi serta psikoemosionalterendah. Ia pun terbebas sama sekali dari segala macam bentuk emosi serta dalam keadaan pasrah dan tidak punya tuntutan apapun. Pada situasi seperti ini produksi melatonin akan meningkat sehingga hormon-hormon yang lain dapat terkendali dengan baik dan homeostasis dapat terjaga. Melatoninberperan penting dalam mengatur, mengontrol, dan mengendalikan kelenjar atau hormon lain serta berbagai fungsi biologis organ tubuh. Peran tersebut adalah: a) Mengawasi dan mengatur kerja berbagi kelenjar endokrin yang lain dalam memproduksi hormonnya masing-masing, b) Mengendalikan kelebihan rangsangan saraf simpatik pada diastole, dan mengurangi frekuensi denyut nadi, c) Mengurangi ketegangan jiwa, d) Memperbaiki tidur, e)

Memperkuat daya kekebalan tubuh, f) Meningkatkan daya tahan terhadap bakteri dan virus, g) Mencegah kanker, h) Mencegah pikun. Karena merupakan hormon yang sangat penting dalam tubuh, melatonin disebut juga sebagai neurohormon. Semua organ (kelenjar-kelenjar) endokrin menghasilkan hormon mereka masingmasing yang akan masuk ke darah. Sementara itu kelenjar pineal mengatur, mengontrol, dan mengendalikan produksi hormon tersebut melalui produksi neurohormon melatonin. Produksi serotonin dalam otak terdapat pada: 1) Talamus, ditemukan serotonin61 nanogram (ng) per gram jaringan, 2) Hippocampus, terdapat 56 ng. serotonin per gram jaringan, 3) Bagian otak tengah (di luar pineal) 482 ng. serotonin per gram jaringan, 4) Kelenjar pineal, ditemukan 3.140 ng. serotonin per gram jaringan.Dari data tersebut tampak bahwa kelenjar pineal merupakan produsen serotoninterbesar di otak. Serotonin juga akan dilepaskan ketika stres sedang terjadi. Meningkatnya serotonin memicu pelepasan adrenalin yang memungkinkan tubuh bekerja melalui stres.Selama manusiaberdzikir (meditasi bagi non-Muslim), atau di malam hari, cuaca gelap, suhu turun, pikiran kurang aktif, dan perut kosong maka produksi serotonin berkurang dan lebih banyak melatonindiproduksi. Serotonin merupakan zat yang bersifat dan bertindak sebagai pemancar saraf (neurotransmiter) yang terlibat dalam transmisi impuls saraf yang meneruskan pesan layaknya arus listrik antara sel-sel saraf yang satu dan yang lainnya. Serotonin dapat mempunyai efek klinis:menimbulkan perasaan bahagia, suasana hati kita di bawah kendali, membantu kelancaran tidur, menghilangkan kecemasan, menghilangkan depresi,mempengaruhi mood.

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

73

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

Selain itu serotonin berperan penting dalam persepsi, pengertian kita tentang realitas yang sedang kita alami maupun yang berada di luar kita. Serotonin juga merupakan obat yang mampu menghasilkan kondisi kesadaran, proses berpikir, dan emosi yang terkendali. Dengan demikian, keberadaan serotonin di dalam tubuh kita dapat menimbulkan badan terasa lebih baik dan nyaman, serta perasaan bahagia.Serotonin juga berperan penting dalam tidur, selera makan, memori, agresi, perilaku seksual, a k t i v i t a s k a r d i o v a s k u l e r, k e g i a t a n pernapasan, peristaltik usus, sensorik dan fungsi neuro-endokrin.

terdiri dari: 1) frekuensi, 2) durasi, 3) intensitas kontraksi uterus sebagai penggerak fetus melalui jalan lahir, dan 4) efektivitas kekuatan mengejan ibu. Tenaga tambahan adalah upaya mendorong ibu yang menambah kontraksi volunter dalam upaya terkoordinir. Upaya volunter tersebut datang saat berespons terhadap keinginan mengejan dan umumnya hanya efektif pada kala II. Kontraksi uterus sebagai salah satu penentu kemajuan persalinan menjadi sumber kekuatan penting yang menghasilkan dilatasi serviks, menjadikan fetus keluar dan lepasnya plasenta (Burroughs & Leifer, 2001). Adanya periode relaksasi diantara dua kontraksi sangatpenting untuk kesejahteraan ibu dan fetus. Periode relaksasi memungkinkan pembuluh darah terisi darah kaya oksigen untuk mensuplai uterus dan plasenta. Aktivitas uterus hipertonik dapat mengurangi waktu untuk pertukaran oksigen dan hasil metabolisme dalam plasenta (McKinney et al., 2000). Relaksasi juga perlu, sehingga otot-otot ibu tidak menjadi terlalu lelah dan memungkinkan ibu yang sedang bersalin meredakan nyeri persalinan. Persepsi nyeri termasuk nyeri kontraksi adalah proses kompleks yang melibatkan interaksi mekanisme sentral maupun perifer (Kuczkowski, 2004). Nyeri selama kala I meningkat karena kontraksi uterus dan dilatasi serviks yang disuplai serabut aferen simpatis.Menurut Klossner & Hatfield (2006), sensasi nyeri tergantung dari asal tempat yang berbeda. Ketika kala I stimulasi reseptor nyeri dalam serviks dan segmen uteri bagian bawah dalam berespon terhadap regangan untuk menipiskan dan membuka serviks. Sumber utama nyeri ketika persalinan adalah: 1) dilatasi dan regangan serviks (menstimulasiganglia saraf), 2) kontraksi uterus (penurunan suplai darah menyebabkan iskemi uteri), 3) tekanan dan dorongan struktur pelvik (ligamen, tuba

