Anda di halaman 1dari 18

JURNAL

TERAPI ERISIPELAS DI RUMAH SAKIT MENGGUNAKAN SEFALOSPORIN, CIPROFLOXACIN ATAU OXACILIN Meirina Khairat Sari Budi Pertiwi Yola Newary

Preseptor: Dr. Hj. Sri Lestari KS, Sp.KK(K)

ABSTRAK
Erisipelas adalah suatu penyakit infeksi kulit akut, kadang kadang berulang yang sering disebabkan oleh streptococcus beta hemolitikus grup A. tujuan dari peneliatian ini adalah untuk mengevaluasi terapi erisipelas dirumah sakit menggunakan cephalosporin, oxacillin, dan ciprofloxacin. Suatu penelitian yang bersifat cohort-kuantitatif-retrospektif dilakukan untuk menganalisis keefektivan klinis dari cephalosporin, oxacillin, dan ciprofloxacin sebagai terapi antibiotik lini pertama untuk pasien yang dirawat di Rumah Sakit de base, sao jose do rio preto dengan erisipelas dalam periode 2000-2008.

Total 309 pasien yang dirawat untuk diterapi erisipelas; 18 diterapi dengan cephalosporin (3 ceftriaxone, 5 cephalexin dan 9 cephalothin), 11 dengan ciprofloxacin, dan 17 dengan oxacillin. Ketidakberhasilan terapi terjadi pada 11% pasien yang mendapat cephalosporin, 9 % pada pasien yang mendapat ciprofloxacin, dan tidak ada pada pasien yang mendapat oxacillin.

Oxacillin, ciprofloxacin, dan cephalosporin adalah pilihan terapi untuk pasien yang dirawat dengan erisipelas. Kata kunci: erisipelas, antibiotic, cephalosporin, ciprofloxacin, oxacillin

Pesan untuk editor


Erisipelas adalah suatu penyakit infeksi kulit yang akut, kadang kadang berulang, yang sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolitikus grup A meskipun penyebab lain seperti streptococcus dan staphylococcus telah dilaporkan. Proses infeksi melibatkan dermis dan hypodermis, saluran limfe dan mengakibatkan infeksi subkutan yang mengakibatkan terjadinya selulit.

Erisipelas adalah penyakit musiman yang mengenai dewasa dan orang tua. Penyakit ini berulang dan dihubungkan dengan comorbid. Penyakit ini dianggap suatu infeksi universal dengan insiden diperkirakan 200 kasus per 100000 penduduk/tahun. Diagnosis erisipelas berdasarkan pemeriksaan yang cermat terhadap tanda-tanda lokal dan gejala.

Regimen terapi bervariasi dengan penicillin G sebagai pilihan yang paling sering meskipun beberapa antibiotic lainnya yang diindikasikan juga dan telah terbukti efektif. Tujuan penelitian ini adalah unutk mengevaluasi terapi rumah sakit untuk erysipelas menggunakan cephalosporin, oxacillin dan ciprofloxacin.

METODE
Sebuah penelitian yang bersifat cohort kuantitatif - retrospektif dilakukan pada semua pasien penderita erysipelas yang dirawat di rumah sakit de Base, Sao Jose do Rio Preto dalam rentang tahun 2000 sampai 2008. Pasien yang mendapat pengobatan cephalosporin, oxacillin, dan ciprofloxacin diidentifikasi, dan keefektifan dari masingmasing obat yang diberikan lalu dianalisa.

Diagnosa terhadap erisipelas dilakukan berdasarkan tanda-tanda dan gejala klinis seperti demam di atas 37,8 C, menggigil, meningkatnya suhu anggota tubuh, dan hiperemia (peningkatan aliran darah di bagian tubuh). Semua pasien erisipelas yang diberikan perawatan antibiotik yang pada awalnya hanya menggunakan cephalosporin, ciprofloxacin, atau oxacillin diikutsertakan dalam penelitian. Pasien yang riwayat kesehatannya hilang atau tak tepat (sempurna) dan juga pasien yang baru di bawah 3 hari mendapat perawatan antibiotik tidak dimasukkan ke dalam penelitian.

Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan tes eksak Fischer (Fischer exact test) dengan 5% alfa eror dimana hanya menerima nilai p yang lebih kecil dari 0,05 . Penelitian ini disetujui oleh komite penelitian etika institusi, dan karena ini termasuk penelitian yang sifatnya retrospektif, maka persetujuan dari pasien tidak dianggap penting.

