Anda di halaman 1dari 17

ZAKAT DAN PAJAK DALAM PERKEMBANGAN

POLITIK EKONOMI
MAKALAH
(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masailul Fiqhiyyah)

Dosen Pengampu :

Drs. H. Muh. Roief Syuaib, MA.

Disusun Oleh :

Wahyu Tri Cahyono


M. Afif Hidayatullah

PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN
JAKARTA 1436 H / 2015 M
0

BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam sejarah Islam, awalnya zakat muncul sebagai kritikan
terhadap ketentuan pokok yang di tetapkan oleh negara-negara lain, seperti
kerajaan Romawi dan Persia. Namun setelah Islam berkembang, Islam mulai
memperkenalkan sistem pajak. Awalnya hanya diberlakukan pada kafir
dzimmy atau kafir yang berada dibawah pengawasan pemerintah Islam.
Kemudian pajak juga diterapkan kepada muslim terhadap harta kekayaan
yang berada di luar jenis-jenis harta yang ditentukan untuk dikeluarkan
zakatnya.
Ironisnya, pajak sebagai sumber penerimaan negara mengalami
penguatan, sementara zakat mengalami kemunduran. Atas dasar itu perlu
dilakukan kajian yang berusaha melakukan pemahaman kembali atas hal yang
mendasari perbedaan zakat dan pajak.
Maka pada makalah ini, penulis akan menguraikan tentang pengertian
zakat dan pajak, dalil, persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak, asas
teori wajib pajak dan zakat, pembayaran zakat dan pajak, membayar pajak
tanpa zakat, masalah zakat profesi, dan penentuan asnaf serta pendistribusian
zakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat dan Pajak
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar
(masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Dari segi
istilah fiqh, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah yang
diserahkan kepada orang-orang yang berhak.1
1

Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Pt
RajaGrafindo Persada, 2006), hal 6

Pajak menurut defenisi para ahli keuangan, ialah kewajiban yang


ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai
dengan ketentuan, dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum, serta merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial,
politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.2
B. Dalil
Di dalam Al-Quran banyak sekali disebutkan ayat-ayat yang ada
hubungannya dengan zakat, termasuk diantaranya ayat yang menyandingkan
kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara bersamaan. Salah satu
diantaranya yang menyebutkan tentang kewajiban zakat adalah surat AtTaubah ayat 103 yang berbunyi:



Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui.
C. Persamaan Dan Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak
1. Persamaan Zakat Dengan Pajak3
a. Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila
melalaikannya akan terkena sanksi
b. Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai
efisiensi penarikan keduanya dan alokasi penyalurannya
c. Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara
d. Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu di dunia
e. Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk
menyelesaikan problem ekonomi yang terdapat di masyarakat

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2007), hal 999
Zensudarno, Beda Pajak Dan Zakat, http://zensudarno.wordpress.com/2007/07/03/bedapajak-dan-zakat/, download tanggal 12 Juni 2009 jam 16.00
3

2. Perbedaan Zakat Dengan Pajak 4


Dengan adanya semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa
disamakan begitu saja dengan zakat. Karena di antara keduanya terdapat
perbedaan mendasar dan essensial. Adapun perbedaan antara zakat dan
pajak akan dijelaskan dengan tabel di bawah ini:
Perbedaan
Arti nama

Zakat
Pajak
Bersih, bertambah dan Utang, pajak, upeti

Dasar hukum

berkembang
Al-Quran dan

Nishab dan tarif

Sunnah
negara
Ditentukan Allah dan Ditentukan
bersifat mutlak

as Undang-undang

suatu

oleh

negara

dan yang bersifat relatif.


Nishab

zakat

memiliki

ukuran tetap sedangkan


pajak berubah-ubah sesuai
dengan neraca anggaran
Sifat

Kewajiban
tetap

Subyek
Objek
penerima
Harta

dan

menerus
Muslim
alokasi Asnaf 8
yang Harta produktif

negara
bersifat Kewajiban sesuai dengan
terus kebutuhan

dan

dapat

dihapuskan
Semua warga negara
Untuk dana pembangunan
dan anggaran rutin
Semua harta

