Anda di halaman 1dari 21

“ANALISIS ISTINBĀṬ AL-AHKĀM PADA FATWA

MUḤAMMAD SAYYID ṬANṬĀWÎ YANG KONTROVERSIAL”


(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Approaches of Islamic Studies)

RESUME & CRITICAL REVIEW TESIS

WAHYU TRI CAHYONO


NIM : 21181200000014

Pembimbing
Prof. Dr. Suwito, MA (GBPMK)
Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
Prof. M. Arskal Salim, GP, MA. P.hD
Dr. Yusuf Rahman, MA

Konsentrasi Hukum Islam


Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta
2019/1440

0
RESUME & CRITICAL REVIEW TESIS

ANALISIS ISTINBĀṬ AL-AHKĀM PADA FATWA MUḤAMMAD SAYYID


ṬANṬĀWÎ YANG KONTROVERSIAL1
(Tesis oleh Muhammad Fadhlan Is, Pasacasarjana IAIN Sumatera Utara, 2013)

Resume Tesis2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah3
Muhammad Fadhlan Is, penulis tesis, mengangkat tema ini dikarenakan
ketertarikannya terhadap pemikiran-pemikiran tokoh yang menurutnya sangat
membantu pengembangan dinamika khazanah intelektual, menelaah dengan harapan
dapat memperoleh keluasan dalam wawasan ilmu, baik dari sudut materi maupun
metodologi khususnya dalam bidang syariah yang menjadi konsentrasi studinya.
Selanjutnya penulis secara sekilas mengupas mengenai terma fatwa dan
beberapa istilah yang terkait dengannya, seperti fatawa, mufti, al-mustafti, fiqh dan
ijtihad, serta menjelaskan urgensi dan eksistensi fatwa sebagaimana ungkapan
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, “Fatwa bisa berkembang seiring perkembangan masa,
perubahan letak geografis, peralihan kondisi, dan pergeseran niat.”
Penulis kemudian memformulasikan 2 rumusan mengenai terma fatwa, yaitu
1) responsif (based on demand); dan 2) tidak mengikat. Disini penulis juga
menjelaskan korelasi antara fatwa dan ijtihād
Di paragraf selanjutnya, penulis menjelaskan mengenai proses penggalian
hukum Islam, istinbāṭ, yang dikaji secara tersendiri dalam disiplin ilmu uṣūl al-fiqh.
Objek pembahasan uṣūl al-fiqh adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
metodologi yang dipergunakan oleh ahli fiqh dalam menggali hukum syara`
sehingga tidak keluar dari jalur yang benar, juga meliputi pembahasan tentang:
maslahat yang bertentangan dengan qiyas yang secara global disebut iṣtihsān,
hukum-hukum syara` beserta tujuannya, pembagiannya, rukhṣah, `azimah dan lain
sebagainya sebagai kategori metodologi yang dipergunakan oleh ahli fiqh untuk
menggali hukum syara`.
Kemudian penulis beralih mengupas mengenai Al-Azhar dan urgensinya
terhadap perkembangan kajian keilmuan keislaman bagi dunia. Dari Universitas Al-
Azhar pulalah muncul seorang tokoh intelektual sentral yang dibicarakan dalam
penulisan Tesis ini, yaitu Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî.

1
Presentasi pada 26 Juni 2019 dengan Prof. Dr. Atho Mudzhar, MA
2
Sumber resume dan critical review tesis ini ditulis oleh Muhammad Fadhlan Is,
dengan judul “Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî yang
Kontroversial”, (Medan: Pascasarjana IAIN Sumatera Utara, 2013). Tesis ini terdiri dari 164
halaman.
3
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām …, h. 1-8

1
Selanjutnya penulis menyinggung riwayat pendidikan dan perjalanan ilmiah
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî hingga menjadi Syaikh al-Azhār. Dalam kaitannya
sebagai orang nomor satu di Al-Azhar, tentunya Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
dituntut banyak dan aktif mengeluarkan fatwa, pemikiran dan pandangan hukum
terhadap permasalahan yang ada ketika itu. Disinilah penulis tertarik untuk meneliti
metode apa yang digunakan Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang muncul, apakah bersifat moderat, apakah hanya
mengikut fatwa yang sudah ada, atau apakah ada intervensi dari pemerintah
mengingat pemerintah Mesir yang otoriter dalam rangka menjaga kestabilan dan
keamanan negaranya.
Menurut uraian penulis, selama Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî menjadi mufti
Mesir (1986-1996) telah mengeluarkan fatwa sebanyak 7.557 fatwa yang tercatat di
Dār al-Ifta’Mesir. Setelah beliau diangkat menjadi Sheikh al-Azhār (1996-2010)
juga banyak mengeluarkan fatwa dan pemikiran yang banyak diterima oleh para
ulama dan umat Islam di zamannya. Namun ada juga fatwa-fatwa beliau yang dinilai
kontroversial yang dikritik oleh para ulama dan para cendikiawan muslim.
Pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî yang mendapat kritikan seperti hukum
menggunakan jilbab di negara non muslim, cadar dan hijāb bagi muslimah, interaksi
dengan bank konvensional, terorisme, hukum aborsi bagi wanita korban
pemerkosaan, bom bunuh diri, hukum negara mengelola zakat, pemindahan anggota
tubuh, dan lain-lain.
Dalam tesis ini penulis hanya akan menganalisis beberapa fatwa beliau yang
dianggap kontroversial. Penulis melihat bahwa konsep (metode) istinbāṭ hukum
yang digunakan oleh Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, terutama di beberapa fatwa yang
kontroversial tersebut, sangat erat kaitannya dengan komponen lainnya dalam
wilayah penelitian, di antaranya masāḍir al-ahkām (sumber hukum), penetapan
(determiNASi) perubahan, cara berpikir yang digunakan, produk pemikiran fuqaha
yang tersebar dalam berbagai literatur, orientasi organisasi Al-Azhar, perubahan
sosial, dan produk yang dihasilkan.

B. Rumusan dan Batasan Masalah4


Penulis merumuskan masalah yang hendak dikajinya dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut: 1) Bagaimana metodologi istinbāṭ al-Aḥkām
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam fatwa beliau yang kontroversial khususnya
permasalahan hukum bolehnya menyumbang ke gereja, bunga bank, dan hukum
jilbab bagi pelajar muslimah di Perancis?; dan 2) Bagaimana corak pemikiran
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam fatwa beliau yang kontroversial tersebut?

C. Batasan Istilah5
Dalam sub bab ini, penulis menguraikan beberapa istilah yang menjadi
substansi penelitiannya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara apa/siapa

4
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 8
5
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 8

2
yang dimaksudkan oleh penulis dengan apa/siapa yang dipahami oleh pembaca
ketika hasil penelitiannya dikaji oleh orang lain. Istilah-istilah tersebut adalah 1)
analisis; 2) istinbāṭ; 3) al-ahkam; 4) fatwa; 5) kontroversial; dan 6) Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian6


Muhammad Fadhlan Is dalam tesisnya berusaha menguak metode yang
digunakan dalam keputusan fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, bagaimana corak
pemikiran dan metodologi istinbāṭ al-Ahkām Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam
beberapa fatwa beliau yang kontroversial, sebagaimana telah dirinci dalam rumusan
masalah. Sedangkan kegunaan lainnya adalah untuk memberikan pengetahuan dan
wawasan tentang kajian hukum Islam yang dilahirkan oleh ulama-ulama Islam
kontemporer, serta menambah perbendaharaan literatur kepustakaan berupa karya
tulis ilmiah di lingkungan akademisi.

