Anda di halaman 1dari 16

A.

PENGERTIAN Hepatitis merupakan suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis adalah peradangan yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol (Corwin, 2000) Hepatitis merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001). Hepatitis merupakan infeksi virus pada hati yang berhubungan dengan manifestasi klinis berspektrum luas dari infeksi tanpa gejala, melalui hepatitis ikterik samapi nekrosis hati (Sandra, 2001)

B. KLASIFIKASI Berikut merupakan jenis klasifikasi hepatitis, antara lain ; 1. Hepatitis A a. Virus hepatitis A (HAV) terdiri dari RNA berbentuk bulat tidak berselubung berukuran 27 nm (nanomikro). b. Ditularkan melalui jalur fekal oral (feses, saliva), sanitasi yang jelek, kontak antara manusia, penyebarannya melalui air dan makanan c. Masa inkubasinya 15 45 hari dengan rata rata 25 hari d. Infeksi ini mudah terjadi di dalam lingkungan dengan higiene dan sanitasi yang buruk dengan penduduk yang sangat padat. 2. Hepatitis B (HBV) a. Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus yang bercangkang ganda yang memiliki ukuran 42 nm b. Ditularkan melalui darah atau produk darah, saliva, semen, sekresi vagina. Ibu hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus kepada bayi selama proses persalinan. c. Masa inkubasi 40 180 hari dengan rata- rata 75 hari. d. Faktor resiko bagi para dokter bedah, pekerja laboratorium, dokter gigi, perawat dan terapis respiratorik, staf dan pasien dalam unit hemodialisis, para pemakai obat yang menggunakan jarum suntik bersama-sama, atau diantara mitra seksual baik heteroseksual maupun pria homoseksual.

3. Hepatitis C (HCV) a. Virus hepatitis C (HCV) merupakan virus RNA kecil, terbungkus lemak yang diameternya 30 60 nm. b. Ditularkan melalui jalur parenteral (darah) pemakai obat yang menggunakan jarum bersama-sama. 80% kasus hepatitis terjadi akibat transfusi darah. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual c. Masa inkubasi virus ini 15 60 hari dengan rata 50 hari 4. Hepatitis D (HDV) a. Virus hepatitis D (HDV) merupakan virus RNA berukuran 35 nm. b. Penularannya terutama melalui darah (serum) dan menyerang orang yang memiliki kebiasaan memakai obat terlarang. c. Masa inkubasi dari virus ini 21 140 hari dengan rata rata 35 hari d. Hanya terjadi jika seseorang terinfeksi virus hepatitis B sehingga virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. 5. Hepatitis E (HEV) a. Virus hepatitis E (HEV) merupakan virus RNA kecil yang diameternya 32 36 nm. b. Penularan virus ini melalui jalur fekal-oral (feses, saliva), kontak antara manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah. c. Masa inkubasi 15 65 hari dengan rata rata 42 hari. d. Faktor resiko perjalanan kenegara dengan insiden tinggi hepatitis E dan makan makanan, minum minuman yang terkontaminasi. Hepatitis viral dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi hepatitis viral akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas (asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu : 1. Hepatitis Kronin persisten Adalah suatu keadaan kekambuhan jinak, sembuh sendiri yang tidak dihubungkan dengan kerusakan hati yang progresif, dan tidak menyebabkan gagal hati atau sirosis. Bentuk penyakit ini dapat dengan ikterus yang nyata atau infeksi tanpa ikterus. Dalam masa penyembuhan yang berkepanjangan, penderita menunjukan gejala-gejala : capek, malaise, tidak nafsu makan, ikterus ringan, rasa tidak enak pada perut bagian atas atau mungkin sama sekali tanpa gejala.

