Abstrak
Pada makalah kali ini bertujuan untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai
sumber-sumber hukum Islam yang mukhtalaf, yaitu ‘Urf, Sadd al Dzari’ah, Madzhab
Sahabi, dan Syar’u man Qablana. Pendekatan peneliti dalam penelitian ini adalah
menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan menggunakan metode penelitian
kepustakaan. Dalam hal ini, penulis berusaha mengumpulkan bahan dengan
menggunakan berbagai data bibliografi dari berbagai sumber, termasuk buku, catatan,
dan artikel penelitian sebelumnya. Sumber hukum Islam yang mukhtalaf adalah
sumber-sumber hukum yang menjadi subjek perbedaan pendapat (ikhtilaf) di antara
para ulama dan mazhab hukum Islam. Para ulama berbeda pendapat dalam interpretasi
dan penggunaan sumber-sumber ini dalam menentukan hukum Islam. Perbedaan
pendapat terkait dengan sumber-sumber hukum ini mencerminkan keragaman dalam
interpretasi dan pendekatan hukum Islam di antara mazhab-mazhab dan ulama. Para
ulama melakukan ijtihad (pemikiran hukum) untuk mencari solusi yang paling sesuai
dengan prinsip-prinsip hukum Islam, tetapi perbedaan pendapat tetap menjadi ciri khas
dalam tradisi hukum Islam.
Kata Kunci: Sumber-sumber hukum Islam, 'Urf, Sadd al Dzari'ah, Madzhab Syafi'i,
Syar'u man Qablana
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Abstract
This paper aims to find out as a whole about the mukhtalaf sources of Islamic law, namely
'Urf, Sadd al Dzari'ah, Madzhab Sahabi, and Syar'u man Qablana. The researcher's
approach in this research is to use a qualitative research methodology using library research
methods. In this case, the author tries to collect material by using various bibliographic data
from various sources, including books, notes and previous research articles. Mukhtalaf
sources of Islamic law are sources of law that are the subject of differences of opinion
(ikhtilaf) among scholars and schools of Islamic law. Scholars differ in their interpretation
and use of these sources in determining Islamic law. These differences of opinion regarding
legal sources reflect the diversity in interpretations and approaches to Islamic law among
schools of thought and ulama. Ulama carry out ijtihad (legal reasoning) to find solutions that
best comply with the principles of Islamic law, but differences of opinion remain a
characteristic feature of the Islamic legal tradition.
Keywords: Sources of Islamic law, 'Urf, Sadd al Dzari'ah, Madzhab Sahabi, Syar'u man
Qablana
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Pendahuluan
Sumber hukum Islam adalah fondasi yang kokoh dalam pembentukan dan
pelaksanaan sistem hukum dalam kehidupan umat Muslim. Sumber-sumber ini menentukan
norma-norma dan aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan, dari ibadah hingga
muamalah (urusan dunia). Dalam konteks sumber hukum Islam, kita seringkali menemui
empat konsep yang memiliki peran penting dalam pengembangan hukum Islam, yaitu "urf,"
"sadd al-dzariah," "madzhab sahabi," dan "syar'u man qablana." Keempat konsep ini
memberikan dimensi yang mukhtalaf (beragam) dalam pemahaman dan aplikasi hukum
Islam. Dalam jurnal ini, kami akan menjelajahi masing-masing konsep tersebut secara
mendalam, menggali perbedaan dan persamaan dalam interpretasi serta implikasinya dalam
konteks hukum Islam.
Pertama-tama, urf atau kebiasaan adalah salah satu sumber hukum Islam yang
mukhtalaf. Urf mengacu pada praktik-praktik dan norma-norma yang menjadi kebiasaan
dalam masyarakat Muslim. Ini mencakup adat istiadat, etika, dan norma-norma perilaku yang
berlaku dalam suatu komunitas. Urf digunakan sebagai sumber hukum ketika tidak ada
ketentuan yang jelas dalam Al-Quran atau Hadist yang mengatur suatu masalah tertentu.
