Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF DI INDONESIA & KAJIAN PEMIKIRAN


HAMZAH FANSURI

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Tasawuf Nusantara


Dosen Pengampu : Muhammad Fatkhan, S. Ag., M. Hum.

Oleh :

FAJAR SIDIK

NIM : 19105010007

PROGRAM STUDI AKIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan
rahmat, hidayah serta inayahnya. Atas izin dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan makalah
yang disajikan sebagai pemenuh kewajiban tugas pada mata kuliah Tasawuf Nusantara ini.

Banyak terimakasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini, semoga Allah melipat gandakan amal baiknya, dan semoga karya
tulis ini dapat menambah sesuatu yang berguna bagi khalayak pembaca.

Penulis menyadari segala kekurangan yang ada dalam pembuatan karya tulis ini, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis nantikan. Sekian dan terimakasih, semoga Allah
SWT. senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada kita semua.

Yogyakarta, 2 Juli 2021


Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................ iii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat ........................................................................................................... 5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Tasawuf di Nusantara............................................................ 6


B. Biografi Hamzah Fansuri................................................................................................... 7
C. Hamzah Fansuri dan Uraian Pemikirannya........................................................................ 8

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................................... 12
B. Kritik dan Saran................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tasawuf adalah model pendidikan yang menaruh perhatian lebih terhadap kesucian
jiwa. Tasawuf bertugas mendidik ruhani demi tujuan seorang muslim agar dapat mencapai
martabat ihsan. Tarekat adalah institusi pendidikan sufi yang dipola khusus untuk tujuan
pembersihan hati (tathir al-Qalb) dan pensucian jiwa (tazkiyat al-Nafs).1

Tarekat menempati posisi istimewa karena eksistensinya sebagai institusi yang


menekuni membersihan akhlak tercela dan menghiasi jiwa dengan akhlak terpuji dan berbagai
keutamaan. Adalah menjadi keniscayaan mengambil tarekat dari seorang syekh.

Tarekat lahir dari syariat yang suci. Tarekat menjadi sebuah sistem pendidikan spiritual
yang berlandaskan kepada sunnah nabawi, karena sanadnya bersambung sampai dengan kepada
Nabi SAW. Tidaklah cukup untuk dapat memahami dan mengamalkan apa yang menjadi
tuntutan al-Kitab dan al-Sunnah tanpa menjadikan tarekat sebagai sandaran.2

Tarekat bukan ilmu tentang ucapan dan hukum-hukum legal formal (lahiriah).
Melainkan terkait dengan persoalan hati dan akhlak batiniah. Sehingga tidak cukup dengan
sekadar membaca teks-teks (kitab) para imam.

Islam sufistik dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Islam serta khazanah
intelektual Islam di Nusantara merupakan salah satu wacana yang masih menarik untuk
dibincangkan. Hal ini tidak hanya disebabkan awal masuknya Islam ke Indonesia -sebagaimana
„disepakati‟ para ahli sejarah- bernuansa tasawuf. Namun juga dikarenakan adanya luka-luka
sejarah dalam perkembangan Islam di negeri gemah ripah loh jinawi ini yang terkait langsung
dengan issu Islam esoteris.3

1
Taufiqurrahman, Kosmologi Tasawuf (Bandung: CV. Agree Media Publishing, 2020), hlm. 54.
2
Suteja Ibnu Pakar, Tasawuf Di Nusantara: Tadarus Tasawuf Dan Tarekat (Cirebon: Aksarasatu, 2016), hlm. 122.
3
Suteja Ibnu Pakar, Tasawuf Di Nusantara: Tadarus Tasawuf Dan Tarekat (Cirebon: Aksarasatu, 2016), hlm. 34.

4
Eksekusi mati terhadap Syekh Siti Jenar pada abad ke 15 M di Jawa oleh Wali Songo,
pembunuhan terhadap para penganut paham wahdah al-wujud di Serambi Mekah (Aceh) atas
fatwa qadhi kesultanan yang waktu itu dijabat Al- Raniri, adalah luka yang akan tetap
meninggalkan codet dalam lembaran sejarah Islam di Indonesia. 4 Selanjutnya, budaya
masyarakat Nusantara yang amat kental dengan dunia mistik terutama sejak masuknya Hindu
dan Budha dari India- merupakan faktor yang tidak bisa dikesampingkan yang membuat semakin
menariknya wacana ini.