2. Hepatitis kronik lobular Sering pula disebut hepatitis akut berkepanjangan karena perjalanan penyakit lebih dari 3 bulan. Pada tipe ini ditemukan adanya tanda peradangan dan daerah-daerah nekrosis di dalam lobulus hati. 3. Hepatitis Kronik Aktif Adalah penyakit yang ditandai dengan destruksi hepatosit yang progresif yang memerlukan waktu yang bertahun-tahun dilanjutkan dengan erosi dari cadangan fungsi hati yang pada umumnya berkembang menjadi sirosis. Tipe A Metode Transmisi Fekal-oral melalui orang lain Tipe B Tipe C Tipe D Parental, perinatal, memerlukan koinfeksi dengan tipe B Peningkatan Akut insiden Tipe E Oral

Parental, Perental, seksual, jarang

perinatal seksual, orang ke orang, perinatal

Keparahan Asimtomatik

Parah

Menyebar luas, dapat

berkembang kronis dan sampai kronis Sumber virus Darah, feses, saliva Darah, saliva, semen, sekresi Terutama melalui darah gagal hepar akut Melalui darah Feses yang terkontaminasi

C. ETIOLOGI Penyebab hepatitis bermacam-macam skan tetapi penyebab utama hepatitis dapat dibedakan menjadi dua kategori besar yaitu penyebab virus dan penyebab non virus. Hepatitis virus dapat dibagi menjadi hepatitis A, B, C, D, E, G. Heptaitis non virus disebabkan oleh agen bakteri, cedera oleh fisik atau kimia. 1. Penyebab hepatitis non virus a. Zat kimia dari obat dapat menimbulkan masalah yang sama dengan reaksi akibat infeksi virus hepatitis. Gejala dapat terdeteksi dalam waktu 2 hingga 6 minggu setelah

pemberian obat. Pada sebagian besar kasus, gejala hepatitis menghilang setelah pemberian obat tersebut dihentikan. Namun beberapa kasus dapat berkembang menjadi masalah hati serius jika kerusakan hati (hepar) sudah terlanjur parah. Obat-obatan yang cenderung berinteraksi dengan sel-sel hati (hepar) antara lain halotan (biasa digunakan sebagai obat bius), isoniasid (antibiotik untuk TBC), metildopa (obat anti hipertensi), fenitoin dan asam valproat (obat anti epilepsi) dan parasetamol (pereda demam). Jika dikonsumsi sesuai dosis yang dianjurkan, parasetamol merupakan obat yang aman. Namun jika dikonsumsi secara berlebihan parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati (hepar) yang cukup parah bahkan kematian. b. Alkohol sangat dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati (hepar). Konsumsi alkohol berlebihan membuat kerja hati lebih berat dan bisa merusak hati.Pemakaian alkohol yang lama juga akan menimbulkan perubahan pada mitokondria, yang menyebabkan berkurangnya kapasitas untuk oksidasi lemak. Semua yang tersebut di atas menyebabkan terjadinya perlemakan hati (fatty lever). Perubahan pada MEOS yang disebabkan pemakaian alkohol yang berlangsung lama dapat menginduksi dan meningkatkan metabolisme obat-obatan, meningkatkan lipoprotein dan menyebabkan hiperlipidemia, berkurangnya penimbunan vitamin A dalam hepar, meningkatkan aktivasi senyawa hepatotoksik, termasuk obat-obatan dan zat karsinogen. c. Beberapa penyakit ataupun gangguan metabolisme tubuh dapat menyebabkan komplikasi pada hati. Diabetes mellitus, hiperlipidemia (berlebihannya kadar lemak dalam darah) dan obesitas sering menyebabkan penyakit hati. Ketiga kelainan tersebut membebani kerja hati dalam proses metabolisme lemak. Akibat yang biasa timbul adalah kebocoran sel-sel hati yang berlanjut menjadi kerusakan dan peradangan sel hati yang biasa disebut steatohepatitis. d. Hepatitis autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem kekebalan yang biasanya merupakan kelainan genetik. Sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel atau jaringan hati. Selain merupakan kelainan genetik, gangguan ini dapat pula dicetuskan oleh virus ataupun zat kimia tertentu. 2. Penyebab Hepatitis adalah virus hepatitis yang dibagi menjadi : a. Replikasi virus hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk pada saat kapsid yang tetinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi menjadi dua yaitu kapsid baru dan protein prekusor untuk

replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah dilekati oleh protein presukor virus melakukan replikasi membentuk DNA sesuai dengan keinginan virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan lisis oleh sel-sel fagosit.( Brooks, 2005). b. Hepatitis B. Varion menular melekat pada sel dan menjadi tidak terselubung . dalam inti sebagian genom virus beruntai ganda dialihkan menjadi DNA untai ganda sirkuler yang tertutup secara kovalen ( cccDNA). cccDNA berfungsi sebagai cetakan untuk semua transkip virus, termasuk RNA pre-genom 3.5 kb. RNA pre-genom menjadi terenkapsidasi dengan HbcAg yang baru disentesis. Dalam inti sintesis polimerasi virus melalui transkripsi balik salinan DNA untai negatif. Polimerase mulai mensintesis untai DNA positif, tetapi proses ini tidak lengkap . inti mungkin bertunas dari sel, mendapatkan HbsAg yang mengandung selubung. Sebagai alternatif, inti dapat ditarik kembali ke dalam nukleus dan memulai lagi rangkaian replikasi berkutnya dari sel yang sama. c. Hepatitis C, disebabkan oleh virus hepatitis C ( HCV ) yangmerupakan virus RNA kecil yang terbungkus lemak yang berdiameter sekitar 30 sampai 60 nm. d. Hepatitis D, disebabkan oleh virus hepatitis D ( HDV ) yang merupakan virus RNA detektif yang membutuhkan kehadiran hepatitis B yang berdiameter 35 nm. e. Hepatitis E, disebabkan oleh virus hepatitis E ( HEV ) yang merupakan virus RNA rantai tunggal yang tidak berselubung dan berdiameter kurang lebih 32-35 nm. f. Hepatitis F, baru ada sedikit kasus yang dilaporkan , saat ini para pakar belum sepakat bahwa hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah. g. Hepatitis G adalah gejala serupa dengan hepatiis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan atau hepatitis kronik. Penularan melalui tranfusi darah dan jarum suntik.

D. PATOFISIOLOGI Menurut Hodak dan Gallo (1996) Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk melalui pembuluh darah dan menuju ke hati. Di hati agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada pemeriksaan SGOT dan SGPT), akibat kerusakan ini maka terjadi penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga terjadi

disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik. Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh sehinga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh mempunyai respon hipersensitivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun. Aktivitas yang berlebihan yang memerlukan energi secara cepat dapat menghasilkan H2O2 yang berdampak pada keracunan secara lambat dan juga merupakan hepatitis non-virus. H2O2 juga dihasilkan melalui pemasukan alkohol yang banyak dalam waktu yang relatif lama, ini biasanya terjadi pada alkoholik. Peradangan yang terjadi mengakibatkan hiperpermea-bilitas sehingga terjadi pembesaran hati, dan hal ini dapat diketahui dengan meraba / palpasi hati. Nyeri tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

E. MANIFESTASI KLINIS 1. Fase Pra Ikterik Keluhan pada umumnya tidak khas, keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari, nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomiting, perut kanan atas tersa sakit. Seluruh badan terasa pegal terutama di pinggang, bahu dan malise, mudah lelah terutama pada sore harii, suhu badan meningkat sekitar 39C berlangsung selama 2-3 hari, pusing, nyeri persendian. 2. Fase Ikterik Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu pertama, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari, kadang-kadang disertai gatalgatal seluruh tubuh, rasa l esu dan mudah lelah dirasakan selama 1-2 minggu. 3. Fase penyembuhan Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit ulu hati, disertai bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hai setelah timbulnya masa ikterik, warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun masih lemas dan mudah lelah.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium


a. Pemeriksaan pigmen

- Urobilirubin direk - Bilirubun serum total - Bilirubin urine - Urobilinogen urine - Urobilinogen feses
b. Pemeriksaan protein

