Anda di halaman 1dari 33

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Prestasi Belajar Siswa Prestasi adalah suatu hasil yang diperoleh berdasarkan kemampuan secara achievment dan dinilai atau diakui oleh orang lain. Dalam penelitian ini prestasi akan dikaitkan atau lebih tepatnya akan dikhususkan dalam konteks yang ada dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah, di mana lokasi penelitian ini berada, adalah index prestasi belajar siswa. Bahwa, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Madrasah No.:

03/MTs.03/06 tentang Peraturan Tata Cara Evaluasi Prestasi Belajar Siswa pada Madrasah Tsanawiyah Hidayatus Sholihin. Dimana pula telah disebutkan dalam skripsi ini, maka kami tentukan pengukuran prestasi belajar siswa di Madrasah Tsanawiyah Hidayatus Sholihin adalah suatu kategori nilai yang dihitung dan akan diperhitungkan dari hal-hal yang bertalian dengan prestasi, presensi atau absensi, keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan sekolah, nilai hasil ujian, serta segala sesuatunya yang berkaitan dengan penyusunan kategori nilai tersebut. Setelah itu diwujudkan dalam nilai atau index prestasi guna menentukan pula besar kecil prestasi tersebut. Index prestasi ini bervariasi

32

33

antara 30 sampai 80 dengan pengertian 54 ke bawah terbilang kurang dan 55 ke atas terbilang cukup atau baik. Dan dikelompokkan sebagai berikut: Kelompok A adalah sangat baik dengan index prestasi di atas 65 Kelompok B adalah baik dengan index prestasi antara 60-64 Kelompok C adalah sedang dengan index prestasi antara 55-59 Kelompok D adalah kurang dengan index prestasi antara 50-54 Kelompok E adalah sangat kurang dengan index prestasi di bawah 49 Sehubungan dengan hal tersebut diperoleh data sekunder dari bagian pengajaran di Madrasah Tsanawiyah Hidayatus Sholihin, beberapa siswa yang ada dalam kelompok-kelompok prestasi belajar tersebut di atas. Sebelumnya perlu penulis tentukan, bahwa dalam penelitian ini prestasi belajar akan diklasifikasi dalam 3 tingkatan yaitu prestasi belajar yang baik, sedang, dan kurang. Dengan menganggap, bahwa mereka yang termasuk ke dalam kelompok A dan kelompok B adalah yang prestasi belajarnya baik, yang termasuk ke dalam kelompok D dan kelompok F adalah kurang. Dengan hal tersebut didapat suatu jumlah frekuensi sebagai berikut:

34

TABEL I FREKUENSI JUMLAH SISWA YANG TERMASUK KE DALAM PRESTASI BAIK, SEDANG, DAN KURANG. PRESTASI BELAJAR Baik Sedang Kurang B. Pola Kehidupan Siswa 1. Proporsi Pola Ekonomi a. Dimensi Ekonomi Siswa Di dalam terms of referance dari penelitian ini disebutkan bahwa pola ekonomi, sebagai salah satu dimensi yang dapat disebut variabel bebas yang akan dihubungkan pengaruhnya terhadap prestasi belajar, melibatkan seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah Hidayatus Sholihin, yang akan distratifikasikan ke dalam 3 yaitu baik, sedang dan kurang atau upper, middle dan lower atau juga tinggi, sedang dan rendah. Adapun secara bebas, berhubung kesulitan dalam menetapkan bagaimana sebaiknya penentuan mengenai variabel atau dimensi ekonomi bagi siswa tersebut. Dari beberapa literatur memanglah terdapat beberapa pembahasan mengenai tingkat ekonomi. Apalagi di dalam literatur yang khusus tentang ekonomi. F 25 20 10 55 % 45,5 36,4 18,1 100

35

Namun dikarenakan kesulitan kami pada penentuan tingkat ekonomi tersebut yang disebabkan proporsi pertanyaan yang ada dalam kuesioner sulit untuk dicari konsepsinya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas telah ditentukan pula score dari tiap proporsi pertanyaan dari variabel ekonomi yaitu sebagai berikut: EKONOMI NOMOR PERTANYAAN 21 25 26 27 28 SCORE 20 30 10 10 30 100

Dari kelima pertanyaan tersebut, berhubung No. 25 dan No. 28 merupakan pemisahan antara mereka yang indekost (bertempat di pondok) dan yang tidak indekost, maka digabung dalam penjumlahan responden menjadi satu nomor. Lalu dari keempat pertanyaan tersebut ditentukan masing-masing jawabannya ke dalam tingkat ekonomi yang tinggi, sedang, rendah dengan bobot yang berbeda dari setiap jawaban berdasarkan score pertanyaannya, sebagai berikut:

36

TINGGI 21.d (20) 25.c (30) 26.c (10) 27.c (10) 28.c (30) Catatan: di dalam kurung adalah sub jawaban.