Adapun dalam makalah sederhana ini, penulis akan berupaya mencermati bagaimana
cikal bakal tasawuf di Nusantara, sekaligus mencoba menelaah pemikiran seorang tokoh tasawuf
masyhur di Nusantara ini, yakni

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah terurai diatas, dalam makalah ini penulis
berupaya menempatkan fokus bahasan pada poin-poin berikut ini.

1. Bagaimana sejarah dan perkembangan tasawuf di nusantara ?


2. Apa saja pemikiran tasawuf yang diusung Hamzah Fansuri ?

C. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk :

1. Mengetahui sejarah dan perkembangan tasawuf nusantara.


2. Mengetahui pemikiran tasawuf yang dikembangkan Hamzah Fansuri.

4
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 62.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Tasawuf di Nusantara

Masuknya Agama Islam ke Indonesia membawa sebuah pemikiran bahwa tersebarnya


Islam bukan karena misi tertentu juga bukan karena sebuah penjajahan yang membawa kepada
kesengsaraan, tetapi Agama Islam membawa kedamaian dan keselamatan bagi penganutnya serta
orang-orang di sekelilingnya. Jika merunut pada berbagai negara tentunya memiliki motif yang
berbeda dengan negara Indonesia, kalau di negara Eropa sistem penyebarannya melalui ekspansi
dan dakwah.

Wacana tasawuf khususnya tasawuf falsafi di Nusantara dimotori oleh Hamzah Fansuri
dan Syamsuddin Sumatrani, dua tokoh sufi yang datang dari pulau Andalas (Sumatera) pada
abad ke 17 M. Sekalipun pada abad ke 15 sebelumnya telah terjadi peristiwa tragis berupa
eksekusi mati terhadap Syekh Siti Jenar atas fatwa dari Wali Songo, karena ajarannya dipandang
menganut doktrin sufistik yang bersifat bid‟ah berupa pengakuan akan kesatuan wujud manusia
dengan wujud Tuhan, Zat Yang Maha Mutlak. 5

Pemikiran tasawuf di Aceh banyak berkaitan dengan pemikiran tasawuf di wilayah-


wilayah lain di Nusantara, baik dari aspek sejarah maupun substansi pemikirannya. Dari aspek
sejarah, banyak terbukti bahwa dari tokoh-tokoh sufi Acehlah kemudian tasawuf menyebar dan
membentuk jairngan-jaringan ke seluruh Nusantara. Sedangkan secara substansial, pemahaman
tasawuf di Aceh mempengaruhi daerah-daerah lain sehingga beberapa daerah lain memiliki
kecenderungan isi dan corak pemikiran tasawuf yang mirip dengan tasawuf di Aceh. Kendati
sebetulnya telah banyak mengalami pergeseran atau modifikasi. Untuk mengetahui bagaimana
pemikiran tasawuf di Aceh pada abad ke- 16, maka berikut ini akan diuraikan tokohtokoh
tasawuf Aceh beserta pemikiran- pemikirannya.6

Terlepas dari hal tersebut, sampai sejauh ini penulis belum menemukan literatur yang
menjelaskan apakah paham yang dianut Syekh Siti Jenar adalah wahdatulwujud yang berasal

5
Wasid, Antologi Tasawuf Nusantara (Surabaya: Pustaka Idea, 2016), hlm. 87.
6
Suteja Ibnu Pakar, Tasawuf Di Nusantara: Tadarus Tasawuf Dan Tarekat (Cirebon: Aksarasatu, 2016), hlm. 54-60.

6
dari Ibnu Arabi lewat „jaringan ulama‟ sebagaimana dimaksud Azra dalam bukunya tersebut.
Terlebih lagi terlalu sedikit literatur yang menjelaskan keberadaan sosok Syekh Siti Jenar dalam
khazanah keislaman di Nusantara. Paling tidak menurut Alwi Shihab, kehadiran Syekh Siti Jenar
dengan ajaran dan syahahat-nya yang dipandang sesat, dapat dijadikan sebagai tahap pertama
perkembangan tasawuf falsafi di Indonesia. 7 Alwi menamakannya sebagai tahap perkenalan.
Pembunuhan terhadap Syekh Siti Jenar agaknya telah meredupkan cahaya perkembangan
tasawuf falsafi di Indonesia dalam waktu yang lama, sampai kemudian munculnya Hamzah dan
Syamsuddin di Sumatera.