- Protein total serum - Albumin serum - Globulin serum - HbsAG


c. Waktu protombin

Respon waktu protombin terhadap vitamin K


d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase

- AST atau SGOT - ALT atau SGPT - LDH Amonia serum 2. Radiologi a. Foto rontgen abdomen b. Pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif c. Kolestogram dan kalangiogram d. Arteriografi pembuluh darah seliaka 3. Pemeriksaan tambahan a. Laparoskopi b. Biopsi hati

G. PENATALAKSANAAN Saat ini telah banyak jenis pengobatan yang diberikan pada pasien

penyakit hepatitis. Pengobatan yang diberikan dapat berupa tindakan medis (kedokteran) maupun non medis. Tindakan non medis antara lain adalah akupunktur, akupresure, reflesiologi, pengobatan herbal, dan lain-lain. Tindakan non medis ini dapat diberikan sebagai tindakan komplementer dari tindakan medis ataupun alternatif. Terapi secara medis dapat berupa terapi suportif, simtomatis dan kausatif. Terapi suportif adalah terapi yang membantu agar fungsi-fungsi penting tubuh tetap bekerja dengan baik. Terapi simtomatis diberikan pada pasien untuk meringankan gejala penyakit. Sedangkan terapi kausatif berguna untuk menghilangkan penyebab dari penyakit hepatitis itu sendiri, biasanya berupa antivirus pada kasus penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus. Terapi medis untuk kasus hepatitis B kronis bertujuan untuk menekan replikasi virus hepatitis B (HB). Tujuan jangka pendek pengobatan ini adalah membatasi peradangan hati dan memperkecil kemungkinan fibrosis (jaringan ikat) pada hati maupun sirosis. Sementara tujuan jangka panjangnya adalah mencegah meningkatnya kadar serum transminase dan komplikasi hepatitis yang lebih buruk. Terapi medis yang biasa diberikan pada penderita penyakit hepatitis diantaranya adalah: 1. Tirah baring Penderita penyakit hepatitis harus menjalani istirahat di tempat tidur saat akut. Jika gejala klinis cukup parah, penderita perlu mengalami fase

dirawat di rumah sakit. Penderita

harus mengurangi aktivitas hariannya. Tujuan dari istirahat ini adalah memberi kesempatan pada tubuh untuk memulihkan sel-sel yang rusak. 2. Diet Pada prinsipnya penderita seharusnya mendapat diet cukup kalori. Pada stadium dini persoalannya ialah bahwa penderita mengeluh mual, dan bahkan muntah, disamping hal yang menganggu yaitu tidak nafsu makan. Dalam keadaan ini jika dianggap perlu pemberian makanan dapat dibantu dengan pemberian infus cairan glukosa. 3. Obat-obatan Pada saat ini belum ada obat yang mempunyai khasiat memperbaiki kematian atau kerusakan sel hati dan memperpendek perjalanan penyakit hepatitis virus akut. 4. Dilarang makan dan minum yang mengandung alkohol. Biasanya penderita

penyakit hepatitis akut merasa mual di malam hari. Oleh karena itu sebaiknya asupan kalori diberikan secara maksimal di pagi hari. Jika penderita mengalami rasa mual yang hebat atau bahkan muntah terus menerus maka biasanya makanan diberikan dalam bentuk cair melalui infus. Penderita penyakit hepatitis diberi obat untuk mengatasi peradangan yang terjadi di hati. Selain itu pada kasus penyakit hepatitis yang disebabkan oleh virus, penderita diberi antiviral/antivirus dengan dosis yang tepat. Tujuan pemberian antivirus ini adalah untuk menekan replikasi virus.Virus membutuhkan sel inang untuk melakukan replikasi (menggandakan diri). Sel inang dalam kasus hepatitis adalah sel-sel hati. Proses replikasi virus melalui beberapa tahapan. Tahap pertama virus melakukan penetrasi (masuk) ke dalam sel inang (sel hati). Tahap kedua virus melakukan pengelupasan selubung virus. Tahap ketiga adalah sintesis DNA virus. Tahap keempat adalah tahap replikasi. Tahap terakhir adalah tahap pelepasan virus keluar dari sel inang dalam bentuk virus-virus baru. Virus-virus baru inilah yang siap menginfeksi sel-sel hati lainnya.Antivirus bekerja menghambat salah satu tahapan tersebut, tergantung jenis antivirusnya. Beberapa macam antivirus diantaranya adalah interferon, lamivudin, ribavirin, adepovir dipivoksil, entecavir, dan telbivudin. Antivirus diberikan berdasarkan hasil tes darah dan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi antivirus akan lebih efektif pada kasus hepatitis aktif. Fungsi hati dan ginjal harus terus di monitor selama terapi antivirus, sehingga efek samping dapat dicegah sedini mungkin. Pada kasus hepatitis C, kombinasi

