Pembimbing
Prof. Dr. Suwito, MA (GBPMK)
Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar, MSPD
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA
Prof. M. Arskal Salim, GP, MA. P.hD
Dr. Yusuf Rahman, MA
0
RESUME & CRITICAL REVIEW TESIS
Resume Tesis2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah3
Muhammad Fadhlan Is, penulis tesis, mengangkat tema ini dikarenakan
ketertarikannya terhadap pemikiran-pemikiran tokoh yang menurutnya sangat
membantu pengembangan dinamika khazanah intelektual, menelaah dengan harapan
dapat memperoleh keluasan dalam wawasan ilmu, baik dari sudut materi maupun
metodologi khususnya dalam bidang syariah yang menjadi konsentrasi studinya.
Selanjutnya penulis secara sekilas mengupas mengenai terma fatwa dan
beberapa istilah yang terkait dengannya, seperti fatawa, mufti, al-mustafti, fiqh dan
ijtihad, serta menjelaskan urgensi dan eksistensi fatwa sebagaimana ungkapan
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, “Fatwa bisa berkembang seiring perkembangan masa,
perubahan letak geografis, peralihan kondisi, dan pergeseran niat.”
Penulis kemudian memformulasikan 2 rumusan mengenai terma fatwa, yaitu
1) responsif (based on demand); dan 2) tidak mengikat. Disini penulis juga
menjelaskan korelasi antara fatwa dan ijtihād
Di paragraf selanjutnya, penulis menjelaskan mengenai proses penggalian
hukum Islam, istinbāṭ, yang dikaji secara tersendiri dalam disiplin ilmu uṣūl al-fiqh.
Objek pembahasan uṣūl al-fiqh adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
metodologi yang dipergunakan oleh ahli fiqh dalam menggali hukum syara`
sehingga tidak keluar dari jalur yang benar, juga meliputi pembahasan tentang:
maslahat yang bertentangan dengan qiyas yang secara global disebut iṣtihsān,
hukum-hukum syara` beserta tujuannya, pembagiannya, rukhṣah, `azimah dan lain
sebagainya sebagai kategori metodologi yang dipergunakan oleh ahli fiqh untuk
menggali hukum syara`.
Kemudian penulis beralih mengupas mengenai Al-Azhar dan urgensinya
terhadap perkembangan kajian keilmuan keislaman bagi dunia. Dari Universitas Al-
Azhar pulalah muncul seorang tokoh intelektual sentral yang dibicarakan dalam
penulisan Tesis ini, yaitu Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî.
1
Presentasi pada 26 Juni 2019 dengan Prof. Dr. Atho Mudzhar, MA
2
Sumber resume dan critical review tesis ini ditulis oleh Muhammad Fadhlan Is,
dengan judul “Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî yang
Kontroversial”, (Medan: Pascasarjana IAIN Sumatera Utara, 2013). Tesis ini terdiri dari 164
halaman.
3
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām …, h. 1-8
1
Selanjutnya penulis menyinggung riwayat pendidikan dan perjalanan ilmiah
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî hingga menjadi Syaikh al-Azhār. Dalam kaitannya
sebagai orang nomor satu di Al-Azhar, tentunya Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
dituntut banyak dan aktif mengeluarkan fatwa, pemikiran dan pandangan hukum
terhadap permasalahan yang ada ketika itu. Disinilah penulis tertarik untuk meneliti
metode apa yang digunakan Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang muncul, apakah bersifat moderat, apakah hanya
mengikut fatwa yang sudah ada, atau apakah ada intervensi dari pemerintah
mengingat pemerintah Mesir yang otoriter dalam rangka menjaga kestabilan dan
keamanan negaranya.
Menurut uraian penulis, selama Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî menjadi mufti
Mesir (1986-1996) telah mengeluarkan fatwa sebanyak 7.557 fatwa yang tercatat di
Dār al-Ifta’Mesir. Setelah beliau diangkat menjadi Sheikh al-Azhār (1996-2010)
juga banyak mengeluarkan fatwa dan pemikiran yang banyak diterima oleh para
ulama dan umat Islam di zamannya. Namun ada juga fatwa-fatwa beliau yang dinilai
kontroversial yang dikritik oleh para ulama dan para cendikiawan muslim.
Pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî yang mendapat kritikan seperti hukum
menggunakan jilbab di negara non muslim, cadar dan hijāb bagi muslimah, interaksi
dengan bank konvensional, terorisme, hukum aborsi bagi wanita korban
pemerkosaan, bom bunuh diri, hukum negara mengelola zakat, pemindahan anggota
tubuh, dan lain-lain.