dikenakan
Syarat Ijab Kabul
Imbalan

Disyaratkan
Tidak disyaratkan
Pahala dari Allah dan Tersedianya barang publik

Sanksi

pemerintah Islam
Dari
Allah
dan Dari negara

Motivasi

pemerintahan Islam
Keimanan
dan Ada

pembayaran

ketaqwaan

pembayaran

kepada dimungkinkan

pajak
adanya

Zensudarno, Beda Pajak Dan Zakat

Allah, ketaatan dan manipulasi

besarnya

ketakutan pada negara jumlah harta wajib pajak


dan sanksinya

dan hal ini terjadi pada

zakat
Dipercayakan kepada Selalu menggunakan jasa

Perhitungan

Muzakki

dan

dapat akuntan publik

juga dengan bantuan


amil zakat

D. Asas Teori Wajib Pajak Dan Zakat


1. Asas Hukum Mengenai Wajib Pajak 5
Para ahli berbeda pendapat mengenai asas hukum terhadap
kewajiban masyarakat untuk membayar pajak
a. Teori Perjanjian
Para filosof abad ke-19 berpendapat, bahwa pajak diwajibkan
atas dasar hubungan timbal balik negara dengan masyarakat. Menurut
para pendukung teori timbal balik, perjanjian ilmiah yang kokoh antara
negara dengan pembayar pajak mengemukakan berbagai aliran .
Mirabau: pajak adalah pembayaran di muka yang dilakukan oleh
seseorang terhadap perlindungan sekelompok manusia .
Adam Smith: perjanjian ini berbentuk pembayaran jasa atas
pekerjaan.
Montesque dan Hobes: perjanjian ini berbentuk jaminan keamanan.
b. Teori Kedaulatan Negara
Teori ini mempunyai pandangan, bahwa negara melakukan
fungsinya untuk melayani kebutuhan masyarakat, tidak untuk
kepentingan

pribadi.

Untuk

melaksanakan

fungsinya

negara

memerlukan pembiayaan, oleh karena itu negara punya hak untuk


mewajibkan

penduduknya

atas

dasar

kedaulatan

menanggung

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat. hal 1008-1009

pembiayaan itu sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing


warganya.
Asas Wajib Zakat6

2.

Adapun asas wajib zakat adalah sebagai berikut:


a) Teori beban umum
Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak Allah sebagai
pemberi nikmat untuk membebankan kepada hamba-Nya apa yang
dikehendakinya, baik kewajiban badani maupun harta, untuk
melaksanakan kewajibannya dan tanda syukur atas nikmatnya.
b) Teori Khilafah
Harta adalah amanah Allah. Dan manusia sebagai pemegang
amanah atas harta itu. Harta kekayaan adalah rizki dari Allah untuk
manusia sebagai anugerah dan nikmat darinya. Dan setelah
memperoleh nikmat itu, ia harus mengeluarkan sebagian rizkinya itu
dengan tujuan meninggikan rahmat Allah, dan menolong saudarasaudaranya sesama hamba Allah, sebagai tanda syukur atas segala
nikmat yang diberikan kepadanya.
c) Teori pembelaan antara pribadi dan masyarakat
Islam mewajibkan setiap orang yang punya kekayaan banyak
untuk menunaikan hak-hak tertentu bagi kepentingan umum.
d) Teori persaudaraan
Masyarakat Islam ibarat satu bangunan yang kokoh dan kuat,
yang satu menunjang yang lainnya, saling tolong menolong dan saling
menjaga satu sama lainnya.
E. Pembayaran Zakat Dan Pajak
Dengan memakai paradigma bahwa zakat tidak sama dengan pajak,
para ulama kemudian membolehkan umat Islam untuk membayarkan pajak di
samping kewajiban untuk membayar zakat.7
6
7