EKONOMI

SEDANG ab (10.15) b (20) b (7) b (7) b (20) score atau bobot

RENDAH c (5) a (10) a (5) a (5) c (10) masing-masing

Dengan asumsi atau sebutlah ketentuan-ketentuan yang kami putuskan sendiri. Bahwa kriteria ekonomi tinggi, sedang dan rendah adalah yang berdasar dari kuesioner tersebut. lalu penulis anggap bahwa mereka/siswa yang ekonominya tinggi jika sarana transportasinya ke dan dari sekolah adalah sepeda motor (pribadi ataupun milik ayahnya), yang membeli pakaian lebih dari 6 pasang setahun, yang pergi rekreasi lebih dari 8 kali tiap bulan dan yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik bagi yang tidak indekost (bertempat di pondok) dan lebih dari Rp. 400.000,oo sebulan bagi yang berada indekost (di pondok). Dan yang termasuk kriteria ekonomi siswa yang disebut kurang adalah mereka yang jalan kaki ke dan dari sekolah (dianggap tidak ada siswa yang tinggal dekat atau di dalam sekolahan, walaupun misalnya ada cuma beberapa orang yang tidak mempengaruhi yakni 3 orang). Membeli pakaian maksimum 3 pasang dalam setahun, rekreasi maksimum 4 kali sebulan dan yang kebutuhannya kurang terpenuhi bila tidak

37

di pondok atau maksimum Rp. 150.000,oo bila tinggal di pondok. Serta diantara atau yang tidak disebutkan di atas adalah mereka yang termasuk sedang. Dari pembagian kriteria atau tingkatan ekonomi tersebut di atas, maka diperoleh frekuensi dari seluruh sampel yang ada. Namun ada sedikit penjelasan, bahwa secara mudah penulis sajikan jumlah yang telah kami rekapitulasikan dengan memakai cara sebagai berikut: A1 + A2 + . AN N =Y Catatan: A1 A2 AN = Jumlah responden pada jawaban dari setiap pertanyaan yang telah diberi bobot tinggi rendahnya. N Y = Jumlah pertanyaan pada variabel tersebut = Jumlah siswa yang ada pada tingkat ekonomi tertentu.

Dari cara di atas didapatlah hasil frekuensi sebagai berikut (lihat Tabel II.1.) Tabel II.1. FREKUENSI JUMLAH RESPONDEN/SISWA MENURUT STATUS SOSIAL EKONOMINYA. Status Sosial Ekonomi F % Tinggi 6 10,9 Sedang 25 45,5 Rendah 24 43,6 55 100 Tampaklah 55 sampel yang kami pergunakan ternyata sedikit sekali yang status sosial ekonominya atau pola kehidupan ekonominya (menurut apa

38

yang digariskan dalam kwesioner) tinggi yaitu 6 orang atau 10,9% dan yang 45,5% atau 25 orang adalah sedang serta 43,6% atau 24 orang adalah rendah. b. Hubungan antara Ekonomi dengan Prestasi Belajar Setelah diketahui distribusi frekuensi yang diambil dari data yang ada, yang disebutkan di atas, akan dicari pengaruh pola ekonomi dengan prestasi belajar tersebut ada atau tidak dengan ketentuan tanpa memperhitungkan faktor-faktor lainnya. Maka dikorelasikan dengan tabulasi silang antara pola ekonomi dengan prestasi belajar, sebagai berikut: (Lihat Tabel II.2.). Tabel II.2.1. HUBUNGAN ANTARA POLA KEHIDUPAN EKONOMI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR POLA EKONOMI PRESTASI BELAJAR TINGGI SEDANG RENDAH F % F % F % Baik 3 50,0 12 48,0 10 41,7 Sedang 2 33,3 10 40,0 8 33,3 Kurang 1 16,7 3 12,0 6 25,0 6 100 25 100 24 100 Kalau kita mengetahui apa yang dimaksud tabel di atas, yaitu nampak suatu distribusi yang merata baik dari pola ekonominya ke arah prestasi belajar siswa. Dilihat dari distribusinya, bahwa pola ekonomi baik tinggi, sedang maupun rendah rupanya mendominir prestasi dengan belajar yang baik 3 (50,0%) 12 (48%) dan 10 (41,7), dibandingkan dengan kedua prestasi belajar di bawahnya. Namun setelah diamati lebih lanjut kedua prestasi belajar di

25 20 10 55

39

bawahnya tersebut nampak suatu kesaman distribusi frekuensi dan prosentase yang sama jika dihubungkan dengan pola ekonomi, seperti apa yang telah disebutkan dalam distribusi frekuensi prestasi belajar. Yaitu pada prestasi belajar yang sedang keadaan pola ekonominyapun merata 2 (33,3%) untuk pola ekonomi yang tinggi, 10 (40,0%) untuk yang sedang dan 8 (33,3%) untuk yang rendah. Begitu pula dengan yang prestasi belajarnya kurang 1 (16,7%) adalah rendah. Jadi dapat ditarik suatu pengertian, kalau demikian halnya pola ekonomi tidak berpengaruh dalam menunjang prestasi belajar siswa. Hal ini dapat ditarik berdasarkan distribusi pada tabulasi silang tersebut di atas. Sebagai mudahnya dapat disimpulkan untuk sementara berdasarkan tabel di atas bahwa pengaruh pola ekonomi siswa seperti tetera dalam proporsi yang ada (menurut kwesioner yang ada pula) nampak tidak ada atau dengan kata lain tidak begitu berpengaruh pada prestasi belajar. Suatu pembuktian lain akan penulis utarakan di sini. Dengan pertimbangan-pertimbangan pada apa yang telah kami uraikan pada bab pendahuluan dan disinggung pula pada bab I mengenai hambatan-hambatan yang dapat kami amati dari cara responden mengisi kwesioner tersebut. Ada kemungkinan yang pasti bahwa faktor pengisian kwesioner ini yang tidak tepat dengan diri responden atau dengan kata lain tidak jujur. Atau juga data yang

40

ada dalam kwesioner itu tidak tepat mencerminkan pola ekonomi yang sebenarnya. Dengan tabel di atas telah dicari hubungan antara pola ekonomi dengan prestasi belajar yang akhirnya disimpulkan sebagai tidak nampak ada pengaruh. Karena masih ada keraguan pada kami, maka kami coba cari kembali dengan menggunakan ratio corelation dengan rumus eta atau , sebagai berikut: =
f y2 (fy)2 B T N (yk)2 (fy)2 Nk N

