Tugas
OLEH:
NIM: 802002118012
Dosen Pemandu:
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDIN MAKASSAR
2018
1
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
penting bagi pemikir Muslim. Karena abad ini merupakan periode ketika hegemoni
barat yang berkaitan dengan kelemahan politik dan agama telah menciptakan
hukum Islam karena orang Muslim telah berjuang untuk memelihara, menyusuaikan,
Isu sentral dalam perjuangan yang terus berlangsung ini adalah masalah
saw.) karena status Muhammad sebagai utusan Allah perkataan dan perbuatannya
diterima oleh sebagian besar Muslim sebagai sebuah sumber hukum kedua setelah
al-Quran. Oleh karena itu, imitatio Muhammadi menjadi dasar bagi hukum islam.
Akan tetapi, selama abad ke-20, kedudukan sunnah terancam dengan berbagai
cara, ketika para pemikir Muslim mencari basis kuat bagi kebangkitan kembali
Islam. Masalah sunnah telah menjadi sisi paling penting dalam krisis Muslim
modern seperti krisis otoritas keagamaan, yang menduduki tempat sentral di dalam
hadis, terutama pemikir kontemporer yang diwakili oleh Yusuf al-Qardhawi dan
B. Rumusan Masalah
berikut:
1. Bagaimana gejolak perkembangan kajian hadis kontemporer dan coraknya?
C. Tujuan
coraknya
PEMBAHASAN
Kajian hadis sempat mengalami masa kevakuman sekitar 6 abad (abad 13-19
H). Namun, kembali menggeliat pada saat seorang orientalis Yahudi bernama Ignaz
terdahulu.2 Ia juga membahas suatu metode baru untuk menetukan valid tidaknya
sebuah hadis yang lebih menitik beratkan pada metode kritik matan.
bersumber dari Nabi Muhammad saw telah dimulai oleh para ulama bahkan pada
masa sahabat. Namun, hal tersebut masih terbatas pada kritik sanad hadis.
Ignaz Goldziher menuduh bahwa penelitian hadis yang dilakukan oleh ulama
metodenya. Hal ini karena para ulama lebih banyak menggunakan metode kritik
sanad dan kurang menggunakan metode kritik matan. Sebenarnya para ulama klasik,
sudah menggunakan metode kritik matan. Hanya saja, apa yang dimaksud dengan
metode kritik matan oleh Goldziher itu berbeda dengan metode kritik matan yang
1
Ali Mustafa Ya’qud, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h.8.
2
Manna al-Qatthan, Mabahits Fi Ulum al-Hadist.terj.Pengantar Studi Ilmu Hadis.Alih
Bahasa Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2008), h.177.
3
Ali Mustafa Ya’qud, Kritik Hadis, h.15.
Metode yang dirumuskan ulama klasik dalam kritik matan diantaranya,
matan hadis dengan peristiwa sejarah yang validitasnya diakui oleh mayoritas
ulama, dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi perbedaan mendasar dengan
kritik matan menurut goldziher dimana beliau bahwa matan hadis harus
Salah satu kritiakan Golziher yang terkenal yaitu tentang hadis berziarah
hanya boleh ke tiga masjid, isi kritikan Beliau yaitu, Abdul Malik bin Marwan
(Khalifah dari dinasty Umayah di Damaskus) merasa khawatir apabila Abdullah bin
kepadanya. Karenanya Abdul Malik bin Marwan berusaha agar orang-orang Syam
tidak lagi pergi ke Mekah, tetapi cukup hanya pergi ke Qubbah Shakhara di al-Quds
pada saat itu menjadi wilayah Syam. Untuk mewujudkan usaha yang bersifat politis
ini, Abdul Malik bin Marwan menugaskan Ibnu Shihab az-Zuhri agar ia membuat
hadis yang sanadnya bersambung sampai kepada Nabi saw. Dimana isinya umat
Muslim hanya boleh pergi menuju tiga masjid saja. Jadi kesimpulannya, hadis
tersebut tidak sahih, karena ia merupakan karangan Ibnu Shihab az-Zuhri, dan bukan
sabda Nabi saw. Meskipun hadis tersebut tercantum dalam sahih al-Bukhari.4
4
Ali Mustafa Ya’qud, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus 2008), h.10.
