Anda di halaman 1dari 3

3.

4 Fungsi Perlakuan Pertama singkong dan kentang diparut dan dihaluskan dengan mortar untuk memperluas permukaan bahan yang akan ekstrak serta mempermudah dalam proses pelarutan sehingga kandungan gizi didalam bahan dapat dihomogenkan secara optimal dengan pelarut. Kemudian diambil masing-masing sebanyak 100 mg lalu dilarutkan serta disaring ke dalam labu ukur 50 mlmemisahkan komponen larutan ekstraksi dengan padatannya dan ditera hingga tanda batas untuk mengencerkan sampel agar dapat dibaca pada saat absorbansi. Filtrat dimasukkan ke dalam beakerglass 150 ml lalu dipanaskan 10 menit dengan berbagai variasi suhu perlakuan yaitu 27OC, 70 OC dan 100 OC untuk mempermudah proses pemutusan ikatan glikosida pada pati sehingga lebih mudah dihidrolisis enzim serta juga untuk mengetahui suhu optimal dari daya cerna pati dan mengetahui suhu gelatinisasi dari singkong dan kentang Setelah itu masing-masing diambil sebanyak 2 ml larutan ke dalam tabung reaksi. Masing-masing sampel ditambahkan 1 ml aquades dan 5 ml pereaksi buffer Na phospat untuk mempertahankan pH suspensi agar tetap konstan, dan mempersiapkan kondisi pH medium yang sesuai bagi enzim karena enzim butuh pH optimum untuk dapat bekerja secara maksimum. Kemudian diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 OC untuk memberikan kondisi yang optimum bagi enzim untuk menghidrolisis pati menjadi maltosa. Lalu ditambahkan 1 ml enzim -amilase untuk membantu proses pemecahan/hidrolisis pati menjadi maltosa (Winarno, 2004) dan di inkubasi kembali pada suhu yang sama selama 30 menit untuk memberikan kondisi yang optimum bagi enzim untuk menghidrolisis pati menjadi maltosa. Setelah itu diangkat dan diambil 1 ml larutan dari campuran tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang lainnya. Kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat (DNS) sebagai indikator pembentukan warna dengan maltosa, karena DNS akan dapat berikatan dengan maltosa yang dibebaskan dari hasil hidrolisis pati membentuk kompleks senyawa berwarna orange merah sehingga memudahkan saat pembacaan absorbansi.Lalu dipanaskan pada suhu 100 OC selama 10 menit untuk mempercepat reaksi antara maltosa yang dibebaskan dari hasil hidrolisis pati dengan DNS serta untuk menghentikan aktivitas enzim yang menghidolisis pati. Terakhir didinginkan dan ditambahkan 1 ml aquades untuk mengencerkan sampel sehingga tidak terlalu pekat saat dilakukan pembacaan absorbansi dan absorbansi dengan =520 nm karena molekul maltosa dapat menyerap spektrum cahaya secara optimal pada panjang gelombang tersebut sehingga hasil pembacaan absorbansi bisa jelas. 3.5 Analisis Data Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar maltosa pada kentang dengan perlakuan pemanasan 27 OC, 70 OC dan 100 OC berturut turut adalah 41,90%; 42,12%; 38,70%. Sedangkan kadar maltosa pada singkong dengan perlakuan pemanasan 27 OC, 70 OC dan 100 OC berturut turut adalah 33,07%; 35,38%; 30,06%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka makin banyak molekul pati yang terhidrolisis menjadi maltosa, sehingga jumlah maltosa yang dibebaskan akan semakin tinggi. Daya cerna pati meningkat seiring bertambahnya kadar maltosa pada bahan. Makin tinggi daya cerna pati, maka mutu zat gizinya lebih baik. Semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin tinggi pula daya cernya patinya karena proses pemecahan pati menjadi maltosa akan semakin cepat dan hidrolisa pati makin cepat dan kadar maltosa juga semakin meningkat (Winarno, 2004).

Terjadi penyimpangan pada pemanasan dengan suhu 100oC, seharusnya pada suhu ini kadar maltosa paling tinggi. Hal tersebut terjadi mungkin karena pada saat pengenceran terlalu banya penambahan aquades atau saat ditera melebihi batas jadi pembacaan absorbansinya tidak optimal.

BAB 4. KESIMPULAN

Dari praktikum analisa daya cerna pati dapat disimpulkan Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan (1,4)-D-glikosidik, mudah larut dalam air karena banyak mengandung gugus hidroksil. Amilopektin memiliki ikatan (1,4) dan (1,6) dengan struktur yang bercabang,memiliki sifat mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan maka makin banyak molekul pati yang terhidrolisis menjadi maltosa, sehingga jumlah maltosa yang dibebaskan akan semakin tinggi. Daya cerna pati meningkat seiring bertambahnya kadar maltosa pada bahan. Makin tinggi daya cerna pati, maka mutu zat gizinya lebih baik. Semakin tinggi suhu pemanasan maka semakin tinggi pula daya cernya patinya karena proses pemecahan pati menjadi maltosa akan semakin cepat dan hidrolisa pati makin cepat dan kadar maltosa juga semakin meningkat. Terjadi penyimpangan pada pemanasan dengan suhu 100oC, seharusnya pada suhu ini kadar maltosa paling tinggi. Hal tersebut terjadi mungkin karena pada saat pengenceran terlalu banya penambahan aquades atau saat ditera melebihi batas jadi pembacaan absorbansinya tidak optimal. Tejasari. 2005. Nilai-Gizi Pangan. Yogyakarta : Graha Ilmu Gaman, P. M, Dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan. Gadjah MadaUniversity. Press, Yogyakarta.
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Aiyer, P.V. (2005). Amylases and Their Applications. African Journal of. Biotechnology. 4, 1251529.

Turang, Arnold., Taulu, L.U., dan Matindas. 2007. Tehnik Budidaya Tanaman Talas. Sulawesi Utara: Balai Pengkajian Tehnologi Pertanian. Manner, H.I. 2010. Farm and Forestry Production and Marketing Profile for Giant
taro. Guam : University of Guam.

Anda mungkin juga menyukai