Anda di halaman 1dari 9

Untainan Roda Kehidupan Senja

Hari ini semasta langit berwarna cerah. Awan putoh bergelantung taj ternoda. Matahari tak bersemanyam,mengelilingi orbitnya. Menaburkan sinar terik pesonanya, hingga mencuat ke atmosfer bumi. Memanggang seluruh aura tubuh makhluk didalamnya, tanpa sempat memila-milah. Tak terkecuali dengan diriku,yang bergelimang kepedihan ini. Semula hidupku berjalan mulus, seiring ketangkasan jarum jam berdetak. Aku berpijak pada putaran bumi kebahagian, berselimutkan kasih sayang dan selalu terjaga dalam dekapan istana kecilku. Di setiap nafasku, tak pernah terlantun satu rintihan, walau sekecil apapun. Meskipun aku terlahir dalam lekatnya kesederhanaan. Sungguh, senangnya diriku saat itu.. Malam-malamku selalu bertemankan bulan dengan sejuta pancaran bintang. Aku terlelap dalam baying-bayang fatamorgana yang begitu indah. Canda tawa selalu menghiasi dentingan langkahku. Menjadi hiasan panorama lembaran keseharianku. Meskipun ibu kandungku pergi meninggalkanku kesurga untuk selama-lamanya. Tapi itu jauh..sebelum lumpur lapindo menggerogoti harta bendaku. Kinikeadaanku begitu menyayat hati. Aku bernafas ditengah jajaran penderitaan. Aku bersandar di atas isak tanggis dipenampungan.aku rterlunta-lunta dalam baris kedukaan. Dan tak hanya itu, aku harus meraung untuk mengisi perut dan membasahi kerongkonganku. Terlebih lagi, ayahku menjadi kehilangan pekerjaan sehari-harinya sebagai kuli bangunan, sehingga ia stress dan mengakibatkan gangguan jwa. Oh, malangnya diriku. Begitu drastis, roda bumi berputar. Tak pernah terlintas dalam benak,bahwa akan terjadi musibah di kota Porong ini. Semua tampak tiba-tiba, bagaikan kabut hitam menghampiri mimpi indahku. Andai,kutahu semua ini akan terjadi. Kukan berlari dan berteduh dalam keheningan yang dapat membuatku tenang tanpa kehampaan. Andai,ada sebait ultimatum menjelaskan keadaan yang terjadi,kukan bersembunyi dalam peti irama kebahagiaan, tanpa menengok kegelimangan duka seperti saat ini. Seminggu kemudian

Saat senja kembali terbaring dalam singgasana, saat itulah kuharus meninggalkan buaian tidurku. Jalanan yang masih kurasa hening,kulewarti dengan kobaran semangatku. Udara pagi yang segar,sekilas membuatku terlena dalam baying-bayang mimpi yang aku pendam selama ini. Kuberlari dengan bulatan kaos merah dipadu celana kumal selutut yang tampak robek disudut-sudutnya. Seperti biasa, lembaran keseharianku terlewatkan di titik sudut keramaian kota. Dari fajar menyingsing hingga kegelapan malam menyapa. Aku ini hanya seorang pengamen jalanan. Hidupku tak menentu, karena nasib berkata lain pada diriku. Kukira setelah mendapat ganti rugi oleh pihak Lapindo, hidupku akan kembali seperti sebelumnya. Tapi malah sebaliknya, aku telah putus sekolah. Aku tak memiliki tempat tinggal tetap yang dapat melindungiku dari sengatan matahari dan udara dingin yang menusuk rongga tubuhku. Aku dan nenekku tinggal di tepi jembatan. Tempat kumpulan gelandangan dan pengemis menyambung hidup. Keadaan sekelilingku tak jauh beda denganku. Mereka harus mengemis untuk mendapatkan sesuap nasi. Bekerja keras tiada henti, tak memandang anak yang dibawah umur hingga insan-insan yang hampir terbenam. Teman-teman seusiaku,tak ada yang merasakan menimba ilmu dibangku sekolah, yang semestinya harus mereka jalani sesuai dengan usianya. Orang sekelilingku, biasa menyebutku dengan sebutan Senja. Nama itu merupakan wasiat terakhir pemberian ibuku, sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Sungguh nama yang begitu indah dan syarat akan makna. Nama yang hingga saat ini masih menjadi misteri hidupku sehingga menjadi Tanya dari setiap jawabku. Senja terus berjalan dan terhenti, ketika menjumpai hiruk pikuk kemacetan kota. Asap kendaraan bertaburan dimana-mana, dedu polusi berkecambuk menjadi santapan khas bagi pengguna jalan. Kebisingan menyambar, setiap makhluk yang sedang menjalani aktivitasnya masing-masing. Jalanan begitu sesak, tak ada satu celah sedikpun untuk melangkah. Tak henti-hentinya kendaraan memadati pusat kota, membentuk kesatuan berbaris-baris. Sekilas pandangan Senja menoleh jauhmerajut fatamorgana dengan pikirannya yang menerawang, membayangkan sesuatu yang amat didambakannya. Kapan ya, aku bisa sekolah? rasanya aku ingin sekali menggapai impianku. Lantunan doa selalu terucap dibibirku. Beribu andai kutiriskan untuk memacu semangat dalam dalam hidupku.