Setelah Goldziher meninggal pada 1921 pengkajian hadis dilanjutkan oleh
hadis nabawi terutama hadis yang berkaitan dengan hukum Islam, adalah buatan
parah ulama pada abad kedua dan ketiga Hijriah.5
Schacht juga terkenal dengan teorinya, yaitu teori ‚Projecting Back‛ yaitu
bahwa isnad , yakni rangkaian periwayat hadis yang menjadi sandaran kasahihan
Menurutnya isnad berawal dari bentuk yang sederhana, lalu diperbaiki sedemikian
rupa dengan cara mengaitkan doktrin-doktrin aliran fikih klasik kepada tokoh yang
lebih awal, seperti tokoh yang lebih awal, seperti sahabat dan akhirnya kepada Nabi.
Kajian hadis yang menjadi corak utama kajian hadis kontemporer tidak
berhenti sampai disitu saja. Lebih-lebih dari kalangan orientalis. Mereka terus
Belanda yang bernama Gautier H>.A. juynboll yang terkenal dengan teori common
5
Ali Mustafa Ya’qud, Kritik Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), h.20.
6
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A. Juynboll: Melacak akar Kesejarahan Hadis Nabi
(LKIS: Yogyakarta, 2017), h.2.
pengembang dan bukan penemu teori tersebut. Dalam beberapa tulisannya, ia selalu
merujuk kepada Schacht seraya berkata bahwa dialah pembuat istilah common link
tersebut dan kurang memberikan perhatian dan elaborasi dengan metode analisis
isnad-nya tidak lain adalah sebuah metode kritik sumber (source critical method)
dalam ilmu sejarah. Metode Schacht yang dikembangkan lebih rinci oleh Juynboll
ini kemudian dielaborasi lebih rinci oleh Motzki yang menjadi metode analisis isn^ad-
(historial approach).
Common link adalah istilah untuk seorang periwayat hadis yang mendengar
suatu hadis yang mendengar suatu hadis dari (jarang lebih dari) seorang yang
berwenang dan lalu ia menyiarkannya kepada sejumlah murid yang pada gilirannya
kebanyakan dari mereka menyiarkan lagi kepada satu atau lebih muridnya. Dengan
kata lain, common link adalah periwayatan tertua yang disebut dalam berkas isnad
hadis kepada lebih dari satu murid. Dengan demikian, ketika berkas isnad itu mulai
menyebar untuk yang pertama kalinya maka disanalah ditemukan common link-
nya.7
Selain kritik hadis yang menjadi corak utama kajian hadis kontemporer,
reorientasi istilah-istilah teknis yang dipakai dalam penyebaran hadis (tahammul al-
hadits) juga menjadi corak lain dari kajian hadis kontemporer. Munculnya kajian
tersebut disebabkan karena adanya pemahaman bahwa penyebaran hadis tidak hanya
7
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A. Juynboll: Melacak akar Kesejarahan Hadis Nabi
(Yogyakarta: LKIS, 2017), h.10.
dilakukan melalui lisan, hal ini tidak lepas karena adanya shighah-sighah tahammul
hadist yang menunjukan transmisi hadis seolah-olah hanya dilakukan dengan lisan
misalnya kata-kata akhbarana, haddatsana, dan lain-lain, yang menunjukan bahwa
transmisi hadis itu dilakukan dengan lisan (oral transmission) padahal sebenarnya
bahwa hadis telah ditulis oleh para sahabat sejak zaman Nabi sehinggah missing link
yang terjadi penulisan hadis dapat disanggah.8
Corak lain yang tentunya tidak bisa dikesampingkan yaitu metode tahkrij
hadist. Corak ini menjadi corak yang paling unik dari seluruh ciri kajian hadis
kontemporer.9
Yusuf al-Qardhawi lahir di Shafth Turaab, di tengah Delta Sungai Nil, daerah
bernama Abdullah, Yusuf al-Qardhawi, hanya dua tahun bersama ayahnya, karena
tahun, Ia sudah hafal al-Quran dengan bacaan yang sangat baik. Dengan keahliannya
itu, ia dijadikan imam rawatib di desanya pada usia yang sangat muda.10
8
Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasi, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1994), h.7.