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, hal 1010-1025


Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen , hal 42

Ada 3 persoalan yang berkaitan dengan pembayaran zakat dan pajak


yang harus di laksanakan kaum muslim:8
Pertama, dalil-dalil yang membolehkan adanya kewajiban pajak di luar zakat.
Kedua , syarat yang harus di perhatikan dalam kewajiban pajak.
Ketiga , kritik terhadap tidak adanya ketentuan pajak di luar zakat.
a. Dalil-dalil yang Membolehkan Adanya Kewajiban Pajak di Samping Zakat
Ada 5 alasan yang membolehkan kewajiban pajak di samping
pembayaran zakat yang harus di laksanakan kaum muslim, yaitu:
1) Jaminan/ solidaritas sosial merupakan suatu kewajiban
Pajak merupakan sumber pembiayaan bagi kebutuhan social
oleh karena itu, apabila dana zakat tidak mencukupi untuk pemenuhan
kebutuhan social tersebut, maka dibolehkan adanya pungutanpungutan di luar zakat seperti pajak.
2) Sasaran zakat itu terbatas, sedangkan pembiayaan banyak sekali
Zakat harus di gunakan pada sasaran yang di tentukan oleh
syariah dan menempati fungsinya yang utama dalam menegakkan
solidaritas social . atas dasar itu ulama berpendapat bahwa zakat tidak
boleh di pergunakan untuk membangun jembatan , perbaikan jalan dan
yang lainnya. Maka untuk membiayai kepentingan umum dibolehkan
adanya ketentuan pajak bagi kaum muslim.
3) Kaidah-kaidah hukum syara
Dengan menggunakan kaidah yang berlandaskan nash (yaitu
Al-Quran dan Sunnah), pajak bukan hanya dibolehkan, tetapi juga
diwajibkan pemungutannya untuk merealisasikan kepentingan umat
dan negara, apabila sumber penerimaan lain tidak mencukupi.
4) Jihad atas harta dan tuntutannya yang besar
Islam mewajibkan kepada umatnya untuk berjihad di jalan
Allah dengan harta jiwa. Salah bentuk jihad dengan harta yang
diperintahkan adalah kewajiban lain di luar zakat.
8

Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen ., hal 42-54

5) Kerugian dibalas dengan keuntungan


Dana yang diperoleh dari zakat dipergunakan untuk membiayai
segala keperluan negara yang manfaatnya kembali kepada seluruh
rakyat.
b. Syarat-syarat Pajak
Sistem pajak yang di akui dalam sejarah Islam dibenarkan, harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Tidak ada sumber pendapatan lain.
2) Pembagian beban pajak yang adil
3) Di pergunakan untuk membiayai kepentingan umat bukan untuk
maksiat.
4) Persetujuan para ahli dan cendekia
c. Kritik terhadap orang yang enggan membayar pajak
Keengganan sebagian masyarakat yang tidak mau membayar pajak
karena menganggap zakat lebih utama dari yang lain. Alasan yang mereka
kemukakan adalah sebagai berikut:
1) Tidak ada kewajiban di luar zakat
Menurut pendapat kalangan ahli fiqh, bahwa tidak ada kewajiban lain
atas harta selain zakat. Zakat hanya satu-satunya kewajiban atas harta
dan tidak boleh menentukan kewajiban lain selain zakat.
2) Menghormati hak pribadi
Islam menghormati milik pribadi dan menjadikan tiap orang lebih
berhak atas hartanya sendiri dan mengharamkan harta orang lain.
Alasan ini kurang dapat di terima karena penghormatan Islam terhadap
milik pribadi tidak memutuskan hubungan haknya terhadap harta
orang-orang miskin dan orang lemah dan mempunyai hak atas harta
tersebut .
F. Membayar Pajak Tanpa Zakat9
9

Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen ., hal 54-56

Persoalan lain yang dihadapi umat Islam dalam dualisme pajak dan
zakat adalah adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa pajak sama dengan
zakat. Artinya, kewajiban pajak meruntuhkan kewajiban membayar zakat.
Oleh karena itu, banyak di antara umat Islam yang membayar pajak
dengan niat zakat dan menganggap telah gugur kewajiban zakatnya. Yusuf
Qardawi menolak pendapat ini dengan mengemukakan beberapa alasan, yaitu:
1) Harus dalam jumlah tertentu yang di tetapkan oleh syariat, yaitu 1/10, 1/20
sampai 1/40. tariff pajak tidak tetap, kadang- kadang lebih besar dari tariff
zakat, kadang-kadang lebih kecil. Selain itu, kadang harta yang memenuhi
syarat wajib zakat tidak dikenai zakat karena tidak memenuhi syarat wajib
pajak, kadang pajak dipungut dari harta yang tidak menjadi objek zakat
karena tidak memenuhi syarat wajib zakat.
2) Harus menggunakan niat tertentu, yaitu berniat mendekatkan diri kepada
Allah dan mengikuti perintahnya dengan membayar zakat yang di
perintahkan pada hamba-Nya. Kadang niat pajak bertentangan dengan niat
zakat, karena niat ibadat dalam pajak tidak murni, sedangkan zakat adalah
ibadah yang disyaratkan ikhlas dalam mengerjakannya.
3) Harus di berikan kepada sasaran tertentu, yaitu 8 asnaf, baik secara
langsung maupun melalui perantaraan amil zakat yang mewakili
pemerintah.
G. Masalah Zakat Profesi
Zakat profesi atau jasa, disebut sebagai