Proses Persalinan Persalinan dan nifas merupakan peristiwa fisiologis, meskipun dalam 25% kehamilan terjadi penyimpangan yang mengancam kesejahteraan ibu dan janin (Reeder dan Koniak, 2002). Distokia sebagai akibat malfungsi salah satu komponen persalinan (passage, passanger, kekuatan kontraksi, respons psikologis ibu) menjadikan persalinan lebih panjang, lebih nyeri, kadang-kadang sampai dilakukan operasi sesar. Tahapan persalinan dimulai kala I: dilatasi, kala II: lahir, kala III: p e n g e l u a r a n p l a s e n t a , k a l a I V: penyembuhan. Kala I meliputi fase laten, fase aktif dan fase transisi. Setiap tahap memiliki karakteristik unik dan berbeda satu sama lain. Keunikan yang berbeda ini dapat mengganggu fungsi tubuh jika tidak tercapai homeostasis. Kontraksi uterus merupakan tenaga persalinan, terutama diperoleh dari kontraksi otot involunter uterus, menyebabkan pelebaran dan pemendekan serviks ketika kala I. Kekuatan kedua adalah kontraksi otot volunter abdomenibu ketika kala II persalinan, yang membantu mengeluarkan fetus. Tenaga fisiologis dalam persalinan

74

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

fallopii dan peritonium), dan 4) distensi dan regangan vagina serta perineum (Burroughs & Leifer, 2001)..Pada kala II sumber utama nyeri berasal dari tekanan perineum dan kanal persalinan ketika fetus turun. Nyeri lebih kuat dan lebih terlokalisir (Kuczkowski, 2004). Lama persalinan normal adalah pendek, 95% wanita yang melahirkan normal menyelesaikan persalinannya dalam waktu 10 jam, tidak lebih dari 12 jam (Reuwer et al., 2009). Persalinan lama dapat membahayakan fetus, sehingga pengkajian terhadap intensitas, frekuensi dan durasi kontraksi adalah penting (Burroughs & Leifer, 2001) Kemajuan persalinan yang langsung berhubungan dengan proses melahirkan merangsang persepsi nyeri. Secara umum, persalinan lama lebih sering dirasakan ibu yang melaporkan nyeri berlebihan. Persalinan lama melelahkan ibu sehingga sering minta dilakukan operasi sesar. Akibat persalinan lama adalah infeksi intrapartum, ruptura uteri, pembentukan cincin retraksi patologis, pembentukan fistula, cedera otot-otot dasar panggul. Akibat pada janin dapat terjadi kaput suksedaneum, molase kepala janin. Sebagian besar kasus perdarahan terjadi pada persalinan kala III dan volume darah yang hilang dipengaruhi oleh kontraksi uterus (Burroughs & Leifer, 2001). Gangguan uterus hipertonik mengacu pada persalinan dengan kualitas kontraksi buruk, yaitu nyeri dan intensitasnya tidak menyebabkan dilatasi atau penipisan serviks, biasanya tidak terkoordinir. Keadaan tersebut lebih sering terjadi pada primipara, yaitu pada ibu yang cemas, mengalami nyeri hebat dan tidak ada kemajuan persalinan. Panjangnya fase laten meningkatkan kelelahan dan kecemasan. Seringkali tidak ada relaksasi tonus otot yang adekuat

diantara kontraksi, yang menyebabkan ibu mengeluh kram terus menerus dan menghasilkan iskemi atau penurunan aliran darah ke fetus. Menurut Burroughs dan Leifer (2001), kadar katekolamin dan kortisol yang tinggi saat partus berkorelasi dengan kecemasan serta nyeri ibu. Kenaikan adrenalin dan kortisol yang lebih besar daripada nor adrenalin membuktikan bahwa stres mental lebih tinggi daripada stres fisik (Alehagen et al., 2001). Akibat yang merugikan adalah terjadinya peningkatan tonus simpatis. Menurut Reuwer et al. (2009), persalinan adalah proses parasimpatis, kondisi fisiologis yang memerlukan istirahat, ketenteraman, rasa aman, dan rasa percaya diri. Tanpa adanya peredaan, hal tersebut dapat menimbulkan gangguan kontraksi uterus, partus lama, dan peningkatan kadar kortisol ibu.