Dengan tambahan sebagai catatan, bahwa prestasi belajar yang baik, sedang, dan kurang dikategorikan dalam nilai angka sebagai 2, 1,dan 0. Tabel II.2.2. BESAR/KECILNYA HUBUNGAN YANG TERJADI ANTARA POLA EKONOMI DENGAN PRESTASI BELAJAR SEBAGAI VARIABEL TERIKAT EKONOMI PRESTASI f fy fy2 TINGGI SEDANG RENDAH Baik (2) 3 12 10 25 50 100 Sedang (1) 2 10 8 20 20 20 Kurang (0) 1 3 6 10 0 0 2 NK 6 25 24 f = 55 fy = 70 fy = 120
(yk)2 = 89,56 Nk fy fy2 = 70 = 120

Maka dengan rumus di atas didapat suatu kesimpulan;

41

89,56 4900 55 120 4900 55

89,56 83,63 120 83,63

5,93 36,37

0,1630464 = dibulatkan menjadi 0,4. Bahwa ada suatu over lapping dari tabel II.2.1. di atas dengan Tabel II.2.2. tersebut. Dalam Tabel II.2.2. di atas nampak bahwa hubungan antara pola ekonomi dengan prestasi belajar cukup besar, yaitu hampir mendekati setengah dari besarnya hubungan yang sebenarnya dapat dikatakan betul-betul ada hubungan. Berarti dalam Tabel II.2.2. tersebut cukup besar hubungan antara pengaruh pola kehidupan ekonomi dengan prestasi belajar siswa. C. Kesimpulan Sebagai kesimpulan sementara dalam pembahasan mengenai proporsi pola ekonomi sebagai variabel dalam hubungannya dengan prestasi belajar maka dapat dikatakan, jika dilihat Tabel II.2.1. mengatakan hampir tidak ada, sedang tabel II.2.2. mengatakan hampir mendekati setengah besarnya, maka kesimpulannya bisa saja faktor pola ekonomi mempengaruhi prestasi belajar siswa. Hal itu ada kemungkinan besar atau kecil tergantung banyak hal, antara lain metode penyususunan atau pencarian data yakni kuesioner tersebut. 2. Proporsi Pola Lingkungan Tempat Tinggal a. Dimensi Lingkungan Siswa

42

Lingkungan yang sering disebut dalam literatur-literatur sebagai ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya. Lazimnya lingkungan atau ekologi ini diartikan sebagai ilmu tentang makhluk hidup di tempat hidupnya, yang dikelilingi oleh makhluk hidup dan benda-benda mati. Jadi lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa ditempat hidupnya itu makhluk itu tidaklah hidup sendiri. 1 Sehubungan dengan itu, maka proporsi pola lingkungan tempat tinggal siswa rupanya didasarkan pada pengertian di atas, bahwa manusia sebagai makhluk hidup tidaklah hidup sendiri di tempat hidupnya. Begitu pula dengan siswa yang juga sebagai manusia atau suatu makhluk hidup di dalam jagad raya ini. Dengan demikian lingkungan tempat tinggal siswa (jelasnya yang telah disistemisasi dalam pertanyaan-pertanyaan No. 13,14, & 20) tersebut pastilah mempengaruhi prestasi belajarnya. Dengan asumsi yang dapat dicenderungkan ke arah suatu hipotesa kami, maka proporsi pertanyaan kami kategorikan dalam 2 besar yakni lingkungan yang dikatakan baik, yaitu jika lingkungan tersebut menunjang prestasi

Otto Soemarwoto, "Ekologi Desa: Lingkungan Hidup dan Kualitas Hidup", Prisma, No.8, September 1978.

43

belajarnya baik secara materiil maupun spirituil. Sedangkan lingkungan yang dikatakan jelek/buruk adalah jika kurang atau bahkan tidak sama sekali menunjang prestasi belajar khususnya kemampuan mensosialisasikan secara tepat guna. Adapun cara yang kami pergunakan dalam hal membagi tersebut adalah seperti yang telah kami pergunakan di depan yakni dengan memberi bobot pada masing-masing jawaban pada tiap pertanyaan sesuai dengan bobot pertanyaannya. LINGKUNGAN NO. PERTANYAAN 13 14 20 BOBOTNYA 33 34 33 100

Sehubungan dengan bobot tiap pertanyaan tersebut, maka yang termasuk lingkungan baik adalah: NO. PERTANYAAN 13 14 20 JAWABAN NO. LINGK. BAIK a.b. a.b.c.d. a.b.c. JAWABAN NO. LINGK. BURUK c.d.e e d.c.

Adapun catatan-catatan yang penulis buat untuk hal di atas adalah bahwa lingkungan pelajar/siswa dan kompleks pegawai/TNI (13; a.b.), status/tinggal bersama orang tua, famili/saudara, asrama dan indekost(14; a.b.c.d.) dan jarak tempat tinggal dengan sekolahan kurang dari 1 km, antara 1-