B. Sketsa Biografi Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri Hamzah Fansuri dilahirkan di kota Barus, sebuah kota yang seorang
Arab zaman dahulu dinamai “Fansur”. Itulah sebabnya dibelakang namanya disebut “Fansuri”.
Kota Barus atau Fansur, yang merupakan pusat pengetahuan Islam lama di Aceh Barat Daya.
Kota Fansur itu, tepatnya terletak di pantai barat Provinsi Sumatra Utara, diantara Singkil dan
Sibolga. Tidak diketahui dengan pasti tentang tahun kelahiran dan kematian Hamzah Fansuri,
tetapi masa hidupnya diperkirakan sebelum tahun 1630-an, karena Syamsuddin Pasai
(Sumatrani) yang menjadi pengikutnya dan komentator bukunya dalam tulisannya Syarh Rub,‟
Hamzah Fansuri meninggal pada tahun 1630.8

Pengetahuannya yang luas, yang ditimbangnya di Dayah Biang Pria Samudra/Pasai,


India, Parsia dan Arabia telah mengangkat beliau ke tempat kedudukan yang tinggi.
Penguasaannya akan bahasa Arab, bahasa Urdu dan bahasa Parsia telah membantu beliau untuk
memahami dan menghayati tasauwuf/thariqat dan filsafat Ibnu Arabi, Al Hallaj, Al Bistami,
Maghribi, Syah Nikmatullah, Dalmi, Abdullah Jilli, Jalaluddin Rumi, Abdulqadir Jailani dan
lain-lainnya.9 Dalam Filsafat Ketuhanan, Hamzah Fansuri menganut aliran "Wahdatul Wujud",
dan sebagai seorang Penyair Sufi beliau menjadi pengikut dan pemuka Thariqat Qadiriyah.
Pengembaraannya yang jauh ke negeri-negeri Semenanjung Tanah Melayu, Pulau Jawa, India,
Parsia, Arabia dan sebagainya, telah membuat Hamzah Fansuri mempunyai cakrawala yang

7
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 71.
8
Miftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2013),
hlm. 76.
9
Wasid, Antologi Tasawuf Nusantara (Surabaya: Pustaka Idea, 2016), hlm. 65.

7
sejauh ufuk langit, sehingga beliau menjadi seorang pengarang/ sastrawan, yang karya tulisnya
berisi padat dan penuh dengan butir-butir filsafat, tetapi halus dan enak dibaca.

Sebagaimana lazimnya "Penyair Sufi", maka sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan
rindu-dendam; rindu kepada Mahbubnya, Kekasihnya, Khaliqnya, Allah Yang Maha Esa.
Sedemikian rindunya, hatta dia merasa seperti telah bersatu/ menjadi satu dengan Kekasihnya
itu, sehingga Hamzah seakanakan berbicara dengan Lidah Khaliqnya, mendengar dengan
Telinga Khaliqnya, melihat dengan Mata Khaliqnya, mencium dengan Hidung Khaliqnya,
karena jasadnya telah luluh ke dalam Khaliqnya; Mahbub yang dirindukannya itu. Karena itulah,
maka "Karya Tulis" Hamzah Fansuri sukar dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak
banyak membaca dan mendalami buah pikiran dan filsafat Ulama Tasauwuf/Penyair Sufi.

C. Hamzah Fansuri dan Uraian Pemikirannya

1. Allah
Allah adalah Dzat yang mutlak dan sebab Dia adalah yang pertama dan pencipta alam
semesta. Allah lebih dekat daripada leher manusia sendiri, dan bahwa Allah tidak
memiliki suatu tempat atau bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Ia ada di mana-
mana. Hamzah Fansuri menolak ajaran prayanama dalam agama Hindu yang yang
membayangkan Tuhan berada di bagian tertentu dari tubuh, seperti ubun-ubun yang
dipandang sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam usaha mencapai
persatuan.10
2. Hakikat Wujud dan Penciptaan
Menurut Hamzah Fansuri, wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatannya
banyak. Dari Wujud yang satu ini ada yang meruapakan kulit (mazhar, kenyataan lahir)
dan ada yang berupa isi (kenyataan batin). Semua benda yang ada sebenarnya merupakan
manifestasi dari yang haqiqi yang disebut Al-Haqq Ta‟ala. Selanjutnya, Fansuri juga
menggambarkan wujud Tuhan bagikan lautan dalam yang tak bergerak, sedangkan alam
semesta merupakan gelombang lautan wujud Tuhan. Pengaliran dari Dzat yang mutlak
ini diumpamakan gerak ombak yang menimbulkan uap, asap, awan yang kemudian