Walaupun kutahu rasanya mustahil bagi diriku menggapai semua itu. Tapi separuh jiwaku berkata, mimpi indah tidak akan selamanya bersembunyidalam kabut hitam,ada saatnya kubisa merasakan kebahagiaan. Dan kupercaya Tuhan tidak terlelap tidur. seribu, dua ribu, tiga ribu, dan.. jumlahnya lima belas ribu. Alhamdulillah ya Allah!!! Hari ini aku bisa membelikan nenek obat. Nenek pasti senang!?! pikir Senja. Tiba-tiba muncul dua laki-laki bertubuh besar menghampiri Senja. Kedua laki-laki itu merupakan penjahat yang tidak punya perasaan dan biasa disapa dengan Bos Roy dan Bos Jo. Kerjaannya hanya memeras para pengamen jalanan. Mana, setoranmu hari ini? Tanya Bos Roy dengan mata melotot. Itu bang,aku belum dapat buang sepersen pun hari in. kata Senja ketakutan. Bohong!!! Ayo serahkan atau kamu mau dapat balasan dari kita! bentak Bos Jo dengan memeriksa kantong saku Senja.. Berneran Bang, aku enggak bohong! jawab Senja gugup. Ini apa Hah??? Mau coba-coba bohong kamu sama kita!!!!!! kata Bos Jo dengan geramMaaf Bang, jangan ambil uangku, aku butuh bang ! pinta Senja memelas. Enak saja, sana pergi atau mau aku beri pelajaran ! bentak Bos Roy dengan melempar tubuh Senja ke tanah. Bang,jangan !! kata Senja denganmemegang kaki Bos Jo. Dasar anak gak tau diuntung ! Jawab mereka serentak dengan memukuli tubuh Senja. Aduh, Bang sakit !!! Ampun.. Rengek Senja. Biar tau rasa kamu, cerocos kedua pemeras itu dengan langkah meninggalkan Senja. Senja melangkah pulang dengan tangan hampa. Senja yang kini menemani hanya memberikan sepercik penerangan dalam kemelut permasalahannya. Beribu rasa duka, kecewa, marah menyelimuti kalbunya. Dan sejuta tanya menghinggapinya. Nanti, aku dan nenek makan apa ? Beli obat buat nenek, uang dari mana? Padahal nenek lagi sakit keras Risaunya dalam hati. Kenapa ketidakadilan tidak berpihak di tangan orang lemah seperti aku. Kenapa orang-orang ekonomi rendah selalu tertindas oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan,. Kenapa orang-orang kecil bernasib malang. Kenapa, Ia tak pernah dihargai, disegani,