Implikasi terhadap keperawatan Ketika datang akan bersalin di rumah sakit atau puskesmas, biasanya ibu tidak tahu peristiwa-peristiwa yang akan terjadi selama persalinan, lama bersalin, dan koping yang harus dilakukan. Ibu yang akan bersalin ada yang mendapat informasi dari keluarga, sahabat, atau orang dekat lainnya sesuai dengan pemahaman mereka. Informasi tersebut antara lain: bersalin itu sakit, bersalin ada yang harus dijahit, untuk menghilangkan sakit kadang-kadang sampai berteriak-teriak, memukul, dan lain-lain sesuai dengan pengalaman mereka. Akibat ketidaktahuan menjadikan ibu maupun keluarga menjadi bingung, cemas, takut, menghadapi persalinan makin ngeri, sehingga dapat menimbulkan kelelahan, dan kecemasan yang makin tinggi bila tidak diselesaikan.Katekolamin (adrenalin & nor

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

75

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

adrenalin) yang disekresi ketika ibu merasa cemas dan takut, menghambat kontraksi uterus dan aliran darah ke plasenta (Leifer, 2005). Penelitian yang telah dilakukan Tumblin & Simkin (2001) mengenai persepsi ibu hamil tentang peran perawat ketika persalinan menyimpulkan bahwa ibu mengharapkan agar perawat menyediakan waktu untuk memberi rasa nyaman, dukungan emosional dan dukungan informasi. Konseling atau pemberian informasi merupakan aspek terpenting dalam asuhan keperawatan. Kejadian yang tidak diharapkan akibat ketidaktahuan pasien harus dapat diminimalisir (Utarini, 2011). Pada konseling diharapkan ada peristiwa belajar yang akan mengubah perilaku. Perubahan-perubahan yang selalu terjadi pada setiap tahap persalinan perlu dikenal ibu yang akan bersalin. Dengan demikian, dia mampu menerima perubahan tersebut dan mengupayakan penyelesaian akibat perubahan serta menangani perubahan sebaik-baiknya. Sikap positif terhadap peristiwa persalinan membuat kadar endorfin tinggi dan peningkatan endorfin menurunkan sensitivitas nyeri (Klossner & Hatfield, 2006). Oleh karena itu diperlukan peningkatan pengetahuan melalui konseling karena konseling merupakan peristiwa belajar yang akan mengubah perilaku. Pelayanan klinik prima di ruang bersalin perlu peningkatan mutu tenaga kesehatan, dengan melakukan konseling agar tidak merugikan pasien. Menurut Reuwer et al. (2009), asuhan keperawatan yang buruk menghasilkan persalinan lama yang tidak perlu terjadi. Jika rasa nyeri minimal, persalinan dapat dilalui dengan rasa aman dan nyaman oleh ibu bersalin, pemberi asuhan dapat melaksanakan aktivitasnya dengan tenang. Untuk itu diperlukan konseling persalinan pada awal persalinan. Dengan konseling, ibu disiapkan

pengetahuan sesuai dengan pemahamannya tentang proses persalinan, dikuatkan penerimaannya terhadap perubahan yang terjadi selama persalinan, prakiraan lama persalinan dan dibesarkan hatinya terhadap pertolongan Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, ibu akan menjalani persalinan dengan tenangdan percaya diri. Stimulasi respons stres adalah satu penyebab terpenting gangguan persalinan (Reuwer et al., 2009). Adanya perlakuan yang tidak menyenangkan membuat ibu merasa stres. Keadaan emosional pada ibu bersalin sangat dipengaruhi oleh timbulnya rasa tak nyaman selama persalinan berlangsung, terutama pada primipara yang pertama kali dirawat di puskesmas atau rumah sakit (Hadiyanto, 2008).Leifer (2005) menyatakan bahwa rasa takut, cemas, dan tegang otot, meningkatkan sekresi katekolamin dan meningkatkan persepsi nyeri. Ketika ibu menjadi kuatir misalnya ketika dilakukan vaginal toucher, stripping, kecemasannya makin mengurangi motivasi dan rasa percaya diri yang sangat penting untuk menciptakan suasana rasa aman terbaik dan melahirkan spontan. Komunikasi interdisiplin dan tim kerja dapat diperbaiki untuk meningkatkan lingkungan asuhan yang aman selama persalinan (Simpson, et al ., 2006). Pemberian informasi atau pengetahuan kepada ibu yang datang akan bersalin berkaitan dengan proses persalinannya sangat penting diberikan. Berdasarkan penelitian ternyata kecemasan antara kelompok yang diberi konseling dengan yang tidak diberi konseling berbeda secara bermakna karena dengan konseling bertambah pengetahuan, keyakinan, kemantapan dalam menjalani persalinan, sehingga kecemasan dapat diminimalisir (Budihastuti, 2011).