Dalam tesis ini penulis hanya akan menganalisis beberapa fatwa beliau yang
dianggap kontroversial. Penulis melihat bahwa konsep (metode) istinbāṭ hukum
yang digunakan oleh Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, terutama di beberapa fatwa yang
kontroversial tersebut, sangat erat kaitannya dengan komponen lainnya dalam
wilayah penelitian, di antaranya masāḍir al-ahkām (sumber hukum), penetapan
(determiNASi) perubahan, cara berpikir yang digunakan, produk pemikiran fuqaha
yang tersebar dalam berbagai literatur, orientasi organisasi Al-Azhar, perubahan
sosial, dan produk yang dihasilkan.
C. Batasan Istilah5
Dalam sub bab ini, penulis menguraikan beberapa istilah yang menjadi
substansi penelitiannya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman antara apa/siapa
4
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 8
5
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 8
2
yang dimaksudkan oleh penulis dengan apa/siapa yang dipahami oleh pembaca
ketika hasil penelitiannya dikaji oleh orang lain. Istilah-istilah tersebut adalah 1)
analisis; 2) istinbāṭ; 3) al-ahkam; 4) fatwa; 5) kontroversial; dan 6) Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî.
E. Kerangka Berpikir7
Pada bagian ini penulis mengungkapkan bahwa adanya limitasi dalam
penetapan hukum Islam, berpengaruh terhadap dinamika perkembangan pemikiran
hukum Islam. Dibatasinya ijtihād dengan tidak bolehnya menyentuh naṣ qaṭ’i
dalālah menyebabkan pembaruan hukum Islam bersifat parsial ad hoc. Untuk
mewujudkan pembaharuan yang universal diperlukan adanya ruang gerak ijtihād
seluas-luasnya, termasuk yang qaṭ’i dalālah sekalipun. Implikasinya rumusan syarat
ijtihād harus fleksibel, elastis, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan mujtahid.
F. Kajian Terdahulu8
Penulis tesis, Muhammad Fadhlan Is, menyatakan bahwa sejauh
penelusurannya, ia belum menemukan penulis lain yang membahas tentang tokoh
ini. Namun ada beberapa penelitian yang memiliki kesamaan dengan judul tesis
penulis, misalnya “Analisis terhadap istinbāṭ al-Ahkām pada fatwa Sheikh As-
Sya´rawî”, “Analisis terhadap istinbāṭ al-Aḥkām pada fatwa M. Arsyad Thalib
Lubis”. Tetapi penulis belum menemukan orang yang membahas metode istinbāṭ
hukum Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî.
G. Metode Penelitian9
1. Jenis Penelitian
Penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode kajian
kepustakaan (library research). Dengan pendekatan ilmu uṣūl al-fiqh dan
historis karena terkait dengan sejarah tokoh yang dibahas.
2. Jenis dan Sumber Data
6
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 10
7
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 10
8
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 11
9
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 12
3
Sumber primer berupa pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam
beberapa kitab “’Isyrūn Suālan wa Jawāban, Majālāt Syahriyyah al-Azhar,
Fatāwa as-Syar’iyyah, al-Ijtihād fil Ahkām as-Syar’iyyah”.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penulis mengumpulkan tulisan-tulisan (fatwa) Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
sebagai data primer dan data sekunder yang terkait melalui library research.
Penulis menyatakan dalam langkah ketiga yaitu wawancara langsung terhadap
tokoh yang dikaji. Namun karena tokoh ini sudah meninggal dunia, maka hal
ini tidak mungkin dilakukan.
4. Analisis Data
Teknik yang dipakai adalah teknik editing dan telaah. Data yang diperoleh
dan diseleksi tidak seluruhnya dimasukkan, akan tetapi dipilih data yang
berkaitan, sehingga pembahasan tidak menyimpang dan datanya akurat,
kemudian dianalisa dengan content analysis.
BAB II
BIOGRAFI MUḤAMMAD SAYYID ṬANṬĀWÎ
A. Kelahiran dan Pendidikannya11
Ṭanṭāwî lahir tanggal 28 Oktober 1928 di desa Sulaim Timur propinsi Suhaj,
Mesir. Ṭanṭāwî kecil lahir di dalam sebuah keluarga yang mencintai Al-Qur’an.
Untuk itu, kemudian Ṭanṭāwî kecil dikirim kepada sheikh maktab al-Qurawi yang
juga terletak di desanya tersebut untuk menghapalkan Al-Qur’an. Dan Ṭanṭāwî kecil
mampu mengkhatamkan hapalannya dalam waktu yang singkat. Setelah memasuki
jenjang pendidikan selanjutnya, Ṭanṭāwî memasuki jenjang tsanawi di sebuah
Ma’had di kota Alexandria pada tahun 1944. Dan selama menempuh pendidikan di
Alexandria tersebut, mulai terbentuk kepribadian yang kuat dan tangguh dalam
membela ajaran-ajaran agama. Sebab, di Alexandria banyak bertemu orang-orang
‘alim, seperti Sheikh Muhammad Shakir, kepala Ma’had tersebut. Tidak hanya
10
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 14
11
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 15
4
membaca buku-buku pelajaran saja, Ṭanṭāwî juga banyak membaca tulisan-tulisan
yang ada di koran atau majalah, semisal majalah Liwa’ al-Islam, al-Risalah wa al-
Thaqafah, al-Hilal dan sebagainya. Dan juga banyak membaca tulisan-tulisan
tentang tafsir Al-Qur’an di majalah al-Azhar dan Liwa’ al-Islam yang ditulis oleh
orang-orang yang tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya, semisal Muhammad
Khadir Husain, Hamid Muhaisin dan Muhammad ‘Abdullah Darraz.