yang artinya zakat yang dikeluarkan dari sumber usaha profesi atau
pendapatan jasa. Istilah profesi disebut sebagai profession dalam bahasa
Inggris, yang dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan tetap dengan keahlian
tertentu yang dapat menghasilkan gaji, honor, upah, atau imbalan. Ada
beberapa macam profesi yang mungkin dapat menjadi sumber zakat antara
lain :
i. Profesi dokter yang dapat dikategorikan sebagai The medical profession.

ii. Profesi pekerja teknik (insinyur) yang dapat dikategorikan sebagai The
engineering profession.
iii. Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik yang dapat
dikategorikan sebagai The teaching profession.
iv. Profesi advokat (pengacara), konsultan, wartawan, dan sebagainya.
Orang yang menyandang predikat ini ada kemungkinan ia dapat menjadi
subyek zakat profesi yang dapat membantu kesulitan ekonomi para fakir
miskin.10 Semua macam penghasilan tersebut terkena wajib zakat,
berdasarkan QS Al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi :





Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.
Kata


adalah termasuk kata yang

umum, yang artinya apa saja menjadi

mengandung pengertian yang

yang


artinya

sebagian dari hasil usahamu. Maka jelaslah bahwa semua macam penghasilan
(gaji, honor, dan lain-lain) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan QS. AlBaqarah ayat 267. Ayat tersebut mengandung pengertian apabila penghasilan
tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidup dan keluarganya yang berupa
sandang, pangan, papan, serta alat-alat rumah tangga, alat-alat kerja atau usaha,
kendaraan, dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan, bebas dari beban hutang,
baik terhadap Allah seperti nazar haji yang belum ditunaikan maupun terhadap
sesama manusia, kemudian sisa penghasilannya masih mencapai nisabnya,
yakni senilai 93,6 gram emas dan telah genap setahun pemilikannya itu, maka
10

Mahjuddin, Masail Al-Fiqh Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, cet.1, Jakarta :
Kalam Mulia, 2012, hal.302-303.

wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 % dari seluruh penghasilan yang


masih ada pada akhir tahun (haulnya).11
Sedangkan haditsnya sebagai berikut:



) :











-



























(

Artinya : Dari Ibnu Abbas r.a (ia berkata) : Bahwasanya Rasulullah


mengutus Muadz putra Jabal ke negeri Yaman, Ibnu Abbas menuturkan
hadits seterusnya yang di dalamnya berisi sabda Rasulullah Saw berikut :
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada penduduk Yaman atas zakat
harta mereka yang diambil dari pada hartawannya diserahkan kembali
kepada fakir miskin (Hadits disepakati Imam Bukhori dan Imam Muslim.

Artinya : Ubaidillah bin Muadz memberi tahu kami, ayahku memberi tahu
kami yaitu Ibnu Muhammad bin Zaid bin Abdillah bin Umar memberi tahu
kami, dari ayahnya ia berkata, bahwa Abdullah berkata, sesungguhnya
Rasulullah bersabda : Islam dibangun atas lima dasar yaitu kesaksian
bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad hamba dan utusan Allah,
melaksanakan shalat, membayar zakat, menunaikan haji ke (Baitullah), dan
puaasa Ramadhan.

Mengenai ketentuan satu nisab penghasilan profesi, menjadi dua


pendapat di kalangan Ulama Hukum Islam, misalnya 12:
1.

Prof. Dr. Abdurrahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah, dan Abdul


Wahhab Khalaf mengemukakan bahwa nisab sekurang-kurangnya lima
wasaq atau 300 sa yang meliputi 930 liter, sehingga kadar zakatnya juga

11

Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta : Haji
Masagung, hal 215
12
Mahjuddin, Masail Al-Fiqh.., hal 304.