Prinsip urf memungkinkan hukum Islam untuk berkembang dan bersesuaian dengan konteks
sosial dan budaya masyarakat Muslim.1
Namun, konsep urf ini juga menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ulama
tentang mana yang dianggap sebagai urf yang sah dan mana yang tidak. Selain itu, urf dapat
berubah seiring waktu, sehingga mungkin ada perbedaan dalam bagaimana masyarakat
menginterpretasikan dan menerapkan kebiasaan mereka dalam hukum Islam. Dalam jurnal
ini, kami akan mengkaji peran urf dalam mengisi celah hukum dan memberikan pandangan
tentang bagaimana urf bisa berkontribusi pada pemahaman hukum Islam yang mukhtalaf.
Konsep kedua yang mukhtalaf adalah sadd al-dzariah, yang secara harfiah berarti
"menghentikan sarana." Sadd al-dzariah adalah prinsip dalam hukum Islam yang
mengizinkan penghentian segala bentuk sarana yang dapat digunakan untuk melakukan
perbuatan yang dilarang dalam Islam. Dalam konteks ini, sarana dapat berupa segala sesuatu
yang memudahkan atau memfasilitasi pelanggaran hukum Islam. Prinsip ini digunakan untuk
menjaga agar masyarakat Muslim menjalankan prinsip-prinsip moral dan etika yang
diinginkan oleh agama.
1
Muhammad Adib, “Kategorisasi Dalil-Dalil Yang Tidak Disepakati (Adillah Mukhtalaf Fiha) Dalam
Kajian Usul Fikih (Sebuah Tinjauan Kritis)” 3, no. 3 (April 2023): 72–73.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama tentang bagaimana dan kapan
sadd al-dzariah harus diterapkan. Beberapa ulama menganggapnya sebagai alat penting
dalam menjaga ketertiban moral dan sosial, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai
potensi untuk penyalahgunaan kekuasaan. Dalam jurnal ini, kami akan menggali konsep sadd
al-dzariah, mengidentifikasi kontroversi yang muncul seputar penggunaannya, dan mengkaji
peran serta implikasi prinsip ini dalam konteks hukum Islam yang mukhtalaf.2
Yang ketiga ialah Madzhab sahabi, yang menjadi salah satu pendekatan dalam
pengembangan hukum Islam yang mukhtalaf. Madzhab sahabi merujuk pada pendekatan
hukum yang berfokus pada pemahaman dan praktik para sahabat Nabi Muhammad SAW.
Para sahabat adalah orang-orang yang hidup bersama Nabi dan mendapatkan langsung
ajaran-ajarannya. Oleh karena itu, pemahaman mereka tentang Islam dianggap sebagai
otoritatif dalam banyak hal.
Dalam pengembangan hukum Islam, beberapa ulama menekankan pentingnya
mengikuti pemahaman para sahabat sebagai acuan utama dalam memahami dan
menginterpretasikan ajaran Islam. Namun, terdapat perbedaan pendapat tentang bagaimana
melaksanakan madzhab sahabi dan dalam hal apa mereka dianggap sebagai sumber hukum
yang sah. Dalam jurnal ini, kami akan mengeksplorasi konsep madzhab sahabi, melihat
bagaimana ia diterapkan dalam berbagai aliran pemikiran Islam, dan mencari pemahaman
yang lebih dalam tentang peran serta relevansinya dalam sumber hukum Islam yang
mukhtalaf.
Syar'u man qablana adalah konsep yang merujuk pada hukum-hukum yang berlaku
sebelum zaman kita. Ini mencakup ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang diberlakukan dalam
masyarakat-masyarakat sebelum masa hidup Nabi Muhammad SAW dan penyebaran Islam.