Setelah lulus dari Alexandria, kemudian Ṭanṭāwî meneruskan kuliah di
Universitas al-Azhar Cairo dan memilih untuk masuk di Fakultas Ushuluddin.
Fakultas yang mempelajari pokok-pokok agama, jurusan Tafsir Hadis. Di tahun
1968, Ṭanṭāwî menyelesaikan program doktoralnya dengan disertasi yang berjudul
Banu Israil fi al-Kitab wa al-Sunnah dengan meraih predikat summa cumlaude.
12
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 16
5
C. Karya-Karya Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî13
Tafsir al-Wasit (15 jilid dan 7000 halaman) dicetak dalam berbagai cetakan
dan pertama kali pada tahun 1972.
Banu Israil fi al-Kitab wa al-Sunnah (2 jilid dan lebih dari 1000 halaman).
Dicetak pertama kali pada tahun 1969.
Mu’amalat al-Bunuk wa Ahkamuha al-Shar’iyyah (lebih dari 300 halaman)
dicetak pertama kali tahun 1991 dan telah lebih dari sepuluh kali cetak ulang.
Al-Du’a’; Al-Saraya al-Harbiyyah fi ‘Ahd al-Nabawi; Al-Qissah fi Al-Qur’an
al-Karim (1990); ‘Adab al-Hiwar fi al-Islam; Al-Ijtihad fi al-Ahkam al-
Shar’iyyah; Al-Ahkam al-Hajj wa al-‘Umrah; Al-Hukm al-Shar’i fi Ahdath al-
Khalij; Tanzim al-Usrah wa Ra’y al-Din fih; Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an;
Al-‘Aqidah wa al-Akhlaq; Al-Fiqh al-Muyassar; ‘Ishruna Sualan wa
Jawaban; Fatawa Shar’iyyah; Al-Manhaj Al-Qur’ani fi Binai al-Mujtama’;
Risalah al-Siyam; Al-Mar’ah fi al-Islam, sebuah antalog; Hadith Al-Qur’an
‘an al-‘Awa}if al-Insaniyyah.
BAB III
METODE DAN CORAK ISTINBĀT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Metode Istinbāṭ Hukum Islam15
Dalam sub bab ini penulis menguraikan kata istinbāṭ secara etimologi dan
terminologi. Istinbāṭ ( ) استنباطadalah mashdar dari kata استنبطyang memiliki
makna استخرجartinya mengeluarkan. Sedangkan menurut istilah adalah
mengeluarkan sesuatu yang tersembunyi dari sesuatu lain yang sudah ada di
dalamnya. Istinbāṭ menjadi suatu kebenaran jika permasalahannya sudah ada di
dalam kalimat naṣ secara makna, sebaliknya dianggap suatu kebatilan jika
pengistinbāṭan suatu permasalahan tidak ada terkandung di dalam naṣ secara makna,
maka dalam masalah ini seseorang tidak boleh berdalih dengannya. Dijelaskan juga
mengenai kata ijtihād. Ada beberapa pendapat yang dinukil oleh penulis mengenai
istilah ijtihad, diantaranya As-Shaukani, Al-Ghazali, Al-Amidi, Al-Baidhawi, Abu
Ishak al-Shirazi, dan Syiah.
13
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 19
14
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 28
15
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 35
6
Dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ulama di atas, penulis
mencoba membandingkan dan mencari poin penting tentang hakikat ijtihād itu, dan
mengambiil poin-poin yang terhindar dari kritikan para ulama. Ada beberapa poin
penting yang penulis dapatkan, yaitu:
1. Ijtihād merupakan mengerahkan seluruh kemampuan dengan maksimal;
2. Ijtihād dilakukan oleh orang yang pantas melakukannya;
3. Ijtihād dilakukan untuk menghasilkan dugaan kuat terhadap hukum syariat
yang bersifat amali;
4. Usaha ijtihād itu dilakukan dengan cara istinbāṭh.
16
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 44
7
C. Corak Istinbath Hukum Islam17
Penulis membagi corak pemikiran mujtahid di dalam menetapkan hukum
kepada tiga, yaitu: tradisionalis atau bisa juga disebut corak ijtihād dengan
pemikiran yang sempit dan keras ()اجتهاد التضيق و التشديد, moderat atau bisa juga
disebut dengan ijtihād dengan pemikiran yang seimbang (اجتهاد المتوازن او مدرسة
)الوسط, dan yang terakhir liberalis, bisa juga disebut dengan ijtihād dengan
pemikiran yang berlebihan ( ) اجتهاد الغلو في التوسع.