E. Kerangka Berpikir7
Pada bagian ini penulis mengungkapkan bahwa adanya limitasi dalam
penetapan hukum Islam, berpengaruh terhadap dinamika perkembangan pemikiran
hukum Islam. Dibatasinya ijtihād dengan tidak bolehnya menyentuh naṣ qaṭ’i
dalālah menyebabkan pembaruan hukum Islam bersifat parsial ad hoc. Untuk
mewujudkan pembaharuan yang universal diperlukan adanya ruang gerak ijtihād
seluas-luasnya, termasuk yang qaṭ’i dalālah sekalipun. Implikasinya rumusan syarat
ijtihād harus fleksibel, elastis, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan mujtahid.

F. Kajian Terdahulu8
Penulis tesis, Muhammad Fadhlan Is, menyatakan bahwa sejauh
penelusurannya, ia belum menemukan penulis lain yang membahas tentang tokoh
ini. Namun ada beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dengan judul tesis
penulis, misalnya “Analisis terhadap istinbāṭ al-Ahkām pada fatwa Sheikh As-
Sya´rawî”, “Analisis terhadap istinbāṭ al-Aḥkām pada fatwa M. Arsyad Thalib
Lubis”. Tetapi penulis belum menemukan orang yang membahas metode istinbāṭ
hukum Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî.

G. Metode Penelitian9
1. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode kajian
kepustakaan (library research). Dengan pendekatan ilmu uṣūl al-fiqh dan
historis karena terkait dengan sejarah tokoh yang dibahas.
2. Jenis dan Sumber Data

6
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 10
7
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 10
8
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 11
9
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 12

3
Sumber primer berupa pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam
beberapa kitab “’Isyrūn Suālan wa Jawāban, Majālāt Syahriyyah al-Azhar,
Fatāwa as-Syar’iyyah, al-Ijtihād fil Ahkām as-Syar’iyyah”.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan tulisan-tulisan (fatwa) Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
sebagai data primer dan data sekunder yang terkait melalui library research.
Penulis menyatakan dalam langkah ketiga yaitu wawancara langsung terhadap
tokoh yang dikaji. Namun karena tokoh ini sudah meninggal dunia, maka hal
ini tidak mungkin dilakukan.
4. Analisis Data
Teknik yang dipakai adalah teknik editing dan telaah. Data yang diperoleh
dan diseleksi tidak seluruhnya dimasukkan, akan tetapi dipilih data yang
berkaitan, sehingga pembahasan tidak menyimpang dan datanya akurat,
kemudian dianalisa dengan content analysis.

H. Garis Besar Isi Tesis10


Bab I Pendahuluan, menerangkan sekitar latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, landasan teori,
kajian terdahulu, metode penelitian, dan garis besar isi tesis. Bab II, Biografi
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, terdiri dari riwayat hidup, latar belakang pendidikan,
kepribadian Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, perannya sebagai Syaikh al-Azhar dan
mufti Mesir, dan karya-karya beliau, dan beberapa contoh fatwa beliau yang dinilai
kontroversial. Bab III, Metodologi Istinbāṭ al-Ahkam, Pengertian Istinbāṭ al-Ahkam,
Hukum Istinbāṭ dan Dasar Hukumnya, Metode-Metode Istinbāṭ, Sumber Istinbāṭ.
Bab IV, Analisis terhadap Istinbāṭ al-Ahkam fatwa kontroversi Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî, dan analisis penulis. Bab V, merupakan penutup yang terdiri dari beberapa
kesimpulan, saran-saran, dan lain-lain

BAB II
BIOGRAFI MUḤAMMAD SAYYID ṬANṬĀWÎ
A. Kelahiran dan Pendidikannya11
Ṭanṭāwî lahir tanggal 28 Oktober 1928 di desa Sulaim Timur propinsi Suhaj,
Mesir. Ṭanṭāwî kecil lahir di dalam sebuah keluarga yang mencintai Al-Qur’an.
Untuk itu, kemudian Ṭanṭāwî kecil dikirim kepada sheikh maktab al-Qurawi yang
juga terletak di desanya tersebut untuk menghapalkan Al-Qur’an. Dan Ṭanṭāwî kecil
mampu mengkhatamkan hapalannya dalam waktu yang singkat. Setelah memasuki
jenjang pendidikan selanjutnya, Ṭanṭāwî memasuki jenjang tsanawi di sebuah
Ma’had di kota Alexandria pada tahun 1944. Dan selama menempuh pendidikan di
Alexandria tersebut, mulai terbentuk kepribadian yang kuat dan tangguh dalam
membela ajaran-ajaran agama. Sebab, di Alexandria banyak bertemu orang-orang
‘alim, seperti Sheikh Muhammad Shakir, kepala Ma’had tersebut. Tidak hanya

10
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 14
11
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 15

4
membaca buku-buku pelajaran saja, Ṭanṭāwî juga banyak membaca tulisan-tulisan
yang ada di koran atau majalah, semisal majalah Liwa’ al-Islam, al-Risalah wa al-
Thaqafah, al-Hilal dan sebagainya. Dan juga banyak membaca tulisan-tulisan
tentang tafsir Al-Qur’an di majalah al-Azhar dan Liwa’ al-Islam yang ditulis oleh
orang-orang yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya, semisal Muhammad
Khadir Husain, Hamid Muhaisin dan Muhammad ‘Abdullah Darraz.
Setelah lulus dari Alexandria, kemudian Ṭanṭāwî meneruskan kuliah di
Universitas al-Azhar Cairo dan memilih untuk masuk di Fakultas Ushuluddin.
Fakultas yang mempelajari pokok-pokok agama, jurusan Tafsir Hadis. Di tahun
1968, Ṭanṭāwî menyelesaikan program doktoralnya dengan disertasi yang berjudul
Banu Israil fi al-Kitab wa al-Sunnah dengan meraih predikat summa cumlaude.