9
Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasi, h.11.
10
Isam Talimah, Manhaj Fikih Yusuf al-Qardhawi (terj) Samson Rahman, (Pustaka al-
Kautsar: Jakarta 2001), h.3.
Beliau mendapatkan ijazah diploma tinggi dalam bidang bahasadan sastra
Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin (aqidah, tafsir, dan hadis). Dan lulus pada
tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru ia peroleh pada di tahun 1972 dengan
karena Dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat
itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961.11
Atas dasar inilah al- Qardhawi menetapkan juga tiga hal yang harus dihindari
membuat berbagai macam bid’ah yang jelas bertentangan dengan akidah dan syariat.
Ketiga penafsiran orang-orang bodoh. Oleh sebab itu pemahaman yang tepat
terhadap sunah (hadis) adalah mengambil sikap moderat, yaitu tidak berlebihan atau
ekstrim, tidak menjadi kelompok sesat, dan tidak menjadi kelompok yang bodoh.
11
Isam Talimah, Manhaj Fikih Yusuf al-Qardhawi, h.4.
12
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, (Bandung: Karisma, 1999),h.92.
Adapun prinsip-prinsip dalam berinteraksi dengan as-Sunnah adalah sebagai
berikut:
ilmiah yang telah ditetapkan oleh para pakar. Hadis yang dipercaya, yakni
meliputi sanad dan matannya, baik merupakan ucapan Nabi saw., perbuatannya,
ataupun pesetujuannya.
b. Dapat memahami dengan benar nash-nash yang berasal dari Nabi saw., sesuai
dengan pengertian bahasa arab, kerangka prinsip-prinsip umum serta tujuan-
tujuan universal Islam dan dalam rangka konteks hadis tersebut serta sebab
c. Memastikan bahwa nash tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang
lebih kuat kedudukannya, baik yang berasal dari al-Quran, atau hadis-hadis lain
yang lebih banyak jumlahnya, atau lebih sahih darinya, atau lebih sejalan dengan
ushul.13
Dapat kita pahami dari uraian di atas, bahwa prinsip yang harus kita pegang
kuat.
dengan baik, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penakwilan yang keliru,
13
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, (Bandung: Karisma, 1999),h.26-
27.
tuntunan-tuntunan Ilahi yang kebenaran dan keadilannya bersifat pasti, seperti
hal ini hadis bertentangan dengan apa yang hendak dijelaskan (al-Quran). Maka dari
itu, tidak sunah yang sahih yang bertentangan dengan ayat-ayat al-Quran yang
dihubungkan dengan yang muqhayyat dan yang ‘am ditafsirkan dengan yang
khas. Dengan demikian, makna yang dimaksud akan semakin jelas dan satu
berfungsi sebagai penjelas dan penafsir al-Quran. Artinya, sunah merinci ayat-
ayat yang global, menjelaskan yang masih samar, menghususkan yang masih
umum, dan membatasi yang mutlak. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan
tersebut harus diterapkan dalam memahami hadis yang satu dengan yang
lainnya.
14
Kementrian Agama, al-Quranulkarim & terjemahan Hadiah Terindah ,(Depok: Quranab,
2015),h.142.