BAB IV
ANALISIS ISTINBĀṬ AL-AHKĀM FATWA MUḤAMMAD SAYYID
ṬANṬĀWÎ YANG KONTROVERSIAL
A. Masalah Menyumbang Untuk Pembangunan Gereja18
Tepatnya bulan Agustus 2009 Dār al-Ifta’ al-Mishryah mengeluarkan fatwa
mengenai haramnya bagi seorang muslim menyumbangkan hartanya untuk
pembangunan gereja. Fatwa dari Dār al-Ifta’ ini keluar seiring menanggapi
perdebatan panjang yang terjadi di tengah parlemen Mesir yang membahas tentang
rancangan undang-undang pembangunan tempat ibadah dan untuk menanggapi para
anggota parlemen yang beragama muslim memberikan sumbangan kepada
masyarakat Mesir beragama al-Masih dengan tujuan mendapatkan dukungan suara
dari mereka. Setelah pernyataan dari Dār al-Ifta’ al-Mishriyah keluar, Rabu pagi
tepatnya 19 Agustus 2009 di Masyikha al-Azhar, Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
dikunjungi oleh organisasi Persatuan Hak Asasi Manusia Masyarakat Mesir ( اتحاد
)المصري لحقوق االنسان yang dipimpin oleh Najib Jibrail, maksud kunjungan
mereka untuk membahas fatwa yang dilontarkan Dār al-Ifta’ al-Mishriyah mengenai
haramnya seorang muslim menyumbangkan hartanya untuk pembangunan gereja.
Dalam dialog Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî menanggapi fatwa Dār al-Ifta’ al-
Mishriyah dengan menyatakan bahwa muslim boleh meyumbangkan hartanya
kepada saudaranya yang beragama al-Masih. Pernyataan ini dikritik oleh beberapa
ulama Mesir lainnya, seperti Dr. Ajamy al-Damanhury, ketua Persatuan Ulama al-
Azhar dan Dr. Ahmad Abdurrahman, salah seorang pakar dalam filsafat Islam.
Kemudian penulis memaparkan pendapat-pendapat ulama salaf mengenai
boleh tidaknya membantu pembagunan gereja. Jumhur fuqaha Malikiyah,
Hanabilah, mayoritas Syafi’iyah dan juga pendapat Abu Yusuf serta Muḥammad
yang merupakan temannya Abu Hanifah haram hukumnya membangun tempat
ibadah non muslim baik sebagai penyokong ataupun karyawan bangunannya.
Menurut al-Amidi dan Kamal bin Hummam tidak ada satu riwayatpun yang
membolehkan pembangunan gereja karena manfaat yang ada di dalamnya
diharamkan, demikian juga menjadi karyawan untuk pembangunannya, sama seperti
orang yang digaji untuk menulis kitab suci mereka.
17
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 61
18
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 64
8
Namun, menurut penulis, pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî ini sangat
tepat dan moderat, karena lebih mempertimbangkan maslahat yang lebih kuat demi
terciptanya perdamaian dan keamanan serta rasa simpatik pada Islam dari
masyarakat Mesir yang beragama al-Masih. Penulis berusaha mengetengahkan
kaidah-kaidah uṣūl yang terkait dengan maslahat dan madarrat yang menjadi
pertimbangan Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, sehingga pada kesimpulan untuk
membolehkan menyumbang pembangunan gereja. Selain itu, dalam sejarah juga
tercatat beberapa pemimpin muslim melakukan tindakan-tindakan dalam rangka
menarik simpatik, diantaranya Umar bin Khaṭṭāb ketika mengunjungi al-Quds,
‘Imāduddin al-Zanki ketika menaklukkan Raha, dan Ibnu Taimiyyah.
19
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 96
20
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 111
9
sekolah-sekolah dalam rangka melestarikan tradisi sekuler negara itu dan
melindungi perempuan dari tekanan fundamentalis yang berkembang saat itu.
Muḥammad Sayid Ṭanṭāwî dalam kondisi ini mengeluarkan fatwa pribadinya bahwa
gadis muslim dibolehkan untuk melepas jilbab mereka saat menghadiri sekolah dan
bekerja, dengan dasar menggunakan asas teringan di antara dua mudarat. Mudarrat
besar menurut penulis yaitu a) hilangnya hak seorang siswi/pelajar muslimah yang
memakai jilbab di Perancis untuk menikmati kesempatan belajar dan menuntut ilmu
di sekolah negeri milik negara yang murah dan berkualitas; b) meningkatnya
pengangguran dari warga muslim berjilbab; c) terjadinya rasisme, pelecehan dan
diskriminasi ketika seorang muslimah memakai jilbab; dan d) terjadinya
demonstrasi besar-besaran yang memicu kontak fisik antara umat Islam di sana
dengan aparat kepolisian, yang mungkin saja akan memakan korban. Sedangkan
Kemuḍarrātan yang kecilnya, yaitu a) memberi lampu hijau bagi Perancis untuk
menerapkan pelarangan jilbab yang berarti bertentangan dengan naṣ syar’i dan ijma’
ulama; dan b) mendukung diskriminasi kepada muslimah yang memakai jilbab.