dipedulikan oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Kenapa orangh kecil selalu diremehkan dan kenapa fakta keadilan bisa diputarbalikan dengan uang. Kenapa. Kicauan burung telah membangunkan tidurku dari rute perjalanan istirahatku. Aku mendongkrak tubuhku yang beberapa saat lalu terbalut buaian mimpi. Sinar terik mentari, menyentuh kulitku. Membuatku bergegas, menjalani lembaran kesharianku. Setelah aku berpamitan, ku melangkah meninggalkan tempat pelepasan lelahku. Aku kembali menyapa dunia. Memberiku senyuman terbaikku. Ku melihat gugusan awan menari, menyambut diriku. Kumenerobos keramaian kota. Menyusuri lintasan zebra cross. Hingga ku menemukan santapan haei-hariku yaitu menu debu dengan aroma yamg menyengat nafasku. Sekejap ku merasakan aroma khas jalanan, ku mendengar teriakanteriakan yang menggema dari orang-orang yang taka sing dari indra pendengaranku. Operasi-operasi.! Teriak anak jalanan serentak. Ada apa? Tanya Senja dengan bingung. Aayo, cepet lari, ada operasi pembersihan jalan. Perintah salah satu anak jalanan. Hah , apaan sich ? Tanya Senja dengan bingung. Sudah, lari aja teman dari pada kamu kena operasi dan dibawa petugas Sarannya lagi. Ketika Senja akan lari, dia keburu ditangkap oleh Petugas. Sini kamu anak kecil, jangan lari ! kata petugs dengan menggandeng tangan Senja. Maaf Pak, aku salah apa ? Tanya Senja dengan mimik memelas. Sudah, nanti dijelaskan di kantor ! perintah petugas dengan membawa Senja ke mobil pengamanan. Setelah Senja duduk, tampak berderet orang tua dan anak seusianya bernasib sama menangis tiada henti. Para balita pun ikut merasakan ketakutan yang teramat. Mau makan apa kita nanti ?!? celetuk salah satu diantaranya sambil menangis. Senja tak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya terduduk, terdiam dan termenung beberapa saat. Hingga akhirnya sebuah mobil yang menyangkutnya berhenti di suatu tempat yang bertuliskan penampungan pembersihan jalan raya. Cepat turun ! Perintah Petugas. !

mau diapakan kita ? Tanya Senja dengan lantang. Sudah, jangan banyak bicara, dasar kutu jalanan ! bisanya Cuma mengotori pusat kota ! Bentak Petugas. Enak saja kalau bicara ! Emang kita sampah ! Jawab Senja. Sudah Neng, jangan hiraukan diamankan. Semua kumpul disini ! Untuk beberapa hari, kalian akan tinggal disini biar kalian tidak mengotori jalan umum ! Kata Petugas. Aku tidak terima,gimana dengan keluargaku, kalau aku berada disini beberapa hari, mau makan apa mereka !?!Cerocos Senja. Hei, anak kecil, berani-beraninya kamu berkata seperti itu ! Kata petugas. Jelas aku berani, kalian sebagai aparat, tidak pernah mengerti nasib yang kita alami ! Dasar orang-orang pinter, bisanaya cuma mencela, tidak bisa kasih solusi yang menguntungkan kami ! Kalian enak bisa makan, minum dan menggunakan fasilitas Negara dengan sepuas-puasnya. Sedangkan kita, buat makan sehari-hari saja, kita harus mengemis ! Bentak Senja. Dasar anak kecil, berani-beraninya kamu berkata seperti itu ! Kata Petugas. Pagi ini, Senja dibebaskan setelah menjalani kurungan disangkar emas. Tetesan embun dari pucuk daun menguap diterpa surya pagi. Bunga-bunga bermekaran, burungburung menari tiada henti di balik semak-semak pohon, seolah ingin memberi salam kepadaku, unutk menjalani hidupku yang sempat tertunda karena bersemedi di penampungan. Siulan indah juga didendangkan dari mulutnya. Ia melangkah bagaikan peragawati yang tampil di catwalk dan terhenti di pinggiran jembatan yang telah rata dengan tanah. Ia pun tersentak kaget. Tiba-tiba ada sosok yang dia kenal menghampirinya. Senja, kita sekarang sudah tidak tinggal disini. Kata Bu Nani. Lho, ada apa Bu ? Tanya Senja penasaran. Gini, dua hari lalu, tempat kita digusur oleh pemilik yang sah tempat ini dan rumah kardus kita dilahap dengan container. Cerita Bu Nani. Apa ?? Sekarang, Bu Nani tahu keberadaan nenekku ? Tanya Senja. ! Bisik Ibu Siti, tetangga Senja yang ikut