10
Miftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2013),
hlm. 74.

8
menjadi dunia gejala. Itulah yang disebut ta‟ayyun dari Dzat. 11 Kemudian segala sesuatu
kembali kepada Tuhan yang digambarkan bagaikan uap, asap, awan, lalu hujan dan
sungai dan kembali lagi ke lautan.
3. Manusia
Menurut Hamzah Fansuri, walaupun manusia sebagai tingkat akhir dari penjelmaan, ia
adalah tingkat yang paling penting dan merupakan penjelmaan yang paling penuh dan
sempurna. Ia adalah aliran atau pancaran langsung dari Dzat yang mutlak. Hal ini
menunjukkan adanya semacam kesatuan antara Allah dan manusia.12
4. Kelepasan
Manusia sebagai makhluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk
menjadi insan kamil atau manusia sempurna. Tetapi, karena ia lalai, maka pandangannya
kabur dan tidak sadar bahwa seluruh alam semesta ini adalah palsu dan bayangan. Salah
satu ajaran dan pandangan Hamzah A-Fansyuri yang banyak mendapatkan kritikan dan
pertentangan adalah pandangannya mengenai Tuhan atau yang lebih dikenal dengan
faham panteisme. Al- Fanzyuri memandang Tuhan sebagai Yang Mahasempurna dan
Mahamutlak.13 Dalam kesempurnaan itu, Tuhan mencakup segala-galanya. Jika tidak
mencakup segala-galanya, Tuhan tidak dapat disebut Mahasempurna dan Mahamutlak.
Karena mencakup segala-galanya, maka manusia juga termasuk dalam Tuhan. Pandangan
Al-Fansyuri yang menganut paham pantheisme inilah yang ditentang oleh tokoh sufi
Aceh lainnya karena dianggap menampilkan aspek tasbih (penyerupaan antara Tuhan
dengan makhluk, tetapi juga menunjukkan adanya tanzih (perbedaan) antara dengan
Tuhan dengan makhluk lain.
5. Ikhwal Tasawuf
Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani dikategorikan dalam arus
pemikiran sufistik keagamaan yang sama. Keduanya merupakan tokoh utama penafsiran
sufisme wahdat al-wujud yang bersifat sufistik-filosofis. Secara khusus ia dipengaruhi
oleh Ibn „Arabi dan al-Jilli.11 Gagasan monistik Hamzah Fansuri diperluas dan

11
Miftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2013),
hlm. 75.
12
Miftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2013),
hlm. 76.
13
Miftah Arifin, Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2013),
hlm. 77.

9
membentuk inti pokok ajaran dan tulisan Syamsuddin al-Sumaterani yang menjadi
Syaikh al-Islam, selama masa pemerintahan Iskandar Muda. Hamzah sendiri semula
masuk anggota tarekat Qadiriyah di Arabiya yang kemudian diikuti oleh banyak sarjana
di Melayu-Indonesia.14
Hamzah Fansuri langsung mengaitkan dirinya dengan ajaran para sufi Arab dan
Persia lainnya yaitu Abu Yazid al-Busthami, Mansur al-Hallaj, Fariduddin „Attar, Junayd
al-Baghdadi, Ahmad al-Ghazali, Jalal al-Din al-Rumi, al-Maghribi, Mahmud Shabistari,
al-„Iraqi dan al-Jami. Di antara mereka alBusthami dan al-Hallaj merupakan tokoh idola
Hamzah Fansuri dalam hal cinta („isyq) dan ma‟rifat. Ia juga sering mengutip pernyataan
dan syair-syair Ibn „Arabi dan al-„Iraqi untuk menopang pemikiran tasawufnya.
Pokok pemikiran Hamzah yang paling dikenal adalah wujudiyah. Wujudiyah
adalah suatu paham tasawuf yang berasal dari paham wahdah al-wujud Ibnu Arabi yang
memandang bahwa alam adalah penampakan (tajalli) Tuhan, yang berarti bahwa yang
ada hanya satu wujud, yaitu wujud Tuhan, yang diciptakan Tuhan (termasuk alam dan
segala isinya) pada hakekatnya tidak mempunyai wujud. Paham ini mendapat tantangan
keras dari Nuruddin Ar-Raniry karena menurutnya membawa kepada pemahaman bahwa
alam sama dengan Tuhan (pantheisme).15
Hamzah Fansuri dipandang sebagai kaum sufi wujudiyah (gagasan panteistik
tentang Tuhan) yang berbeda dengan kaum sufi ortodoks dan praktik sufistik kaum
muslim umumnya. Gagasan sufistik Hamzah Fansuri lebih menekankan pada sifat
imanensi Tuhan dalam makhluk-Nya daripada sifat transendensi-Nya.16
Ajaran wujudiyah Hamzah Fansuri dapat diringkaskan sebagai berikut:
1) Pada hakekatnya zat dan wujud Tuhan sama dengan zat dan wujud alam.
2) Tajalli alam dari zat dan wujud Tuhan pada tataran awal adalah Nur Muhammad
yang pada hakekatnya adalah Nur Tuhan.
3) Nur Muhammad adalah sumber segala khalq Allah (ciptaan Tuhan ), yang pada
hakekatnya khalq Allah itu juga zat dan wujud Allah.