.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan21
1) Metodologi istinbāṭ al-Ahkām fatwa kontroversial Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî terlihat jelas beliau lebih mengedepankan aspek maṣlaḥah ketika
berbenturan antara maṣlaḥah dan muḍarrāt, beliau juga kadang dalam fatwanya
lebih mementingkan maṣlaḥah dari pada naṣ. Tujuannya untuk menjaga maqāṣid
syari’ah ḍarruriyat yang mu’tabarah, yaitu menjaga agama, jiwa, harta, kehormatan
dan nasab, yang sesuai dengan nilai-nilai universal syariat; 2) Corak pemikiran
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî termasuk ulama kontemporer yang moderat, dinamis,
tidak kaku. Beliau sangat toleran dan menghargai pluralitas dan kemajemukan
masyarakat.
B. Saran22
Penulis menyarankan untuk mengkaji pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
berdasarkan karangan yang berhubungan dengan hukum. Di antaranya metode
penafsiran ayat-ayat hukum pada Tafsir al-Washiṭ dilihat dari aspek usulnya.
Penelitian ini bisa dilakukan dengan membandingkan tafsiran beliau dengan
penafsiran ulama-ulama yang lain. Juga mengkaji pemikiran beliau dalam kebijakan
politik, dan menjalin hubungan baik dengan masyarakat yang plural dan majemuk,
dan menjaga hubungan politik luar negeri.
Kritik Tesis
21
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 140
22
Muhammad Fadhlan Is, Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām..., h. 141
10
Dalam bagian ini, reviewer akan melakukan kritik terhadap tesis yang telah
diresume pada bagian sebelumnya. Reviewer akan membagi pembahasan ke
dalam tiga bagian pembahasan. Pertama, kritik terhadap pendekatan dan
metodologi penulis tesis di atas. Kedua, kritik terhadap teori yang dipilih penulis
dan pengaplikasiannya terhadap subjek penelitiannya. Ketiga, tawaran
pendekatan, metodologi, atau teori yang memungkinkan untuk diajukan.
Judul
Salah satu yang menjadi daya tarik bagi reviewer untuk menjadikan tesis ini sebagai
bahan kajian adalah kesamaan konsentrasi studi, yaitu tentang hukum Islam.
Kemudian daya tarik berikutnya adalah kata ‘Kontroversial’ yang terpampang dalam
judul tesis, “Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî
yang Kontroversial”. Sesuai dengan Buku Pedoman Tesis dan Disertasi SPs UIN
Jakarta, judul tesis harus bisa dibedakan dengan tema23. Tema berisi teori yang
bersifat umum, sedangkan judul menunjukkan obyek secara lebih spesifik. Dalam
hal ini, judul tesis ini telah memenuhi kriteria tersebut.
23
Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Magister dan Doktor, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 5.
11
belakang yang baik adalah yang berisi perdebatan-perdebatan akademik terkait tema
yang diangkat dalam penelitian, artinya sebaiknya merupakan hasil penelitian
terbaru yang relevan.
Namun penulis sudah bisa mengarahkan untuk memahami urgensi posisi
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî sebagai seorang mufti dan Grand Sheikh al-Azhār yang
dituntut untuk banyak dan aktif mengeluarkan fatwa. Dari sekian fatwa dan
pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî terdapat fatwa-fatwa yang dinilai
kontroversial sehingga mendapat kritikan dari beberapa ulama lainnya, seperti
bolehnya tidak menggunakan jilbab di negara non muslim, cadar dan hijāb tidak
wajib bagi muslimah, bolehnya interaksi dengan bank konvensional, hukum
bolehnya aborsi bagi wanita korban pemerkosaan, mengutuk bom bunuh diri sebagai
aksi terorisme, hukum negara mengelola zakat, bolehnya pemindahan anggota
tubuh, dan lain-lain. Dari fatwa-fatwa yang kontroversial tersebut, penulis berusaha
membedahnya dengan konsep (metode) istinbāṭ al-ahkām yang digunakan
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî, di antaranya masāḍir al-ahkām (sumber hukum),
penetapan (determinasi) perubahan, cara berpikir yang digunakan, produk pemikiran
fuqaha yang tersebar dalam berbagai literatur, orientasi organisasi Al-Azhar,
perubahan sosial, dan produk yang dihasilkan.
Batasan Istilah
Sub bab ini tidak ada dalam sistematika penulisan sebagaimana yang ada
dalam buku Pedoman Penulisan SPs UIN Jakarta. Menurut reviewer, sebaiknya jika
ada istilah-istilah yang perlu dijelaskan secara spesifik, hendaknya dimasukkan
dalam Kajian Teori.