Pada prinsipnya kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran
seandainya ada pertentangan maka hal itu merupakan hal luarnya saja, atau
kelihatan diluar saja yang bertentangan, tapi makna yang terkandung adalah
sama. Dan kewajiban kita terhadap hal tersebut dapat dihilangkan dengan cara
yang menjadi hal penting untuk memahami sunah dengan baik adalah
menyesuaikan hadis-hadis yang sahih tapi tampak bertentangan, yang
kelihatan berbeda.
kondisinya ketika diucapkan serta tujuannya. Ini artinya hukum yang dibawah
oleh status hadis adakalanya ada kalanya tampak bersifat umum dan waktu tak
terbatas, namun jika diperhatiakan lebih lanjut, akan diketahui bahwa hukum
tersebut berkaitan dengan suatu illah tertentu. Atau harus diketahui kondisi
yang meliputinya serta di mana dan untuk tujuan apa dia diucapkan.
c. Membedakan antara sarana yang berubah-ubah dan tujuan yang tetap.
Mencampuradukan antara tujuan atau sasaran yang hendak dicapai oleh hadis
hadis. Oleh sebab itu, apabila suatu hadis menunjuk kepada suatu yang
sarana atau prasarana yang cocok untuk suatu tempat atau masa tertentu, hal itu
tidak berarti bahwa kita harus berhenti padanya saja dan tdak memikirkan
tentang prasarana lainnya yang selalu berubah dengan berubahnya waktu dan
tempat.
d. Membedakan antara hakikat dan ungkapan. Teks-teks hadis banyak sekali yang
mengguanakn majas atau metafora, karena Rasulullah adalah orang Arab yang
beliau dengan cara yang sangat mengesankan. Hadis-hadis yang bersifat seperti
ini tidak bisa secara langsung dipahami, tapi harus perhatikan berbagai indikasi
e. Membedakan antara alam gaib dan alam kasat mata (Nyata). Maksudnya adalah
dalam hal memaknai teks hadis. Diantara kandungan hadis , ada beberapa hal
makhluk yang tidak dapat dilihat di alam kita ini, misalnya malaikat. Atau yang
berkaitan dengan alam barzah yaitu kehidupan setelah mati dan sebelum
kebangkitan di hari kiamat. Demikian pula kenikmatan dan siksaan di alam
akhirat.
f. Memastikan makna dan konotasi dalam hadis. Pengunaan atau pemaknaan kata
dan konotasi setiap masyarakat atau masing-masing orang itu berbeda dalam
kata tersebut yang digunakan dalam hadis sesuai dengan istilah mereka saja.15
Keseluruhan dari metode yang dikemukakan oleh Beliau dapat kita pahami
bahwa, jika salah satu dari banyak metode ini ditinggalkan, maka akan menyebabkan
kekeliruan dalam memahami hadis. Hingga pada akhirnya akan mempengaruhi baik
atau buruknya ibadah kita kepadah Allah swt., serta interaksi kita kepada manusia
dan alam.
4. Impelementasi Pemahaman Yusuf al-Qardhawi
bahwa metode yang ditawarkan oleh Beliau telah menimbulkan dialog yang marak
maupun kontra, yang pada akhirnya membuka peluang adanya upaya pengambangan
dalam studi pemikiran hadis. Secara spesifik gagasan pemikiran Yusuf al-Qardhwi
bukan sesuatu yang sama sekali baru. Beberapa kriteria yang ditawarkan oleh Yusuf
al-Qardhawi merupakan refleksi hasil dialog dan pembacaan yang dilakukan oelh
yusuf al-Qardhawi dari realitas masyarakat dan berbagai konsep yang di tawarkan
para ulam jauh sebelumnya. Selain itu, pentingnya memberikancorak baru dalam
studi pemahaman hadis, mengingat jarak waktu yang memisahkan realitas sekarang
ini dengan sejarah bagaimana sebuah hadis muncul.jika dicermati beberapa prinsip
pemahaman hadis yang ditawarkan oleh Beliau sebenarnya sangat urgen untuk
menggali nilai-nilai hadis yang relevan denga kebutuhan historis sekarang ini. 16
15
Yusuf al-Qardhawi, as-Sunah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban, ( Jakarta: al-Kautsar,
1999),h.117
16
Daniel W.Brown, Menyoal Relevansi Sunah Dalam Islam Modern, (Bandung: Mizan,
1996).h.18-19
Bagaimanapun juga berbagai macam temuan dan teknologi, interaksi antar
nilai yang relevan konteks historis saat ini. Namun disisi lain harus disadari
melebarnya perpecahan dikalangan umat Islam. Oleh karena itu perlu kebijaksanaa
Syuhudi Ismail lahir di Lumajang, Jawa Timur, pada tanggal 23 April 1943.