10

disamakan (dikiaskan) kepaada zakat pertanian yang mendapatkan


pengairan dari petani (bukan tadah hujan) yaitu 5 %.
2.

Pendapat kebanyakan Ulama Indonesia mengatakan bahwa satu nisab


zakat profesi adalah seharga dengan 93,6 gram emas murni, yang dihitung
dari penghasilan bersih yang telah dikeluarkan seluruh biaya hidup
seseorang. Dari kelebihan itulah yang dihitung dalam satu tahun lalu
dikeluarkan zakatnya 2,5 % . Ini merupakan kias (analogi) dari zakat mata
uang yang sudah ada ketentuannya dalam hadits.

Waktu Pengeluaran
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai
waktu pengeluaran dari zakat profesi (dianalogikan dengan zakat harta) :
1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun)
terhitung dari kekayaan itu didapat
2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan beberapa ulama modern, seperti
Muhammad Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul
tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada
masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya
maka wajib mengeluarkan zakat.
3. Pendapat ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul,
tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut.
Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap
waktu panen.
Nisab
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab
zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara
dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg
maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp
2.080.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat

11

hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka
pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan
selama setahun.

Kadar Zakat
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini,
ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh
karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak,
yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar
zakat emas dan perak adalah:
Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka
zakatnya setengah dinar (2,5%) (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).
H. Masalah Penentuan Asnaf dan Pendistribusian Zakat





60. Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana
QS. At-Taubah ayat 60 ini menjelaskan tentang peruntukan kepada
siapa zakat itu diberikan. Para ahli tafsir menguraikan kedudukan ayat
tersebut dalam uraian yang beragam, baik terhadap kuantitas, kualitas, dan
prioritas.13 Diantara uraian tersebut secara singkat adalah sebagai berikut:
1. Allah SWT tidak menetapkan delapan asnaf (golongan) harus diberi
semuanya. Allah SWT hanya menetapkan zakat dibagikan kepada delapan
asnaf, tidak boleh keluar dari pada delapan asnaf itu.
13

Masdar F. Masudi, et. al, Reinterpretasi pendayagunaan ZIS, Jakarta: Piramedia, cet.
Ke I, 2004, hal 8

12

2. Allah SWT tidak menetapkan perbandingan yang tepat antara bagian


masing-masing delapan pokok alokasi (asnaf).14
3. Menurut sebagian ulama, zakat boleh dibagikan kepada satu golongan saja
dari delapan golongan itu, yaitu diberikan kepada mereka yang paling
membutuhkan. Pendapat ini adalah Imam Malik, Abu Hanifah dan
golongannya mereka tidak mewajibkan pada semua sasaran, karena lam
(li) bukan lam tamlik akan tetapi lamul ajli (lam menunjukan karena
sesuatu). Sedangkan mazhab Syafii berpendapat bahwa Allah SWT
menyandarkan zakat dengan lam (li) yang menunjukan kepemilikan
terhadap

mustahiknya,

sehingga

menunjukan

kebolehan

adanya

kepemilikan dengan cara bersyarikat, yang mana menjelaskan semua


mustahik.15
Penjelasan yang beragam dari para ulama terhadap maksud ayat
tersebut menunjukan bahwa konsep pendayagunaan atau pihak-pihak yang
menerima zakat, dalam penerapanya memberikan pintu ijtihad bagi mujtahid
termasuk kepala negara ataupun Badan Amil Zakat, untuk mendistribusikan
dan mendayagunakan zakat sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi
sesuai dengan kemaslahatan yang dapat dicapai dari potensi zakat tersebut.
Sebagaimana dimaklumi konsep maslahat senantiasa berkembang
sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan umat. Untuk penentuan
tingkat kemaslahatan, biasa dikenal dengan adanya skala prioritas. Metode
prioritas ini dapat dipakai sebagai alat yang efektif untuk melaksanakan
fungsi alokatif dan distribusi dalam kebijaksanaan pendayagunaan zakat.
Menurut Umar Bin Khattab, bahwa zakat disyariatkan untuk
merubah mereka yang semula mustahiq (penerima) menjadi muzaki
(pemberi/pembayar zakat)16. Hal ini dapat diwujudkan jika zakat tidak hanya
14

Syaichul Hadi Permono, Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin(Pembagian


