Anda di halaman 1dari 13

0

BAB 4
LEMBAGA KEUANGAN BANK

RESUME BUKU
(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Syariah)

Dosen Pengampu :

Dahlan Suherlan, SH. MH.


Disusun Oleh :

Wahyu Tri Cahyono

PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN
JAKARTA
1437 H / 2015 M

BAB 4
LEMBAGA KEUANGAN BANK
A. Sejarah Lembaga Keuangan Konvensional dan Jenis-Jenisnya
Lembaga keuangan konvensional di Indonesia pertama kali didirikan
pada tahun 1824. Ketika itu pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah
bank yang diberi nama Handel Maatschappij (NHM), yang dewasa ini dikenal
dengan nama Bank Ekspor Impor Indonesia (BEI). Kemudian pada tahun 1827
pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan De Javasche Bank (sekarang
dikenal dengan nama Bank Indonesia) dan NV Escompto Bank (cikal bakal
bank swasta, yang sekarang dikenal dengan Bank Dagang Negara).
Apabila dilihat dari definisi, peristilahan bank berarti badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Kemudian pada perkembangannya terdapat dua macam segi
pengelolaan di mana bank dapat dikelompokkan menjadi dua yakni bank
konvensional (dengan sistem bunga) dan bank syariah (dengan sistem bagi
hasil).
Bank konvensional dibagi menjadi dua:
1.

Usaha Bank Umum


Jenis kegiatan usaha Bank Umum adalah:
-

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa


giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk
lainnya yang disamakan dengan itu.

Memberi kredit

Menerbitkan surat pengakuan utang

Membeli, menjual, atau menjamin resiko sendiri maupun untuk


kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

2.

Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR)


Suatu bank dinamakan bank perkreditan rakyat apabila bidang
1

usahanya meliputi:
-

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa


deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan
dengan itu.

Memberikan kredit

Mengadakan pembiayaan bagi masyarakat bagi nasabah berdasarkan


prinsip bagi hasil keuntungan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah

Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI),


deposito berjangka sertifikat deposito, dan atau pada bank lain.

B. Produk dan Kinerja Lembaga Keuangan Konvensional.


Lembaga keuangan konvensional, merupakan lembaga keuangan
yang mendasarkan pada prinsip bunga yang merupakan sistem ekonomi
kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme adalah sistem organisasi ekonomi
yang dicirikan oleh hak milik privat atas alat-alat produksi dan distribusi
(tanah,

pabrik-pabrik,

jalan-jalan

kereta

api,

dan

sebagainya)

dan

pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat


kompetitif.
Dengan sistem kapitalis menimbulkan adanya monopoli usaha
karena sistem usaha bebasnya. Menurut Monzer kahf, sistem usaha bebas
telah menimbulkan ketidakstabilan dalam kegiatan-kegiatan perekonomian
dan perputaran dunia usaha. Sistem usaha bebas yang menibulkan monopoli
usaha juga menunjukkan tidak adanya keadilan dan pemerataan ekonomi
dalam kehidupan masyarakat.
Di

samping

sistem

ekonomi

kapitalis,

lembaga

keuangan

konvensional juga dipengaruhi sistem ekonomi komunis yang berdiri atas dasar
bahwa alat-alat produksi seluruhnya menjadi milik bersama antara anggotaanggota masyarakat. Individu-individu sebagai orang seorang tidak mempunyai

hak untuk memilikinya dan bertindak menurut keinginannya, kecuali sebagai


upah atas jasa-jasa yang diberikannya untuk kemaslahatan bersama.
Berdasarkan

sistem

tersebut

lembaga

keuangan

konvensional

melahirkan produk jasa perbankan dengan sistem bunga yakni kelebihan dalam
pengembalian pinjaman yang ditentukan oleh bank. Dari bunga ini maka bank
dapat memperoleh keuntungan yang besar yang sebagiannya diberikan kepada
penabung yang menambah nominal saving. Adapun produk-produknya antara
lain:
-

Deposito yakni sistem menabung uang berjangka dengan pengambilan


yang sudah ditentukan misalnya enam bulan. Namun yang diambil
adalah bunganya saja, sedangkan uang pokoknya diatur dalam jangka
tertentu yang cukup lama.

Pinjaman dengan cara kerja nasabah mengajukan permohonan ke bank,


memberikan agunan sesuai dengan pinjaman, ketentuan bunga dan
pengembalian yang ditentukan bank. Dalam hal ini bunga bank telah
ditentukan bank.

Simpanan, yakni nasabah menyimpan uang dengan nilai bunga yang


ditentukan oleh bank. Secara umum simpanan dapat diambil sewaktuwaktu, dan dalam aturan khusus bisa berbentuk deposito dan tabungan
dengan bentuk dan tujuan tertentu.