HASIL
Delapan pasien wanita dan sepuluh pasien wanita (usia rata-rata 51 26,3 tahun) mendapat pengobatan dengan cephalosporin yang tipenya berbeda (3 ceftriaxone, 5 cephalexin, dan 9 cephalothin). Enam wanita dan lima pria (usia rata-rata 57,3 19,5 tahun) diberikan ciprofloxacin, dan tujuh wanita dan sepuluh laki-laki (usia rata-rata 58,4 18 tahun) diberikan oxacillin.

Diantara pasien yang diobati dengan cephalosporin, dua diantaranya mengalami kegagalan (11,1%) dan antibiotiknya diganti dengan clindamycin. Ada satu pasien yang terapinya sukses dan antibiotiknya diganti dengan oxacillin setelah dilakukan antibiogram (tes sensitifitas jenis bacteria terhadap antibiotik). Diantara pasien yang diberikan ciprofloxacin, terjadi kegagalan pada 1 pasien (9%) dan antibiotiknya diganti dengan clindamycin. Sementara itu tidak ada kegagalan pada pasien yang menjalani terapi dengan oxacillin (Tabel 1).

Tabel 1 : Respons terhadap cephalosporin, ciprofloxacin, dan oxacillin dalam pengobatan erisipelas
Jumlah pasien antibiotik yang digunakan respon pengobatan perbaikan tidak ada perbaikan % ketidakberhasilan

18 11 17

sefalosporin ciprofloxacin oxacilin

16 10 17

2 1 0

11.1% 9.0% 0%

Dalam kaitannya dengan lama perawatan di rumah sakit, rata-rata mereka dirawat adalah 4,5 1,9 hari bagi mereka yang diterapi dengan cephalosporin, 5,4 2,6 hari bagi yang mendapat ciprofloxacin, dan 5,4 2,3 hari bagi mendapat oxacillin.

DISKUSI
penelitian ini secera retrospektif mengevaluasi penggunaan bebas dan keberhasilan klinis dari cephalosporin, ciprofloxacin dan oxacillin dalam pengobatan pada pasien yang dirawat. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi ketidakberhasilan terapi lain yang digunakan di bangsal yang dimana masalah resisten antibiotik masih menjadi kekhawatiran yang sama. tetapi, respon klinis obat-obat ini sangat memuaskan, dengan keberhasilan di atas 80% secara keseluruhan dan oxacillin mencapai 100% tingkat keberhasilan. Pengobatan antibiotic untuk erisipelas bersifat empiris, yang telah diketahui bahwa agen utama adalah streptococcus dan penicillin G telah dikenal sebagai terapi lini pertama. Tetapi ada beberapa antibiotik lain yang juga dianjurkan yaitu macrolide, klindamisin dan sefalosporin.

Dalam penelitian ini, respon yang bagus diobservasi menggunakan analisa antibiotic, tetapi ukuran sampel kecil sehingga tidak mungkin untuk menyimpulkan apakah ada perbedaan yang signifikan di antara pilihanpilihan terapi ini. Rekurensi merupakan komplikasi yang sering terjadi (25%) dan karena itu penting untuk mengobati factor risikonya. . Dari 46 kasus yang dianalisis, hanya satu kasus yang dirawat kembali pada 10 bulan setelah episode pertama erisipelas

Publikasi lain dari derpartemen yang sama dengan penelitian ini melaporkan bahwa adanya keterkaitan yang signifikan antara erysipelas dengan komorbiditas. Penyakit yang terkait yaitu hipertensi, diabetes mellitus, insufisiensi venous kronik dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti angina pectoris, penyakit arteri perifer, stroke dan infark miokard, obesitas, gagal ginjal kronik, kanker, sirosis, lymphedema, gangrene. Data-data ini mengingatkan tentang efek komorbid pada evolusi pasien. Penelitian lain menjelaskan penyebab kematian pada pasien yang dirawat dengan erysipelas dan didapatkan bahwa pneumonia, sepsis dan kanker mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian ini.

Hal-hal lain yang penting untuk dipertimbangkan adalah lamanya masa rawatan dan timbulnya bakteri multiresisten di rumah sakit. Dengan demikian, setelah mengobati infeksi sebaiknya pasien tetap difollow up setelah keluar dari rumah sakit. Kesimpulan Oxacilin, ciprofloxacin dan sefalosporin merupakan terapi pilihan ntuk pasien yang dirawat dengan erisipelas

Anda mungkin juga menyukai