Maaf Senja, aku enggak tahu nenekmu berada. Tapi terakhir, aku melihatnya dia berjalan kesana. Jawab Bu Nani dengan menunjuk arah lintasannya. Terima kasih Bu Nani. Kata Senja dengan melangkah pergi. Hati-hati Senja, Semoga nenekmu cepat ketemu:. Kata Bu Nani. Selelah cucuran keringat membasahi tubuhku. Kedua bola mataku mendapati sosok yang amat ku kenal sedang terdampar lunglai. Semuanya berjejer, terkapar. Salah satu diantaranya terdapat nenek Ida. Tubuhnya telah kaku, raut mukanya telah memucat. Tak ada lantunan kata darinya. Ia hanya memberikan senyuman terakhir padaku. Dia tergeletak bernyawa, dengan tangan diatas perutnya. Tak terasa, air mata telah mengalir, membasahi pipiku. Tak kusangka, kata-kata darina menjadi kata terakhir dari cengkraman dari obrolan kita, dan menjadi saat-saat perpisahan antara aku dan nenek. Awan yang bergelayut muram, menjadi saksi kesedihanku. Hawa dingin yanh telah mencakar tubuhku, membuatku semakin lemas tak berdaya, menerima semua ini. Tuhan, mengapa ini terjadi padaku.. Senja, sini kawan, semua ini terjadi karena para saudara kita kelaparan. Lalu mereka terkena angin bebas sehingga meraka sakit dan tidak dapat bertahan hidup, termasuk diriku ini. Selamat tinggal kawan.., Teriak Senja dalam hati. Rintihan hujan menemani kekalutanku. Kumpulan kabut menyelimuti kebimbanganku. Bintang-binyang bersembunyi dalam jeruji awan hitam. Kini, diriku sendiri dalam pancaran purnama. Bermandikan kenangan gelap yang kurasa tak msemestinya hinggap dalam benak. Kenangan yang hanya sekilas, menyambut langkahku. Tapi telah membuat bencana batin yang membekas. Setapak demi setapak penjelajahanku, tak sedikitpun mengguncang niatku. Tapi badai telah menerpa. Kuterjepit dalam lingkaran hampa. Aku tak tahu, seberapa lama ini akan berakhir dan berlari meninggalkanku. Kini kusendiri, tak tahu harus kemana. Mentari telah terbangun dan bersiap diri menyinari sejuta mahkluk di bumi. Sementara, Senja masih merasakan lara. Perasaan bersalah masih menghantuinya. Ia merasa berdosa. Ia tak memiliki semangat perjuangan dalam menapaki dimensi waktu. Sebagian jiwanya seakan ikut terkubur dengan jasad neneknya. Semalaman, Senja hanya menangis dan meratapi nasibnya sendiri. Kini, dia hanyalah ranting yang hidup enggan

dan matipun tak kuasa. Senja terbangun dari mimpinya. Ia memutuskan untuk menitih hidupnya lagi. Tanpa menoleh kegelimangan duka, wqalaupun sendiri. Hingga detik ini, kapan dan dimanapun aku berada, aku tidak akan menoleh kembali ke belakang. Masa lalu hanyalah mimpi buruk yang akan kukubur. Akupun berjanji mulai saat ini, akan kutatap masa mendatang yang lebih berarti dan menyambut hari esok dengan menepis segala kebencian dan keegoisan yang selama ini sering mengejar dan mengelilingi setiap langkahku.