12
Pada bagian ini penulis secara apik mengungkapkan bahwa adanya limitasi
dalam penetapan hukum Islam, berpengaruh terhadap dinamika perkembangan
pemikiran hukum Islam. Dibatasinya ijtihād dengan tidak bolehnya menyentuh naṣ
qaṭ’i dalālah menyebabkan pembaruan hukum Islam bersifat parsial ad hoc. Untuk
mewujudkan pembaharuan yang universal diperlukan adanya ruang gerak ijtihād
seluas-luasnya, termasuk yang qaṭ’i dalālah sekalipun. Implikasinya rumusan syarat
ijtihād harus fleksibel, elastis, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan mujtahid.
Kerangka berpikir ini sesuai dengan pendekatan penelitian melalui ilmu uṣūl al-fiqh.
Kajian Terdahulu
Penulis tesis, menyatakan bahwa sejauh penelusurannya, ia belum
menemukan penulis lain yang membahas tentang tokoh ini. Reviewer sepakat
dengan penulis karena hingga saat ini, - setidaknya dengan cara googling internet -
belum ditemukan penelitian yang sama persis dengan judul yang diangkat oleh
penulis. Namun, ditemukan tesis dengan judul “Metode Istinbath Hukum
Muhammad Sayyid Thanthawi Dalam Masalah Menyumbang Untuk Pembangunan
Gereja”, oleh Al Ikhlas Syamsuir (2013). Tidak diketahui mana yang lebih dulu
antara tesis yang ditulis oleh Muhammad Fadhlan Is atau tesis oleh Al Ikhlas
Syamsuir.
Metode Penelitian
Penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode kajian kepustakaan
(library research), dengan pendekatan ilmu uṣūl al-fiqh dan historis. Sumber primer
berupa pemikiran Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam beberapa kitab “’Isyrūn
Suālan wa Jawāban, Majālāt Syahriyyah al-Azhar, Fatāwa as-Syar’iyyah, al-Ijtihād
fil Ahkām as-Syar’iyyah”. Teknik analisa yang dipakai adalah editing dan telaah
(content analysis).
Menurut reviewer, pisau analisa yang digunakan dalam tesis ini masih kurang.
Ada beberapa pendekatan yang bisa diterapkan dalam penelitian ini selain uṣūl al-
fiqh dan historis. Misalnya pendekatan filosofis dalam masalah istinbāṭ al-ahkām,
penulis bisa menggunakan konsep maqāṣid al-sharīʻah secara lebih spesifik,
meskipun juga telah menyinggung konsep pertimbangan maslahat dan mudarrat.
Selain itu, penulis juga bisa menawarkan pendekatan sosiologis terkait kondisi
sosial dan budaya yang sangat mungkin mempengaruhi pemikiran Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî.
13
Di dalam sub bab ini, penulis sudah menunjukkan apa yang akan dibahas
dalam tiap babnya secara runut. Dan menurut reviewer sudah mencukupi. Namun
karena tidak sesuai dengan Pedoman Penulisan yang berlaku di SPs UIN Jakarta,
maka Garis Besar Isi Tesis diganti dengan Sistematika Penulisan.
KRITIK TEORI
Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis
pemikiran tokoh: rujukan yang digunakan, baik normatif maupun empiris; konteks
sosial dan budaya ketika pemikiran diformulasikan; substansi pemikiran mencakup
dimensi historis, definisi, dan idealisme; saluran dan komunitas pendukung produk
pemikiran24.
Menurut reviewer, penelitian tesis ini akan lebih tajam lagi jika dilakukan
pendekatan sosiologis, filosofis, dan historis. Pendekatan sosiologis digunakan
untuk melihat konteks sosial dan budaya ketika suatu pemikiran diformulasikan.