44

3 km dan 3-6 km (20; a.b.c.) adalah lingkungan yang menunjang disiplin seseorang, dianggap sering mendapat reaksi-reaksi yang baik dan tidak terlalu jauh dengan kampus. Dan yang selebihnya adalah lingkungan yang kurang menunjang. Dengan catatan yang demikian itu, juga dengan cara yang telah disebutkan di depan (dalam butir A, tentang Proporsi Pola Ekonomi), maka dari seluruh sampel yang ada di MTs Hidayatus Sholihin sebanyak 55 responden diperoleh suatu distribusi sebagai berikut: Tabel III.1. FREKUENSI JUMLAH RESPONDEN YANG MEMPUNYAI LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DAN JARAK ANTAR SEKOLAHAN. LINGKUNGAN DAN JARAK ANTAR F % SEKOLAH BAIK 36 65,5 BURUK 19 34,5 55 100 Dari tabel di atas diketahui bahwa 65,5% atau 36 orang adalah mereka dari 55 responden yang mempunyai lingkungan dan jarak tempat tinggalnya ke sekolah adalah baik. Sedang yang 34,5% atau 19 orang mempunyai lingkungan yang tidak baik dalam hal dianggap tidak menunjang prestasi. b. Hubungan Antara Lingkungan Dengan Prestasi Belajar Dengan maksud mencari apakah ada pengaruhnya lingkungan di mana siswa tersebut bermukim dengan prestasi belajarnya.

45

Hanya pengaruhnya saja yang dicari, tanpa memperhitungkan faktor lain selain lingkungan, dalam point ini, maka diperoleh suatu distribusi frekuensi yang ditabulasi silangkan dengan prestasi belajar yang telah ada disebut di depan. (Lihat Tabel III.2.) Tabel III.2. HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL SISWA DAN JARAK TEMPAT TINGGAL SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR LINGKUNGAN DAN JARAK ANTAR PRESTASI KAMPUS BELAJAR BAIK BURUK BAIK 20 (55,55%) 5 (26,32%) 25 SEDANG 10 (27,78%) 10 (52,63%) 20 KURANG 6 (16,67%) 4 (21,05%) 10 36 (100%) 19 (100%) 55 Dari tabel di atas dapat dipahami ada tidaknya pengaruh antara lingkungan tempat tinggal dengan prestasi belajar yang dihasilkan. Sebanyak 25 orang atau 45,5% yang prestasinya baik, 20 orang atau 36,4% yang prestasinya sedang dan 10 orang atau 18,1% yang prestasinya kurang, sebagaimana yang telah dijabarkan di depan. Nampaklah suatu kenyataan, bahwa dari 55 orang siswa yang mempunyai lingkungan tempat tinggal baik dan prestasinya belajar baik 20 (55,55%) lebih besar dari mereka yang lingkungan tempat tinggalnya buruk 5 (26,32%), berarti lingkungan yang baik mempengaruhi prestasi belajar menjadi baik pula. Namun ada suatu

46

keseimbangan yang semu antara lingkungan tempat tinggal yang baik dan buruk dengan prestasi belajar siswa yang termasuk sedang 10 (27,78%) dan 10 (52,63%), berarti lingkungan yang baik maupun buruk tidak mepengaruhi prestasi belajar, walaupun perbedaan yang nampak besar dari prosentase lingkungan yang baik dan buruk yaitu hampir 30,85%. Akan tetapi hal ini tidak begitu penting jika dibanding dengan distribusi frekuensi antara yang lingkungannya baik dan yang lingkungannya buruk dari seluruh responden yaitu berbanding sebagai bilangan utuh yang berbeda 17 (30-19). Setelah diteliti kembali dalam tabel di atas nampak suatu kelainan bahwa mereka yang lingkungannya baik 6 (16,67%) mempunyai prestasi kurang dibandingkan dengan mereka yang prestasinya sama tapi

lingkungannya buruk 4 (21,05%). Jadi dapatlah diambil suatu pengertian, bahwa mereka yang mempunyai lingkungan tempat tinggal baik ternyata mempunyai prestasi baik lebih banyak dibandingkan yang lingkungannya buruk, walaupun ada yang menyimpang. Kalau kita kembali kepada ketentuan atau asumsi yang ada, bahwa lingkungan tempat tinggal yang baik akan menunjang prestasi belajar atau pastilah menunjang dan menjadikan prestasi belajar siswa baik pula, dan lingkungan tempat tinggalnya buruk akan menjadikan prestasinya kurang, maka didapat suatu interpretasi, setelah mengetahui tabel di atas, bahwa jelas

47

ada pengaruhnya antara lingkungan yang baik dengan prestasi yang baik pula, walaupun ada sedikit penyimpangan yang terlihat, namun tidak berpengaruh pada interpretasi ini. D. Kesimpulan Dengan demikian dapat disimpulkan untuk sementara, bahwa lingkungan tempat tinggal dan jarak tempat tinggal siswa dengan kampusnya di mana mereka menuntut ilmu untuk menghasilkan suatu prestasi yang dapat dibanggakan dengan hasil atau prestasi belajar yang didapat, khusus di MTs Hidayatus Sholihin dalam semester ke II adalah tetap ada pengaruhnya. Dengan kata lain lingkungan tempat tinggal siswa dan jarak tempat tinggal dengan kampus ada atau turut berpengaruh pula di dalam usaha pencapaian prestasi mereka. 3. Proporsi Pola Rumah a. Dimensi Rumah Siswa Rumah adalah tempat bernaung seseorang dari panas, hujan, dan angin. Seperti lazimnya di Indonesia bahkan di seluruh dunia orang manusia itu pastilah membutuhkan tempat bernaung atau tempat tinggal yang dapat melindungi dirinya dari apa yang telah disebut di atas, yaitu panas, hujan, dan angin serta gangguan-gangguan dari binatang atau hewan. Begitu pula dengan

48

seorang siswa, yang sudah semestinya memiliki atau berlindung di bawah sebuah rumah. Sehubungan dengan pengertian di atas maka dalam penelitian ini dibatasi pengertian tentang rumah yang baik bagi seorang siswa. Seperti ketentuan-ketentuan dan cara-cara pengukuran yang ada dan yang telah diuraikan di depan pada bab ini, didapatlah tiga kriteria rumah yaitu yang baik, sedang dan jelek. Semua ini bertolak dari bobot-bobot yang ada dalam setiap pertanyaan. RUMAH NO. PERTANYAAN 15 16 17 19 BOBOT 25 25 25 25 100

Dari bobot-bobot ini tiap pertanyaan tersebut, maka termasuk baik, sedang dan jelek adalah: NO. PERTANYAAN 15 16 17 19 BAIK a. a.b. a a SEDANG b.d c b.c. b JELEK c. d.e. d.e. c.d.e.