Konsep ini memberikan pandangan tentang sejarah perkembangan hukum dalam masyarakat
Muslim dan bagaimana ajaran-ajaran Islam berinteraksi dengan tradisi-tradisi hukum yang
ada sebelumnya.
Dalam penelitian ini, kami akan menjelajahi konsep syar'u man qablana, melihat
peran serta implikasinya dalam pengembangan hukum Islam, serta bagaimana konsep ini
memengaruhi pemikiran dan praktik hukum dalam berbagai mazhab dan aliran pemikiran
Islam. Dengan memahami lebih baik sumber-sumber hukum Islam yang mukhtalaf ini, kita
dapat menggali keragaman pandangan dan interpretasi yang ada, dan melihat bagaimana
sumber-sumber ini terus memengaruhi evolusi hukum Islam dalam berbagai konteks zaman.3
2
Siska Sulistiani, “Perbandingan Sumber Hukum Islam” 1, no. 1 (March 2018): 103–5.
3
Ahmad Syaripudin, “Metodologi Studi Islam Dalam Menyikapi Kontradiksi Hadist (Mukhtalaf Al-
Hadist)” 4, no. 1 (2018): 32–34.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
metode analisis deskriptif terhadap kajian pustaka terkait. Termasuk dalam kategori penelitian
kepustakaan, dimana data diambil dari literatur sebagai sumber analisis terkait Sumber
hukum yang tidak disepakati. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan jenis penelitian
kepustakaan, oleh karena itu penulis mengumpulkan data-data yang disajikan dalam literatur
sebagai sumber analisis pemahaman sumber hukum Islam yang mukhtalaf. Penulis
melakukan pengumpulan data kepustakaan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik
analisis isi tulisan berupa kata atau kalimat. Penulis melakukan analisis isi dokumen dengan
mengutip kata atau frasa yang relevan, menggunakan sumber primer berupa buku, dan
berkonsultasi dengan artikel yang relevan dengan topik. Sumber hukum yang tidak
disepakati antara lain ‘urf, sadd al dzari’ah, madzhab shahabi, dan syar’u man qablana.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
4
Ali Sodiqin, Fiqh Ushul Fiqh (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012),
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/27451/.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Sebagai sebuah contoh adalah kata “daging” yang menurut urf di masyarakat
Indonesia dikhususkan maknanya untuk daging sapi meski makna hakikinya
mencakup seluruh jenis daging. Yang kemudian dalam keseharian seperti
praktek jual beli yang dipakai ialah makna “daging” yang berdasarkan “urf
masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan ‘urd amaly adalah bentuk aktivitas
yang menjadi kebiasaan masyarakat berupa perbuatan. Sebagai contohnya
yaitu proses jual beli yang berlangsung di swalayan atau supermarker tanpa
adanya proses ijab dan qabul antara penjual dan pembeli. Jual beli seperti ini
dianggap sah, sebab telah menjadi ‘urf atau kebiasaan yang diterima oleh
masyarakat luas.
b. Berdasarkan Cakupannya
Berdasarkan cakupannya, urf dibagi menjadi dua kategori. Yakni ‘urf ‘am
dan juga ‘urf khas. Yang dimaksud dengan ‘urf ‘am adalah ‘urf atau kebiasaan
yang dilakukan oleh masyarakat yang cakupannya luas atau menyeluruh.
Salah satu contoh dari ‘urf ‘am ini yaitu kebiasan jual beli mobil yang
umumnya sudah disertai dengan peralatan perbaikannya (dongkrak, kunci-
kunci, dsb).
Kemudian pengertian dari ‘urf khas adalah aktivitas yang menjadi sebuah
kebiasaan dalam masyarakat namun cakupannya hanya pada daerah tertentu.