B. Aktifitas Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî 12


Setelah menyelesaikan program doktoralnya, di tahun yang sama Ṭanṭāwî
diangkat menjadi pengajar mata kuliah Tafsir di Universitas al-Azhar. Di tengah-
tengah masa mengajar di al-Azhar tersebut, di tahun 1972, Ṭanṭāwî menjadi utusan
al-Azhar untuk mengajar di Universitas Islam Libya sebagai dosen Tafsir. Setelah
masa tugasnya selesai di tahun 1976 dan kembali dari Libya, Ṭanṭāwî kemudian
mendapatkan gelar profesor tafsir dan diangkat menjadi dekan fakultas ushuluddin
Universitas al-Azhar di propinsi Asyut. Kemudian ditugaskan kembali sebagai
kepala jurusan Tafsir di program Pasca Sarjana Universitas Islam Madinah di tahun
1980 hingga 1984. Di masa-masa tugasnya itu, Ṭanṭāwî memulai untuk menulis
kitab tafsirnya Tafsir al-Wasit yang di tulis hampir sepuluh tahun lamanya.
Keilmuan Ṭanṭāwî dalam hal tafsir memang tidak diragukan lagi. Pendidikan
yang berkonsentrasi penuh dalam tafsir dan kemudian menjadi dewan pengajar tafsir
selama masa hidupnya tersebut membuat Ṭanṭāwî menjadi salah satu pakar tafsir di
masanya.
Selain bukti karya kitab tafsirnya tersebut, bukti lainnnya ialah ketika Ṭanṭāwî
pada tangga 28 Oktober 1986 di usia yang sudah mencapai 58 tahun diangkat
menjadi mufti Mesir. Sebagai pakar tafsir, Ṭanṭāwî cukup layak menduduki posisi
sebagai ahli fatwa tersebut. Penafsir memang seharusnya juga memahami ilmu-ilmu
lain semisal hukum-hukum Islam yang ada di Al-Qur’an. Ṭanṭāwî menduduki
jabatan mufti tersebut selama hampir sepuluh tahun dan puncaknya di tahun 1996,
Ṭanṭāwî mendapat jabatan tertinggi di kelembagaan al-Azhar sebagai Sheikh al-
Azhar, setelah ditunjuk langsung oleh Presiden Hosni Mubarak pada tanggal 27
Maret 1996. Ṭanṭāwî menduduki jabatan Grand Sheikh al-Azhar tersebut selama
kurang lebih empat belas tahun hingga wafat di Riyadh, Saudi Arabia, pada hari
Rabu tanggal 10 Maret 2010 dan di makamkan di pemakaman Baqi’, Madinah
berdekatan dengan makam Nabi Muhammad S.A.W. dan sahabat beserta ulama
lainnya.

12
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 16

5
C. Karya-Karya Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî13
 Tafsir al-Wasit (15 jilid dan 7000 halaman) dicetak dalam berbagai cetakan
dan pertama kali pada tahun 1972.
 Banu Israil fi al-Kitab wa al-Sunnah (2 jilid dan lebih dari 1000 halaman).
Dicetak pertama kali pada tahun 1969.
 Mu’amalat al-Bunuk wa Ahkamuha al-Shar’iyyah (lebih dari 300 halaman)
dicetak pertama kali tahun 1991 dan telah lebih dari sepuluh kali cetak ulang.
 Al-Du’a’; Al-Saraya al-Harbiyyah fi ‘Ahd al-Nabawi; Al-Qissah fi Al-Qur’an
al-Karim (1990); ‘Adab al-Hiwar fi al-Islam; Al-Ijtihad fi al-Ahkam al-
Shar’iyyah; Al-Ahkam al-Hajj wa al-‘Umrah; Al-Hukm al-Shar’i fi Ahdath al-
Khalij; Tanzim al-Usrah wa Ra’y al-Din fih; Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an;
Al-‘Aqidah wa al-Akhlaq; Al-Fiqh al-Muyassar; ‘Ishruna Sualan wa
Jawaban; Fatawa Shar’iyyah; Al-Manhaj Al-Qur’ani fi Binai al-Mujtama’;
Risalah al-Siyam; Al-Mar’ah fi al-Islam, sebuah antalog; Hadith Al-Qur’an
‘an al-‘Awa}if al-Insaniyyah.

D. Pemikiran-Pemikiran Sayyid Ṭanṭāwî yang Kontroversial14


Boleh tidak menggunakan jilbab di negara non muslim (kasus di Perancis),
cadar dan hijāb tidaklah wajib bagi muslimah, interaksi dengan bank konvensional,
mengecam bom bunuh diri terhadap Israel bolehnya aborsi bagi wanita korban
pemerkosaan, khitan bagi wanita bukan kewajiban bahkan tidak Islami, bolehnya
menyumbang untuk pembangunan gereja dan dan lain-lain.

BAB III
METODE DAN CORAK ISTINBĀT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Metode Istinbāṭ Hukum Islam15
Dalam sub bab ini penulis menguraikan kata istinbāṭ secara etimologi dan
terminologi. Istinbāṭ ( ‫ ) استنباط‬adalah mashdar dari kata ‫ استنبط‬yang memiliki
makna ‫ استخرج‬artinya mengeluarkan. Sedangkan menurut istilah adalah
mengeluarkan sesuatu yang tersembunyi dari sesuatu lain yang sudah ada di
dalamnya. Istinbāṭ menjadi suatu kebenaran jika permasalahannya sudah ada di
dalam kalimat naṣ secara makna, sebaliknya dianggap suatu kebatilan jika
pengistinbāṭan suatu permasalahan tidak ada terkandung di dalam naṣ secara makna,
maka dalam masalah ini seseorang tidak boleh berdalih dengannya. Dijelaskan juga
mengenai kata ijtihād. Ada beberapa pendapat yang dinukil oleh penulis mengenai
istilah ijtihad, diantaranya As-Shaukani, Al-Ghazali, Al-Amidi, Al-Baidhawi, Abu
Ishak al-Shirazi, dan Syiah.

13
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 19
14
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 28
15
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 35

6
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ulama di atas, penulis
mencoba membandingkan dan mencari poin penting tentang hakikat ijtihād itu, dan
mengambiil poin-poin yang terhindar dari kritikan para ulama. Ada beberapa poin
penting yang penulis dapatkan, yaitu:
1. Ijtihād merupakan mengerahkan seluruh kemampuan dengan maksimal;
2. Ijtihād dilakukan oleh orang yang pantas melakukannya;
3. Ijtihād dilakukan untuk menghasilkan dugaan kuat terhadap hukum syariat
yang bersifat amali;
4. Usaha ijtihād itu dilakukan dengan cara istinbāṭh.