Adapun catatan kami, bahwa dimensi rumah baik bagi siswa guna menunjang prestasi belajarnya tersebut adalah jika terbuat dari tembok, di

49

dalam kamar hanya sendiri atau berdua tidak lebih, dengan penerangan listrik dan air liedeng/PAM. Dimensi rumah kurang/jelek bagi siswa dianggap tidak menunjang prestasi belajarnya atau bahkan dapat pula menghambat prestasinya, meliputi bangunan rumah yang terbuat dari gedeg, di kamarnya tinggal 4 orang atau lebih, dengan penerangan lilin dan sarana airnya adalah berasal dari sungai, kolam dan lain-lain yang tentu lebih buruk dari keduanya tadi. Dan yang tidak termasuk atau berada di antara kedua hal tersebut di atas dianggap sebagai dimensi rumah yang sedang, sedang dalam hal tidak terlalu baik dan juga tidak buruk. Dengan demikian diperoleh suatu frekuensi siapa yang dimensi rumahnya baik, sedang dan jelek dari sampel atau responden yang ada (ada dalam Tabel IV). Tabel IV FREKUENSI JUMLAH RESPONDEN YANG MEMILIKI DIMENSI RUMAH BAIK, SEDANG DAN JELEK. DIMENSI RUMAH F % BAIK 52 94,5% SEDANG 3 5,5% JELEK 0 0,0% 55 100 Dalam tabel di atas dapat diketahui dengan pasti bahwa hampir seluruh responden yang ada di dalam penelitian ini mempunyai dimensi rumah sebagai yang baik menurut ketentuan di atas 94,5% (52) dengan demikian dapat

50

dikatakan jika dimensi rumah siswa MTs Hidayatus Sholihin secara keseluruhan adalah dimensi yang baik. Berarti data di atas dapat dianggap tidak menunjang penelitian karena tanpa variasi. Dan nampak suatu jawaban bahwa maka seluruh siswa prestasinya akan baik pula? b. Kesimpulan Akan diperoleh suatu kesimpulan sementara, dengan melihat pula distribusi frekuensi mengenai frekuensi jumlah siswa yang prestasinya baik, sedang dan kurang (lihat tabel I di depan), bahwa dimensi rumah yang diproporsikan menurut pertanyaan masing-masing dalam kuesioner sebagian besar atau bahkan seluruh adalah termasuk baik. Dan frekuensi prestasi siswa menunjukkan 18,1% dengan prestasi kurang. Maka dimensi pola rumah siswa yang ada tidak dapat di peroleh kesimpulan. 4. Proporsi Pola SD/MI a. Dimensi SD/MI Kegiatan belajar di suatu sekolah menengah pertama, khusunya kegiatan belajarnya adalah suatu kegiatan yang lebih banyak dan lebih mengkhususkan pada suatu pelajaran tertentu, yang merupakan serangkaian proses atau kelanjutan dari pendidikan formal sebelumnya yang disebut Sekolah Dasar

51

atau MI. Dan siswa yang ada sekarang ini sudah menduduki bangku Tsanawiyah berasal dari pendidikan yang sebelumnya yaitu SD/MI, dan dalam penelitian diproporsikan pola SD/MI tersebut sebagai yang ada di dalam kuesioner. Khusus untuk dimensi proporsi pola SD/MI ini penulis tidak dapat menetapkan kriteria bagaimana yang kira-kira pola SD/MI itu baik atau buruk. Karena pertimbangan-pertimbangan daripada konsepsi yang tercermin dari kuesioner tersebut merepotkan. Juga untuk proporsi pola SD/MI ini sulit ditentukan bobotnya pada tiap pertanyaan. Untuk mengetahui lebih jelas akan disajikan tabulasi frekuensi sebagai berikut: Tabel V.1.1. FREKUENSI ASAL SD/MI SISWA ATAU STATUS SD/MI SISWA MTs. HIDAYATUS SHOLIHIN STATUS SISWA ATAU F % ASAL SD/MI Negeri 39 70,9 Swasta 7 12,7 Bersubsidi 9 16,4 Kejuruan 0 0,0 Lain-lain 0 0,0 55 100 Sumber : Kuesioner No. 29

52

Tabel V.1.2. FREKUENSI PENDAPAT SISWA TENTANG SD/MI-NYA DIBANDING DENGAN SD/MI YANG LAIN PENDAPAT YANG F % MENGATAKAN Bagus Sekali 9 16,4 Bagus 20 36,4 Cukup 21 38,2 Kurang 4 7,2 Jelek 1 1,8 55 100 Sumber : Kuesioner No. 30 Tabel V.1.3. FREKUENSI JAWABAN MENGENAI ISI KELASNYA PADA WAKTU DUDUK DI BANGKU SD/MI DAHULU JAWABAN YANG F % MENGATAKAN Terlalu Penuh 2 4 Penuh 44 80 Tidak penuh 9 16 55 100 Sumber : Kuesioner No. 31 Dari tabel-tabel di atas, terutama Tabel V.1.1. dapat dikatakan, bahwa sebagian besar siswa MTs. HS. berasal dari SD/MI Negeri yaitu 70,9% (39). Dari Tabel V.1.2. dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa MTS HS. menyatakan SD/MI-nya lebih baik daripada SD/MI yang lain 36,48; 38,2%; dan 16,4%, berarti jelas SD/MI-nya pasti dianggap lebih baik. Dan dari Tabel V.1.2. adalah sebagian besar atau hampir seluruh siswa mengatakan bahwa SD/MI-nya dulu kelasnya berisi penuh 80% (44 orang) berarti wajar.