Pemikiran merupakan hasil dari dialektika antara seseorang dengan konteks sosial
dan objek yang diamati. Pendekatan filosofis bertujuan untuk mengungkap substansi
pemikiran seorang tokoh, baik dari aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Agar lebih spesifik, penelitian ini hendaknya menggunakan tiga teori utama sebagai
pisau analisis. Ketiga teori tersebut ialah strukturalisme-konstruktif Bourdieu,
hermeneutika-filosofis Gadamer dan shifting paradigm Thomas S Kuhn25. Teori
strukturalisme-konstruktif sangat efektif untuk melihat dialektika antara seorang
pemikir dan setting sosialnya. Teori ini mengasumsikan bahwa manusia bukanlah
subjek yang pasif ataupun individu yang bebas, tanpa dipengaruhi oleh struktur
sosial. Akan tetapi, ada hubungan yang saling mempengaruhi antara individu dan
realitas sosial, subjektivitas dan objektivitas, agen dan struktur. Dalam bahasa
Bourdieu, dari kesalingterkaitan antara habitus dan field itulah praktik sosial dan
individual muncul. Kemudian teori strukturalisme-konstruktif ini dipadu dengan
hermeneutika-filosofis Gadamer. Teori ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa
pemahaman seseorang pemikir terhadap teks yang dia baca, sangat terkait dengan
horizon dan subjektifitas penafsir, sehingga penafsir terlebih dahulu memiliki pra-
pemahaman sebelum menafsirkan sesuatu26. Teori shifting paradigm digunakan
untuk mengetahui apakah muncul paradigma baru dalam pembacaan teks naṣṣ
24
Hengky Ferdiansyah, Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, Tesis, (Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), h. 21
25
Thomas S Kuhn shifting paradigm “Setiap zaman tertentu memiliki karakteristik
pengetahuan yang berbeda, sehingga tidak secara otomatis dapat berlaku untuk zaman
selanjutnya. Paradigma lama sebagai ilmu yang dipandang normal dan berlegitimasi pada
masanya gagal menjawab masalah-masalah baru yang timbul, dan selanjutnya hanya akan
menerbitkan anomali-anomali. Keadaan seperti itu akan mengundang paradigma baru yang
bisa menawarkan alternatif. Lihat Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions,
terj. Tjun Surjaman, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2012)”
26
Hengky Ferdiansyah, Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, h. 21
14
dalam rangka iṣtinbāṭ al-ahkām. Ini akan bisa terlihat jelas jika Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî memiliki konsep baru yang mampu mengubah suatu kondisi yang belum
pernah terjadi sebelumnya.
Judul
Judul pertama yang reviewer tawarkan adalah “Pemikiran Hukum Islam Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî” dengan batasan masalah pada fatwa-fatwa kontroversial
Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî. Judul yang kedua yaitu “Studi Fatwa-Fatwa
Kontroversial Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî”. Meskipun judul asli tesis “Analisis
Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî yang Kontroversial”
sudah cukup, namun pada sebagian orang masih memunculkan ambiguitas mengenai
kata ‘kontroversial’, - yang dimaksud kontroversial di dalam judul itu apakah
fatwanya, ataukah sosok Muḥammad Sayyid Ṭanṭāwî itu sendiri. Maka, tawaran
judul diatas secara jelas sudah menghilangkan bias makna yang mungkin muncul.
15
pemikiran fuqaha yang tersebar dalam berbagai literatur, ditambah pertimbangan
maqāṣid al-sharīʻah, baik oleh ulama maqāṣidi klasik maupun kontemporer.
Batasan Istilah
Sub bab ini tidak ada dalam sistematika penulisan sebagaimana yang ada
dalam buku Pedoman Penulisan SPs UIN Jakarta dan dihilangkan saja. Menurut
reviewer, sebaiknya jika ada istilah-istilah yang perlu dijelaskan secara spesifik,
hendaknya dimasukkan dalam Kajian Teori, sehingga dalam kajian teori memuat
seluruh istilah-istilah yang menjadi bahan kajian penelitian. Ini lebih memudahkan
pembaca dalam memahami tesis.
Kerangka Berpikir
Pada bagian ini penulis secara apik mengungkapkan bahwa adanya limitasi
dalam penetapan hukum Islam, berpengaruh terhadap dinamika perkembangan
pemikiran hukum Islam. Untuk mewujudkan pembaharuan yang universal
diperlukan adanya ruang gerak ijtihād seluas-luasnya. Implikasinya rumusan syarat
ijtihād harus fleksibel, elastis, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan mujtahid.
Kerangka berpikir ini sesuai dengan pendekatan penelitian melalui ilmu uṣūl al-fiqh.
Namun sayang sekali keleluasaan dalam menggali hukum Islam seperti yang
diharapkan penulis, secara ironi dibatasi sendiri oleh penulis dengan membatasi
kajiannya sebatas ilmu uṣūl al-fiqh klasik. Benar bahwa dengan kajian ilmu uṣūl al-
16
fiqh permasalahan fatwa kontroversial tersebut bisa diketemukan landasan
berpikirnya. Namun akan lebih elok lagi jika ditambah dengan analisa maqāṣid al-
sharīʻah sebagai alat bedah mutakhir dalam menganalisa teks naṣ, sehingga fatwa
yang dihasilkan lebih memberikan maslahat secara luas.
Kajian Terdahulu
Penulis tesis, menyatakan dengan yakin bahwa sejauh penelusurannya, ia
belum menemukan penulis lain yang membahas tentang tokoh ini. Reviewer sepakat
dengan penulis karena hingga saat ini, - setidaknya dengan cara googling internet -
belum ditemukan penelitian yang sama persis dengan judul yang diangkat oleh
penulis. Namun, ditemukan tesis dengan judul “Metode Istinbath Hukum
Muhammad Sayyid Thanthawi dalam Masalah Menyumbang Untuk Pembangunan
Gereja”, oleh Al Ikhlas Syamsuir (2013). Tidak diketahui mana yang lebih dulu
antara tesis yang ditulis oleh Muhammad Fadhlan Is (2013) atau tesis oleh Al Ikhlas
Syamsuir.