Jasa keuangan lain seperti untuk kepentingan ekspor impor, perkreditan


rumah, motor dan lainnya. Namun dalam hal ini seluruhnya tidak lepas dari
sistem bunga.
Di samping lembaga keuangan yang berupa bank, terdapat pula

lembaga keuangan non bank yang didasarkan pada Keputusan Mentri


Keuangan Nomor 792/MK/IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970. Keputusan ini
kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Mentri Keuangan No.
38/MK/IV/I/72 tanggal 18 Januari 1972.
Lembaga keuangan non bank menurut ketentuan ini adalah usaha
yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang menghimpun dana
dengan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya untuk membiayai

investasi perusahaan. Lembaga ini juga diperbolehkan menerima dana dari


masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Namun berdasarkan
kebijakan pakto 27, 1988, lembaga ini dapat menerbitkan sertifikat deposito
sebagai sumber dana dan dapat mendirikan kantor-kantor cabang di daerahdaerah.
C. Sejarah dan Macam-macam Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan Syariah
adanya

kesadaran masyarakat

dibentuk sebagai perwujudan dari

terhadap

aplikasi

ajaran

Islam dengan

menggunakan sistem ekonomi Islam, yakni sistem ekonomi yang dilaksanakan


dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-hari bagi individu, keluarga,
kelompok

masyarakat

maupun

pemerintah

penguasa

dalam

rangka

mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa


yang

dihasilkan

tunduk dalam peraturan / perundang-undangan Islam.

Sehingga lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan yang


menggunakan prinsip-prinsip Islam (syariah) sebagai landasan opresionalnya.
Dengan demikian semua transaksi yang dioperasionalkan tidak lepas dari aturan
syariat dan tidak bertentangan dengannya.
Keberadaan lembaga keuangan syariah pada awalnya dirintis dari
adanya sidang menteri luar negri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973.
kemudian pada bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara
Islam penghasil minyak, bertemu di Jeddah untuk membicarakan berdirinya
bank syariah. Rancangan pendirian bank tersebut berupa anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga, dibahas pada pertemuan kedua, Mei 1974. Sidang
menteri keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian bank
pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal
2 Milyar dinar Islam.
Dengan berdirinya IDB telah memotivasi banyak negara Islam untuk
lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras
menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan

bank

syariah. Kerja keras ini membuahkan hasil sehingga pada akhir tahun 1970-

an dan awal dekade 80-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan,


negara- negara Teluk, Pakistan, Iran, Malasyia, Bangladesh serta Turki. Secara
garis besar lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua
kategori. Pertama, bank Islam (Islamic Comersial Bank), kedua, lembaga
investasi dalam bentuk international holding companies.
Bank-bank yang masuk dalam kategori pertama di antaranya:
1. Faisal Islamic Bank
2. Kuwait Finance House
3. Dubai Islamic Bank
4. Jordan Islamic Bank for Finance and Investment
5. Bahrain Islamic Bank
6. Islamic International Bank for Investment and Development
Adapun yang masuk dalam kategori kedua adalah:
1. Dar al-Mal al-Islami
2. Islamic Investment Company of the Gulf
3. Bahrain Islamic Investment Bank
4. Islamic Investment House
Pada perkembangan berikutnya, perkembangan lembaga keuangan
syariah begitu pesat di berbagai negara muslim, termasuk Indonesia. Pada
awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi
Islam di Indonesia mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian
tersebut adalah Karnaen A. Perwaatmaja, M. Dawam Raharjo, A.M.
Saefuddin, M. Amin Aziz dan lain-lain. Beberapa uji coba dalam skala
yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah baitul al-Tamwil
Salman, Bandung yang tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk
lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridlo Gusti.
Akan tetapi prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di
Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majlis Ulama Indonesia pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 mengadakan lokakarya bunga bank dan perbankan

di Cisarua Bogor. Hasil lokakarya tersebut, dibahas secara lebih mendalam


pada musyawarah nasional IV MUI yang berlangsung di hotel Syahid
Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas
tersebut dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam Indonesia.
Akhirnya tanggal 1 November
pendirian

Bank

1991

dilakukan

penandatanganan

akta

Muamalat Indonesia oleh 200 orang pendiri dengan total

modal dasar Rp. 500 miliar.