53

Adapun yang menarik atau penting untuk diperhatikan disini adalah, bahwa menurut anggapan kami, juga bertolak dari pembacaan tiap-tiap jawaban di seluruh kwesioner Tabel V.1.2. dan Tabel V.1.3. dapat dihilangkan fungsinya. Karena terlalu subyektif. b. Kesimpulan Berhubung Tabel V.1.2. dan Tabel V.1.3. dihilangkan fungsinya, maka akan dicari hubungan antara status SD/MI dengan Prestasi belajar. Tabel V.2.1. HUBUNGAN ANTARA ASAL/STATUS SD/MI SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR ASAL SD/MI PRETASI f fy BELAJAR NEG. SWST. BERSUB. KEJUR. LL Baik (2) 20 3 2 0 0 25 50 Sedang (1) 13 3 4 0 0 20 20 Kurang (0) 6 1 3 0 0 10 0 NK 39 7 9 0 0 55 70 yk 53 9 8

fy2 100 20 0 120

( yk2 ) = 90,708

90,708 89,090 120 89,090

1,618 30,910

0,0523

= 0,22

Dengan demikian dapat disimpulkan sementara bahwa proposal pola SD/MI yang diangkat khusus mengenai asal/status SD/MI siswa MTs HS.

54

cukup menentukan atau cukup ada pengaruh walau relatif tidak besar. Namun menampakkan adanya pengaruh antara SD/MI dengan prestasi siswa. Dari anggapan bahwa yang baik itu adalah yang pasti membuat prestasi siswa juga baik. Dan SD/MI yang baik itu menurut anggapan kami adalah SD/MI Negeri. Maka benar kalau demikian bahwa SD/MI yang baik maka prestasinya juga baik. Ada sedikit catatan, karena dua tabel dihilangkan dan di sini hanya digunakan sebuah data, maka kesimpulan tersebut di atas tidak dapat dikatakan syah atau valid. Oleh sebab itu tidak dapat dijadikan patokan. 5. Proporsi Pola Suasana Keluarga a. Dimensi Suasana Keluarga Keluarga adalah suatu unit daripada masyarakat atau masyarakat dalam bentuk kecil dan sederhana. Seperti masyarakat pula, keluarga yang mempunyai anggota, sehubungan dengan hal tersebut, pola suasana keluarga yang tertera pada kwesioner melibatkan bentuk pertanyaan meliputi No. 10 mengenai jumlah tanggungan orang tua siswa, No. 11 dan No. 12 mengenai pendidikan tertinggi ayah dan ibu No. 43 mengenai interaksi orang tua dengan siswa sebagai anaknya dan No. 44 mengenai pemilihan fakultas atas kehendak orang tua atau tidak.

55

Dengan demikian kami tentukan kriteria daripada susunan keluarga baik meliputi: Pertama, jika yang menjadi tanggungan orang tua siswa adalah antara 13 orang dan kedua jika pendidikan ayah dan atau ibu adalah Perguruan Tinggi dan SMA serta yang ketiga adalah jika orang tua sering berbicara mengenai kesukaran anaknya. Sedangkan suasana keluarga yang tidak baik antara lain jika yang menjadi tanggungan orang tua siswa tersebut adalah 4 orang atau lebih, jika pendidikan tertinggi ayah maupun ibu adalah SMP, SD/MI atau buta huruf, jika orang tua tidak pernah berbicara mengenai kesukaran anaknya. Sehubungan dengan kriteria dimensi suasana keluarga baik dan buruk/tidak baik atas, maka dari seluruh sampel yang ada didapat suatu data dengan distribusi frekuensi sebagai berikut: (lihat Tabel VI.2.) b. Hubungan Antara Suasana Keluarga Dengan Prestasi Belajar Berangkat dari asumsi kita bahwa suasana keluarga mempengaruhi prestasi belajar. Khususnya bahwa suasana keluarga yang baik akan menunjang prestasi belajar menjadi tinggi atau baik pula dan suasana keluarga yang tidak baik akan membuat prestasi belajar kurang. Karena mungkin disebabkan faktor-faktor yang ada dalam suasana keluarga tersebut.

56

Tabel VI HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTs HIDAYATUS SHOLIHIN SUASANA KELUARGA PRESTASI BAIK BURUK JUMLAH BELAJAR F % F % Baik 22 56,4 3 18,7 25 Sedang 11 28,2 9 56,3 20 Kurang 6 15,4 4 25,0 10 39 100 16 100 55 Nampaklah bahwa suasana keluarga yang baik dan prestasi belajarnya baik besar 22 (56,4%) dibanding dengan suasana keluarga buruk dengan prestasi belajar baik 3 (18,7) sebesar 28,2% atau 11 orang dengan suasana keluarga baik dan 9 orang atau 56,3% suasana keluarga buruk dengan prestasi baik. Dan yang prestasi belajarnya kurang 6 (15,4%) adalah suasana keluarga baik dan 4 (25%) adalah buruk. Berarti susana keluarga mempengaruhi prestasi belajar, kalau berangkat dari asumsi bahwa pola suasana keluarga menunjang prestasi belajar. c. Kesimpulan Akhirnya dapat disimpulkan untuk sementara bahwa pola keluarga masih tetap ada pengaruh yang cukup besar pada prestasi belajar. Suasana keluarga yang baik tentu prestasi yang dicapainyapun baik pula. Walaupun tidak selalu demikian. Karena tetap ada penyimpangan-penyimpangan tak kentara dari pola suasana keluarga pada prestasi belajar. karena ada terdapat pola suasana keluarga yang baikpun ada yang prestasi belajarnya kurang.