Selain dalam bentuk tesis, reviewer menawarkan untuk menambah kajian-
kajian terkait dengan tema tesis. Jadi tidak hanya terpaku pada sosok sentral yang
dibahas dalam tesis. Ini tentu akan lebih memperkaya wawasan keilmuan yang bisa
diambil manfaatnya.
Metode Penelitian
Menurut reviewer, pisau analisa yang digunakan dalam tesis ini masih kurang.
Ada beberapa pendekatan yang bisa diterapkan dalam penelitian ini selain uṣūl al-
fiqh dan historis. Misalnya pendekatan filosofis dalam masalah istinbāṭ al-ahkām,
penulis bisa menggunakan konsep maqāṣid al-sharīʻah secara lebih spesifik,
meskipun juga telah menyinggung konsep pertimbangan maslahat dan mudarrat.
Selain itu, penulis juga bisa menawarkan pendekatan sosiologis terkait kondisi
sosial dan budaya yang sangat mungkin mempengaruhi pemikiran Muḥammad
Sayyid Ṭanṭāwî.
Teori yang ditawarkan oleh reviewer ialah strukturalisme-konstruktif
Bourdieu, hermeneutika-filosofis Gadamer dan shifting paradigm Thomas S Kuhn.
Jadi metode penelitian yang ditawarkan adalah penelitian kualitatif dengan
melalui studi kepustakaan (library research), dengan pendekatan sosiologis,
filosofis, dan historis dan dianalisis dengan content analysis, ditambah analisis uṣūl
al-fiqh dan maqāṣid al-sharīʻah .
17
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan dan Batasan Masalah
C. Batasan Istilah
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
E. Kerangka Berpikir
F. Kajian Terdahulu
G. Metode Penelitian
H. Garis Besar Isi Tesis
BAB II : BIOGRAFI MUHAMMAD SAYYID ṬANṬĀWÎ
A. Kelahiran dan Pendidikannya
B. Aktifitas Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî
C. Karya-Karya Muhammmad Sayyid Ṭanṭāwî
D. Pemikiran-Pemikiran Sayyid Ṭanṭāwî yang Kontroversi
BAB III : METODE DAN CORAK ISTINBĀṬ HUKUM ISLAM
A. Pengertian Metode Istinbāṭ Hukum Islam
B. Metode-Metode Istinbāṭ Hukum
C. Corak Istinbāṭ Hukum Islam
BAB IV : ANALISIS ISTINBĀṬ AL-AHKAM FATWA MUHAMMAD
SAYYID ṬANṬĀWÎ YANG KONTROVERSIAL
1. Masalah Menyumbang untuk Pembangunan Gereja
A. Perbedaan pandangan ulama tentang permasalahan menyumbang untuk
pembangunan gereja di Mesir
B. Pendapat Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî tentang bolehnya menyumbang untuk
pembangunan gereja
C. Pendapat yang membantah bolehnya menyumbang ke gereja
D. Analisis pendapat Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî tentang bolehnya
menyumbang ke gereja
E. Kaidah-kaidah fiqhiyyah yang cocok dalam kasus bolehnya menyumbang
untuk membangun gereja
F. Corak pemikiran hukum Islam Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî dalam masalah
menyumbang untuk pembangunan gereja
G. Analisis penulis tentang permasalahan ini
2. Permasalahan Bunga Bank
A. Pandangan sebagian ulama Islam tentang bunga bank
B. Pandangan Muhammad Sayyid Ṭanṭāwî mengenai bunga bank
C. Prinsip dan kaidah fiqih tentang pembolehan bunga bank
D. Analisis penulis tentang permasalahn ini
3. Masalah Pembolehan Pelajar Membuka Jilbab di Perancis
A. Latar belakang masalah
B. Pandangan Sayyid Ṭanṭāwî dalam kasus jilbab di Perancis
C. Reaksi beberapa ulama berkenaan dengan fatwa Ṭanṭāwî ini
D. Corak pemikiran beberapa ulama Islam tentang batasan aurat seorang
muslimah
18
E. Analisis penulis terhadap latar belakang fatwa Sayyid Ṭanṭāwî dalam kasus
jilbab di Perancis
F. Kaidah-kaidah fiqhiyyah yang berkenaan dengan pembolehan pelajar
melepas jilbab di Perancis
G. Analisis penulis tentang permasalahan jilbab di Perancis
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
19
DAFTAR PUSTAKA
Fadhlan Is, Muhammad. Analisis Istinbāṭ Al-Ahkām pada Fatwa Muḥammad Sayyid
Ṭanṭāwî yang Kontroversial. 2013. Medan: Pascasarjana IAIN Sumatera
Utara.
Ferdiansyah, Hengky. Pemikiran Hukum Islam Jasser Auda, Tesis. 2017. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Program Magister dan Doktor, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions, terj. Tjun Surjaman,. 2012.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
20