B. Metode-Metode Istinbath Hukum16


Beberapa metode ijtihād yang ditulis dalam tesis ini merupakan metode ulama
baik salaf maupun khalaf dalam meng-istinbāṭh -kan hukum Islam:
1. Ulama Salaf
a. Mutakallimin (Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad) : menetapkan
kaidah istinbāṭ hukum yang disebut juga dengan istilah uṣūl al-fiqh dengan
cara penetapan kaidah uṣūl dari naṣ naqli. Menetapkan kaidah tanpa melihat
kepada cabang fikih, karena uṣūl lebih awal dibandingkan fikih. Hal ini
merupakan alasan yang bersifat mantiqi dan lebih aman dalam menetapkan
kaidah uṣūl karena bersumber dari dalil semata, tanpa fanatik pada mazhab
dan fanatik pada ketetapan hukum tertentu.
b. Fuqaha (Imam Hanafi) : tidak menetapkan dasar hukum dalam penetapan
furu’ hukum, dan lebih memandang cara penetapan kaidah uṣūl dengan
melihat pada masalah furu’ yang sudah ditetapkan oleh Imam mereka.
Mereka menjadikan kaidah uṣūl tercurah bersama furu’ fikih.
2. Ulama Khalaf
a. ijtihād intiqa’i : usaha memilih salah satu pendapat-pendapat ulama yang
ada di dalam buku fikih, mencari pendapat yang terkuat dengan
membandingkan dengan pendapat atau pemikiran ulama lain.
b. ijtihād insya’i : usaha dalam mengeluarkan atau menetapkan hukum Islam,
dan hukum yang ditetapkan merupakan hukum baru terhadap suatu masalah,
apakah masalah itu baru atau lama, dalam masalah ini ulama pendahulu
belum mengeluarkan hukum atau sudah mengeluarkan hukum akan tetapi
berbeda dengan pendapat yang akan dikeluarkan oleh ulama yang baru.
c. al-jam’u baina inqitha’i wa insya’i : ijtihād yang menggabungkan antara
metode ijtihād inqitha’i dan insya’i, dengan cara memilih pendapat yang
paling relevan dan kuat dari pendapat para ulama pendahulu, dan
menyelaraskan pendapat itu dengan unsur-unsur ijtihād baru.

16
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 44

7
C. Corak Istinbath Hukum Islam17
Penulis membagi corak pemikiran mujtahid di dalam menetapkan hukum
kepada tiga, yaitu: tradisionalis atau bisa juga disebut corak ijtihād dengan
pemikiran yang sempit dan keras (‫)اجتهاد التضيق و التشديد‬, moderat atau bisa juga
disebut dengan ijtihād dengan pemikiran yang seimbang (‫اجتهاد المتوازن او مدرسة‬
‫)الوسط‬, dan yang terakhir liberalis, bisa juga disebut dengan ijtihād dengan
pemikiran yang berlebihan ( ‫) اجتهاد الغلو في التوسع‬.

BAB IV
ANALISIS ISTINBĀṬ AL-AHKĀM FATWA MUḤAMMAD SAYYID
ṬANṬĀWÎ YANG KONTROVERSIAL
A. Masalah Menyumbang Untuk Pembangunan Gereja18
Tepatnya bulan Agustus 2009 Dār al-Ifta’ al-Mishryah mengeluarkan fatwa
mengenai haramnya bagi seorang muslim menyumbangkan hartanya untuk
pembangunan gereja. Fatwa dari Dār al-Ifta’ ini keluar seiring menanggapi
perdebatan panjang yang terjadi di tengah parlemen Mesir yang membahas tentang
rancangan undang-undang pembangunan tempat ibadah dan untuk menanggapi para
anggota parlemen yang beragama muslim memberikan sumbangan kepada
masyarakat Mesir beragama al-Masih dengan tujuan mendapatkan dukungan suara
dari mereka. Setelah pernyataan dari Dār al-Ifta’ al-Mishriyah keluar, Rabu pagi
tepatnya 19 Agustus 2009 di Masyikha al-Azhar, Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
dikunjungi oleh organisasi Persatuan Hak Asasi Manusia Masyarakat Mesir ( ‫اتحاد‬
‫)المصري لحقوق االنسان‬ yang dipimpin oleh Najib Jibrail, maksud kunjungan
mereka untuk membahas fatwa yang dilontarkan Dār al-Ifta’ al-Mishriyah mengenai
haramnya seorang muslim menyumbangkan hartanya untuk pembangunan gereja.
Dalam dialog Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî menanggapi fatwa Dār al-Ifta’ al-
Mishriyah dengan menyatakan bahwa muslim boleh meyumbangkan hartanya
kepada saudaranya yang beragama al-Masih. Pernyataan ini dikritik oleh beberapa
ulama Mesir lainnya, seperti Dr. Ajamy al-Damanhury, ketua Persatuan Ulama al-
Azhar dan Dr. Ahmad Abdurrahman, salah seorang pakar dalam filsafat Islam.
Kemudian penulis memaparkan pendapat-pendapat ulama salaf mengenai
boleh tidaknya membantu pembagunan gereja. Jumhur fuqaha Malikiyah,
Hanabilah, mayoritas Syafi’iyah dan juga pendapat Abu Yusuf serta Muḥammad
yang merupakan temannya Abu Hanifah haram hukumnya membangun tempat
ibadah non muslim baik sebagai penyokong ataupun karyawan bangunannya.
Menurut al-Amidi dan Kamal bin Hummam tidak ada satu riwayatpun yang
membolehkan pembangunan gereja karena manfaat yang ada di dalamnya
diharamkan, demikian juga menjadi karyawan untuk pembangunannya, sama seperti
orang yang digaji untuk menulis kitab suci mereka.

17
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 61
18
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 64

8
Namun, menurut penulis, pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî ini sangat
tepat dan moderat, karena lebih mempertimbangkan maslahat yang lebih kuat demi
terciptanya perdamaian dan keamanan serta rasa simpatik pada Islam dari
masyarakat Mesir yang beragama al-Masih. Penulis berusaha mengetengahkan
kaidah-kaidah uṣūl yang terkait dengan maslahat dan madarrat yang menjadi
pertimbangan Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, sehingga pada kesimpulan untuk
membolehkan menyumbang pembangunan gereja. Selain itu, dalam sejarah juga
tercatat beberapa pemimpin muslim melakukan tindakan-tindakan dalam rangka
menarik simpatik, diantaranya Umar bin Khaṭṭāb ketika mengunjungi al-Quds,
‘Imāduddin al-Zanki ketika menaklukkan Raha, dan Ibnu Taimiyyah.

B. Permasalahan Bunga Bank19


Hukum bunga bank sejak dahulu sudah menjadi perdebatan di kalangan ulama
dan cendikiawan muslim. Dalam perdebatan tersebut muncul tiga pendapat yang
saling berbeda satu sama lain. Di antara mereka ada yang memandang haram, ada
yang memandang syubhat, dan ada pula yng memandang mubah.
Perbedaan pendapat tersebut muncul disebabkan oleh perbedaan metode dan
analogi hukum yang digunakan. Misalnya, apakah bunga bank itu indentik dengan
riba?
Sayyid Ṭanṭāwî memandang pembolehan bunga bank ini bertujuan untuk
kemaslahatan kaum muslimin, seperti untuk kelancaran roda ekonomi negara dan
masyarakat, karena menurut beliau kehadiran bank mutlak perlu, dan bank-bank
konvensional yang memperlakukan sistem bunga ternyata merupakan lembaga
keuangan yang handal dan teruji, walau pun juga dapat mencelakakan sementara
nasabah yang meminjam uang kepada bank, tetapi jumlah nasabah yang merasa
tertolong oleh sistem bunga yang diperlakukan itu jauh lebih banyak dari pada
mereka yang dirugikan. Dalam hal ini, menurut penulis, Sayyid Ṭanṭāwî membuka
peluang kemaslahatan yang lebih besar (fathu dzari’ah) karena beliau melihat bahwa
kalau tidak dibolehkan berinteraksi dengan bunga bank akan menyulitkan urusan
keuangan dan finansial yang mana di zaman modern sekarang ini sudah menjadi
kebutuhan untuk berinteraksi atau menggunakan jasa bank untuk memudahkan
urusan bisnis dan finansial. Jikalau ini dilarang akan mengakibatkan kemerosotan
ekonomi dan timbul kemudaratan lainnya di tengah masyarakat.