57

Mungkin disebabkan pengaruh-pengaruh pola kehidupannya yang lain. Atau pula kurang validnya data yang diperintahkan bagi pola suasana keluarga tersebut guna dianalisa lebih lanjut. Pada garis besarnya pola suasana di mana interaksi antara orang tua dan anak (siswa) pendidikan orang tua dan jumlah tanggungan orang tua yang dapat dikatakan baik, maka pengaruhnya pada prestasi belajar baik pula. Itu sudahlah pasti walaupun belum valid. 6. Proporsi Pola Cara Belajar a. Dimensi Cara Belajar Cara belajar yang dimaksud adalah sering tidaknya siswa MTs. Hidayatus Sholihin tersebut mengikuti pelajaran, dapat menyelesaikan pekerjaan atau tidak, sering membaca textbook atau tidak. Seperti cara-cara tersebut di depan, maka didapat suatu data sebagai berikut. Harap diketahui bahwa dimensi cara belajar adalah ada dua kriteria antara lain cara belajar yang baik yang pasti menunjang prestasi belajar meliputi sering mengikuti kuliah, dapat menyelesaikan pekerjaan, sering membaca textbook. Dan yang tidak baik adalah meliputi kadang-kadang kuliah, tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dan tidak pernah membaca textbook.

58

Tabel VII.1. FREKUENSI JAWABAN RESPONDEN ATAS PERTANYAAN MENGENAI CARA BELAJAR CARA BELAJAR F % Baik 39 70,9% Tidak Baik 16 29,1 55 100 Nampaklah bahwa sebagian besar siswa MTs. Hidayatus Sholihin menyatakan belajar dengan baik sebesar 70,9% (39). Berarti hampir semua mempunyai cara belajar yang baik. b. Hubungan antara cara belajar dengan prestasi belajar Sebenarnya pola cara belajar seorang siswa justru paling penting dalam menentukan prestasinya. Tabel VII. 2. HUBUNGAN CARA BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTS. HIDAYATUS SHOLIHIN CARA BELAJAR PRESTASI f fy fy2 BELAJAR BAIK TIDAK BAIK (2) Baik 23 2 25 50 100 (1) Sedang 13 7 20 20 20 (0) Kurang 3 7 10 0 0 39 16 55 70 120 ( yk2 )
NK

= 96,81 = 120
= 70

fy2
fy

59

96,81 89,09 120 89,090

7,72 = 30,91 = 0,249 = = 0,498

atau 0,5 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola cara belajar cukup besar pengaruhnya pada prestasi belajar yang dicapai. Dapat dikatakan hampir mendekat atau setengah dari ketentuan maksimum. c. Kesimpulan Dengan demikian dapat disimpulkan untuk sementara, bahwa pola cara belajar cukup besar pengaruhnya pada prestasi belajar sebesar 0,5. 7. Proporsi Pola Kesehatan a. Dimensi Kesehatan Siswa Kesehatan adalah berasal dari kata sehat yaitu di mana raga seorang manusia dalam keadaan yang sempurna, tanpa gangguan-gangguan yang dapat mengakibatkan badan dan jiwa tidak stabil. Kesehatan seseorang manusia menentukan sekali tingkah lakunya. Termasuk pula hasilnya. Berkaitan dengan di atas maka siswa sebagai makhluk hidup juga dapat mengalami gangguan kesehatan tersebut. Yaitu berupa sakit. Yang kemungkinan dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Dan seperti telah diuraikan di depan bahwa proporsi pola kesehatan meliputi tiga pertanyaan dengan bobotnya masing-masing sebagai 33, 33, dan 34.

60

Dengan asumsi kami bahwa kesehatan yang baik itu adalah jika tidak pernah sakit, kalaupun sakit mungkin sakit hanya penyakit sehari-hari dan secara kontiyu pergi ke dokter. Sedang yang dikatakan kesehatannya kurang atau buruk adalah jika sering sakit, berlangsung lama dan bila ke dokter dengan terpaksa. Sedangkan yang termasuk kesehatan yang cukup adalah diantara kedua hal tadi. Tabel VIII.1. FREKUENSI KESEHATAN SISWA KESEHATAN F Baik 5 Cukup 43 Jelek 7 55 Sumber : Kuesioner No. 34 dan 38

% 9,1 78,2 12,7 100

Dari tabel di atas nampak bahwa semua atau sebagian besar siswa MTs Hidayatus Sholihin mempunyai kesehatan yang cukup baik yaitu 78,2% dari seluruh sampel. b. Kesimpulan Berhubungan hampir seluruh siswa MTs Hidayatus Sholihin adalah cukup baik kesehatannya, maka akan dicari hubungannya atau pengaruhnya pola prestasi belajar. Jika asumsinya kesehatan cukup baik maka prestasi belajarpun baik atau sedang.