Selang beberapa minggu


Senja, masih ingat dengan mama ? Tanya seorang ibu menyapa dari belakang. Siapa anda ? Tanya Senja bingung. Ini mamamu ! Mama masih hidup dan sudah lama mencari kamu nak ! katanya dengan menangis. Iya Senja, ini mamamu ! Kata seorang yang Senja kenal. Lho bu Siti, ngapain disini ? Tanya Senja masih bingung. Ibu disini, mau mempertemukan kamu dengan mama kandungmu, sesuai amanat nenekmu sebelum dia meniggal. Jawab bu Siti. Kalian aneh banget sich, sudah jelas-jelas mama aku sudah menunggal.......Cerocos Senja tidak percaya. Benar nak, aku ini mamamu, mama sudah berdosa meninggalkanmu. Kata wanita separuh baya itu dengan menangis. Ini Senja surat dari nenekmu, bacalah sebelum ia meninggal, Ia menyuruh aku untuk mencari mamamu dan mempertemukanmu dengannya ! Kata bu Siti menyakinkan. Senja lalu membaca lembaran kertas yang diberi bu Siti. Dengan seksama dan hatihati, ia membaca tulisan yang terangkai didalamnya. Sepontan, Senja menangis. Rasa haru menyelimutinya.

Senin, 12 Agustus 2007

Senja, sebelumnya nenek minta maaf

kapadamu,

karena sekian tahun, nenek telah menyimpan rahasia yang mungkin sangat berarti bagi kamu. Sebenarnya mamamu masih hidup. Mamamu bekerja dilain kota. Untuk menebus semua kesalahan yang telah nenek lakukan, nenek telah berpesan pada tetangga kita untuk mencari alamat mamamu. Sekali lagi, nenek minta maaf karena telah egois padamu dan tidak memikirkan perasaanmu selama ini. Semoga kamu cepat bertemu mamamu dan berbahagia dengannya. Salam sayang Nenekmu
Tak kuasa membendung rasa yang tengah dialaminya, Senja memeluk erat mamanya. Mama,jangan tinggalkan Senja lagi ! Kata Senja dengan menangis. Iya.., maafkan mama ya ! Jawab mamanya. Keduanyapun tehanyut dalam kegembiraan. Dimensi waktu terus berputar, namun penjelajahan Senja tak terhenti sampai di sini, ia memutuskan untuk tetap mengembara sampai batas waktu yang ia sendiri tak tahu kapan. Membantu sesama, itulah cita-citanya selama ini. Dengan bantuan materi dari mamanya. Senja bisa membantu teman-teman pengamennya membentuk band jalanan. Dan Senja tetap menjadi pengamen cilik yang cantik dan cerdas. Karena ia merasa kehidupan sejatinya ia peroleh dari bawah dan ia tak akan secepat itu bisa melupakan hal-hal yang menjadikannya seperti saat ini. Jalananlah yang membuatnya lebih mengerti makna kehidupan. Jalananlah yang dapat membuatnya merasa senang dan sedih. Serta jalananlah yang membuatnya lebih bijak dalam melangkah. Roda selalu berputar, tak selamanya manusia berada dibawah. Kehidupan, ada sada duka. Kita boleh miskin harta, tapi hati harus selalu kaya. Masa lalu selalu dijadikan

sebagai guru untuk melangkah kedepan. Ingat susah saat kita jaya, selalu optimis saat kita dibawah. Hanya dengan inilah diri kita bisa menjadi sosok yang tidak angkuh dan sombong, melainkan jadi diri yang punya empati pada lingkungan sekitar kita. Suka menolong dan membantu orang lain dengan kemampuan apapun yang kita miliki.

Anda mungkin juga menyukai