C. Masalah pembolehan pelajar membuka jilbab di Perancis20


Syeikh al-Azhar Prof. Dr. Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam pernyataannya
menyangkut kebijakan Pemerintah Perancis melarang jilbab, menimbulkan
kontroversi. Dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Prancis Nocolas
Sarkozy pada bulan Desember 2003, Presiden Perancis Jacques Chirac menegaskan
bahwa negaranya memberlakukan larangan pada semua simbol-simbol agama di

19
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 96
20
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 111

9
sekolah-sekolah dalam rangka melestarikan tradisi sekuler negara itu dan
melindungi perempuan dari tekanan fundamentalis yang berkembang saat itu.
Muḥammad Sayid Ṭanṭāwî dalam kondisi ini mengeluarkan fatwa pribadinya bahwa
gadis muslim dibolehkan untuk melepas jilbab mereka saat menghadiri sekolah dan
bekerja, dengan dasar menggunakan asas teringan di antara dua mudarat. Mudarrat
besar menurut penulis yaitu a) hilangnya hak seorang siswi/pelajar muslimah yang
memakai jilbab di Perancis untuk menikmati kesempatan belajar dan menuntut ilmu
di sekolah negeri milik negara yang murah dan berkualitas; b) meningkatnya
pengangguran dari warga muslim berjilbab; c) terjadinya rasisme, pelecehan dan
diskriminasi ketika seorang muslimah memakai jilbab; dan d) terjadinya
demonstrasi besar-besaran yang memicu kontak fisik antara umat Islam di sana
dengan aparat kepolisian, yang mungkin saja akan memakan korban. Sedangkan
Kemuḍarrātan yang kecilnya, yaitu a) memberi lampu hijau bagi Perancis untuk
menerapkan pelarangan jilbab yang berarti bertentangan dengan naṣ syar’i dan ijma’
ulama; dan b) mendukung diskriminasi kepada muslimah yang memakai jilbab.
.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan21
1) Metodologi istinbāṭ al-Ahkām fatwa kontroversial Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî terlihat jelas beliau lebih mengedepankan aspek maṣlaḥah ketika
berbenturan antara maṣlaḥah dan muḍarrāt, beliau juga kadang dalam fatwanya
lebih mementingkan maṣlaḥah dari pada naṣ. Tujuannya untuk menjaga maqāṣid
syari’ah ḍarruriyat yang mu’tabarah, yaitu menjaga agama, jiwa, harta, kehormatan
dan nasab, yang sesuai dengan nilai-nilai universal syariat; 2) Corak pemikiran
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî termasuk ulama kontemporer yang moderat, dinamis,
tidak kaku. Beliau sangat toleran dan menghargai pluralitas dan kemajemukan
masyarakat.

B. Saran22
Penulis menyarankan untuk mengkaji pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
berdasarkan karangan yang berhubungan dengan hukum. Di antaranya metode
penafsiran ayat-ayat hukum pada Tafsir al-Washiṭ dilihat dari aspek usulnya.
Penelitian ini bisa dilakukan dengan membandingkan tafsiran beliau dengan
penafsiran ulama-ulama yang lain. Juga mengkaji pemikiran beliau dalam kebijakan
politik, dan menjalin hubungan baik dengan masyarakat yang plural dan majemuk,
dan menjaga hubungan politik luar negeri.

Kritik Tesis

21
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 140
22
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 141

10
Dalam bagian ini, reviewer akan melakukan kritik terhadap tesis yang telah
diresume pada bagian sebelumnya. Reviewer akan membagi pembahasan ke
dalam tiga bagian pembahasan. Pertama, kritik terhadap pendekatan dan
metodologi penulis tesis di atas. Kedua, kritik terhadap teori yang dipilih penulis
dan pengaplikasiannya terhadap subjek penelitiannya. Ketiga, tawaran
pendekatan, metodologi, atau teori yang memungkinkan untuk diajukan.

KRITIK PENDEKATAN DAN METODOLOGI


Secara umum penulisan tesis ini sudah cukup baik, namun masih dijumpai
kesalahan-kesalahan terkait teknik penulisan yang dianggap fatal seperti
ketidaksinkronan judul sub bab yang ada di daftar isi dengan judul sub bab yang ada
dalam konten. Selain itu dalam tesis ini masih dijumpai beberapa susunan kalimat
yang belum memenuhi kaidah baku dalam bahasa Indonesia yang disebabkan oleh
pemenggalan kalimat (penempatan koma atau titik) yang kurang tepat. Namun,
sistematika pembahasannya sudah cukup runut dan sistematis sehingga pembaca
bisa dengan mudah menangkap pesan yang hendak disampaikan oleh penulis tesis.
Sebagai karya ilmiah yang terbuka terhadap kritik, maka reviewer mencoba
memberikan komentar terhadap tesis ini sebagai bahan masukan, atau bahkan bahan
perbaikan bagi penulis maupun bagi pembaca lainnya.

Judul
Salah satu yang menjadi daya tarik bagi reviewer untuk menjadikan tesis ini sebagai
bahan kajian adalah kesamaan konsentrasi studi, yaitu tentang hukum Islam.
Kemudian daya tarik berikutnya adalah kata ‘Kontroversial’ yang terpampang dalam
judul tesis, “Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
yang Kontroversial”. Sesuai dengan Buku Pedoman Tesis dan Disertasi SPs UIN
Jakarta, judul tesis harus bisa dibedakan dengan tema23. Tema berisi teori yang
bersifat umum, sedangkan judul menunjukkan obyek secara lebih spesifik. Dalam
hal ini, judul tesis ini telah memenuhi kriteria tersebut.

Latar Belakang Masalah


Reviewer menilai bahwa latar belakang yang disajikan terlalu detil dalam
membahas istilah-istilah yang seharusnya dimunculkan dalam Kajian Teori. Bahkan
biografi tokoh yang diangkat dalam tesis ini juga ada di latar belakang. Ini yang
menyebabkan latar belakang masalah tesis ini terkesan tidak langsung
menggambarkan inti permasalahan, bahkan terkesan bertele-tele untuk menuju titik
fokusnya. Sepanjang yang reviewer ketahui melalui materi perkuliahan bahwa latar

23
Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Magister dan Doktor, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 5.