61

Tabel VIII.2. HUBUNGAN POLA KESEHATAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTs. HIDAYATUS SHOLIHIN KESEHATAN PRESTASI BELAJAR BAIK CUKUP JELEK Baik 1 (20%) 20 (46,5%) 2 (28,6%) 25 Sedang 0 19 (44,2%) 1 (14,3%) 20 Kurang 4 (80%) 4 (9,3%) 4 (57,1%) 10 5 43 7 55 Dari tabel tersebut di atas nampaklah bahwa mereka yang kesehatannya cukup ternyata prestasinya sedang 20 (46,5%) dan 19 (44,2%) dan yang kesehatannya jelek prestasi belajarnyapun kurang 4 (57,1%). Berarti kesehatan menentukan prestasi belajar. Maka dapat diambil suatu kesimpulan untuk sementara bahwa kesehatan cukup berpengaruh pada prestasi belajar. 8. Proporsi Pola Makanan a. Dimensi Makanan Makanan adalah sutu sumber energi yang dibutuhkan oleh mekanisme tubuh manusia guna membangkitkan eksistensi. Baik tiu makanan kecil ataupun makanan sehari-hari. Dalam penelitian ini kami ukur khusus menu makanan siswa sehari-hari seperti makanan utama, lauk-pauk, dan buah-buahannya, yang kesemuanya ini dianggap menunjang prestasi belajr jika secara kontinyu dijalankan atau

62

dimakan menurut aturan yang baik. Terutama lauk-pauk dan makanan tambahan yang ukuran baiknya adalah 7 kali/minggu. Dan makanan utamanya yang baik adalah nasi. Dengan cara yang sudah disebutkan di depan, maka penulis tetap menggunakan bobot tiap pertanyaan. Seperti pertanyaan No. 39 dengan bobot 34, No. 40 dengan bobot 33 dan No. 41 dengan bobot 33. Dan tiap pertanyaan mempunyai bobot masing-masing dengan hierarkhi pada jawabannya. Maka, akan kami peroleh perincian daripada seluruh sampel yang ada. Tabel IX.1. FREKUENSI TENTANG MAKANAN UTAMA, LAUK-PAUK DAN MAKANAN TAMBAHAN SISWA MTs. HIDAYATUS SHOLIHIN POLA MAKANAN F % Makanan Utama Nasi 55 Nasi Jagung 0 Campuran 0 Roti 0 Lainnya 0 Makanan Lauk-Pauk Dalam 7 Kali/Minggu Sayur 34 Daging 19 Tahu/tempe 20 Ikan Asin/Segar 15 Telur 25 Lain-lain 0 Makanan Tambahan Dalam 7 Kali/Minggu Susu 10 Buah-buahan 6 Kacang Hijau 29 Lain-lain 0

63

Oleh karena makanan utama mereka semua adalah nasi, maka makanan utama didrop atau dihilangkan dalam pembahasan analisa lebih lanjut. Dengan demikian akan diuraikan lebih lanjut dari jumlah frekuensi 34 untuk sayur, 19 daging, 20 tahu/tempe, 15 ikan, 25 telur yang semua itu dalam 7 kali/minggu berarti baik dan jumlah frekuensi sisanya dari 55 responden adalah tidak dalam 7 kali/minggu dianggap jelek menu makanannya. Tabel IX.2. FREKUENSI MENU MAKANAN LAUK-PAUK DAN TAMBAHAN BAIK DAN JELEK BAGI SISWA MTs. HIDAYATUS SHOLIHIN POLA MAKANAN LAUK-PAUK & F % TAMBAHAN Baik (adalah 7 kali/minggu) 20 36,4 Jelek (adalah < 7 kali/minggu) 35 63,6 55 100 Maka nampaklah bahwa pola makanan siswa MTs. Hidayatus Sholihin dalam hal lauk-pauk dan makanan tambahan jelek (dalam arti kurang dari 7 kali/minggu) 63,6% (35 orang). Dan 20 (36,4%) adalah baik (dalam arti 7 kali/minggu) ini berarti pola makanan siswa MTs. Hidayatus Sholihin kurang baik. Tetapi perlu ditambahkan bahwa tidaklah kurang dari pada 7 kali/minggu tersebut selalu jelek karena dari keseluruhan responden/data tidak ada yang kurang dari 5 kali/minggu.

64

b. Hubungan Pola Makanan Dengan Prestasi Belajar Dari distribusi pola makanan tersebut di atas, maka variasi yang ada dari seluruh sampel adalah sebagai berikut: Tabel IX.3. HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA MTs. HIDAYATUS SHOLIHIN POLA MAKANAN PRESTASI BAIK BURUK JUMLAH BELAJAR F % F % Baik 8 40,0 17 48,6 25 Sedang 9 45,0 11 31,4 20 Kurang 3 15,0 7 20,0 10 Jumlah 20 100 35 100 55 Nampaklah 48,6% (17 orang) yang pola makanannya jelek justru prestasi belajarnya baik dibanding 8 orang (40%) dengan pola makanan baik prestasinya baik. Berarti pola makanan tidak memperngaruhi prestasi belajar. Juga 11 (31,4%) pola makanannya jelek prestasinya sedang dan 7 (20%) makan jelek prestasi belajarnya jelek. Berarti pola makanan tidak berpengaruh sekali pada prestasi belajar. Mungkin disebabkan faktor-faktor lain. Pola-pola kehidupan yang lainnya. c. Kesimpulan Dengan demikian dapatlah disimpulkan untuk sementara bahwa pola makanan siswa yang ada sekarang ini tidak atau kurang berpengaruh pada prestasi belajar.

Anda mungkin juga menyukai