Anda di halaman 1dari 5

TRADISI MUDIK : ANTARA REALITAS SAKRAL DAN REALITAS PROFAN

MAKALAH (Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dan Budaya Lokal)

Dosen Pengampu :

Lebba Pongsibanne, S.Ag, M.Si

Disusun Oleh:

Wahyu Tri Cahyono NPM : 12.01.1099

PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA

2012

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Terdapat suatu fenomena menarik di masyarakat yang bisa disaksikan setiap tahun menjelang Idul Fitri atau Lebaran. Sebagian masyarakat daerah yang bekerja di kota-kota besar menjalankan ritual tahunan berupa mudik ke tempat asalnya. Kerinduan terhadap daerah tempat dilahirkan dan dibesarkan, keinginan bersilaturahmi serta berkumpul bersama saudara dan handai taulan, serta motivasi lain semisal ingin menunjukkan keberhasilan hidup di kota, menjadi faktor pendorong dan alasan bagi warga masyarakat untuk pulang kampung. Mudik Lebaran memang sudah bagaikan suatu ritus yang tidak jelas, sebagai sebuah fenomena agama (sakral), ataukah sosial budaya (profan). Berita tentang kemacetan, kecelakaan, hingga kematian sudah menjadi pemandangan umum di berbagai jalur arus mudik. Inilah teror kehidupan yang tak pernah berhenti merenggut nyawa kaum urban di negeri ini setiap tahunnya. Padahal sepenggal harapan para pemudik itu, sesungguhnya hanyalah rindu untuk menjenguk kampung halaman. Rindu tanah asal kebudayaan, rindu sanak keluarga, adat istiadat, kawan-kawan lama yang masih betah hidup di kampung halaman. Kawan-kawan lama yang tak tersentuh gemerlap kehidupan kota. Menjenguk tanah asal kebudayaan untuk menciptakan kembali identitas diri adalah berkah lain dari tradisi mudik. Kekerabatan yang tercerai berai dalam kurun waktu satu tahun akan menemukan identitasnya ketika mudik menjadi orkestra terakhir kaum urban. Dalam banyak hal, mudik juga merupakan asuransi sosial yang secara khusus akan mampu menekan ketegangan antara kota dan desa. Satu hal yang mustahil bisa ditilik pada masyarakat dunia manapun, dan agama manapun kecuali Indonesia dan Islam, bahwa realitas mudik menjadi sesuatu yang wajib

bagi para pelancong, pejuang kehidupan, yang setiap hari mengais rejeki di kotakota besar. Di negara maju seperti Amerika juga ada ritus serupa seperti Christmas Day dan Thanksgiving Day. Dua peristiwa itu juga dijadikan ajang untuk berkumpulnya seluruh keluarga inti mereka. Tetapi ritus mereka tidak sefenomenal yang melibatkan banyak orang, sumber daya dan fasilitas negara dalam skala besar. Tidak dalam skala keluarga jaringan. Padahal tidak ada kaitan signifikan antara ritual mudik ini dan penghayatan keagamaan seseorang. Bagaimana sebenarnya fenomena ini membawa manfaat bagi pembangunan regional khususnya di wilayah pedesaan, khususnya peran ekonomi bagi wilayah urbanite itu?. Yang terlihat adalah bentuk lain dari buang kekayaan selama hidup setahun mengepung kota, untuk kemudian menabur hasilnya ke desa. Semacam reaksi massal terhadap dampak sosial pembangunan. Ada pertentangan antara sakralitas dan profanitas. Lahirnya tradisi mudik memang berasal dari realitas sakral pada bulan Ramadhan, tetapi mudik itu sendiri apakah termasuk realitas sakral ataukah realitas profan yang tidak memiliki kaitan dengan unsur-unsur nilai sakral? Berangkat dari sakralitas Ramadhan yang diakhiri dengan hari Lebaran Idul Fitri sebagai momentum puncaknya, dimana setiap muslim urban berupaya merayakan hari kemenangan di kampung halamannya. Alih-alih memperoleh nikmatnya berlebaran di kampung halaman, malah fenomena ini melahirkan teror lain, berupa kecelakaan lalulintas selama dalam perjalanan mudik, yang jumlahnya terus meningkat sampai menjelang arus balik. Uniknya lagi, para pemudik ini mengatakan gak plong kalo lebaran gak mudik. Seolah fenomena mudik ini merupakan syahwat spiritual menjelang Hari Raya Idul Fitri di negeri ini. Inilah siklus unik kehidupan yang menakjubkan di negeri ini. B. Tujuan Penyusunan Makalah

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah: 1. 2. 3. Mengidentifikasi bagaimana fenomena mudik yang terjadi di Indonesia. Mengetahui faktor-faktor penyebab masyarakat Indonesia melakukan mudik. Termasuk realitas apakah tradisi mudik, realitas sakral ataukah realitas profan.

Anda mungkin juga menyukai