terapi interferon dan ribavirin adalah yang dianjurkan.

H. KOMPLIKASI Tidak setiap pasien dengan hepatitis virus akan mengalami perjalanan penyakit yang lengkap. Sejumlah kecil pasien meperlihatkan kemunduran klinis yang cepat , adapun komplikasi yang dapat terjadi pada klien hepatitis adalah ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatic. Kerusakan jaringan parenkim hati yang meluas akan menyebabkan serosis hepatis, penyakit ini banayak ditemukan pada alkoholik.

ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Aktivitas


-

Kelemahan Kelelahan Malaise

2. Sirkulasi
-

Bradikardi ( hiperbilirubin berat ) Ikterus pada sklera, kulit, membran mukosa

3. Eliminasi
-

Urine gelap Diare, feses warna tanah liat

4. Makanan dan Cairan


-

Anoreksia Berat badan menurun Mual dan muntah Peningkatan oedema Asites

5. Neurosensori
-

Peka terhadap rangsang Cenderung tidur Letargi Asteriksis

6. Nyeri / Kenyamanan
-

Kram abdomen Nyeri tekan pada kuadran kanan

Mialgia Atralgia Sakit kepala Gatal ( pruritus )

7. Keamanan
-

Demam Urtikaria Lesi makulopopuler Eritema Splenomegali Pembesaran nodus servikal posterior

8. Seksualitas
-

Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, maka di temukan beberapa diagnosa keperawatan pada klien dengan hepititis yaitu : a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan absorbsi dan fungsi metebolisme pencernaan makanan. c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. d. Resiko terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang

berlebihan. e. Kurang pengetahuan tentang perawatan penderita hepatitis berhubungan dengan kurangnya informasi

Intervensi keperawatan a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta. Tujuan : klien merasa nyeri berkurang atau hilang Kriteria hasil : Tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri ( tidak mengeluh kesakitan, menangis) Intervensi :

Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri Rasional: Nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.

Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri Rasional : Klien yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri

Kolaborasi dokter untuk penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi Rasional : Kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.( Carpenito Lynda Jual, 1999)

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan fungsi absorbsi dan fungsi metebolisme pencernaan makanan. Tujuan : Mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk mempertahankan atau meningkatkan BB. Kriteria Hasil :
-

Adanya peningkatan berat badan nilai laboratorium normal bebas dari tanda-tanda mal nutrisi

Intervensi :
-

Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga

paling buruk pada siang hari, membuat asupan makanan yang sulit pada sore hari.
-

Berikan perawatan oral hygiene sebelum makan. Rasional : Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan napsu makan.

Anjurkan makan dalam posisi duduk tegak Rasional : Menurunkan rasa penuh abdomen dapat meningkatkan pemasukan

Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permanen berat sepanjang hari. Rasional : Bahan ini merupakan bahan ekstra kalori dan dapat lebih mudah

dicerna/toleran.
-

Konsul pada ahli gizi, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein yang sesuai toleransi

Rasional : Berguna untuk membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu, metabolisme lemak. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan masukan lemak. Pembatasan protein diindikasikan pada penyakit berat ( hepatitis kronis ) karena pada akumulasi akhir metabolisme protein dapat mencetuskan hepatik ensefalopati.
-

Kolaborasi untuk terapi steroid, contoh prednison ( deltasone ) tunggal atau kombinasi azatoprin ( imuran) Rasional : steroid dikontraindikasikan karena meningkatkan resiko berulang terjadinya hepatitis kronis pada pasien dengan hepatitis virus. Namun efek anti inflamasi mungkin berguna pada hepatitis akhir kronik ( khusus idiopatik ) untuk menurunkan mual dan muntah.(Carpenito Lynda Jual, 1999)

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Menunjukan tehnik/perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas. Kriteria hasil :
-

Mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya perubahan tingkat aktifitas. Meningkatkan aktifitas yang dilakukan sesuai dengan perkembangan kekuatan otot.