11
belakang yang baik adalah yang berisi perdebatan-perdebatan akademik terkait tema
yang diangkat dalam penelitian, artinya sebaiknya merupakan hasil penelitian
terbaru yang relevan.
Namun penulis sudah bisa mengarahkan untuk memahami urgensi posisi
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî sebagai seorang mufti dan Grand Sheikh al-Azhār yang
dituntut untuk banyak dan aktif mengeluarkan fatwa. Dari sekian fatwa dan
pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî terdapat fatwa-fatwa yang dinilai
kontroversial sehingga mendapat kritikan dari beberapa ulama lainnya, seperti
bolehnya tidak menggunakan jilbab di negara non muslim, cadar dan hijāb tidak
wajib bagi muslimah, bolehnya interaksi dengan bank konvensional, hukum
bolehnya aborsi bagi wanita korban pemerkosaan, mengutuk bom bunuh diri sebagai
aksi terorisme, hukum negara mengelola zakat, bolehnya pemindahan anggota
tubuh, dan lain-lain. Dari fatwa-fatwa yang kontroversial tersebut, penulis berusaha
membedahnya dengan konsep (metode) istinbāṭ al-ahkām yang digunakan
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, di antaranya masāḍir al-ahkām (sumber hukum),
penetapan (determinasi) perubahan, cara berpikir yang digunakan, produk pemikiran
fuqaha yang tersebar dalam berbagai literatur, orientasi organisasi Al-Azhar,
perubahan sosial, dan produk yang dihasilkan.

Rumusan dan Batasan Masalah


Penulis belum membuat rumusan masalah dalam tesis ini, namun sudah
memuat penjabaran konseptualnya dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1)
Bagaimana metodologi istinbāṭ al-Aḥkām Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam fatwa
beliau yang kontroversial khususnya permasalahan hukum bolehnya menyumbang
ke gereja, bunga bank, dan hukum jilbab bagi pelajar muslimah di Perancis?; dan 2)
Bagaimana corak pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam fatwa beliau yang
kontroversial tersebut?

Batasan Istilah
Sub bab ini tidak ada dalam sistematika penulisan sebagaimana yang ada
dalam buku Pedoman Penulisan SPs UIN Jakarta. Menurut reviewer, sebaiknya jika
ada istilah-istilah yang perlu dijelaskan secara spesifik, hendaknya dimasukkan
dalam Kajian Teori.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Menurut reviewer tujuan penelitian merupakan jawaban dari Rumusan
Masalah atau secara sederhana bisa dipahami bahwa tujuan di sini adalah bentuk
statement dari pertanyaan penelitian, dan ini juga sudah sesuai dengan apa yang
ditulis oleh penulis.
Kerangka Berpikir

12
Pada bagian ini penulis secara apik mengungkapkan bahwa adanya limitasi
dalam penetapan hukum Islam, berpengaruh terhadap dinamika perkembangan
pemikiran hukum Islam. Dibatasinya ijtihād dengan tidak bolehnya menyentuh naṣ
qaṭ’i dalālah menyebabkan pembaruan hukum Islam bersifat parsial ad hoc. Untuk
mewujudkan pembaharuan yang universal diperlukan adanya ruang gerak ijtihād
seluas-luasnya, termasuk yang qaṭ’i dalālah sekalipun. Implikasinya rumusan syarat
ijtihād harus fleksibel, elastis, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan mujtahid.
Kerangka berpikir ini sesuai dengan pendekatan penelitian melalui ilmu uṣūl al-fiqh.

Kajian Terdahulu
Penulis tesis, menyatakan bahwa sejauh penelusurannya, ia belum
menemukan penulis lain yang membahas tentang tokoh ini. Reviewer sepakat
dengan penulis karena hingga saat ini, - setidaknya dengan cara googling internet -
belum ditemukan penelitian yang sama persis dengan judul yang diangkat oleh
penulis. Namun, ditemukan tesis dengan judul “Metode Istinbath Hukum
Muhammad Sayyid Thanthawi Dalam Masalah Menyumbang Untuk Pembangunan
Gereja”, oleh Al Ikhlas Syamsuir (2013). Tidak diketahui mana yang lebih dulu
antara tesis yang ditulis oleh Muhammad Fadhlan Is atau tesis oleh Al Ikhlas
Syamsuir.

Metode Penelitian
Penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode kajian kepustakaan
(library research), dengan pendekatan ilmu uṣūl al-fiqh dan historis. Sumber primer
berupa pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam beberapa kitab “’Isyrūn
Suālan wa Jawāban, Majālāt Syahriyyah al-Azhar, Fatāwa as-Syar’iyyah, al-Ijtihād
fil Ahkām as-Syar’iyyah”. Teknik analisa yang dipakai adalah editing dan telaah
(content analysis).
Menurut reviewer, pisau analisa yang digunakan dalam tesis ini masih kurang.
Ada beberapa pendekatan yang bisa diterapkan dalam penelitian ini selain uṣūl al-
fiqh dan historis. Misalnya pendekatan filosofis dalam masalah istinbāṭ al-ahkām,
penulis bisa menggunakan konsep maqāṣid al-sharīʻah secara lebih spesifik,
meskipun juga telah menyinggung konsep pertimbangan maslahat dan mudarrat.
Selain itu, penulis juga bisa menawarkan pendekatan sosiologis terkait kondisi
sosial dan budaya yang sangat mungkin mempengaruhi pemikiran Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî.

Garis Besar Isi Tesis

13
Di dalam sub bab ini, penulis sudah menunjukkan apa yang akan dibahas
dalam tiap babnya secara runut. Dan menurut reviewer sudah mencukupi. Namun
karena tidak sesuai dengan Pedoman Penulisan yang berlaku di SPs UIN Jakarta,
maka Garis Besar Isi Tesis diganti dengan Sistematika Penulisan.

KRITIK TEORI
Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis
pemikiran tokoh: rujukan yang digunakan, baik normatif maupun empiris; konteks
sosial dan budaya ketika pemikiran diformulasikan; substansi pemikiran mencakup
dimensi historis, definisi, dan idealisme; saluran dan komunitas pendukung produk
pemikiran24.
Menurut reviewer, penelitian tesis ini akan lebih tajam lagi jika dilakukan
pendekatan sosiologis, filosofis, dan historis. Pendekatan sosiologis digunakan
untuk melihat konteks sosial dan budaya ketika suatu pemikiran diformulasikan.
Pemikiran merupakan hasil dari dialektika antara seseorang dengan konteks sosial
dan objek yang diamati. Pendekatan filosofis bertujuan untuk mengungkap substansi
pemikiran seorang tokoh, baik dari aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Agar lebih spesifik, penelitian ini hendaknya menggunakan tiga teori utama sebagai
pisau analisis. Ketiga teori tersebut ialah strukturalisme-konstruktif Bourdieu,
hermeneutika-filosofis Gadamer dan shifting paradigm Thomas S Kuhn25. Teori
strukturalisme-konstruktif sangat efektif untuk melihat dialektika antara seorang
pemikir dan setting sosialnya. Teori ini mengasumsikan bahwa manusia bukanlah
subjek yang pasif ataupun individu yang bebas, tanpa dipengaruhi oleh struktur
sosial. Akan tetapi, ada hubungan yang saling mempengaruhi antara individu dan
realitas sosial, subjektivitas dan objektivitas, agen dan struktur. Dalam bahasa
Bourdieu, dari kesalingterkaitan antara habitus dan field itulah praktik sosial dan
individual muncul. Kemudian teori strukturalisme-konstruktif ini dipadu dengan
hermeneutika-filosofis Gadamer. Teori ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa
pemahaman seseorang pemikir terhadap teks yang dia baca, sangat terkait dengan
horizon dan subjektifitas penafsir, sehingga penafsir terlebih dahulu memiliki pra-
pemahaman sebelum menafsirkan sesuatu26. Teori shifting paradigm digunakan
untuk mengetahui apakah muncul paradigma baru dalam pembacaan teks naṣṣ