Sebagai contoh adalah prosesi pernikahan yang berbeda-beda yang
disesuaikan dengan adat istiadat daerah masing-masing.
c. Berdasarkan Keabsahannya
Berdasarkan keabsahannya menurut hukum syara’, urf dibagi menjadi dua
kategori. Yaitu urf shahih yang bermakna segala kebiasaan masyarakat yang
baik dan tidak bertolak belakang dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dan yang
kedua adalah urf fasid yang bermakna kebiasaan masyarakat yang
bertentangan dengan hukum Islam.5
C. Kedudukan ‘Urf Sebagai Sumber Hukum Islam
Kedudukan 'urf (norma-norma sosial atau kebiasaan) sebagai sumber hukum
Islam memiliki perbedaan pendapat (mukhtalaf) di antara ulama hukum Islam.
Beberapa ulama dan mazhab menganggap 'urf memiliki peran yang signifikan
dalam menentukan hukum Islam, sementara yang lain membatasi penggunaannya
5
Moh Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, 1st ed. (Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja, 2019).
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
atau merasa 'urf tidak seharusnya dianggap sebagai sumber hukum utama. Berikut
adalah beberapa pandangan yang mukhtalaf tentang kedudukan 'urf:
2. Sadd al-Zarai’ah
6
Ramli, Ushul Fiqh, 1st ed. (Yogyakarta: Nuta Media, 2021).
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Sadd al-Dzariah adalah konsep penting dalam hukum Islam yang membahas
tentang mencegah atau menghalangi sarana atau alat yang dapat digunakan untuk
melakukan perbuatan yang diharamkan dalam agama. Konsep ini berakar dalam
upaya untuk memastikan pemeluk agama Islam menghindari perbuatan dosa dan
melanggar hukum agama. Sadd al-Dzariah menggambarkan prinsip pencegahan dan
pengendalian dalam Islam, yang bertujuan untuk menjaga kepatuhan terhadap ajaran-
ajaran agama serta memelihara moralitas dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembahasan ini, kita akan menjelajahi lebih dalam konsep Sadd al-Dzariah
dan bagaimana hal itu berperan dalam konteks hukum Islam dan etika.
A. Pengertian Sadd al Dzari’ah
Secara bahasa atau epistemologi Sadd Dzari’ah ialah istilah yang terdiri dari
kata سدdan الذريعة, sadd yang berarti menutup dan dzari’ah yang berarti jalan atau
wasilah untuk menuju suatu tujuan (baik itu sesuatu yang sifatnya positif maupun
negatif). Kemudian secara istilahi atau terminologi, sadd al dzari’ah bermakna
menutup jalan atau mencegah terjadinya hal-hal yang menimbulkan kerusakan
baik dalam bentuk fasilitas, keadaan perilaku yang dapat membuat kemudaratan
bagi orang lain, sehingga kemudharatan dapat diubah dalam bentuk yang
7
dilarang. Imam Al-Syaitibi mendefinisikan Sadd al Dzari’ah sebagai sebuah
kegiatan yang asal mulanya mengandung kemashlahatan namun digunakan untuk
menuju suatu kemafsadatan.
Sadd al Dzari’ah dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk metode
preventif, sebagai bentuk upaya pencegahan sebelum suatu kemudhorotan terjadi.
Sadd al Dzari’ah dijadikan sebagai salah satu sumber pokok hukum Islam dengan
dasar tinjauan daripada sebab dan akibat dari suatu perbuatan. Perbuatan yang
menjadi bagian atau turut serta dalam proses akan mendapatkan ketetapan hukum
yang sama dengan perbuatan yang menjadi akibat daripada niat orang yang
berbuat. Contohnya adalah ketika ada seorang yang memiliki niatan mulia untuk
menyantuni anak-anak gelandangan di pinggir jalan, namun orang tersebut
sejatinya telah mengetahui dari informasi-informasi masyarakat tentang uang
santunan yang malah sering disalahgunakan anak-anak gelandangan tersebut
untuk membeli narkoba ataupun miras, maka santunan yang memiliki hukum asal
7
Abdul Dahlan, Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2010).