Intervensi :
-

Tingkatkan tirah baring/duduk. Ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan. Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitsa dan posisi duduk yang tepat diyakini menurunkan aliran darah kekaki yang mencegah sirkulasi optimal kehati.

Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik. Rasional : Meningkatkan hasil pernapasan dan meminimalkan takanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.

Lakukan latihan dengan cepat dan sesuai toleransi. Rasional : Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.

Tingkatkan aktivitas sesuai toletansi, bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif. Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan aktivitas. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.

Dorong penggunaan teknik menejemen stress, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi. Berikan aktivias hiburan yang tepat seperti nonton tv, radio, membaca. Rasional : Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali latihan dan dapat meningkatkan koping.

d. Resiko

terjadinya kekurangan

volume cairan berhubungan dengan output yang

berlebihan. Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan intake dan ouput cairan menjadi seimbang. Kriteria hasil :
-

Tanda-tanda vital stabil Turgor kulit membaik Pengisian kapiler nadi perifer kuat Haluaran urine individu sesuai.

Intervensi :
-

Berikan cairan IV ( biasanya glukosa ) elektrolit Rasional : memberikan terapi cairan dan penggantian elektrolit

Awasi nilai laboraturium, contoh Hb/Ht, nat, albumin. Rasional : menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasikan retensi natrium/ kadar protei yang dapat menimbulkan pembentukan edema.

Kaji tanda-tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit. Rasional : indikator volume sirkulasi/ perfusi.

Awasi intake dan output, bandingkan dengan BB . misal muntah. Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian cairan / efek terapi.

e. Kurang pengetahuan tentang perawatan penderita hepatitis berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : setelah diberikan pendidikan kesehatan diharapkan klien memahami tentang perawatan dan kebutuhan pengobatan pasien hepatitis. Kriteria hasil :
-

Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan Berpartisipasi dalam pengobatan.

Intervensi :

Berikan informasi khusus tentang pencegahan/ penularan penyakit. Rasional : kebutuhan atau rekomendasi akan bervariasi karena hepatitis (agen penyebab) dan situasi individu.

Diskusikan efek samping bahaya meminum obat yang dijual bebas. Rasional : beberapa obat merupakan toksik bagi hati, dan menyebabkan efek kumulatif toksik / hepatitis kronis.

Berikan informasi tentang perlunya menghindari alkohol selama 6-12 bulan minimal, atau lebih lama sesuai toleransi. Rasional : alkohol dapat meningkatkan iritasi hepatik dan mempengaruhi pemulihan

Kaji tingkat pemahaman proses penyakit, harapan, kemungkinan pilihan obat. Rasional : mengidentifikasi area kekurangan dan pengetahuan atau salah informasi dan memberikan kesempatan untuk memberikan informasi tambahan sesuai keperluan

DAFTAR PUSTAKA Barbara C. Long. (1989). Perawatan Medikal Bedah. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, Bandung. Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta. Corwin, Elizabeth, S, 2000, Patofisiologi, Jakarta ; EGC. Doengoes, Marilyne, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta ; EGC. Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta. Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung. Mansjoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid I, FKUI ; Media Aesculapius. Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Noer, Sjarifoellah, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, Jakarta ; EGC. Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta. Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001. Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998. Suparman. (1984). Ilmu penyakit dalam jilid I. FKUI. Jakarta Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, Jakarta, Salemba Medika. Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, jakarta. Yatim F. DTM & H, MPH. Tropical Medicine & Hygiene. Hand- out Diploma Master of Public Health di Mahidol University, Bangkok, Thailand.

Anda mungkin juga menyukai