Timur dan berhasil lulus pada tahun 1955. Kemudian Beliau melanjutkan
pendidikannya pada Pendidikan Guru Agama Negeri selama 4 tahun di malang dan
tamat pada tahun 1959. Setelah menyelesaikan studinya pada Pendidikan Hakim
Makassar pada Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga dan
tamat sebagai sarjana pada tahun 1973. Setelah itu Beliau kembali ke Yogyakarta
dan belajar pada Studi Purna Sarjana untuk Tahun Akademi 1978/1979.
tamat di tahun1985. Dan mendapat gelar Doktor di Institut yang sama pada tahun
1987. Beliau wafat pada tahun 1995. Beliau pernah menjabat sebagai pegawai
17
Daniel W.Brown, Menyoal Relevansi Sunah Dalam Islam Modern, h.35.
Makassar, sekretaris Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Wilayah VIII
dan ‚minor‛ sebagai acuan sanad dan matan. Kaedah mayor adalah acuan semua
syarat, kriteria, acuan yang berstatus umum pada sanad dan matan sedangkan kaedah
minor berstatus khusus. Melihat dari keumuman pengertian hadis yang disepakati
ulama. Unsur-unsur sanad terdiri dari, sanad bersambung, rawi harus ‘adil, rawi
harus dhabit, sanad hadis harus terhindar dari syaz, dan sanad hadis harus terhindar
dari illah,.19
Akan tetapi pola hadis menurut Syuhudi Ismail menetapkan tiga unsur
kaidah mayor saja. Yaitu sanad bersambung, perawi ‘adil, dan perawi bersifat
dhabit, yaitu hafal dengan baika hadis yang diriwayatkannya, mampu dengan baik
18
Baidatul razikin, dkk, 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia ( Jakarta: E-Nusantara, 2009). h.47.
19
Arifudin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi,( Jakarta: Renaisans, 2005),h.5
menyampaikan hadis yang dihafalnya kepada orang lain, terhindar dari syaz
mayoritas ulama memasukan kedua unsur syaz dan illah sebagai unsur-unsur kaedah
semata. Sekiranya, benar dugaan bahwa kedua unsur tersebut merupak unsur yang
mandiri, terlepas dari ketiga unsur kaidh mayor yang lain, maka berarti sanad benar-
benar bersambung dan diriwayatkan oleh perawi yang benar-benar ‘adil dan dhabit
ternyata masih mengandung syaz ataupu illah. Hal ini menurut syuhudi ismail tidak
mungkin terjadi. Sebab, sanad yang mengandung syaz ataupun illah, penyebab
perawinya.21
Dalam penelitian kritik matan hadis tentulah tidak mudah. Menurut beliau
ada beberapa faktor yang menyebabkan krik matan itu tidak mudah diantanya:
adanya periwayatan hadis secara makna, acuan yang digunakan sebagai pendekatan
dalam peneliatian matan tidaklah satu macam, latar belakang timbulnya petunjuk
hadis tidak selamanya diketahui, adanya kandungan petunjuk hadis yg
hadis.22
20
M.Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, Telaah Kritis dengan Tinjauan Ilmu Sejarah
(Bulan Bintang: Jakarta 1988). h.9.
21
M.Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, Telaah Kritis dengan Tinjauan Ilmu Sejarah
h.13
22
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)
h.121.