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
halal dan bahkan dianjurkan malah berhukum haram karena akibat daripada
santunan tersebut yang haram.
ٰذ
َو اَل َتُسُّبوا اَّلِذ ْيَن َيْدُع ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا َفَيُسُّبوا َهّٰللا َعْد ًو ۢا ِبَغْيِر ِع ْلٍۗم َك ِلَك َز َّيَّنا ِلُك ِّل ُاَّم ٍة َع َم َلُهْۖم ُثَّم ِاٰل ى َر ِّبِهْم
َّم ْر ِج ُعُهْم َفُيَنِّبُئُهْم ِبَم ا َك اُنْو ا َيْع َم ُلْو َن
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar
pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia
akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.”
Pada ayat tersebut terdapat penjelasan mengenai larangan bagi kaum
Muslimin untuk memaki atau mengolok sesembahan orang orang musyrik,
karena dikhawatirkan kaum musyrikin tersebut akan membalas dengan
sadd al-żarī’ah (menutup jalan), agar mereka tidak memaki atau menghina
8
Allah.
Imam Syafii dan Hanafi hanya menerima sadd al-żarī’ah dalam masalah
tertentu dan mereka tidak menjadikannya sebagai dalil dalam masalah yang
lain; misalnya, Imam Syafi’i, membolehkan seseorang karena adanya uzur,
seperti sakit dan musafir meninggalkan shalat Jumat dan menggantikannya
dengan shalat zuhur. Namun, orang itu hendaklah melaksanakan shalat zuhur
secara diam-diam dan tersembunyi, agar tidak dituduh sengaja meninggalkan
Shalat Jumat, seperti halnya dengan orang yang tidak berpuasa, apabila ada
uzur, maka hendaklah ia tidak makan dan minum di tempat yang umum untuk
menghindari fitnah terhadapnya. Pendapat-pendapat Imam Syafi’i dirumuskan
atas dasar prinsip sadd al-żarī’ah
3. Madzhab Shahabi
A. Pengertian Madzhab Shahabi
Madzhab sahabi ialah pendapat para sahabat yang telah beriman kepada nabi
sebelum hudabiyah, turut berperang bersama nabi atau terkenal karena fatwanya.
setelah Rasulullah Meninggal banyak kejadian yang baru muncul di kalangan
8
Darmawati, Ushul Fiqh, 1st ed. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019).
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Dan ada juga Sebaliknnya, para ulama’ sepakat bahwa qaul ash-shahabi
yang merupakan hasil ijtihad perorangan tidak menjadi hujjah terhadap sahabat
lainya. Sebab fakta sejarah menunjukkan bahwa di kalangan sahabat sendiri
terjadi perbedaan pendapat dalam beberapa masalah hukum syara’ tertentu.
9
Syafi’i Karim, Ushul-Fiqih Madzhab Shahabi (Bandung, 2001),
https://www.scribd.com/document/348977713/Ushul-Fiqh-Mazhab-Shahabi.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
1. Bahwa sahabat itu tidak maksum (terpelihara) dari kesalahan. Tidak lain
halnya dengan seorang mujtahid yang yang bisa berbuat kesalahan. Mengenai
keutamaan sahabat dengan ilmu dan takwanya, tidaklah mewajibkan untuk
mengikutinya.