76

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

Kesimpulan Ibu bersalin diuntungkan oleh intervensi keperawatan yang dapat meringankan nyeri, ketegangan dan cemas. Intervensi keperawatan dapat membantu memutus siklus takut, tegang, dan nyeri yang dapat mengganggu persalinan. Peran perawat yang empati pada ibu bersalin sangat berarti. Keluhan dan kebutuhan yang timbul perlu ditanggapi dengan baik. Kesan keperawatan ideal meliputi peran pemberi dukungan emosional, pemberi rasa nyaman, penyedia informasi/advis, penyedia ketrampilan teknik/profesional, dan advokat. Tim yang menangani asuhan ibu bersalin perlu berkoordinasi menentukan pemberi konseling kepada klien. Penjelasan tentang kemajuan persalinan perlu disampaikan dengan baik dan benar, sehingga ibu bersalin tidak jatuh pada keadaan panik yang akan merugikan klien maupun pemberi asuhan persalinan.

Budihastuti, S.F. 2011. Konseling menurunkan kecemasan dan tercapainya mekanisme koping ibu bersalin primipara: Kajian terhadap kadar kortisol, kontraksi uterus dan lama bersalin. Disertasi. Program Doktor Ilmu Kesehatan. Yogyakarta: UGM. Burroughs, A dan Leifer, G. 2001. Maternity Nursing, Philadelphia: Saunders. Hambali, I. 2011. Islamic Pineal Therapy. Jakarta, Prestasi. Klossner, N. J. & Hatfield, N. 2006. Introductory Maternity & PediatricNursing. , Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins. Kuczkowski, K. M. 2004. Ambulatory labor analgesia: what does an obstetrician need to know? American College of Nurse-Midwives.49(6), 416-422. Leifer, Gloria. 2005. Maternity Nursing. 9 , Philadelphia: Elsevier Saunders. Lowdermilk, D. dan Perry, S. 2006. Maternity Nursing, 7th ed., St.Louis: Mosby. Lowe, N. K. (2007). A Review of Factors Associated With Dystocia and Cesarean Section in Nulliparous Women. Journal Midwifery Womens Health, 52, 216-228. McKinney, E. S. , Ashwill, J. W., Murray, S. S., James, S. R., Gorrie, T. M., Droske, S. C. (2000). Maternal Child Nursing, Philadelphia: Saunders. Olds, S. B., Marcia, L., Ladewig, P. A. 2000. Maternal Newborn Nursing, New Jersey: Prentice Hall Health. Reeder, M. & Koniak, G. 2000. Maternity Nursing. Philadelphia: Lippincott.
th.

Korespondensi Dr. SF. Budi Hastuti, S.Kp, M.Kes, Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi No. 3 Banyuraden Gamping, Sleman Yogyakarta Telp. 0274.617885.

Daftar Pustaka Alehagen, S., Wijma, K., Lundberg, U., Melin, B., & Wijma, B. (2001). Catecholamine and Cortisol Reaction to Childbirth. International Journal of Behavioral Medicine, 8 (1), 50-65. Blais, K. K., Hayes, J. S., Kozier, B., Erb, G. 2002. Professional Nursing Practice, New Jersey: Prentice Hall.

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

77

Kelenjar Pineal & Proses Persalinan......... (SF. Budi Hastuti)

Reuwer, P., Bruinse, H., Franx, A., 2009. Proactive Support of Labor:The Challenge of Normal Childbirth, New York: Cambridge. Simkin, P. D. (2004). Nurturing and Protecting Women's Memories of Their Birth Experiences. IJCE, 19(4). Simpson, K., Rice, J. D., Knox, E. G. (2006). Nurse-Physician Communication During Labor and Birth:Implications for Patient Safety. JOGNN, 35, 547556 Tortora, G. J., & Grabowski, S. R. 2005. Principles of Anatomy and Physiology. New Jersey: John Wiley. Tumblin, A., Simkin, P. (2001). Pregnant Women's Perceptions of Their Nurse's Role During Labor and Delivery. BIRTH, 28(1). Utarini, A. 2011. Mutu Pelayanan Kesehatan di Indonesia: Sistem Regulasi yang Responsif. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FK UGM, Yogyakarta, 25 Juli.

78

CARING; 2012 - 01 (01) : (71-78)

Anda mungkin juga menyukai