Dalam meneliti susunan lafaz berbagai matan yang semakna Beliau
yang telah ada, tetapi juga sebagai upaya lebih mencermati susunan matan yang
lebih dapat dipertanggunjawabkan keabsahannya dari Nabi saw. Dan metode ini
Syuhudi ismail ingin memahamkan kembali sifat dasar ajaran Islam yang
sesuai dengan segala tempat dan zaman . menurutnya jiaka ajaran Islam yang relevan
dengan segala tempat dan zaman yang memiliki perbedaan, persamaan dan
kekhususan dihubungkan maka dalam Islam ada ajaran berlaku tidak terikat pada
waktu dan tempat. Disinilah Beliau menetapkan ajaran islam itu universal, temporal
dan lokal.24
dari kebijaksanaan Nabi di bidang dakwah dan dalam ranka penerapan tahapan-
hadis) harus sejalan dengan disiplin ilmu lainnya. Hal ini sebagai pola sebuah
metode pendekatan memahami ajaran Islam dalam nuansa teks dan konteksnya.
Karena pada dasarnya ilmu selalu berkembang dalam setiap sudut problematika
masyarakat.25
23
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.134-135.
24
M.Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, Telaah Kritis dengan Tinjauan Ilmu Sejarah (
Jakarta: Bulan Bintang, 1988). h.6
25
M.Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, Telaah Kritis dengan Tinjauan Ilmu Sejarah
(Jakarta: Bulan Bintang, 1988). h.90
Pada dasarnya Syudi Ismail membawa warna baru pada pengembangan studi
hadis,yang mana Beliau menjadikan kritik matan sebagai sanggahan utama. Hal ini
berarti walaupun sanadnya sahih akan tetapi perlu ada kajian mendalam pada nuansa
PENUTUP
A. Kesimpulan
Goldziher, Joseph Schach, dan G.H.A Juinboll dan corak dan corak hadis
kontemporer yaitu kritik hadis sanad dan matan( lebih banyak ke matan), takhrij
yaitu:
b. Dapat memahami dengan benar nash-nash yang berasal dari Nabi saw., sesuai
tujuan universal Islam dan dalam rangka konteks hadis tersebut serta sebab
c. Memastikan bahwa nash tersebut tidak bertentangan dengan nash lainnya yang
lebih kuat kedudukannya, baik yang berasal dari al-Quran, atau hadis-hadis lain
yang lebih banyak jumlahnya, atau lebih sahih darinya, atau lebih sejalan dengan
ushul.
yaitu :
b. Menghimpun hadis-hadis yang terjalin denga tema yang sama untuk memahami.
khas.
‚mayor‛ dan ‚minor‛ sebagai acuan sanad dan matan. Kaedah mayor adalah acuan
semua syarat, kriteria, acuan yang berstatus umum pada sanad dan matan sedangkan
Ali Mustafa Ya’qud, M.A., Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus: , 2008
Manna al-Qatthan, Mabahits Fi Ulum al-Hadist.terj.Pengantar Studi Ilmu
Hadis.Alih Bahasa Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008
Ali Masrur, Teori Common Link G.H.A. Juynboll: Melacak akar Kesejarahan Hadis
Nabi , Yogyakarta: LKIS, 2017
Azami, Muhammad Mustafa, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasi, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1994
Isam Talimah, Manhaj Fikih Yusuf al-Qardhawi(terj)Samson Rahman, Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2001
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw, Bandung:Karisma, 1999
Kementrian Agama, al-Quranulkarim & terjemahan Hadiah Terindah, Depok:
Quranab, 2015
Yusuf al-Qardhawi, as-Sunah Sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban, Jakarta :al-
Kautsar: 1999
Daniel W.Brown, Menyoal Relevansi Sunah Dalam Islam Modern, Bandung: Mizan,
1996
Baidatul razikin, Muchlisin Asti, Juanaidi Abdul Munif, 101 Jejak Tokoh Islam
Indonesia, Jakarta: E-Nusantara, 2009
M.Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Hadis, Telaah Kritis dengan Tinjauan Ilmu
Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang 1988
Arifudin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, jakarta: Renaisan, 2005