14
Suteja Ibnu Pakar, Tasawuf Di Nusantara: Tadarus Tasawuf Dan Tarekat (Cirebon: Aksarasatu, 2016), hlm. 78-79.
15
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 55.
16
Taufiqurrahman, Kosmologi Tasawuf (Bandung: CV. Agree Media Publishing, 2020), hlm. 76.

10
4) Manusia sebagai mikrokosmos harus berusaha mencapai kebersamaan dengan
Tuhan dengan jalan tark al-dunya, yaitu menghilangkan keterikatannya dengan
dunia dan meningkatkan kerinduan kepada mati.
5) Usaha manusia tersebut harus dipimpin oleh guru yang berilmu sempurna
6) Manusia yang berhasil mencapai kebersamaan dengan Tuhan adalah manusia
yang telah mencapai ma‟rifat yang sebenar-benarnya, yang telah berhasil
mencapai taraf ketiadaan diri (fana‟ fi Allah). 17

Tentunya pemikiran-pemikiran Hamzah Fansuri mendapat tempat yang banyak


dari seluruh pecinta tasawuf di Nusantara, bahkan sampai saat ini argumen dan karya
Hmazah Fansuri masih dianggap sebagai referensi pustaka yang tetap relevan disetiap
zaman.

17
Sri Mulyati, Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 66.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyebaran Islam di Indonesia secara massal berikut ilmu tasawuf, khususnya sejak abad
ke-16, diwarnai oleh peranan para sufi, termasuk Hamzah Fansuri dan Sulaiman al-Sumatrani
yang membawa ajaran tasawuf. Melalui para sufi ini kemudian tarekat berkembang dan
ditransfer ke Indonesia, semula melalui India. Pertumbuhan dan perkembangan tasawuf
selanjutnya menyebabkan tumbuh suburnya tarekat di Indonesia merupakan salah satu variabel
penting yang menyemarakkan aktivitas keagamaan di Nusantara terutama dalam perlawanan
menyerang dan mengusir penjajah hingga merebut kemerdekaan. Perkembangan tarekat hingga
kini telah melembaga (organisasi) dan dikikuti oleh mobilisasi massa dimana-mana. Pengajaran
tarekat yang merupakan pengamalan tasawuf akhlaki ini dilakukan dengan pendekatan akhlak
mulia dan akhirnya berhasil membentuk kepribadian setiap pengikutnya menjadi pribadi yang
berakhlak mulia.

Adapun Hamzah Fansuri, Hamzah Fansuri dilahirkan di kota Barus, sebuah kota yang
seorang Arab zaman dahulu dinamai “Fansur”. Itulah sebabnya dibelakang namanya disebut
“Fansuri”. Kota Barus atau Fansur, yang merupakan pusat pengetahuan Islam lama di Aceh
Barat Daya.

Beberapa pemikirannya meliputi uraian tentang Allah, Wujud dan Penciptaan, Manusia,
Kelepasan, dan Tasawuf. Seluruh pemikirannya dihormati, bahkan dikategorikan sebagai
pemikiran yang tidak luput dimakan zaman, dengan kata lain masih relevan.

B. Kritik dan Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak memuat kesalahan dan kekeliruan, maka
dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari khalayak pembaca, agar penulis
mampu memperbaiki keadaan demikian pada makalah berikutnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Miftah. 2013. Sufi Nusantara: Biografi, Karya Intelektual & Pemikiran Tasawuf. Sleman:
Ar-Ruzz Media.

Mulyati, Sri. 2006. Tasawuf Nusantara: Rangkaian Mutiara Sufi Terkemuka. Jakarta: Kencana.
Pakar, Suteja Ibnu. 2016. Tasawuf di Nusantara: Tadarus Tasawuf dan Tarekat. Cirebon:
Aksarasatu.
Taufiqurrahman. 2020. Kosmologi Tasawuf. Bandung: CV. Agree Media Publishing.

Wasid. 2016. Antologi Tasawuf Nusantara. Surabaya: Pustaka Idea.

Anda mungkin juga menyukai