Zakat Mal Kepada Delapan Asnaf), Lampung: IAIN RADEN INTAN, 1990, hal 122-123
15
Yusuf Qardawi, Fiqih Zakat, Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa dan BAZIS DKI
Jakarta, 2004. hal. 665
16
Ahmad Rofiq, Seminar Tentang Manajemen Pengelolaan Zakat (Innovasi Zakat Dan
Manajemen Pengelolaannya), Semarang: Pemda Jateng, Kanwil Depag dan IAIN Walisongo,
2001, hal1

13

sekedar dimaknai sabagai pemberian dalam bentuk konsumtif, untuk


memenuhi jangka pendek, tetapi perlu dilakukan inovasi dalam bentuk
pemberian modal/investasi (produktif). Dengan demikian mustahik dapat
memutar modal tersebut, sehingga dapat menjamin kebutuhan sehari-hari dan
mengembangkannya dalam jangka panjang. Dimana dalam pendistribusianya
Umar Bin Khattab berpendapat bisa saja diberikan kepada salah seorang
mustahiq, bisa juga dibagi rata. Namun yang perlu dipertimbangkan adalah,
bahwa tujuan zakat untuk menjadikan mereka tidak lagi sebagai penerima
zakat, tetapi berubah menjadi pembayar zakat (muzaki).17
Selama ini yang dipraktekan dalam masyarakat, pembagian zakat
lebih diorientasikan kepada pembagian konsumtif, sehingga begitu zakat
dibagi, pihak yang menerima hanya dapat memanfaatkannya untuk
kepentingan konsumtif. Jika sasaran utama zakat adalah menngentaskan
mereka dari kemiskinan atau merubah status mereka dari mustahiq menjadi
muzaki, tujuan pokok tersebut tidak pernah tercapai, karena pola dan sistem
pembagiannya yang kurang atau tidak pas.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:
Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah terhadap
harta kaum muslimin yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
Sedangkan adalah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib pajak, yang
harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, dan hasilnya
digunakan

untuk

membiayai

pengeluaran-pengeluaran

umum,

serta

merealisasikan sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain


yang ingin dicapai oleh negara.
17

Ahmad Rofiq, Seminar Tentang Manajemen .., hal 6

14

Dari persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak yang telah
dijelaskan di atas, dapat dipahami bahwa zakat dan pajak tidaklah sama.
Pembayaran zakat tidak dapat dihapuskan dengan adanya pajak.
Namun, di sisi lain umat Islam dibolehkan untuk membayar pajak
disamping kewajiban zakat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
masyarakat dan negara.
Zakat profesi diwajibkan berdasarkan QS. Al-Baqarah ayat 267
menurut pandangan ulama kontemporer seperti Yusuf Qardawi.
Di Indonesia, zakat profesi dibayarkan berdasarkan analogi terhadap
zakat harta
Ulama berbeda pendapat mengenai masalah asnaf, apakah harus
memperoleh bagian sama rata, atau boleh dibagikan kepada golongan tertentu
saja.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Nuruddin Mhd. 2006. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
Mahjuddin. 2012. Masail Al-Fiqh Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam, cet.1.
Jakarta : Kalam Mulia
Masudi, Masdar F., et. Al. 2004. Reinterpretasi pendayagunaan ZIS. Jakarta:
Piramedia
Permono, Syaichul Hadi. 1990. Pengelolaan Zakat Mal Bagian Fakir Miskin
(Pembagian Zakat Mal Kepada Delapan Asnaf). Lampung: IAIN
RADEN INTAN
Qardawi, Yusuf. 2004. Fiqih Zakat. Jakarta: PT Pustaka Litera Antarnusa dan
BAZIS DKI Jakarta
Qardawi, Yusuf. 2007. Hukum Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa
Rofiq, Ahmad. 2001. Seminar Tentang Manajemen Pengelolaan Zakat (Innovasi
Zakat Dan Manajemen Pengelolaannya). Semarang: Pemda Jateng,
Kanwil Depag dan IAIN Walisongo

15

Zensudarno, Beda Pajak Dan Zakat,


http://zensudarno.wordpress.com/2007/07/03/beda-pajak-dan-zakat/,
download tanggal 12 Juni 2009 jam 16.00
Zuhdi, Masjfuk. tt. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta : Haji
Masagung

16

Anda mungkin juga menyukai