2. Bahwa sebagian sahabat itu menyelisihi sahabat lainnya.
3. Bahwa ada sebagian yang menyalahi madzhab/qaul sahabat.
Dalam hal ini Imam Syafi’i mengatakan sebagaimana dikutip oleh Abdul
Wahhab Khallaf dalam kitabnya, begini: “Tidak menetapkan hukum atau
memberikan fatwa kecuali dengan dasar yang pasti, yaitu Al-Qur’an dan al-
Hadits, atau sebagaimana yang dikatakan para ilmuan yang dalam suatu hal tidak
berbeda pendapat (ijma’), atau dengan mengqyiaskan kepada sebagian dasar ini".11
Firman Allah SWT pada surah Ali Imran (3) ayat 110, yang berbunyi:
ُك ْنُتْم َخ ْيَر ُأَّم ٍة ُأْخ ِر َج ْت ِللَّناِس َتْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُر وِف َو َتْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّللۗ َو َلْو آَم َن َأْه ُل اْلِكَتاِب
َلَك اَن َخ ْيًر ا َلُهْم ۚ ِم ْنُهُم اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو َأْك َثُر ُهُم اْلَفاِس ُقوَن
10
Abdul Dahlan, Ushul Fiqih (Jakarta, 2010), https://id.scribd.com/document/445313005/Ushul-Fiqih-
Dr-H-Abd-Rahman-Dahlan-M?language_settings_changed=Bahasa+Indonesia.
11
Abdul Khalaf, “Resume Buku Ilmu Ushul Fiqih,” n.d.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka;
di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasih.”
Menurut mereka, qaul sahabat merupakan salah satu dalil naqli di antara
dalil dalil yang lain. Dan ayat ini ditunjukan kepada para sahabat.
yang ditetapkan oleh Allah SWT, dan mereka juga berlaku bagi umat Nabi
Muhammad, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Asy-Syura ayat 13:
َش َر َع َلُك ْم ِّم َن الِّدْيِن َم ا َو ّص ى ِبِه ُنْو ًح ا َّو اَّلِذْي َاْو َح ْيَنآ ِاَلْيَك َو َم ا َو َّصْيَنا ِبِه ِاْبَر ِهْيَم َو ُم ْو َس ى َو ِع ْيَس ى َاْن َاِقْيُم وا
الِّدْيَن َو اَل َتَتَفَّر ُقْو ا ِفْيِه َك ُبَر َع َلى اْلُم ْش ِر ِكْيَن َم ا تْدُع ْو ُهْم ِاَلْيِه هّللا َيْج َتِبْي ِاَلْيِه َم ْن َّيَشآُء َو َيْه دْي ِاَلْيِه َم ْن ُّيِنْيُب
Artinya: diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketakwaan) dan janganlah
kamu berpecah belah di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk
mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang
Dia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya
bagi orang yang kembali (kepada-Nya)”.13
Dalam ayat tersebut, Allah menyebut Nabi Nuh sebagai Nabi yang pertama
kali disebut. Urutan ini memiliki makna penting yang perlu diperhatikan. Pesan
yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa Nabi Nuh adalah Rasul pertama
yang menerima syariat dari Allah. Menurut Ibn Katsir, setelah Nabi Adam, Rasul
pertama adalah Nabi Nuh, dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad saw.
sementara itu, Ibn Al-Arabi dalam tafsirnya mengutip ucapan Rasulullah:
انت أول رسول بعثه هّللا الى: فيأتون نوحا فيقولون. فانه أول رسول بعثه هّللا الى األرض,ولكن ائتوا نوحا
األرض.
Menurutnya, hadist ini diyakini sebagai shahih dan tidak ada keraguan.
Demikian pula, tidak diragukan bahwa Nabi Adam adalah Nabi pertama. Nabi
Adam AS memiliki sedikit pengikut, yaitu anak-anaknya sendiri, sehingga ia tidak
memiliki banyak kawajiban. Allah hanya memberikan aturan kepada beliau dalam
beberapa aspek urusan utama yang berkaitan dengan menjaga ketertiban dalam
kehidupan. Seiring berjalannya waktu, kewajiban-kewajiban dari Allah SWT
diperkenalkan pada masa Nabi Nuh AS, seperti larangan pernikahan dengan ibu,
anak, dan saudara-saudara. Pada zaman Nabi Nuh AS, juga diajarkan adab dalam
dunia, dan ajaran ini kemudian diteruskan oleh para Nabi dan Rasul yang datang
setelahnya, hingga akhirnya mencapai Nabi Muhammad Saw, yang menjadi Rasul
terakhir yang diutus oleha Allah untuk menyampaikan syariat.