Perkembangan bank Syariah begitu pesat saat era reformasi tiba
yakni dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. dalam undangundang tersebut diatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha
yang dapat diopreasionalkan dan diimplementasikan oleh bank syariah.
Undang-undang

tersebut

juga

memberikan

arahan

bagi

bank-bank

konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri


secara total menjadi bank syariah.
Peluang

tersebut

ternyata

disambut

antusias

oleh

masyarakat

perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang


perbankan syariah bagi para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki
untuk membuka devisi atau cabang syariah dalam institusinya. Bahkan ada
ingin melakukan mengkonversi secara total.
Bank-bank tersebut di antaranya adalah Bank Syariah Mandiri
(BSM) yang merupakan bank pemerintah yang melandaskan opresionalnya
pada prinsip syariah. Secara struktural, BSM berasal dari bank Susila Bakti
sebagai salah satu anak perusahaan dari Bank Mandiri.
Perkembangan lainnya adalah diperkenankannya konversi cabang
bank umum konvensional menjadi cabang syariah. Beberapa bank ini adalah:
1. Bank IFI
2. Bank Niaga
3. Bank BTN
4. Bank Mega
5. Bank BRI
6. Bank Bukopin

7. BPD JABAR
8. BPD Aceh
Lembaga keuangan syariah di samping berbentuk bank sebagaimana
di atas, terdapat juga Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Selain itu
terdapat pula lembaga keuangan non bank yang dikenal dengan baitul mal
wat-tamwil (BMT).
D. Produk dan Kinerja Lembaga Keuangan Syariah
Produk dan kinerja lembaga keuangan syariah tentu tidak lepas dari
landasan syariah. Dengan demikian, lembaga keuangan syariah selalu
mengacu pada konsep fiqih muamalah maaliyah.
Lembaga keuangan syariah secara konsepsional dilaksanakan dengan
maksud menghindarkan riba dengan segala praktik dan inovasinya, yang
memiliki dua sifat utama yakni bunga berlipat dan aniaya. Selain itu, juga
untuk membangun budaya baru dalam pengelolaan perbankan yang mendapat
titipan dana dari masyarakat, dengan menghindari penentuan prosentase
bunga yang pasti untung, sebelum dilakukan.
Karena dalam pengeluaran produk dan operasionalisasi mengacu pada
fiqih

muamalah,

maka

akad-akad

yang

telah

ada

dalam

fiqih

muamalah digunakan dengan menkontekstualisasikan dalam era kekinian.


Produk-produk tersebut adalah:
1.

Al-Wadiah (titipan, yang merupakan amanat di tangan penerima titipan).


Pemilik modal menitipkan atau menyimpan uangnya di BMT (bank), dan
pengusaha menjalankan usahanya dengan meminjam uang dari BMT
(bank). Ini merupakan prinsip dasar yang mengacu pada konsep fiqih
muamalah yang dikembangkan menjadi al-wadiah yad al-dhamanah yang
dalam aplikasi perbankannya untuk tujuan current account (giro) dan
saving account (tabungan berjangka). Sebagai konsekuensi yad addhamanah semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut

menjadi milik bank. Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan


keamanan terhadap hartanya, demikian juga fasilitas-fasilitas giro lainnya.
2.

Al-Musyarakah (project financing participation) yang terdiri dari syirkah


al-inan, muwafadhah, amal, wujuh dan syirkah mudharabah. Dalam
aplikasi perbankannya dipakai untuk: pertama, untuk pembiayaan proyek di
mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati bank. Kedua, modal
ventura yakni melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan.

3.

Al-Mudharabah

(Trust

Vinancing,

Trust

Investment),

yang

terdiri

dari mudharabah mutlaqah, dan mudharabah muqayyadah. Aplikasi


perbankannya dalam bentuk tabungan berjangka, deposito spesial,
pembiayaan modal kerja dan investasi khusus.
4.

Al-Muzaraah (Harvest-Yield Shoft Sharing) yakni kerjasama pengolahan


pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan
memberikan lahan pertanian kepada sipenggarap untuk ditanami dan
pemelihara mendapat prosentase dari hasil panen. Dalam hal ini lembaga
keuangan syariah dapat memberikan modal bagi nasabah yang bergerak
dalam bidang planatation atas dasar prinsip bagi hasil dari panen.

5.

Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based) yakni bentuk yang


lebih sederhana dari muzaraah di mana si penggarap hanya bertanggung
jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap
mendapat nisbah tertentu dari hasil panen.

6.

Bai al-Murabahah (defered payment sale) yakni jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Aplikasi dalam
perbankan diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barangbarang investasi, baik domestik maupun luar negri seperti melalui letter of
credit.

7.

Bai

As-salam

(in

front

payment

sale),

yang

dalam

aplikasi

perbankannya pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif


pendek yaitu 2-6 bulan. Di samping itu juga untuk industri misalnya

produk garmen yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum.