24
Hengky Ferdiansyah, Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, Tesis, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), h. 21
25
Thomas S Kuhn shifting paradigm “Setiap zaman tertentu memiliki karakteristik
pengetahuan yang berbeda, sehingga tidak secara otomatis dapat berlaku untuk zaman
selanjutnya. Paradigma lama sebagai ilmu yang dipandang normal dan berlegitimasi pada
masanya gagal menjawab masalah-masalah baru yang timbul, dan selanjutnya hanya akan
menerbitkan anomali-anomali. Keadaan seperti itu akan mengundang paradigma baru yang
bisa menawarkan alternatif. Lihat Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions,
terj. Tjun Surjaman, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012)”
26
Hengky Ferdiansyah, Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, h. 21

14
dalam rangka iṣtinbāṭ al-ahkām. Ini akan bisa terlihat jelas jika Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî memiliki konsep baru yang mampu mengubah suatu kondisi yang belum
pernah terjadi sebelumnya.

ALTERNATIF PENDEKATAN, METODOLOGI, DAN TEORI


Dalam bagian terakhir ini, reviewer akan mencoba memberikan penawaran
alternatif terhadap segala macam kritik yang reviewer sampaikan pada bagian
sebelumnya. Oleh sebab itu, penyusunannya akan disesuaikan dengan kritik yang
telah dilakukan mulai dari metodologi, pendekatan hingga teori.

Judul
Judul pertama yang reviewer tawarkan adalah “Pemikiran Hukum Islam Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî” dengan batasan masalah pada fatwa-fatwa kontroversial
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî. Judul yang kedua yaitu “Studi Fatwa-Fatwa
Kontroversial Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî”. Meskipun judul asli tesis “Analisis
Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî yang Kontroversial”
sudah cukup, namun pada sebagian orang masih memunculkan ambiguitas mengenai
kata ‘kontroversial’, - yang dimaksud kontroversial di dalam judul itu apakah
fatwanya, ataukah sosok Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî itu sendiri. Maka, tawaran
judul diatas secara jelas sudah menghilangkan bias makna yang mungkin muncul.

Latar Belakang Masalah


Lebih disederhanakan dengan menghilangkan bahasan-bahasan yang terlalu
mendetil semisal biografi Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî. Istilah-istilah yang perlu
cukup diberikan keterangan seperlunya dan dijabarkan secara lebih mendalam dalam
kajian teori. Juga perlu ditambah pendapat ulama-ulama lainnya, baik yang setuju
maupun tidak setuju dengan fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî.
Urgensi posisi Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî sebagai seorang mufti dan Grand
Sheikh al-Azhār yang dituntut untuk banyak dan aktif mengeluarkan fatwa sudah
cukup dijelaskan dengan baik oleh penulis. Dari sekian fatwa dan pemikiran
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî terdapat fatwa-fatwa yang dinilai kontroversial
diantaranya bolehnya tidak menggunakan jilbab di negara non muslim, cadar dan
hijāb tidak wajib bagi muslimah, bolehnya interaksi dengan bank konvensional,
hukum bolehnya aborsi bagi wanita korban pemerkosaan, mengutuk bom bunuh diri
sebagai aksi terorisme, hukum negara mengelola zakat, bolehnya pemindahan
anggota tubuh, dan lain-lain. Dari fatwa-fatwa yang kontroversial tersebut, dibedah
dengan konsep (metode) istinbāṭ al-ahkām yang digunakan Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî, di antaranya masāḍir al-ahkām (sumber hukum/dalil naqlinya), penetapan
(determinasi) perubahan, cara berpikir yang digunakan, perbandingan dengan

15
pemikiran fuqaha yang tersebar dalam berbagai literatur, ditambah pertimbangan
maqāṣid al-sharīʻah, baik oleh ulama maqāṣidi klasik maupun kontemporer.

Rumusan dan Batasan Masalah


Rumusan masalah yang ditawarkan “Bagaimana pemikiran hukum Islam
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî ?”. Penjabaran konseptualnya sudah sesuai dengan
yang ada dalam tesis ini : 1) Bagaimana metodologi istinbāṭ al-Aḥkām Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî dalam fatwa beliau yang kontroversial khususnya permasalahan
hukum bolehnya menyumbang ke gereja, bunga bank, dan hukum jilbab bagi pelajar
muslimah di Perancis?; dan 2) Bagaimana corak pemikiran Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî dalam fatwa beliau yang kontroversial tersebut?

Batasan Istilah
Sub bab ini tidak ada dalam sistematika penulisan sebagaimana yang ada
dalam buku Pedoman Penulisan SPs UIN Jakarta dan dihilangkan saja. Menurut
reviewer, sebaiknya jika ada istilah-istilah yang perlu dijelaskan secara spesifik,
hendaknya dimasukkan dalam Kajian Teori, sehingga dalam kajian teori memuat
seluruh istilah-istilah yang menjadi bahan kajian penelitian. Ini lebih memudahkan
pembaca dalam memahami tesis.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Menurut reviewer tujuan penelitian merupakan jawaban dari Rumusan
Masalah atau secara sederhana bisa dipahami bahwa tujuan di sini adalah bentuk
statement dari pertanyaan penelitian, dan ini juga sudah sesuai dengan apa yang
ditulis oleh penulis. Namun, reviewer menawarkan untuk memisahkan antara tujuan
penelitian dan manfaat penelitian sebagai sub bab yang tersendiri. Maksudnya
seperti ini Tujuan dan Kegunaan Penelitian -> Tujuan Penelitian (apa saja), dan di
bawahnya Kegunaan Penelitian (apa saja).

Kerangka Berpikir
Pada bagian ini penulis secara apik mengungkapkan bahwa adanya limitasi
dalam penetapan hukum Islam, berpengaruh terhadap dinamika perkembangan
pemikiran hukum Islam. Untuk mewujudkan pembaharuan yang universal
diperlukan adanya ruang gerak ijtihād seluas-luasnya. Implikasinya rumusan syarat
ijtihād harus fleksibel, elastis, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan mujtahid.
Kerangka berpikir ini sesuai dengan pendekatan penelitian melalui ilmu uṣūl al-fiqh.
Namun sayang sekali keleluasaan dalam menggali hukum Islam seperti yang
diharapkan penulis, secara ironi dibatasi sendiri oleh penulis dengan membatasi
kajiannya sebatas ilmu uṣūl al-fiqh klasik. Benar bahwa dengan kajian ilmu uṣūl al-

16
fiqh permasalahan fatwa kontroversial tersebut bisa diketemukan landasan
berpikirnya. Namun akan lebih elok lagi jika ditambah dengan analisa maqāṣid al-
sharīʻah sebagai alat bedah mutakhir dalam menganalisa teks naṣ, sehingga fatwa
yang dihasilkan lebih memberikan maslahat secara luas.