13
Lutfi Lestari, “Dalil Hukum Yang Mukhtalaf, Dan Penerapan Pada Fatwa DSN-MUI Terkait
Keuangan” 8, no. 1 (June 2022): 15.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
14
Imam Yazid, “Analisis Teori Syar’u Man Qablana,” n.d., 371–72.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
a. Surat Asy-Syura: 13
َش َر َع َلُك ْم ِّم َن الِّديِن الَو َّص ِبِه ُنوًح ا َو اَّلِذ ى َأْو َح ْينآ ِإَلْيَك َو َم ا َو َّصْينا ِبِه ِإْبَرِهَم َو ُم َس ى َو ِع يَس ى َأْن
َأِقُم وْا الِّديَن َو اَل َتَتَفَّر ُقوْا ِفيِه
Artinya: “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama, apa yang
telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa
yaitu: Tegakkanlah agama dan jangan kamu berpecah belah tentangnya.”
b. Surat An-Nahl: 123
ُثَّم َأْو َح ْيَنآ ِإَلْيَك َأِن آَّتِبْع ِم َّلَة ِإْبَرِهيَم َح ِنًفا َو َم ا َك اَن ِم َن اْلُم ْش ِر ِك يَن
mengambil sikap tegas terkait apakah syariat lama masih berlaku atau tidak.
Pendapat ini dianggap sebagai pendapat terpilih oleh Al-Amidi, Qadhi Abdul
Jabar, serta ulama lain yang memiliki pandangan serupa.15
Hadist Nabi
Hadits Nabi ini menjelaskan bahwa harta rampasan perang yang disebut
“ghanimah” tidak diizinkan bagi umat sebelumnya, tetapi kemudian
dinyatakan sebagai halal bagi umat Nabi Muhammad. Ulama telah sepakat
15
Imam Yazid, “Analisis Teori Syar’u Man Qablana,” n.d., 376–78.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
menyatakan bahwa syariat terdahulu yang dalam bentuk ini (yang telah
dinasakh) tidak berlaku untuk umat Nabi Muhammad.
2. Hukum- hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi, yang
diperintahkan untuk umat sebelumnya, telah dinyatakan juga berlaku bagi
umat Nabi Muhammad, dan diumumkan bahwa hukum-hukum tersebut akan
berlaku untuk generasi berikutnya. Seperti yang dinyatakan dalam firman
Allah surat Al-Baqarah: 183
َيَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا كثِتَب َع َلْيُك ُم الَّصَياُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذ يَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَعَّلُك ْم َتَّتُقوَن
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kamu diwajibkan berpuasa
sebagaimana kewajibkan yang telah diberlakukan kepada umat sebelum kamu,
semoga dengan berpuasa ini kamu dapat mencapai ketakwaan.”
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa puasa diperintahkan bagi generasi
sebelumnya dan diwajibkan atas umat Nabi Muhammad. Sebagai contoh
dalam hadist Nabi, disebutkan tentang ibadah berkurbanyang diperintahkan
Nabi Ibrahim, dan juga diterapkan untuk umat Nabi Muhammad. Hal ini
ditegaskan dalam sabda Nabi:
ضحوا فانها سنة ابيكم ابراهيم
Artinya: “Berkurbanlah karena yang demikian itu adalah sunnah bapakmu,
Ibrahim.”
Peraturan-peraturan dalam format ini berlaku bagi pengikut Nabi
Muhammad. Ini adalah kesepakatan dari seluurh cemdekiawan agama. hukum
yang diberlakukan untuk komunitas Nabi Muhammad bukan karena ia adalah
hukum yang berlaku sebelum kita dan harus berlaku untuk kita, melainkan
karena kewajiban tersebut telah ditetapkan dalam Al-Qur’an atau hadis Nabi.
3. Hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau hadist Nabi dijelaskan
sebagai berlaku untuk generasi sebelum Nabi Muhammad, tetapi tidak ada
pernyataan yang tegas yang mengatakan bahwa hukum-hukum tersebut juga
berlaku untuk kita, dan tidak ada penjelasan bahwa hukum tersebut telah
dinasakh.
Dari tiga bentuk syariat yang ada sebelum zaman kita, yang pertama sudah
jelas dinyatakan tidak berlaku lagi untuk umat Nabi Muhammad. Demikian juga,
bentuk kedua telah disepakati sebagai bagian dari hukum Islam. Namun, yang
ketiga adalah sebenarnya disebut sebagai “syariat sebelum kita” yang menjadi
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II
perhatian ulama Ushul ketika membahas dalil-dalil syariah atau metode ijtihad.
Pembahasan tentang “syariat sebelum kita” ini muncul karena di satu sisi, syariat
ini disebut dalam Al-Qur’an dan oleh karena itu dianggap mengikat untuk umat
Nabi Muhammad. Namun di sisi lain, Al-Qur’an sendiri menyebutkan bahwa
hukum tersebut berlaku untuk kitab suci terdahulu yang mengatur hukum bagi
umat sebelum Islam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah: 45
Artinya: “Kami telah menetapkan dalam Kitab Taurat untuk mereka bahwa
pembalasan harus sesuai, yaitu jiwa dengan jiwa dan mata dengan mata”16
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Muhammad. “Kategorisasi Dalil-Dalil Yang Tidak Disepakati (Adillah Mukhtalaf Fiha)
Dalam Kajian Usul Fikih (Sebuah Tinjauan Kritis)” 3, no. 3 (April 2023): 72–73.
Bahrudin, Moh. Ilmu Ushul Fiqh. 1st ed. Bandar Lampung: CV. Anugrah Utama Raharja,
2019.
Dahlan, Abdul. Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah, 2010.
———. Ushul Fiqih. Jakarta, 2010. https://id.scribd.com/document/445313005/Ushul-Fiqih-
Dr-H-Abd-Rahman-Dahlan-M?language_settings_changed=Bahasa+Indonesia.
Darmawati. Ushul Fiqh. 1st ed. Jakarta: Prenadamedia Group, 2019.
Karim, Syafi’i. Ushul-Fiqih Madzhab Shahabi. Bandung, 2001.
https://www.scribd.com/document/348977713/Ushul-Fiqh-Mazhab-Shahabi.
Khalaf, Abdul. “Resume Buku Ilmu Ushul Fiqih,” n.d.
Lestari, Lutfi. “Dalil Hukum Yang Mukhtalaf, Dan Penerapan Pada Fatwa DSN-MUI Terkait
Keuangan” 8, no. 1 (June 2022): 15.
Muna, Ana. Pengertian Madzhab Sahabi Dan Penerapannya Dalam Ushul Fiqih. Semarang,
2018. https://www.scribd.com/document/394560261/PENGERTIAN-MADZHAB-
SHAHABI-DAN-PENERAPANNYA-DALAM-USHUL-FIQIH-pdf.
Ramli. Ushul Fiqh. 1st ed. Yogyakarta: Nuta Media, 2021.
Sodiqin, Ali. Fiqh Ushul Fiqh. Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012. https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/27451/.
Sulistiani, Siska. “Perbandingan Sumber Hukum Islam” 1, no. 1 (March 2018): 103–5.
16
Imam Yazid, “Tafsir Ayat Ahkam Tentang Syar’u Man Qablana Dan Kehujjahannya Sebagai Dalil
Hukum,” n.d.
Alra Maylda Amalia, Eni Muslikhatin Nur Aida, & Muhammad Fatih Arroichan : Sumber
Hukum Islam Yang Tidak Disepakati II