ANALISA
Yang menjadi perbedaan pokok antara lembaga keuangan bank
konvensional dan bank syariah adalah ada tidaknya prinsip bunga. Bunga bank
masih menjadi perdebatan di kalangan ulama, sebab dianggap sebagai riba. Pada
bank syariah bunga bank diganti dengan prinsip bagi hasil (profit sharing).
Berikut ini pendapat ulama antara yang menghalalkan dan yang mengharamkan
bunga bank.
Ulama Dan Lembaga Yang Mengharamkan Bank Konvensional
a.

Pertemuan 150 Ulama terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan


Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara
aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua
merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.

b.

Majmaal Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah


pada tanggal 10-16 Rabiul Awal 1406 H/22 Desember 1985;

c.

Majma Fiqh Rabithah alAlam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang


diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406

d.

Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;

e.

Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;

f.

Majmaul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.

g.

Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)


Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah.

h.

Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo


menyatakan bahwa sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan
kaidah Islam.

i.

Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar


Lampung.

j.

Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga


(interest/faidah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.

10

k.

Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqaidah 1424/03 Januari


2004, 28 Dzulqaidah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24
Januari 2004.

Ulama Dan Lembaga Yang Menghalalkan Bank Konvensional


a.

Syekh Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi menilai bunga bank bukan


riba dan halal.

b.

Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. dalam bukuSikap Syariah Islam terhadap


Perbankan

c.

Keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002 membahas soal bank


konvensional.

d.

A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan


bunga bank itu halal.

e.

Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro TV berpendapat bunga


bank bukanlah riba dan karena itu halal.

Alasan Ulama Dan Lembaga Yang Menghalalkan Bank Konvensional


a.

Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi bank konvensional/deposito itu halal


dalam berbagai bentuknya walau dengan penentuan bunga terlebih dahulu.
Menurutnya, di samping penentuan tersebut menghalangi adanya perselisihan
atau penipuan di kemudian hari, juga karena penetuan bunga dilakukan
setelah perhitungan yang teliti, dan terlaksana antara nasabah dengan bank
atas dasar kerelaan mereka.

b.

Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir mengatakan, Perkataan yang benar bahwa


tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan
perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang
perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga mengatakan,
Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan amalamal ribawi yang dilarang Al-Quran yang Mulia. Karena bunga bank adalah
muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti
yang terdapat dalam Al-Quran tentang pengharaman riba.

c.

Isi keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002:

11

Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bank konvensional dan


menyerahkan harta dan tabungan mereka kepada bank agar menjadi wakil
mereka

dalam

menginvestasikannya

dalam

berbagai

kegiatan

yang

dibenarkan, dengan imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka serta


ditetapkan terlebih dahulu pada waktu-waktu yang disepakati bersama orangorang yang bertransaksi dengannya atas harta-harta itu, maka transaksi dalam
bentuk ini adalah halal tanpa syubhat (kesamaran), karena tidak ada teks
keagamaan di dalam Alquran atau dari Sunnah Nabi yang melarang transaksi
di mana ditetapkan keuntungan atau bunga terlebih dahulu, selama kedua
belah pihak rela dengan bentuk transaksi tersebut.
Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil. Tetapi (hendaklah)
dengan perniagaan yang berdasar kerelaan di antara kamu. (QS. an-Nisa: 29).
Kesimpulannya, penetapan keuntungan terlebih dahulu bagi mereka
yang menginvestasikan harta mereka melalui bank-bank atau selain bank
adalah halal dan tanpa syubhat dalam transaksi itu.
Ini termasuk dalam persoalan Al-Mashalih Al-Mursalah, bukannya
termasuk persoalan aqidah atau ibadat-ibadat yang tidak boleh dilakukan atas
perubahan atau penggantian.
d.

Kata A. Hasan Bangil bunga bank itu halal. karena tidak ada unsur lipat
gandanya.
KESIMPULAN
Dengan berbagai produk dan aplikasinya dalam perbankan, maka dapat

diketahui bahwa kinerja lembaga keuangan syariah mengacu pada prinsip non
bunga,

tidak

sebagaimana

yang

diterapkan

pada

lembaga

keuangan

konvensional. Letak perbedaan ini sangat penting, karena yang dilarang dalam
Islam adalah adanya unsur riba dalam transaksi.
Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa praktek bunga yang ada di
perbankan konvensional adalah sama dengan riba dan karena itu haram. Namun

12

demikian, ada sejumlah ulama yang menganggap bahwa bunga bank bukanlah
riba dan karena itu halal hukumnya.
Walaupun bunga masih menyimpan kontroversi apakah termasuk riba
atau bukan, tetapi lembaga keuangan syariah mampu menghindari unsur bunga
dan menggantinya dengan prinsip bagi hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Suhrawardi K.. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2000

Anda mungkin juga menyukai