Kajian Terdahulu
Penulis tesis, menyatakan dengan yakin bahwa sejauh penelusurannya, ia
belum menemukan penulis lain yang membahas tentang tokoh ini. Reviewer sepakat
dengan penulis karena hingga saat ini, - setidaknya dengan cara googling internet -
belum ditemukan penelitian yang sama persis dengan judul yang diangkat oleh
penulis. Namun, ditemukan tesis dengan judul “Metode Istinbath Hukum
Muhammad Sayyid Thanthawi dalam Masalah Menyumbang Untuk Pembangunan
Gereja”, oleh Al Ikhlas Syamsuir (2013). Tidak diketahui mana yang lebih dulu
antara tesis yang ditulis oleh Muhammad Fadhlan Is (2013) atau tesis oleh Al Ikhlas
Syamsuir.
Selain dalam bentuk tesis, reviewer menawarkan untuk menambah kajian-
kajian terkait dengan tema tesis. Jadi tidak hanya terpaku pada sosok sentral yang
dibahas dalam tesis. Ini tentu akan lebih memperkaya wawasan keilmuan yang bisa
diambil manfaatnya.

Metode Penelitian
Menurut reviewer, pisau analisa yang digunakan dalam tesis ini masih kurang.
Ada beberapa pendekatan yang bisa diterapkan dalam penelitian ini selain uṣūl al-
fiqh dan historis. Misalnya pendekatan filosofis dalam masalah istinbāṭ al-ahkām,
penulis bisa menggunakan konsep maqāṣid al-sharīʻah secara lebih spesifik,
meskipun juga telah menyinggung konsep pertimbangan maslahat dan mudarrat.
Selain itu, penulis juga bisa menawarkan pendekatan sosiologis terkait kondisi
sosial dan budaya yang sangat mungkin mempengaruhi pemikiran Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî.
Teori yang ditawarkan oleh reviewer ialah strukturalisme-konstruktif
Bourdieu, hermeneutika-filosofis Gadamer dan shifting paradigm Thomas S Kuhn.
Jadi metode penelitian yang ditawarkan adalah penelitian kualitatif dengan
melalui studi kepustakaan (library research), dengan pendekatan sosiologis,
filosofis, dan historis dan dianalisis dengan content analysis, ditambah analisis uṣūl
al-fiqh dan maqāṣid al-sharīʻah .

Sistematika Pembahasan (Outline)


Dalam tesis ini, sistematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

17
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan dan Batasan Masalah
C. Batasan Istilah
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
E. Kerangka Berpikir
F. Kajian Terdahulu
G. Metode Penelitian
H. Garis Besar Isi Tesis
BAB II : BIOGRAFI MUHAMMAD SAYYID ṬANṬĀWÎ
A. Kelahiran dan Pendidikannya
B. Aktifitas Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî
C. Karya-Karya Muhammmad Sayyid Ṭanṭāwî
D. Pemikiran-Pemikiran Sayyid Ṭanṭāwî yang Kontroversi
BAB III : METODE DAN CORAK ISTINBĀṬ HUKUM ISLAM
A. Pengertian Metode Istinbāṭ Hukum Islam
B. Metode-Metode Istinbāṭ Hukum
C. Corak Istinbāṭ Hukum Islam
BAB IV : ANALISIS ISTINBĀṬ AL-AHKAM FATWA MUHAMMAD
SAYYID ṬANṬĀWÎ YANG KONTROVERSIAL
1. Masalah Menyumbang untuk Pembangunan Gereja
A. Perbedaan pandangan ulama tentang permasalahan menyumbang untuk
pembangunan gereja di Mesir
B. Pendapat Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî tentang bolehnya menyumbang untuk
pembangunan gereja
C. Pendapat yang membantah bolehnya menyumbang ke gereja
D. Analisis pendapat Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî tentang bolehnya
menyumbang ke gereja
E. Kaidah-kaidah fiqhiyyah yang cocok dalam kasus bolehnya menyumbang
untuk membangun gereja
F. Corak pemikiran hukum Islam Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam masalah
menyumbang untuk pembangunan gereja
G. Analisis penulis tentang permasalahan ini
2. Permasalahan Bunga Bank
A. Pandangan sebagian ulama Islam tentang bunga bank
B. Pandangan Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî mengenai bunga bank
C. Prinsip dan kaidah fiqih tentang pembolehan bunga bank
D. Analisis penulis tentang permasalahn ini
3. Masalah Pembolehan Pelajar Membuka Jilbab di Perancis
A. Latar belakang masalah
B. Pandangan Sayyid Ṭanṭāwî dalam kasus jilbab di Perancis
C. Reaksi beberapa ulama berkenaan dengan fatwa Ṭanṭāwî ini
D. Corak pemikiran beberapa ulama Islam tentang batasan aurat seorang
muslimah

18
E. Analisis penulis terhadap latar belakang fatwa Sayyid Ṭanṭāwî dalam kasus
jilbab di Perancis
F. Kaidah-kaidah fiqhiyyah yang berkenaan dengan pembolehan pelajar
melepas jilbab di Perancis
G. Analisis penulis tentang permasalahan jilbab di Perancis
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Sedangkan reviewer menawarkan beberapa perubahan outline pada penulisan


tesis sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, menerangkan sekitar latar belakang masalah, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian terdahulu,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Teori, bagian ini mendiskusikan perkembangan kajian secara
mendalam mengenai istilah-istilah yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini.
fatawa, mufti, al-mustafti, fiqh dan ijtihad, - serta menjelaskan urgensi dan eksistensi
fatwa. Masih di dalam kajian Teori, dikupas mengenai metodologi istinbāṭ al-
ahkam, pengertiannya, hukum istinbāṭ dan dasar hukumnya, metode-metode
istinbāṭ, sumber istinbāṭ, uṣūl al-fiqh, maqāṣid al-sharīʻah, perdebatan ulama
mengenai posisi maqāṣid al-sharīʻah dalam hukum Islam dan relasinya dengan uṣūl
al-fiqh, dan tipologi kajian maqāṣid al-sharīʻah dilihat dari kecenderungan
epistemologinya.
Bab III Biografi Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, terdiri dari riwayat hidup, latar
belakang pendidikan, kepribadian Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, perannya sebagai
Syaikh al-Azhar dan mufti Mesir, dan karya-karya beliau, dan beberapa contoh fatwa
beliau yang dinilai kontroversial.
Bab IV, Analisis terhadap Istinbāṭ al-Ahkam fatwa kontroversi Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî, dan analisis penulis.
Bab V Penutup, yang terdiri dari beberapa kesimpulan, saran-saran, dan lain-
lain

19
DAFTAR PUSTAKA

Fadhlan Is, Muhammad. Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî yang Kontroversial. 2013. Medan: Pascasarjana IAIN Sumatera
Utara.

Ferdiansyah, Hengky. Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, Tesis. 2017. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Magister dan Doktor, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, terj. Tjun Surjaman,. 2012.
Bandung: Remaja Rosda Karya.

20

Anda mungkin juga menyukai